Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTEK KEPERAWATAN STASE

KEGAWAT DARURATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


APPENSITIS SUSPEC PERFORASI PADA An. A DI INSTALASI
BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN

PROFESI NERS

Disusun Oleh:
Kelompok II

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2022
LAPORAN PRAKTEK KEPERAWATAN STASE
KEGAWAT DARURATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS
APPENSITIS SUSPEC PERFORASI PADA An. A DI INSTALASI
BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN

PROFESI NERS

Oleh:
1. NOBY AMUKTI SUJITO 21350037
2. RESPA AGUSTINA 21350035
3. A’RAAF ALMAERA 21350026
4. CLARA SANTA MARIA 21350005
5. REKA PUTRI R 21350027
6. MUTIA ADE DEA 21350023
7. TRIYONO 21350031
8. DENY EKA LIASARI 21350006
9. YUFIA LENSI 21350034

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PROGRAM STUDI
PROFESI NERS UNIVERSITAS MALAHAYATI DI
RUANG OK RS PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG

Tanggal : 21 Maret 2022- 17 April 2022


Kelompok : II (Dua)

1.NOBY AMUKTI SUJITO 21350037


2.RESPA AGUSTINA 21350035
3.A’RAAF ALMAERA 21350026
4.CLARA SANTA MARIA 21350005
5.REKA PUTRI R 21350027
6.MUTIA ADE DEA 21350023
7.TRIYONO 21350031
8.DENY EKA LIASARI 21350006
9.YUFIA LENSI 21350034

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing sebagai laporan akhir stase keperawatan
gawat darurat Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati
Bandar Lampung Tahun Akademik 2021/2022.
Pembimbing Lahan, Pembimbing Akademik,

Ns.Rahmat Arifin, S.Kep Djunizar Djamaludin, S.Kep., Ns.,


M.Sc

Mengetahui,
Koordinator Stase Gawat Darurat

Eka Yudha Chrisanto, S.Kep., Ns., M.Kes


UJIAN AKHIR STASE GAWAT
DARURAT
(Menggunakan Metode Mini-CEX)

