Anda di halaman 1dari 4

Memories

By: Sendria Kwanda (x3-30)

Kenangan itu seperti belati yang memecah keheningan ini, berputar dan menyesaki
benakku. Segala tentang dirimu mengalir begitu saja sama seperti melodi yang mengalir dan
menggetarkan saraf-saraf pendengaranku lalu berputar-putar di dalam kepalaku. Tak peduli
seberapapun aku mencoba tuk membendungnya, kenangan itu tetap muncul sepotong demi
sepotong bergantian mengisi lamunanku.

***

Aku terduduk di ruanganku. Ruangan kecil yang sepi, sesepi perasaanku. Akupun
mencoba menghalau segala kesunyian ini. Kuingin mendengar alunan musik yang biasa
kudengar ketika ku ingin menghibur hati. Namun saat musik itu menampakkan dentingnya,
ia justru menghadirkan kenangan-kenangan itu di setiap nadanya.

Sepertinya masih baru kemarin aku bersama denganmu. Aku masih ingat akan aroma
pewangi dari balik jaketmu, cara menatapmu yang tajam, celotehmu yang terasa begitu indah
bagiku dan suara bassmu saat memanggil namaku.

Ku ingat saat pertama aku bertemu denganmu. Kau adalah seorang siswa pindahan
dari sekolah menengah atas di kota lain. Ku memandang dirimu dari kejauhan, tubuhmu yang
tingi layaknya siswa SMA, rambut pendekmu yang sesekali jatuh menutupi dahimu dan
tatapan matamu yang mengagetkanku saat kau tiba-tiba memandang ke arahku kala itu juga.
Aku ingat saat kau dan aku bertemu lagi di tempat menimba ilmu yang sama, dan
mengetahui kau dan aku berada pada kelas yang sama . Seperti ada yang menggetarkan
sedikit jantungku dan membuatku merasa tersipu, entahlah perasaan apa itu, namun perasaan
itulah yang selalu hadir saat kau dan aku berpapasan untuk selanjutnya dan kesekian kalinya.

Secara tidak sengaja kita semakin akrab di sekolah kecil ini. Hingga akhirnya akupun
juga mengenal baik kak Leon yang adalah kakakmu sekaligus kakak kelas yang tinggal
bersamamu di kota ini. Sejak saat itu kita bertiga sering tertawa bersama, bersenda gurau dan
saling melantunkan banyak cerita. Kita seolah berada dalam sekelompok persahabatan yang
sama. Dan perasaan seperti saat pertama kali ku berpapasan denganmu itu tetap muncul dan
selalu kurasa dibalik tembok persahabatan ini, tanpa sedikitpun usahaku untuk
membuangnya. Tahukah kau? aku selalu ingin membalas kata-kata manismu walau itu hanya
canda darimu, akupun selalu mengenang momen ketika kau dan aku bersama, saat-saat itu
membuatku amat bahagia. Dan musik ini kerap kali ada sekedar mengiringi waktu-waktu itu.

Walau hingga akhirnya kutahu banyak tentang dirimu. Kerapuhanmu dibalik


tenangnya wajah yang sering kubayangkan. Perasaan itu sepertinya tidak terusik. Aku
terperanjat saat aku menyaksikanmu yang sedang meneguk beberapa botol minuman itu.
Wajah tampanmu yang perlahan memerah dan sisi dirimu yang sangat berbeda muncul
dihadapanku, kau terlihat sangat menyedihkan. Hingga akhirnya ku tahu kau memang sering
meneguk botol-botol itu. Akupun terdiam tidak tau harus mengekspresikan apa. Sedihkah?
Terkejutkah? Yang jelas semua terasa bercampur-aduk dengan berbagai pertanyaan yang
berjubel dalam batinku.

Akupun merasa sedikit canggung, meski di hari-hari berikutnya kau tetap bersikap
tenang seperti sedia kala. Kucoba mencari tahu tentangmu pada Kak Leon namun sepertinya
ia tak banyak tahu atau enggan memberitahu, entahlah. Dan kubiarkan semua berjalan begitu
saja seperti biasa. Namun seiring berjalannya waktu kau perlahan menjauh dariku dan Kak
Leon. Entahlah apa ini hanya perasaanku. Namun kau memang terlihat sedikit berbeda.

Akupun ingat saat itu, ketika hatiku terasa teriris, saat kulihat kau bersama siswi lain.
Bercengkerama dan bersenda gurau seperti kau dan aku dulu. Hari demi hari semakin sering
ku melihat pemandangan ini, sementara saat itu kau seolah menjauh dariku. Mungkinkah kau
jatuh hati? Melihatmu bersuka seperti hiburan yang semu bagiku. Aku trus membujuk diriku,
bagiku dapat bertemu denganmu dan merasakan kasih ini sudah merupakan anugerah yang
ajaib, tak perlulah lebih. Namun di sisi lain aku merasa pilu.

