Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM METODE PEMISAHAN KIMIA

KROMATOGRAFI PENUKAR ION

Disusun Oleh :

Nama : Alifah Nida Luthfiyah

NIM : 19303244004

Kelas : Pendidikan Kimia A

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2021
A. Tujuan Percobaan
Menentukan banyaknya ion kalsium (II) yang diikat oleh resin penukar ion.

B. Dasar Teori
Kromatografi penukar ion merupakan salah satu bagian kromatografi cair yang
merupakan proses yang memungkinkan pemisahan ion dan molekul kutub berdasarkan
muatannya. Mirip dengan kromatografi cair, kromatografi ion menggunakan fase seluler
cair, penukar ion pemisahan dan detektor untuk mengukur spesies yang muncul dari
penukar ion. Kromatografi penukar ion dapat diterapkan pada penentuan zat terlarut
ionik, seperti anion anoganik, kation, logam transisi, dan asam dan basa organik dengan
berat molekul yang rendah. Ini juga dapat digunakan untuk hampir semua jenis molekul
bermuatan termasuk protein besar, nukleotida kecil dan asam amino. Teknik ini sering
digunakan untuk identifikasi dan kuantifikasi ion dalam berbagai matriks (Moustafa &
Morsi, 2013).
Kromatografi penukar ion ini sangat cocok untuk pemisahan ion ion anorganik
baik itu kation maupun anion. Pemisahan terjadi karena pertukaran ion ion dalam fasa
diam. Fasa diam dalam kromatografi penukar ion berupa manik manik terbuat dari
polimer polistrena yang terhubung silang dengan senyawa divinil benzene. Polimer
dengan rantai hubung silang ini disebut dengan resin. Resin memiliki gugus fenil yang
telah mengalami reaksi adisi doleh gugus fungsi ionic (Subagiyo, 2005).
Suatu resin penukar ion yang ingin direaksikan dalam suatu sistem dapat
dilakukan dengan memasukkan gugus gugus dari suatu resin yang terionkan ke dalam
suatu matriks polimer organic yang paling lazim adalah polistirena. Hubungan saling
silang seperti yang telah dikatakan diguankan sebagai absorben (Underwood, 1985).
Semua penukar ion yang bernilai dalam analisis memiliki beberapa kesamaan sifat yaitu
hampir tidak larut dalam air dan pelarut organic, serta mengandung ion ion aktif dan ion
lawan yang akan bertukar secara reversible dengan ionion lain dalam larutan yang
mengelilinginya tanpa terjadi perubahan perubahan fisika yang berarti dalam bahan
tersebut (Basset, 1994).
Resin penukar kation biasanya tersedia salam bentuk ion hydrogen namun dalam
bentuk ini mudah diubah ke bentuk lain seperti ion natrium oleh perlakuan garamnya. Ion
natrium tersebut kemudian akan mengalami pertukaran dengan kation lainnya pada
pengocokan selama beberapa saat hingga mengalami kesetimbangan. Agar reaksi
berlangsung ke kanan maka harus ditambah resin dalam jumlah yang berlebih. Kapasitas
resin penukar ion adalah angka yang menyatakan banyaknya ion yang dapat
dipertukarkan oleh setiap gram resin kering atau tiap ml resin basah. Kuat tidaknya suatu
ion diserap pada resin penukar ion tergantung dari sifat gugus fungsionalnya. Gugus
fungsional tersebuta apakah bersifat asam kuat atau lemah. Hal lain yang juga
menentukan kekuatan diserapnya suatu ion adalah persen hubung silang yang digunakan.
Semakin tinggi persen hubung silang maka semakin selektif resin yang bersangkutan
terhadap ion ion yang ukurannya berbeda (Subagiyo, 2005).
C. Alat dan Bahan
1. Alat:
a. Penukar ion kromatografi
b. Statif dan klem
c. Erlenmeyer
d. Gelas ukur 25 ml
e. Buret
f. Corong

2. Bahan :
a. Resin penukar kation Ca
b. HCl 0,1M
c. Akuades
d. CaCl2 0,2M
e. (NH4)2C2O4 0,1M
3. Rangkaian Alat

D. Langkah Kerja
a. Pencucian resin penukar kation

Larutan HCl encer dituangkan dalam penukar ion kromatografi yang telah berisi resin,
dan dipastikan kran tertutup

Kemudian didiamkan selama 15 menit, kran dibuka dan larutan HCl ditampung dalam
gelas ukur 25ml

Uji larutan HCl tersebut dengan amonium oksalat

Aquades sebanyak 10ml dituangkan dalam penukar ion, dan dialirkan hingga habis

b. Pengikat Kation Kalsium

Larutan CaCl2 0,2M dalam penukar ion kromatografi, dan dialirkan dan kemudian
ditampung dalam gelas ukur 25ml