TTD DAN
No TANGGAL KASUS YANG NILAI
NAMA
DIUJIKAN
PENGUJI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendisitis (kontong buntu pada ujung sekum) merupakan keadaan
yang paling sering memerlukan tindakan bedah pada usia anak-anak.
Meskipun jarang dijumpai pada anak-anak berusia dibawah 2 tahun, kerap
kali apendisitis (usus buntu) disertai dengan komplikasi dan mortalitas
yang insidensinya meningkat. Apendisitis yang pada awalnya merupakan
radang akut, dapat berkembang dengan cepat menjadi perforasi dan
peritonitis jika keadaan tersebut tidak terdiagnosis. Peradangan ini
merupakan persoalan pediartik yang signifikan karena diagnosis dirinya
kerap kali terlambat ditegakkan dan sering anak-anak tidak mampu
mengutarakan gejalanya dengan kata-kata, disamping itu tanda-tanda
klinisnya dapat dikelirukan dengan penyakit yang lain (Wong, 2009).
Angka kejadian appendicitis cukup tinggi di dunia. Berdasarkan
Word Health Organisation (2010), angka mortalitas akibat appendisitis
adalah 21.000 jiwa, di mana populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan. Angka mortalitas appendicitis sekitar 12.000 jiwa pada laki-
laki dan sekitar 10.000 jiwa pada perempuan. Di Asia indisden
appendiksitis pada tahun 2013 adalah 4,8% penduduk dari total populasi.
Sedangkan dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di
indonesia, appendiksitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut
abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan
abdomen. Insidens appendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi
di antara kasus kegawatan abdomen lainya, pada tahun 2013 jumlah
penderita appendiksitis di indonesia mencapai 591.819 orang dan
meningkat pada tahun 2014 sebesar 596.132 orang (Depkes, 2014)
Apendisitis dapat disebabkan oleh gaya hidup dan kebiasaan sehari-
hari yang tidak sehat seperti kurangnya mengkonsumsi makanan berserat
dalam menu sehari-hari. Makanan rendah serat memicu terbentuknya
fecalith yang dapat menyebabkan obstruksi pada lumen appendiks
(Marianne dkk, 2007). Apendisitis dapat disebabkan oleh penyebab lainnya
antara lain; hyperplasia jaringan limfoid, infeksi virus, parasit Enterobius
vermicularis yang dapat menyumbat lumen appendiks (Hockenberry
dkk,2007). Gejala klasik yang terjadi pada anak yang menderita apendisitis
antara lain nyeri periumbilikal, mual, muntah, demam, dan nyeri tekan
pada kuadaran kanan bawah perut, (Marianne dkk, 2007). Beberapa tanda
nyeri yang terjadi pada kasus apendisitis dapat diketahui melalui beberapa
tanda nyeri antara lain; Rovsing’s sign, Psoas sign, dan Jump Sign, (Lynn
dkk, 2002).
Peradangan akut pada apendiks memerlukan tindakan pembedahan
segera untuk mencegah terjadinya kompilkasi berbahaya (Sjamsuhidajat
dkk, 2005). Apendiktomi merupakan tindakan pembedahan untuk
mengangkat apendiks dilakukan segera mungkin untuk mengurangi risiko
perforasi (Brunner dkk, 2013). Apendisitis yang tidak tertangani segera
maka dapat terjadi perforasi dan diperlukan tindakan operasi laparatomi.
Tindakan pasca bedah untuk mengatasi masalah apendisitis tentunya dapat
menimbulkan masalah keperawatan lainnya. Semua kasus appendicitis
memerlukan tindakan pengangkatan dari appendik yang terinflamasi, baik
dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan
tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama
disebabkan karena peritonitis dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886
adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa appendisitis acuta
merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh
dunia.
Pasca pembedahan (post operasi) pasien merasakan nyeri hebat dan 75%
penderita mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan akibat
nyeri yang tidak adekuat (Novarizki, 2009). Bila pasien mengeluh nyeri
maka hanya satu yang mereka inginkan yaitu mengurangi rasa nyeri. Hal
itu wajar, karena nyeri dapat menjadi pengalaman yang kurang
menyenangkan akibat pengelolaan nyeri yang tidak adekuat (Zulaik,
2008).
Teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk
menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang
berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari (Smeltzer dkk,
2013). Metode pereda nyeri non farmakologis biasanya mempunyai resiko
yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan
pengganti untuk obat obatan, tindakan tesebut mugkin diperlukan atau
sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya
beberapa detik atau menit (Smeltzer dkk, 2013).
Salah satu faktor untuk mengurangi nyeri akibat operasi
pembuangan apendiks (apendektomi) adalah teknik relaksasi nafas dalam
dan kurangnya/ tidak melakukan mobilisasi dini. mobilisasi dini sangat
penting sebagai tindakan pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap
mobilisasi sebelumnya. Dampak mobilisasi yang tidak dilakukan bisa
menyebabkan gangguan fungsi tubuh, aliran darah tersumbat dan
peningkatan intensitas nyeri. Mobilisasi dini mempunyai peranan penting
dalam mengurangi rasa nyeri dengan cara menghilangkan konsentrasi anak
pada lokasi nyeri atau daerah operasi, mengurangi aktivitas mediator
kimiawi pada proses peradangan yang meningkatkan respon nyeri serta
meminimalkan transmisi saraf nyeri menuju saraf pusat (Potter and Perry,
2010).
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah studi kasus tentang asuhan keperawatan
apendisitis pada anak di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin
Bandar Lampung?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui studi kasus tentang asuhan keperawatan apendisitis
pada anak di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung.
2. Tujuan Khusus
a. Mengindentifikasi karakteristik pada anak apendisitis pre,
intra dan post op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin
Bandar Lampung
b. Mengindentifikasi manifestasi klinik apendisitis pre, intra dan
post op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung
c. Mengindentifikasi etiologi pada anak apendisitis post op di
ruang ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung
d. Mengindentifikasi manifestasi klinik apendisitis pre, intra
dan post op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin
Bandar Lampung
e. Mengindentifikasi pengkajian apendisitis pre, intra dan post
op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung
f. Mengindentifikasi diagnosa pada anak apendisitis pre, intra
dan post op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin
Bandar Lampung
g. Mampu menjelaskan intervensi pada anak apendisitis pre, intra
dan post op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin
Bandar Lampung
h. Melakukan implementasi keperawatan pada anak apendisitis
pre, intra dan post op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang
Amin Bandar Lampung
i. Mengidentifikasi perkembangan pasien (evaluasi) setelah
dilakukan implementasi pada anak apendisitis pre, intra dan
post op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung

