PROFESI NERS
Disusun Oleh:
Kelompok II
PROFESI NERS
Oleh:
1. NOBY AMUKTI SUJITO 21350037
2. RESPA AGUSTINA 21350035
3. A’RAAF ALMAERA 21350026
4. CLARA SANTA MARIA 21350005
5. REKA PUTRI R 21350027
6. MUTIA ADE DEA 21350023
7. TRIYONO 21350031
8. DENY EKA LIASARI 21350006
9. YUFIA LENSI 21350034
Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing sebagai laporan akhir stase keperawatan
gawat darurat Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati
Bandar Lampung Tahun Akademik 2021/2022.
Pembimbing Lahan, Pembimbing Akademik,
Mengetahui,
Koordinator Stase Gawat Darurat
TTD DAN
No TANGGAL KASUS YANG NILAI
NAMA
DIUJIKAN
PENGUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendisitis (kontong buntu pada ujung sekum) merupakan keadaan
yang paling sering memerlukan tindakan bedah pada usia anak-anak.
Meskipun jarang dijumpai pada anak-anak berusia dibawah 2 tahun, kerap
kali apendisitis (usus buntu) disertai dengan komplikasi dan mortalitas
yang insidensinya meningkat. Apendisitis yang pada awalnya merupakan
radang akut, dapat berkembang dengan cepat menjadi perforasi dan
peritonitis jika keadaan tersebut tidak terdiagnosis. Peradangan ini
merupakan persoalan pediartik yang signifikan karena diagnosis dirinya
kerap kali terlambat ditegakkan dan sering anak-anak tidak mampu
mengutarakan gejalanya dengan kata-kata, disamping itu tanda-tanda
klinisnya dapat dikelirukan dengan penyakit yang lain (Wong, 2009).
Angka kejadian appendicitis cukup tinggi di dunia. Berdasarkan
Word Health Organisation (2010), angka mortalitas akibat appendisitis
adalah 21.000 jiwa, di mana populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan. Angka mortalitas appendicitis sekitar 12.000 jiwa pada laki-
laki dan sekitar 10.000 jiwa pada perempuan. Di Asia indisden
appendiksitis pada tahun 2013 adalah 4,8% penduduk dari total populasi.
Sedangkan dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di
indonesia, appendiksitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut
abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan
abdomen. Insidens appendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi
di antara kasus kegawatan abdomen lainya, pada tahun 2013 jumlah
penderita appendiksitis di indonesia mencapai 591.819 orang dan
meningkat pada tahun 2014 sebesar 596.132 orang (Depkes, 2014)
Apendisitis dapat disebabkan oleh gaya hidup dan kebiasaan sehari-
hari yang tidak sehat seperti kurangnya mengkonsumsi makanan berserat
dalam menu sehari-hari. Makanan rendah serat memicu terbentuknya
fecalith yang dapat menyebabkan obstruksi pada lumen appendiks
(Marianne dkk, 2007). Apendisitis dapat disebabkan oleh penyebab lainnya
antara lain; hyperplasia jaringan limfoid, infeksi virus, parasit Enterobius
vermicularis yang dapat menyumbat lumen appendiks (Hockenberry
dkk,2007). Gejala klasik yang terjadi pada anak yang menderita apendisitis
antara lain nyeri periumbilikal, mual, muntah, demam, dan nyeri tekan
pada kuadaran kanan bawah perut, (Marianne dkk, 2007). Beberapa tanda
nyeri yang terjadi pada kasus apendisitis dapat diketahui melalui beberapa
tanda nyeri antara lain; Rovsing’s sign, Psoas sign, dan Jump Sign, (Lynn
dkk, 2002).
Peradangan akut pada apendiks memerlukan tindakan pembedahan
segera untuk mencegah terjadinya kompilkasi berbahaya (Sjamsuhidajat
dkk, 2005). Apendiktomi merupakan tindakan pembedahan untuk
mengangkat apendiks dilakukan segera mungkin untuk mengurangi risiko
perforasi (Brunner dkk, 2013). Apendisitis yang tidak tertangani segera
maka dapat terjadi perforasi dan diperlukan tindakan operasi laparatomi.
Tindakan pasca bedah untuk mengatasi masalah apendisitis tentunya dapat
menimbulkan masalah keperawatan lainnya. Semua kasus appendicitis
memerlukan tindakan pengangkatan dari appendik yang terinflamasi, baik
dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan
tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama
disebabkan karena peritonitis dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886
adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa appendisitis acuta
merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh
dunia.
