Anda di halaman 1dari 3

A.

Pendahuluan
Pembahasan tentang gender akan selalu menarik untuk di Bahas dan dikaji. Banyak yang
masih keliru dalam membahas beberapa permasalahan dan penafsiran yang bersinggungan
dan berkaitan dengan isu-isu gender, maka kajian tentang gender masih seringkali dibahas
dan menjadi kajian yang menarik bagi kalangan.

Menurut Shorwalter (Mutmainnah, 2019), pada awal tahun 1977 mulai ramai dibicarakan
perihal wacana gender. Isu gender merupakan penggati dari isu-isu lama seperi isu-isu
patriarchal dan isu-isu tentang sexiest yang pada saat itu diangkat oleh Gerakan feminis
London.

Pada tahun 1960 di Indonesia mulai ramai perbincangan tentang isu gender dan gerakan
feminisme yang sampai saat ini menjadi fenomena dan dinamika sosial dalam masarakat
Indonesia. Persoalan tersebut biasanya terjadi karena adanya dua faktor yaitu faktor internal
dan faktor eksternal (Mutmainnah, 2019) . Faktor internal berasal dari adanya
ketidakpercayaan dan kegalauan diri perempuan itu sendiri, dan faktor eksternal karena
adanya budaya patriarki yang masih menguat.

Begitupun kaitan gender dan Islam sangat menarik dalam keberlangsungannya karena
dalam beberapa kasus masih seringkali terjadi ketimpangan akan gender. Dalam penulisan
essay ini, penulis akan berusaha untuk membahas perihal ketimpangan gender yang terjadi di
beberapa negara muslim, terkhusus negara Indonesia itu sendiri.

B. Pembahasan
Gender inequality atau dengan kata lain adalah ketimpangan gender merupakan kondisi
dimana adanya ketidakselarasan antara laki-laki dan perempuan dalam beberapa pemenuhan
hak dan kewajiban (Statistik, 2017). Sering terjadi dalam beberapa kasus adanya
ketidakadilan dan ketidakmerataan terhadap pembagian hak dan kewajiban antara laki-laki
dan perempuan. Banyak seringkali ditemukan kasus perempuan tidak mendapatkan haknya
dalam public, seperti jarangnya ada perempuan yang mendapatkan kesempatan mejadi
pemimpin baik dalam organisasi maupun pemerintahan.

Padahal pada dasarnya peran perempuan dan laki-laki seharusnya sama tidak ada
perbedaan. Menurut Fatimah Mernissi salah satu tokoh feminisme Islam mengatakan bahwa
perbedaan laki-laki dan perempuan hanya terdapat pada perbedaan fiscal dan biologis selain
itu sama saja (Rusydi, 2012). Namun dari perbedaan hal tersebut menyebabkan adanya
pembedaan kemampuan perempuan.

Adapun Eri Rossatria (Rossatria, 2002), mengatakan terdapat persamaan dalam


kesempatan menuntut ilmu antara laki-laki dan perempuan pada dunia periode pertama
Islam, khususnya masa Nabi. Dapat dilihat antara lain dari asbab al nuzul ayat dengan ayat
lainnya atau asbab al wurud antara hadits satu dengan hadits lain.

Sejatinya Islam hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam atau rahmatan lil alaamiin
(Agama, 2002). Islam juga hadir untuk menaikan derajat perempuan terutama pada saat iru
yang terjadi di Arab. Dimana perempuan pada saat itu dianggap hanya sebagai pemuas dan
kehadirannya hanyalah sebagai aib maka perempuan dijadikan sebagai budak.

Islam tidak mengindahkan adanya perbedaaan antara laki-laki sebagaimana yang tertian
dalam Al Qur’an surat Al- Hujurat ayat 13 yang berbunyi :

“Hai manusia, sesungguhnya telah kami ciptakan engkau dari seorang laki-laki dan perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal” (Agama,
2002).

Dari ayat diatas pun jelas bahwa manusia itu tercipta dari seorang laki-laki dan
perempuan bukan hanya laki-laki semata. Namun masih banyak kalangan muslim yang
berusaha mengkaitkannya dengan penciptaan manusia dalam Q.S Al-Mu’minun yang
ditafsirkan bahwa perempuan lahir dari tulang rusuk Nabi Adam, as. Itu yang pada akhirnya
mengkonstruk pemikiran bahwa laki-laki lah yang harus utama daripada perempuan.

Ditambah dengan perdebatan yang sering terjadi terhadap ayat yang terdapat pada Al
quran surat An-nisa ayat 34 yang diartikan sebagai berikut.

“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum Wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (Wanita) dan karena merka (laki-laki) telah
menafkahkan sebahagian dari harta mereka” (Agama, 2002)”

Dalam ayat tersebut memang menyebutkan mengenai laki-laki menjadi pemimpin dari
perempuan dan dari sana pula beberapa kalangan muslim lagi-lagi mengklaim bahwa
perempuan tidak perlu menadi pemimpin karena sudah tertuang dalam al quran. Namun
dalam tafsir al misbah yang dituliskan oleh Quraish Shihab (Shihab, 2000), menjelaskan
bahwa kata “rijaal” itu bukan hanya untuk laki-laki tapi masih dapat diartikan juga sebagai
perempuan, karena jika diteliti lebih dalam kata “ar rijaalu” masih bersifat tentatif tidak
bersifat mutlak laki-laki.

C. Penutup
A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas serta kedua ayat diatas sebenarnya sudah dapat kita Tarik
kesimpulan bahwa bukanlah Islam tidak selaras dengan gender, bahkan sejatinya islam
berusaha untuk menjauhakn adanya ketimpangan gender yang terjadi, namun lagi dan
lagi itu adalah kesalahan dan kekliruan dalam penafsiran yang dilakukan oleh beberapa
kalangan muslim dan bagi mereka yang berpandangan misoginis itu adalah senjata
mereka untuk melanggengkan budaya patriarki dan ketimpangan gender.

Referensi :
Agama, D. (2002). Al Quran dan Terjemahan . Semarang: PT. Karya Thoha Putra.
Mutmainnah. (2019). Kesenjangan Gender ditinjau Dari Perspektif Islam, 1.
Rossatria, E. (2002). Isu-isu Gender dalam Islam . Jakarta: PSW UIN Hidayatullah.
Rusydi, M. (2012). Perempuan di Hadapan Tuhan, 73.
Shihab, M. Q. (2000). Tafsir Al Misbah : Pesan, Kesan dan keserasian Al Quran. Bandung:
Lentera Hati.
Statistik, B. P. (2017). Kajian Perhitungan Indeks Ketimpangan Gender. Jakarta: BPS RI.

Anda mungkin juga menyukai