D. Waktu dan Tempat Praktik


Praktik keperawatan gawat darurat dilaksanakan selama 4 minggu sejak
tanggal 21 Maret 2022 sampai dengan 17 April 2022, bertempat di Ruang
OK RS Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung.

E. Cara Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam rangka identifikasi masalah dilakukan dengan
metode:
1.Observasi, dilakukan untuk mengumpulkan data tentang kondisi fisik,
keadaan inventaris ruangan dan pelaksanaan pelayanan pasien.
2.Wawancara, dilakukan dengan penanggung jawab ruangan, primary
nurse, associate nurse, staf perawatan lain serta mahasiswa praktikan untuk
mengumpulkan data tentang pelaksanaan gawat darurat
3.Studi dokumentasi, dilakukan untuk mengetahui standar yang dilakukan
di ruangan, dokumentasi proses keperawatan, dan daftar inventaris ruangan.

F. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil studi kasus ini merupakan pengembangan bagi ilmu
pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan pasien
apendisitis pre, intra dan post op di ruang Operasi RS Pertamina
Bintang Amin Bandar Lampung

2. Secara Praktis
1.Bagi Perawat
Studi kasus ini dapat menjadi masukkan untuk diaplikasikan
dirumah sakit dalam melakukan asuhan keperawatan pasien
apendisitis pre, intra dan post op di ruang Operasi RS Pertamina
Bintang Amin Bandar Lampung.
2.Bagi Tempat Penelitian
Sebagai tambahan informasi keperawatan dan masukan dalam
pembuatan kebijakan-kebijakan baru dalam menerapkan asuhan
keperawatan pasien apendisitis pre, intra dan post op di ruang
Operasi RS Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung
3. Bagi Pasien
Sebagai tambahan pengetahuan pada pasien untuk mengurangi
nyeri setelah dilakukan post operasi apendiktomi yang
dialaminya dengan mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam
dan mobilisasi dini untuk menerapkan asuhan keperawatan
pasien apendisitis pre, intra dan post op di ruang Operasi RS
Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini menyerang
semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang
laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan penyebab paling umum
inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan merupakan penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer & Bare, 2013). Appendisitis
adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi (Anonim, 2013 dalam
Docstoc, 2011).
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing
batu feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari
apendiks verivormis (Nugroho, 2014). Apendisitis merupakan peradangan yang
berbahaya jika tidak ditangani segera bisa menyebabkan pecahnya lumen usus
(Williams & Wilkins, 2014). Apendisitis adalah suatu peradangan yang
berbentuk cacing yang berlokasi dekat ileosekal (Reksoprojo, 2015).