Setelah 10 ml diuji adanya ion kalsium pada larutan tersebut dengan amonium oksalat
c. Pengikat kation kalsium (II)

Larutan CaCl2 0,2M dalam penukar ion kromatografi, dan dialirkan dan kemudian
ditampung dalam gelas ukur 25ml

Setelah 10 ml diuji adanya ion kalsium pada larutan tersebut dengan amonium oksalat

E. Data Pengamatan

Perlakuan Pengamatan
Uji HCl hasil kromatografi dengan (NH4)2C2O4 Bening, dan tidak terbentuk endapan
Uji ion Ca hasil kromatografi dengan Terbentuk endapan berwarna coklat
(NH4)2C2O4
Volume (NH4)2C2O4 pada saat titrasi 0,5 ml

F. Perhitungan
a. Mol Ca mula mula
Mol Ca2+ mula-mula = Volume CaCl2 x molaritas CaCl2
Mol Ca2+ mula-mula = 10 ml x 0,2 M
Mol Ca2+ mula-mula = 2 mmol
b. Mol kalsium yang tidak terikat
Mol Ca2+ tidak terikat = mol (NH4)2C2O4
Mol Ca2+ tidak terikat = Volume (NH4)2C2O4 x molaritas (NH4)2C2O4
Mol Ca2+ tidak terikat = 0,5 ml x 0,1 M
Mol Ca2+ tidak terikat = 0,05 mmol
c. Mol kalsium yang terikat
Mol Ca2+ terikat = mol Ca2+ mula mula – mol Ca2+ tidak terikat
Mol Ca2+ terikat = 2 mmol – 0,0 mmol
Mol ca2+ terikat = 1,95 mmol
d. Reaksi yang terjadi
CaCl2 + (NH4)2C2O4 -> CaC2O4 + 2 NH4Cl
G. Pembahasan
Pada percobaan yang berjudul kromatografi penukar ion telah dilaksanakan pada
tanggal 8 Maret 2021 di Laboratorium Kimia Analisis, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta. Adapun tujuan dari percobaan
kromatografi penukar ion tersebut adalah dapat menentukan banyaknya ion kalsium (II)
yang diikat oleh resin penukar ion. Kromatografi penukar ion digunakan karena kation
akan terserap dalam resin yang berperan sebagai fasa diam dan kemudian kation dapat
terikat dalam resin tersebut. Larutan yang berisi kation kation menjadi fasa gerak dalam
proses kromatografi tersebut.
Dalam percobaan tersebut, hal yang perlu dilakukan yaitu mempersiapkan alat
dan bahan yang akan digunakan dalam proses kromatografi penukar. Alat yang
digunakan yaitu kolom kromatografi sebagai tempat fasa diam atau resin dan
berlangsungnya kromatografi penukar ion, gelas ukur 25ml sebagai wadah menampung
larutan hasil kromatografi penukar ion, corong untuk memasukan larutan ke dalam kolom
yang memiliki diameter sangat kecil dan agar tidak tumpah, statif dan klem sebagai
penyangga agar kolom kromatografi dan buret dapat berdiri tegak, buret sebagai alat
untuk melakukan titrasi dari zat hasil pemisahan kromatografi penukar ion tersebut, dan
erlenmeyer sebagai wadah penampung hasil titrasi.
Adapun bahan bahan yang akan digunakan dalam percobaan komatografi penukar
ion adalah larutan CaCl2 0,2M yang menjadi fasa gerak atau eluen yang melewati fasa
diam (resin) dan penghasil kation Ca(II) yang akan dipisahkan, resin sebagai fasa diam
yang akan menyerap atau mengabsorb kation dari fasa gerak, akuades dan HCl sebagai
pelarut untuk mencuci resin sebelum digunakan untuk melakukan pemisahan, kertas
saring dan kapas sebagai penyaring setelah fasa gerak melewati kolom penukar ion, dan
larutan ammonium oksalat sebagai penguji kualitatif dari hasil kromatografi dan juga
titran pada proses titrasi larutan hasil kromatografi.
Setelah alat dan bahan yang diperlukan telah siap, selanjutnya proses yang
dilakukan yaitu mencuci resin. Resin yang berwarna orange dari polimer polistirena telah
terdapat pada kolom perlu dicuci terlebih dahulu agar sisa ion yang sebelumnya terdapat
dalam resin dapat hilang. Proses pencucian tersbut menggunakan asam kuat yaitu HCl 0,1
M sebanyak 10 ml yang dialirkan dalam kolom yang berisi resin tersebut. HCl akan
mengikat ion Ca(II) yang tersisa jika masih terdapat sisa ion dalam resin tersebut dan
kemudian ditampung dalam gelas ukur untuk diuji dengan menggunakan ammonium
oksalat. Ammonium oksalat ketika bereaksi dengan ion Ca(II) akan membentuk endapan
berwarna putih dari terbentuknya kalsium oksalat. Namun pada percobaan ini, saat
dilakukan pengujian dengan dengan ammonium oksalat tidak terbentuk endapan
berwarna putih, dan hanya berwarna bening yang menandakan jika sudah tidak terdapat