Meskipun semuanya lalu lalang dalam benakku. Perasaanku padamu tidak lenyap
sedikitpun. Walau mungkin kau hanya menganggapku sebagai kawan biasa, tak lebih.
Tahukah kau? saat kau berpapasan denganku pada saat itu, rasanya tetap sama seperti
perasaan tersipu yang biasa kurasa.

Dan nada musik yang menemaniku di ruangan mungil ini semakin meninggi. Seketika
mengajakku menerawang saat-saat itu . Saat dimana aku hanya bisa menganga tak percaya.
Malam itu telepon genggamku berdering dan kuangkatnya perlahan.Terngiang suara lelaki
yang tak asing lagi bagiku di sana. Ia berucap pelan seperti menahan kesedihan. Ia berkata
bahwa dirimu mengalami kecelakaan. Kau baru saja pulang dari sebuah cafe. Tampaknya kau
mabuk saat mengendarai motormu dan menghantam mobil yang melaju tak kalah
kencangnya. Kaupun tak tertolong. Dan aku hanya dapat berucap lirih pada suara di telepon
itu “Jangan bercanda kak!” sambil menahan air mata yang sudah berkumpul di kelopak
mataku. Suara itu lebih mirip cambuk yang menggores di batinku semakin kudengar akan
semakin menyayatku dan membuatku hanya terpaku.

Kau pergi pada suasana yang menggantung. Menyisahkan luka berbalut kenangan.
Dan aku hanya dapat terdiam melihat raga yang dulu kuimpikan sudah tak bernyawa. Ku
ingat waktu itu, aku menyesal karena tidak pernah mengatakan segala yang kurasa padamu
dan akupun menangis.

Kini ku seperti tidak bisa merasakan apa-apa lagi kecuali rasa sakit ini. Kukira musik
ini dapat menenangkanku, namun ia justru membuat jantungku ikut berdetak seturut alunan
piano itu. Membuatku dapat merasakan darah yang dipompa dengan lebih cepat oleh
jantungku dan membuatku terisak. Kurasakan aliran air menyapu pipiku yang kering dengan
hangat. Sama seperti lagu yang mengaliri perasaanku yang hampa dengan sejuta kenangan
tentangmu.

***

Itu Lyn, gadis itu terlihat sangat sedih seiring kepergianku. Aku tidak menyangka bila
dia menaruh rasa padaku. Akupun tidak pernah tau akan hal itu, selama aku bersamanya dan
semasa hidupku. Ia pun memperlakukanku seperti layaknya teman biasa.

Hidupku hancur ketika orangtuaku saling beradu dan akhirnya berpisah. Mereka
seolah tidak peduli lagi pada anak-anaknya. Dulu, aku sempat merasa tiada orang yang peduli
padaku lagi. Itu semua membuatku tertekan sehingga botol-botol itu yang menenangkanku.
Minuman itu selalu mengalirkan kehangatan sepanjang kerongkonganku. Dan menenangkan
hatiku sesaat ketika aku merasa kesepian dibalik wajah yang bagai tanpa beban.

Nilaiku mendadak jatuh. Akupun tak dapat bertahan di sekolahku semula dan
memaksaku berpindah. Aku berpindah ke sekolah di kota lain, di sana ada kakakku yang
telah memilih bersekolah di situ. Untunglah sekolah itu menerimaku.

Seiring berjalannya waktu aku menemukan sosok kak Leon yang memperhatikan aku.
Aku sempat merasa dialah satu-satunya orang yang masih peduli padaku. Dan di sekolah baru
itu pula, aku bertemu Lyn, ia adalah gadis yang manis. Gadis lugu itu... ia yang kuingat selalu
tanpa tau penyebabnya dan mengapa. Hanya dia. Bahkan kutemukan secarik keinginan untuk
dapat di sampingnya selalu.

Tetapi kupendam perasaan itu dan ingin kubuang jauh-jauh, Aku tidak ingin
menggores hati saudaraku yang juga mengagumi Lyn. Kak Leon adalah satu-satunya orang
yang membuatku sadar bahwa aku masih mempunyai seorang keluarga saat itu, dan aku tidak
mungkin merebut apa yang ada di hatinya. Menyaksikan kak Leon dan Lyn bersama kadang
kala membuatku tersenyum. Bukankah memang seharusnya bersuka bila orang-orang yang
kukasihi bahagia? Membiarkan mereka tertawa lepas dan membuat kakakku sangat senang.
Namun, tak bisa kupungkiri itu tetap menyisakan sedikit perih.

Akupun hanya bisa berusaha menghilangkan sosok gadis dalam anganku dengan bir
ataupun perlahan mencari sesosok gadis lain. Tapi itu tak berguna, sedikitpun tidak dapat
menyingkirkan bayang-bayang Lyn. Dan bir itu, ia hanya menyingkirkan nyawaku.

***

Anda mungkin juga menyukai