2.2 Anatomi & Fisiologi Appendicitis


a. Anatomi Appendisitis Appendiks vermiformis atau yang sering disebut
sebagai apendiks adalah organ berbentuk tabung dan sempit yang
mempunyai otot dan banyak mengandung jaringan limfoid. Panjang
apendiks vermiformis bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya
melekat padapermukaan aspek posteromedial caecum, 2,5 cm dibawah
junctura iliocaecal dengan lainnya bebas. Lumennya melebar di bagian
distal dan menyempit di bagian proksimal (S. H. Sibuea, 2014).
b. Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah abdomen di
region iliaca dextra. Pangkalnya diproyeksikan ke dinding anterior
abdomen pada titik sepertiga bawah yang menghubungkan spina iliaca
anterior superior dan umbilicus yang disebut titik McBurney (Siti
Hardiyanti Sibuea, 2014).
Hampir seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum
dan mesoapendiks (mesenter dari apendiks) yang merupakan lipatan
peritoneum berjalan kontinue disepanjang apendiks dan berakhir di ujung
apendiks. Vaskularisasi dari apendiks berjalan sepanjang mesoapendiks
kecuali di ujung dari apendiks dimana tidak terdapat mesoapendiks.
Arteri apendikular, derivate cabang inferior dari arteri ileocoli yang
merupakan trunkus mesentrik superior. Selain arteriapendikular yang
memperdarahi hampir seluruh apendiks, juga terdapat kontribusi dari
arteri asesorius. Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari vena
ileocolic berjalan ke vena mesentrik superior dan kemudian masuk ke
sirkulasi portal (Eylin, 2009).
a. Fisiologi Appendisitis Secara fisiologis, apendiks menghasilkan
lendir 1 – 2 ml per hari. Lendir normalnya dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalirkan ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks berperan pada patogenesis apendiks.
Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (Gut
Associated Lympoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran
pencerna termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut
sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh
(Arifin, 2014).

2.3 Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis
adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Jong,
2010). Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
appendisitis akut (Jong, 2012)

2.4 Patofisiologi
Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai
dengan pengamatan epidemiologi bahwa appendisitis berhubungan dengan
asupan serat dalam makanan yang rendah (Burkitt, 2013). Pada stadium
awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi
ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan
serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada
permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang
bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis
lokal (Burkitt, 2013). Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis
terkelupas ke dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya,
arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang
kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera
terjadi danmenyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi
dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi (Burkitt, 2013)

2.5 Klasifikasi
Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut dan
appendisitis kronik (Sjamsuhidajat & de jong, 2010):
a. Appendisitis akut. Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas
yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan
tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum
lokal. Gajala appendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul
yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan
lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
b. Appendisitis kronik. Diagnosis appendisitis kronis baru dapat
ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya
sel inflamasi kronik. Insiden appendisitis kronik antara 1-5%.

2.6 Manifestasi Klinis


a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
b. Mual, muntah
c. Anoreksia, malaise
d. Nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney
e. Spasme otot
f. Konstipasi, diare

2.7 Pathway
Invasi & Multiplikasi

APPENDISITIS

Peradangan jaringan mual muntah Sekresi mucus


pada berlebih
pada lumen
apendiks Resiko Hipovolemia

Kerusakan control suhu Nyeri Akut


terhadap inflamasi

Hipertermia

operasi

Luka Insisi defisit Anastesi

Anastesi
Pintu masuk Kuman Ansietas
Peristaltic usus
Resiko infeksi
Distensi
abdomen

Mual Muntah

Kerusakan Jaringan Resiko Hipovolemia

Ujung sayaraf terputus Resiko infeksi

Pelepasan Prostagladin

Spinal cord Nyeri Akut

Cortex serebri Nyeri dipersepsikan

Bagan 2.1
Sumber (Nurafif & Kusuma 2016)