Pasca pembedahan (post operasi) pasien merasakan nyeri hebat dan 75%
penderita mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan akibat
nyeri yang tidak adekuat (Novarizki, 2009). Bila pasien mengeluh nyeri
maka hanya satu yang mereka inginkan yaitu mengurangi rasa nyeri. Hal
itu wajar, karena nyeri dapat menjadi pengalaman yang kurang
menyenangkan akibat pengelolaan nyeri yang tidak adekuat (Zulaik,
2008).
Teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk
menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang
berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari (Smeltzer dkk,
2013). Metode pereda nyeri non farmakologis biasanya mempunyai resiko
yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan
pengganti untuk obat obatan, tindakan tesebut mugkin diperlukan atau
sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya
beberapa detik atau menit (Smeltzer dkk, 2013).
Salah satu faktor untuk mengurangi nyeri akibat operasi
pembuangan apendiks (apendektomi) adalah teknik relaksasi nafas dalam
dan kurangnya/ tidak melakukan mobilisasi dini. mobilisasi dini sangat
penting sebagai tindakan pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap
mobilisasi sebelumnya. Dampak mobilisasi yang tidak dilakukan bisa
menyebabkan gangguan fungsi tubuh, aliran darah tersumbat dan
peningkatan intensitas nyeri. Mobilisasi dini mempunyai peranan penting
dalam mengurangi rasa nyeri dengan cara menghilangkan konsentrasi anak
pada lokasi nyeri atau daerah operasi, mengurangi aktivitas mediator
kimiawi pada proses peradangan yang meningkatkan respon nyeri serta
meminimalkan transmisi saraf nyeri menuju saraf pusat (Potter and Perry,
2010).
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah studi kasus tentang asuhan keperawatan
apendisitis pada anak di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin
Bandar Lampung?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui studi kasus tentang asuhan keperawatan apendisitis
pada anak di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung.
2. Tujuan Khusus
a. Mengindentifikasi karakteristik pada anak apendisitis pre,
intra dan post op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin
Bandar Lampung
b. Mengindentifikasi manifestasi klinik apendisitis pre, intra dan
post op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung
c. Mengindentifikasi etiologi pada anak apendisitis post op di
ruang ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung
d. Mengindentifikasi manifestasi klinik apendisitis pre, intra
dan post op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin
Bandar Lampung
e. Mengindentifikasi pengkajian apendisitis pre, intra dan post
op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung
f. Mengindentifikasi diagnosa pada anak apendisitis pre, intra
dan post op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin
Bandar Lampung
g. Mampu menjelaskan intervensi pada anak apendisitis pre, intra
dan post op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin
Bandar Lampung
h. Melakukan implementasi keperawatan pada anak apendisitis
pre, intra dan post op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang
Amin Bandar Lampung
i. Mengidentifikasi perkembangan pasien (evaluasi) setelah
dilakukan implementasi pada anak apendisitis pre, intra dan
post op di ruang Operasi RS Pertamina Bintang Amin Bandar
Lampung
F. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil studi kasus ini merupakan pengembangan bagi ilmu
pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan pasien
apendisitis pre, intra dan post op di ruang Operasi RS Pertamina
Bintang Amin Bandar Lampung
2. Secara Praktis
1.Bagi Perawat
Studi kasus ini dapat menjadi masukkan untuk diaplikasikan
dirumah sakit dalam melakukan asuhan keperawatan pasien
apendisitis pre, intra dan post op di ruang Operasi RS Pertamina
Bintang Amin Bandar Lampung.
2.Bagi Tempat Penelitian
Sebagai tambahan informasi keperawatan dan masukan dalam
pembuatan kebijakan-kebijakan baru dalam menerapkan asuhan
keperawatan pasien apendisitis pre, intra dan post op di ruang
Operasi RS Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung
3. Bagi Pasien
Sebagai tambahan pengetahuan pada pasien untuk mengurangi
nyeri setelah dilakukan post operasi apendiktomi yang
dialaminya dengan mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam
dan mobilisasi dini untuk menerapkan asuhan keperawatan
pasien apendisitis pre, intra dan post op di ruang Operasi RS
Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini menyerang
semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang
laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan penyebab paling umum
inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan merupakan penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer & Bare, 2013). Appendisitis
adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi (Anonim, 2013 dalam
Docstoc, 2011).
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing
batu feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari
apendiks verivormis (Nugroho, 2014). Apendisitis merupakan peradangan yang
berbahaya jika tidak ditangani segera bisa menyebabkan pecahnya lumen usus
(Williams & Wilkins, 2014). Apendisitis adalah suatu peradangan yang
berbentuk cacing yang berlokasi dekat ileosekal (Reksoprojo, 2015).
2.3 Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis
adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Jong,
2010). Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
appendisitis akut (Jong, 2012)
2.4 Patofisiologi
Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai
dengan pengamatan epidemiologi bahwa appendisitis berhubungan dengan
asupan serat dalam makanan yang rendah (Burkitt, 2013). Pada stadium
awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi
ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan
serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada
permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang
bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis
lokal (Burkitt, 2013). Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis
terkelupas ke dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya,
arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang
kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera
terjadi danmenyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi
dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi (Burkitt, 2013)
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut dan
appendisitis kronik (Sjamsuhidajat & de jong, 2010):
a. Appendisitis akut. Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas
yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan
tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum
lokal. Gajala appendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul
yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan
lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
b. Appendisitis kronik. Diagnosis appendisitis kronis baru dapat
ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya
sel inflamasi kronik. Insiden appendisitis kronik antara 1-5%.
2.7 Pathway
Invasi & Multiplikasi
APPENDISITIS
Hipertermia
operasi
Anastesi
Pintu masuk Kuman Ansietas
Peristaltic usus
Resiko infeksi
Distensi
abdomen
Mual Muntah
Pelepasan Prostagladin
Bagan 2.1
Sumber (Nurafif & Kusuma 2016)
2.9 Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis.Adapun
jenis komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah :
a. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini
mulamula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi apabila appendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Operasi appendektomi untuk
kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini (appendektomi dini)
maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi dini merupakan
appendektomi yang dilakukan segera atau beberapa hari setelah kedatangan
klien di rumah sakit. Sedangkan appendektomi interval merupakan
appendektomi yang dilakukan setelah terapi konservatif awal, berupa
pemberian antibiotika intravena selama beberapa minggu.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam
pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.Perforasi
dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5° C, tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya peritonitis. Perforasi
memerlukan pertolongan medis segera untuk membatasi 19 pergerakan
lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke rongga perut. Mengatasi
peritonitis dapat dilakukan oprasi untuk memperbaiki perforasi, mengatasi
sumber infeksi, atau dalam beberapa kasus mengangkat bagian dari organ
yang terpengaruh
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis. Penderita peritonitis akan disarankan untuk menjalani rawat
inap di rumah sakit. Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis
adalah :
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Pendekatan (Desain Penulisan)
Jenis penulisan ini adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus untuk
Perforasi.
evaluasi.
Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti atau
Subyek penelitian pada studi kasus ini adalah 1 pasien dengan Suspec.
Apendisitis Perforasi. yang di operasi dari Ruang Anak RS. Pertamina Bintang
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
menggunakan metode studi kasus. Setelah disetujui oleh tim penguji laporan dan
riwayat penyakit sekarang – dahulu – keluarga dll). Sumber data dari klien,
sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data utama
yaitu klien, perawat dan keluarga klien yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
3.8 Analisis Data
seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan /
5.1 Kesimpulan
klien pre dan post suspec appendicitis perforasi di Ruangan Anak di RS.
1. Pengkajian
teori. Salah satu focus utama pengkajian pada klien dengan pre dan post
2. Diagnosa keperawatan
operatif yang sama dengan teori dan 1 diagnosa post operatif yang sama
4. Pelaksanaan tindakan
intervensi yang sudah di buat namun ada beberapa intervensi yang tidak
dilakukan, sesuai dengan kebutuhan kedua klien dengan pre dan post
suspec.appendicitis perforasi.
5. Evaluasi Keperawatan
klien selama 3 hari oleh peneliti dan dibuat dalam bentuk SOAP. Respon
tercapai sesuai dengan masalah yang ditemukan pada klien serta tidak ada
agar masalah keperawatan yang muncul pada klien dapat teratasi dan
memuaskan bagi klien dan juga peneliti itu sendiri. Pada bagian
dengan yang direncanakan agar diagnose pada klien dapat teratasi. Dan