ion Ca(II) didalamnya.
Selanjutnya, resin yang telah bebas dari sisa ion Ca(II) maka kemudian dialirkan
akuades sebanyak 10 ml, untuk menetralkan suasana dalam resin karena proses
kromatografi dapat terpengaruh dengan pH sistem. Selain itu, akuades digunakan untuk
mengukur apakah volume yang mengalir dalam kolom tetap atau berkurang, jika
berkurang berarti kolom mengalami penyumbatan sehingga alirannya tidak berjalan
dengan baik.
Proses selanjutnya yaitu, pengikatan kation Ca(II) melalui proses kromatografi
dalam resin yang telah dibuat tersebut. Kation Ca(II) didapatkan dari larutan garamnya
yaitu CaCl2. Sebanyak 10 ml larutan CaCl2 dialirkan dalam resin. Setelah tertampung
dalam gelas ukur, sedikit larutan tersebut diuji dengan menggunakan larutan ammonium
oksalat dan dilihat perubahan yang terjadi. Hasilnya terbentuk endapan yang berwarna
kecoklatan. Terbentuknya kalsium oksalat seharusnya memberikan endapan yang berupa
kristalin putih yang tidak larut dalam asam asetat encer, maupun pereagen yang
berlebihan. Akan tetapi, hasil yang didapatkan bukanlah endapan berwarna putih namun
berwarna coklat. Hal itu dimungkinkan karena terdapat zat pengotor yang ikut bereaksi
dalam proses tersebut.
Selanjutnya, untuk mengetahui secara kuantitatif banyaknya ion Ca(II) yang
teradsorb dalam fasa diam atau resin maka dapat dilakukan dengan cara mentitrasi larutan
hasil dari kromatografi penukar ion tersebut dengan larutan ammonium oksalat 0,1 M.
Larutan ammonium oksalat akan berperan sebagai titran dan volume yang didapatkan
dari proses titrasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan mol ion Ca(II) yang tidak
terikat dalam resin, sehingga mol Ca(II) yang terikat dapat dihitung melalui pengurangan
antara mol Ca(II) mula mula dengan mol Ca(II) yang tidak terikat tersebut.
Adapun volume titran yang didapatkan untuk mentitrasi larutan hasil
kromatografi yaitu sebanyak 0,5 ml. Titik ekuivalen dari titrasi ini yaitu ketika telah
terbentuk endapan berwarna putih dari kalsium oksalat. Dengan demikian, mol Ca(II)
yang tidak terikat sama dengan mol dari ammonium oksalat yang digunakan dalam titrasi
tersebut yaitu sebesar 0,05 mmol. Sedangkan besarnya mol Ca(II) mula mula dapat
ditentukan melalui mol dari CaCl2 yaitu sebesar 2 mmol, sehingga mol Ca(II) yang
terikat dalam resin yaitu sebesar 1,95 mmol.
Proses pertukaran ion di dalam suatu resin adalah suatu proses yang reversible
atau dapat berbalik yang akhirnya akan tercapai suatu kesetimbangan. Seberapa jauh
suatu ion dapat ditahan lebih kuat dalam resin merupakan suatu hal yang penting dalam
proses kromatografi penukar ion ini. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
keselektifan distribusi ion antara resin dengan suatu larutan yaitu sifat dari ion itu sendiri,
dan sifat dari resin yang dipakai sehingga tidak terikatnya seluruh kation Ca(II)
dimungkinkan karena dua faktor tersebut.

H. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, untuk memisahkan ion Ca(II) dalam
garamnya digunakan kromatografi penukar ion dengan fasa diam berupa resin suatu
polimer yang biasanya polistirena. Resin tersebut akan mengikat ion Ca(II) dari adanya
ion Hidrogen pada saat proses kromatografi berlangsung. Uji kuantitatif digunakan untuk
menentukan besarnya mol ion Ca yang terikat melalui proses titrasi. Hasilnya ion Ca(II)
yang terikat sebanyak 1,95 mmol dan 0,05mmol lainnya tidak dapat terikat pada resin.
Uji kualitatif juga dilakukan dengan penambahan ammonium oksalat yang akan
membentuk endapan putih dalam ion Ca menjadi kalsium oksalat.

I. Daftar Pustaka
Basset. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.
Moustafa, Y. M., & Morsi, R. E. (2013). Ion Exchange Chromatography - An Overview.
doi:10.5772/55652
Subagiyo. (2005). Kimia Analitik II. Malang: UM Press.
Underwood, D. (1985). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Kuningan, 14 April 2021
Praktikan

Alifah Nida Luthfiyah

Anda mungkin juga menyukai