2.8 Penatalaksanaan Medis


Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada appendisitis
meliputi :
a. Sebelum operasi
1. Observasi Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan
gejala appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini
observasi ketat perlu dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah
baring dan dipuasakan.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit
dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks
tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.
Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi
nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya
keluhan.
2. Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan
abses intra abdominal luka operasi pada klien apendiktomi.Antibiotik
diberikan sebelum, saat, hingga 24 jam pasca operasi dan melalui cara
pemberian intravena (IV) (Sulikhah, 2014).
b. Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi.
Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara
membuang apendiks (Wiwik Sofiah, 2017).
Indikasi dilakukannya operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa
appendisitis telah ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan
yang meragukan diperlukan pemeriksan penunjang USG atau CT scan.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau
spinal dengan insisi pada abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk
memblokir sensasi rasa sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi pada
klien post operasi adalah termanipulasinya organ abdomen sehingga
terjadi distensi abdomen dan menurunnya peristaltik usus. Hal ini
mengakibatkan belum munculnya peristaltik usus (Mulya, 2015) .
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik, 2018) dalam
4 jam pasca operasi klien sudah boleh melakukan mobilisasi bertahap,
dan dalam 8 jam pertama setelah perlakuan mobilisasi dini pada klien
pasca operasi abdomen terdapat peningkatan peristaltik ususbahkan
peristaltik usus dapat kembali normal. Kembalinya fungsi peristaltik
usus akan memungkinkan pemberian diet, membantu pemenuhan
kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses penyembuhan. Operasi
apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi
apendiktomi terbuka dan laparaskopi apendiktomi. Apendiktomi
terbuka dilakukan dengan cara membuat sebuah sayatan dengan
panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran kanan bawah abdomen dan
apendiks dipotong melalui lapisan lemak dan otot apendiks. Kemudian
apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus (Dewi, 2015).
Sedangkan pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan
membuat 3 sayatan kecil di perut sebagai akses, lubang pertama dibuat
dibawah pusar, fungsinya untuk memasukkan kamera super mini yang
terhubung ke monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini pula sumber
cahaya dimasukkan. Sementara dua lubang lain di posisikan sebagai
jalan masuk peralatan bedah seperti penjepit atau gunting. Ahli bedah
mengamati organ abdominal secara visual dan mengidentifikasi
apendiks. Apendiks dipisahkan dari semua jaringan yang melekat,
kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan melalui salah satu sayatan
(Hidayatullah, 2014).
Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan pembedahan dapat
menimbulkan luka insisi sehingga pada klien post operatif apendiktomi
dapat terjadi resiko infeksi luka operasi.
c. Pasca operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan
pernapasan. Klien dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien dikatakan
baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Puasa diteruskan sampai
fungsi usus kembali normal.

2.9 Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis.Adapun
jenis komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah :
a. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini
mulamula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi apabila appendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Operasi appendektomi untuk
kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini (appendektomi dini)
maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi dini merupakan
appendektomi yang dilakukan segera atau beberapa hari setelah kedatangan
klien di rumah sakit. Sedangkan appendektomi interval merupakan
appendektomi yang dilakukan setelah terapi konservatif awal, berupa
pemberian antibiotika intravena selama beberapa minggu.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam
pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.Perforasi
dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5° C, tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya peritonitis. Perforasi
memerlukan pertolongan medis segera untuk membatasi 19 pergerakan
lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke rongga perut. Mengatasi
peritonitis dapat dilakukan oprasi untuk memperbaiki perforasi, mengatasi
sumber infeksi, atau dalam beberapa kasus mengangkat bagian dari organ
yang terpengaruh
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis. Penderita peritonitis akan disarankan untuk menjalani rawat
inap di rumah sakit. Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis
adalah :

1) Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik suntik atau


obat antijamur bila dicurigai penyebabnya adalah infeksi jamur, untuk
mengobati serta mencegah infeksi menyebar ke seluruh tubuh. Jangka
waktu pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan yang
dialami klien.
2) Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang
jaringan yang terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada organ
dalam.

BAB III

METODE PENULISAN
3.1 Pendekatan (Desain Penulisan)

Jenis penulisan ini adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus untuk

mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pasien dengan Suspec. Apendisitis

Perforasi.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan keperawatan yang

meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi.

3.2 Subyek Penulisan

Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti atau

subyek yang mnejadi pusat perhatian atau sasaran peneliti (Arikunto,2006)

Subyek penelitian pada studi kasus ini adalah 1 pasien dengan Suspec.

Apendisitis Perforasi. yang di operasi dari Ruang Anak RS. Pertamina Bintang

Amin Bandar lampung

3.3 Batasan Istilah (Definisi Operasional)

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena (Hidayat,2008). Batasan istilah atau definisi operasional pada studi

kasus ini adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi Operasional Alat Ukur
Anak Suspensi Apendisitis - Anak yang dirawat di ruang - Format pengkajian asuhan
Perforasi Perawatan Anak keperawatan pada
RS.Pertamina Bintang anak
Amin Bandar Lampung - Lembar observasi
dengan Suspec
Apendisitis Perforasi
hari pertama yang
dirawat selama 3-6 hari.

3.4 Lokasi dan Waktu Studi Kasus

Studi kasus dilakukan di Ruang Perawatan Anak RS. Pertamina Bintang

Amin Bandar Lampung. Lama perawatan pasien (responden) minimal 3 hari.

3.5 Prosedur Studi Kasus

Prosedur studi kasus diawali dengan penyusunan penulisan laporan dan

menggunakan metode studi kasus. Setelah disetujui oleh tim penguji laporan dan

penulis telah mendapatkan perijinan maka penulisan dilanjutkan dengan

pemilihan responden yang merupakan anak dengan Suspec Apendisitis Perforasi.

Kemudian dilanjutkan dengan pengkajian dan pengumpulan dengan

menggunakan instrument pengkajian, lembar observasi dan lembar SOP. Setelah

diperoleh data selanjunya penulis melakukan asuhan keperawatan yang meliputi

pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana tindakan

keperawatan, melakukan pelaksanaan (implementasi), evaluasi dan

pendokumentasian terhadap kasus yang dijadikan subyek penulisan.


3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

3.6.1 Teknik pengumpulan data

1. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang – dahulu – keluarga dll). Sumber data dari klien,

keluarga, perawat lainnya)

2. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan: inspeksi, palpasi,

perkusi, asukultasi /IPPA) pada sistem tubuh klien

3.6.2 Instrument pengumpulan data

Alat atau instrumen pengumpulan data menggunakan format pengkajian

Asuhan Keperawatan sesuai ketentuan yang berlaku. Format yang dimaksud

terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

3.7 Keabsahan Data

Keabsahan data dimaksudkan untuk membuktikan kualitas data/informasi

yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan validitas

tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi instrumen utama),

keabsahan data dilakukan dengan memperpanjang waktu pengamatan / tindakan,

sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data utama

yaitu klien, perawat dan keluarga klien yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti.
3.8 Analisis Data

Analisa data dilakukan secara deskriptif menggunakan prinsip-prinsip

manajemen asuhan keperawatan. Proses analisa data dimulai dengan menelaah

seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan /

observasi, dan rekam medik.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada

klien pre dan post suspec appendicitis perforasi di Ruangan Anak di RS.

Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung, peneliti dapat mengambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan oleh peneliti pada klien sesuai dengan

teori. Salah satu focus utama pengkajian pada klien dengan pre dan post

suspec appendicitis perforasi adalah pengkajian nyeri dengan

menggunakan metode PQRST (Provokes/Palliates, Quality,

Region/Radian, Scale/Severity, Time).

2. Diagnosa keperawatan

Menurut teori yang dikemukakan peneliti pada bab sebelumnya

diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada klien pre operatif

appendicitis sebanyak 1 diagnosa dan pada post operatif sebanyak 1

diagnosa. Namun pada klien 1 peneliti hanya menemukan 1 diagnosa pre

operatif yang sama dengan teori dan 1 diagnosa post operatif yang sama

dengan teori bab sebelumnya.


3. Perencanaan

Perencanaan yang digunakan dalam kasus pada kedua klien

dirumuskan berdasarkan prioritas masalah dengan teori yang ada,

Intervensi setiap diagnosa dapat sesuai dengan kebutuhan klien dan

memperhatikan kondisi klien serta kesanggupan keluarga dalam

kerjasama. Intervensi yang dilakukan oleh peneliti yaitu intervensi

yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi.

4. Pelaksanaan tindakan

Pelaksanaan tindakan pada kasus ini dilaksanakan sesuai dengan

intervensi yang sudah di buat namun ada beberapa intervensi yang tidak

dilakukan, sesuai dengan kebutuhan kedua klien dengan pre dan post

suspec.appendicitis perforasi.

5. Evaluasi Keperawatan

Akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan

keperawatan yang di berikan. Evaluasi yang dilakukan oleh peneliti pada

klien selama 3 hari oleh peneliti dan dibuat dalam bentuk SOAP. Respon

klien dalam pelaksanaan asuhan keperawatan baik, klien cukup kooperatif

dalam pelaksanaan setiap tindakan keperawatan. Hasil evaluasi yang

dilakukan oleh peneliti pada klien menunjukan bahwa masalah yang

dialami pada kedua klien banyak yang belum teratasi.


5.2 Saran
1. Bagi peneliti

Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada klien pre dan

post suspensi appendicitis perforasi yang diberikan dapat tepat, peneliti

selanjutnya harus benar-benar menguasai konsep tentang appendicitis itu

sendiri, terutama pada faktor etiologi, anatomi fisiologi dan patofisiologi

tentang appendicitis, selain itu peneliti juga harus melakukan pengkajian

dengan tepat dan komperhensif agar asuhan keperawatan dapat

tercapai sesuai dengan masalah yang ditemukan pada klien serta tidak ada

masalah yang luput dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien.

Dalam penegakan diagnose diharapkan peneliti juga harus teliti dalam

mengangkat dan merumuskan diagnose keperawatan yang ada pada klien

agar masalah keperawatan yang muncul pada klien dapat teratasi dan

mendapatkan penanganan secara komprehensif dan menyeluruh, Tidak

hanya berfokus kepada masalah biologis klien, namun juga terhadap

masalah psiko, sosio, spiritual klien. Sehingga asuhan keperawatan yang

dilakukan dapat terlaksana secara optimal, dan mendapatkan hasil yang

memuaskan bagi klien dan juga peneliti itu sendiri. Pada bagian

intervensi keperawatan diharapkan peneliti merencanakan sesuai dengan

buku panduan SIKI (Standart Intervensi Keperawatan Indonesia) dan

SLKI (Standart Luaran Keperawatan Indonesia) . Pada bagian

Implementasi diharapkan juga peneliti melakukan tindakan yang sesuai

dengan yang direncanakan agar diagnose pada klien dapat teratasi. Dan

evaluasi keperawatan diharapkan


peneliti lebih melakukan evaluasi yang lebih lengkap pada klien

sesuai dengan data yang didapatkan pada klien.

2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan agar selalu menambah dan

memperdalam ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya

dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien fraktur dengan

menggunakan literatur-literatur terbaru.


DAFTAR PUSTAKA

Anas, Kadrianti, E., & I. (2013). Pengaruh Tindakan Mobilisasi Terhadap


Penyembuhan Luka Post Operasi Usus Buntu (Appendicitis) Di RSI Faisal Makassar.
Arifin, D. S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Post Operatif Apendiktomy et
cause Appendisitis Acute.
Ariska, D. W., & Ali, M. S. (2019). Pengaruh Kebiasaan Konsumsi Junk Food Terhadap
Kejadiaan Obesitas Remaja. Jurnal Kesehatan Surya Mitra Husada, 1–7.
Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat
Kesehatan (p. 49). p. 49.
Burkitt, and R. (2007). Appendicitis. In: Essential Surgery Problems, Diagnosis, &
Management . (4th ed.). London: Elsevier Ltd.
Dewi, A. A. W. T. (2015). Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis Pada klien Operasi
Appendisitis Akut di Instalasi Rawat Inap RS Baptis Batu Jawa Timur.
Dorland ,W.A.Newman 2002. Kamus kedokteran: EGC
http://scribd.com/document/248448707/Pathway-laparatomi(diakses pada tanggal 4 Juni
2019
Elizabeth J. Corwin. (2011). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Adityamedi.
Eylin. (2009a). Karakteristik Klien dan Diagnosis Histologi Pada Kasus Appendisitis
Berdasarkan Data Registasi di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UI RSUP
Cipto Mangunkusumo.
Eylin. (2013). Ksrskteristik Klien dan Diagnosis Histologi Pada Kasus Appendisitis
Berdasarkan Data Registasi di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UI RSUP
Cipto Mangunkusumo.
goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. (2019). Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat
Saji Pada Siswa Kelas Viii Smp Negeri 1 Yogyakarta. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Hasanah, H. (2016). Teknik-teknik observasi. 21–46.
Lakaman R. 2011. definisi laparatomi. EGC Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai