Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Pemikaran Islam Dan Filsafat


Dosen Pengampu : Dra. Siti Ubaidah, M. Pd.I

Disusun Oleh:

1. Firdatul Nazula (202200157)


2. Nada zelvia (202200150)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI
TAHUN AJARAN 2021-2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan pada tuhan yang maha esa karena berkat
rahmat dan karunianya lah kami dapat menyelesaikan makalah “Tentang Gerakan
Intelektual Islam Pada Masa Abbasiyah” dengan baik meski masih jauh dari kesempurnaan
karena kami hanyalah manusia biasa. Dan kami ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan
dengan baik.
Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca sekalian agar kami dapat
memperbaiki kesalahan dari makalah yang telah kami buat.Maka Untuk itu, semoga
makalah ini dapat bermanfa’at bagi kita semua termasuk penulis.Amin ya rabbalalamin.

Jambi, 08 Nov
2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………….…........ i


DAFTAR ISI…………………………………………………..………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..…...... 1
A. LATAR BELAKANG…………………………………..…………..……......... 1
B. RUMUSAN MASALAH…………………..……………………………........... 2
C. TUJUAN MASALAH.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………........... 3
pemikiran islam dalam bidang kalam (teologi)......................................................... 3
BAB III PENUTUP……………………………………………….……………..…............ 9
KESIMPULAN……………………………………………………………......... 9
DAFTAR PUSTAKA…………………………..…………………………………….......... 10
BAB 1
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Ilmu kalam membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Setiap orang yang ingin menyelami
seluk beluk agama perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang di anutnya.
Seseorang yang telah memahami teologi dengan cara mempelajarinya secara mendalam
diharapkan bisa mendapatkan keyakinan dan pedoman yang kokoh dalam beragama. Orang yang
demikian tidak mudah diperdayakan oleh zaman yang selalu berubah. Setiap gerak langkah,
tindakan dan perbuatannya selalu dilandaskan pada keyakinan yang dijadikan falsafah dalam
hidupnya.
Mengkaji ilmu teologi dalam Islam pada dasarnya merupakan upaya memahami kerangka
berfikir dan proses pengambilan keputusan para ulama alira teologis dalam menyelesaikan
masalah-masalah pribadi kalam. Pada dasarnya, potensi yang dimiliki setiap manusia, baik
berupa potensi biologis maupun potensi psikologis yang secara alamiah bersifat khas. Oleh
karena itu, perbedaan kesimpulan antara satu pemikiran dengan pemikiran lainnya dalam
mengkaji suatu objek tertentu merupakan suatu hal yang bersifat alami pula.
Dalam kaitan ini, para sahabat dan tabi’in biasa berbeda pendapat dalam mengkaji suatu masalah
tertentu. Beberapa indikasi yang menjadi pemicu perbedaan pendapat antara mereka adalah
beberapa sahabat yang mendengar ketentuan hukum yang diputuskan oleh Nabi SAW, sementara
yang lainnya tidak. Sahabat yang tidak mendengar keputusan itu lalu mereka berijtihat. Dari sini
kemudian terjadi perbedaan pendapat dalam memutuskan suatu ketentuan hukum.
Secara teoritis, perbedaan tersebut tampak melalui perbedaan aliran-aliran kalam yang muncul
tentang berbagai masalah. Tetapi perlu dicatat bahwa perbedaan yang ada pada umumnya masih
terbatas pada aspek filosofis diluar masalah keesaan Allah, baik kepada rasul, para malaikat, hari
akhirat dan berbagai ajaran yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkan.
Masalah yang masih dipertimbangkan untuk berdebat tentang kekuasaan Allah dan kehendak
manusia, kedudukan wahyu, akal dan Tuhan. Perbedaan itu, kemudian memunculkan berbagai
macam aliran, yaitu Mu’tazilah, Syi’ah, Khawarij, Jabariyah, Qadariyah serta aliran-aliran
lainnya.
Oleh karena itu, penulis mencoba menjelaskan tentang sejarah dan perkembangan teologi atau
aliran kalam yang timbul dalam dunia Islam. Pembahasan mengenai ini akan dimulai dari latar
belakang, selanjutnya akan dibahas mengenai pokok pembahasan tentang pengertian teologi dan
sejarah aliaran-aliran ilmu kalam dan lain sebagainya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengetian Teologi Islam (Ilmu Kalam)


Teologi dari segi etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu “ theologia ” yang terdiri dari kata “
theos ” yang berarti tuhan atau dewa, dan “ logos ” yang artinya ilmu. Sehingga teologi adalah
pengetahuan ketuhanan. Teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran
wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan. Ada juga pendapat yang mengatakan
bahwa teologi merupakan penjelasan tentang keinginan, perbuatan, dan pengalaman agama
secara rasional. Sedangkan menurut A. Hanafi mendefinisikan bahwa teologi merupakan suatu
ilmu yang membahas fakta-fakta dan gejala-gejala agama dan hubungan-hubungan antara tuhan
dan manusia.
Sedangkan menurut Muhammad Abduh menjelaskan bahwa pengertian teologi Islam adalah
ilmu yang membahas aspek ketuhanan dan segala sesuatu yang berkait dengan-Nya secara
rasional. Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang
wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan
kepada-Nya, sifat-sifat yang sama sekali wajib di lenyapkan dari pada-Nya; juga membahas
tentang Rasul-rasul Allah, berharap keyakinan mereka, tentang apa yang ada pada diri mereka,
apa yang boleh dihubungkan dengan mereka dan apa yang terlarang menghubungkanya dengan
mereka”.
Kalau definisi pertama dapat dipahami bahwa Muhammad Abduh lebih pada Ilmu
Tauhid/Teologi yaitu pembahasan tentang Allah dengan segala sifat-Nya, Rasul dan segala sifat-
Nya.
Menurut pendapat Murthadha Murthahhari menjelaskab bahwa Untuk mendefinisikan ilmu
kalam, maka cukup dengan mengatakan, “Ilmu kalam merupakan sebuah ilmu yang mengkaji
doktrin-doktrin dasar atau akidah-akidah pokok Islam (Ushuluddin). Ilmu kalam
Mengidentifikasikan akidah-akidah pokok dan berupaya membuktikan keabsahannya dan
menjawab keraguan terhadap akidah-akidah pokok tersebut”.
Ilmu kalam disebut juga dengan ilmu tauhid karena membahas tentang keesaan Allah SWT.
Secara objektif, ilmu kalam sama dengan ilmu tauhid, tetapi argumentasi ilmu kalam lebih
dikonsentrasikan pada penguasaan logika. Oleh sebeb itu, teolog membedakan antara ilmu kalam
dengan ilmu tauhid.
Jadi, apabila memperhatikan definisi ilmu kalam di atas, dapat dikatakan bahwa pengertian ilmu
kalam itu adalah ilmu yang membahas tentang berbagai masalah-masalah kebutuhan dengan
menggunakan argumentasi logika atau filsafat.

B. Sejarah Munculnya Aliran Teologi Islam (Aliran Kalam)


Pada masa Nabi Saw dan Khulafaurrasyidin, umat Islam bersatu, mereka satu akidah, satu
syariah dan satu akhlakul karimah. Kalau mereka ada pendapat dapat di atasi dengan wahyu dan
tidak ada kesamaan diantara mereka. Awal awal dipicu oleh Abdullah bin Saba’ (seorang
Yahudi) pada masa pemerintahan Usman bin Affan dan berlanjut pada masa khalifah Ali bin Abi
Thalib. Awal timbulnya timbulnya aliran-aliran adalah sejah ke khalifah Usman bin Affan
(khalifah ke 3 setelah wafatnya Rasulullah Saw). Pada masa itu, dilatarbelakangi oleh adanya
kepentingan kelompok yang mengarah pada kematian sampainya khalifah Usman bin Affan.
Kemudian disahkan oleh Ali bin Abi Thalib. Pada masa itu perpecahan di tubuh umat Islam terus
berlanjut.
Sesuai dengan pendapat di atas, dalam sumber yang lain dijelaskan bahwa pada zaman
Rasulullah Saw sampai masa pemerintahan Usman bin Affan (644-656 M) masalah teologis di
kalangan umat Islam belum muncul. Masalah itu timbul di zaman pemerintahan Ali bin Abi
Thalib (656-661 M) dengan munculnya kelompok Khawarij, mendukung Ali yang memisahkan
diri karena tidak setuju dengan sikap Ali yang menerima tahkim (arbitrase) dalam menyelesaikan
konfliknya dengan Muawiyah bin Abi Sufyan, gubernur Syam pada waktu perang Shiffin.
Persoalan politik merupakan alasan pertama munculnya masalah teologis dalam Islam. Khawarij
berpendapat, tahkim adalah penyelesaian masalah yang tidak didasarkan pada Al-Qur’an, tapi
ditentukan oleh manusia sendiri, dan orang yang tidak memutuskan hukum dengan Al-Qur’an
adalah kafir. Dengan demikian orang yang melakukan tahkim dan menerimanya adalah kafir.
Argumen mereka sebenarnya sangat sederhana, Ali, Mu’awiyah dan pendukung-pendukung
mereka semuanya kafir karena mereka “ murtakib al Kabirah ” atau pendosa besar.
Dalam perkembangan selanjutnya Khawarij tidak hanya memandang orang yang tidak
menghukum sesuatu dengan Al-Qur’an sebagai kafir, tetapi setiap muslim yang melakukan dosa
besar bagi mereka adalah kafir. Pendapat ini mendapat reaksi keras dari kaum muslimin lain
sehingga muncul aliran baru yang dikenal dengan nama Murji’ah. Menurut pendapat aliran ini,
muslim yang berbuat dosa besar tidak kafir, ia tetap mukmin. Masalah dosa besar yang
bergantung pada Allah, diampuni atau tidak. Belakangan lahir aliran baru lagi, Mu’tazilah yang
berpendapat muslim yang berdosa besar tidak mukmin dan tidak pula kafir, tapi posisi di antara
keduanya ( al manzilah bain al manzilatain )). Masuknya Filsafat Yunani dan pemikiran rasional
ke dunia Islam pada abad kedua Hijriah membawa pengaruh besar terhadap perkembangan
pemikiran teologis di kalangan umat Islam. Mu’tazilah mengembangkan pemikirannya secara
rasional dengan menempatkan akal di tempat yang tinggi sehingga banyak produk pemikirannya
tidak sejalan dengan pendapat kaum tradisional. Pertentangan di antara dua kelompok inipun
terjadi dan mencapai puncaknya ketika Al-Makmun (813-833 M), khalifah ketujuh dinasti
Abbasiyah menjadikan Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melihat pendapat
Mu’tazilah kepada kaum muslimin. Sebagai pendukung dan pendukung aliran Mu’tazilah
Khalifah Al-Makmun memandang perlu untuk memberikan pelajaran kepada kelompok Ahli
Hadis karena keteguhan mereka untuk mempertahankan bahwa Al-Qur’an, diciptakan (makhluq)
yang meningkat merajalela, khususnya di Baghdad. Berbagai sosial yang timbul di Baghdad
antara kelompok ahli hadis dan orang-orang Syi’ah tentu saja meresahkan keamanan di ibukota
tersebut. Sebagai seorang khalifah yang berupaya mendapatkan dukungan kaum Syi’ah tidak
mengherankan jika ia menunjukkan sikap bermusuhan terhadap ahli hadis. Al-Qur’an sebagai
topik kolaboratif mungkin lebih merupakan alasan yang diciptakan untuk memberikan
perlawanan terhadap tokoh-tokoh ahli hadis. Sebaliknya kaum ahli hadis yang semula
mendapatkan banyak kesulitan dengan adanya mihnah kini mendapat angin, Walaupun tidak
berarti bahwa mereka menggantikan posisi lawan mereka yang berpengaruh sebelumnya. Reaksi
keras kaum tradisional aliran Mu’tazilah, pada akhirnya berwujud dalam bentuk teologis yang
dikenal dengan nama Ahlussunnah waljamaah, dengan tokoh utamanya Abu al Hasan Ali al
Asy’ari dan abu Mansur al Maaturidi.
Kecuali beberapa aliran teologi sebagaimana disebutkan di atas, ada lagi beberapa aliran teologi
dalam Islam seperti Syiah, Qadariyah dan Jabariyah. Aliran Khawarij, Murji’ah dan Mu’tazilah
adalah aliran yang berkembang pada masa akhirnya. Sekarang yang dianut mayoritas umat Islam
adalah aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dalam soal iman menganut paham moderat
Murji’ah. Tetapi, pemikiran rasional Eropa yang berasal dari Islam kedua belas itu masuk
kembali ke dunia Islam abad kesembilan belas dan kedua puluh, dan menghidupkan kembali
pemikiran rasional Mu’tazilah masa silam. Dalam pada itu, kaum Syi’ah dari sejak semula tetap
menganut aliran rasional dan filosofis Mu’tazilah.

C. Aliran-aliran Teologi dalam Islam (Aliran Kalam) Khawarij


Golongan ini pada mulanya muncul bukan karena masalah aqidah, melainkan masalah politik
dimana terjadi peperangan antara mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib. Saat perang
berkecamuk, mengangkat Al-Qur’an dengan pedangnya untuk mengadakan tahkim (arbitrase)
yaitu mengangkat seorang hakim yang bertujuan mengadakan perundingan untuk perang perang.
Sebagian orang dari baris Ali menerima tahkim tersebut dan sebagian lainnya tidak, kemudian
memilih keluar dari baris karena kecewa karena Ali menerima tahkim tersebut. Kata Khawarij
berasal dari bahasa Arab yang berarti keluar. Nama itu dberikan kepada mereka, karena mereka
keluar dari Barisan Ali.
Dalam perkembangan selanjutnya, persoalan ini melebar ke arah masalah aqidah dimana kaum
khawarij meyakini hal-hal sebagai berikut:
A. Bahwa Saidina Ali, Khalifah Ustman dan orang-orang yang melakukan tahkim, yakni
Amr bin al-‘Ash dan Abu Musa al-Asy’ari adalah orang-orang kafir. Demikian juga orang yang
menerima keputusan tahkim itu. Juga para peserta yang ikut dalam perang Jamal melawan
Saidina Ali, seperti Siti Aisyah, Thalhah dan Zubeir.
B. Semua orang muslim yang melakukan dosa adalah kafir yang kekal dalam neraka jika
tidak besar jika sebelum mati.
C. Wajib memisahkan diri dari khalifah atau sulthan yang zalim. Dan khalifah itu boleh
dilantik dari orang yang bukan keturunan Quraisy.

Murji’ah
Seperti halnya kaum khawarij, golongan ini pada mulanya muncul karena masalah politik.
Sebagaimana disebutkan TENTANG Peristiwa tahkim ANTARA Kelompok Mu’awiyah Dan
Kelompok Ali, Kelompok Ali terbelah dua, sebagian mendukung Ali which are memunculkan
Kelompok Syi’ah Dan sebagian menentangnya which are memunculkan Kelompok Khawarij.
Kedua kelompok ini sama-sama dan mengkafirkan Mu’awiyah, hanya dengan motifnya yang
berbeda.
Dalam suasana seperti inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin netral-tidak mau ikut serta
dalam praktek yang terjadi antara golongan yang bertentangan itu. Bagi mereka sahabat-sahabat
yang bertentangan itu merupakan orang-orang yang dapat dipercaya dan tidak keluar dari jalan
yang benar. Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat tentang siapa yang sebenarnya
salah, dan memandang lebih baik menunda penyelesaian masalah ini ke hari perhitungan di
depan Tuhan. Nama murji’ah itu sendiri berasal dari kata arja’a yang berarti menunda.
Pada umumnya kaum murjiah dapat dibagi dalam dua golongan besar, golongan moderat dan
golongan ekstrim. Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang besar kecewa dan tidak
kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang
memungkinkan, dan ada kemungkinan Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh itu tidak akan
masuk neraka sama sekali. Sedangkan golongan yang ekstrim berpendapat bahwa orang islam
yang percaya pada Tuhan dan menyatakan kekufuran secara lisan, lisan mennjadi kafir, karena
iman dan kafir tidak hanya dalam hati, bukan dalam bagian yang lain dari manusia.

Jabariyah
Paham ini diajarkan dan dikembangkan oleh Jaham bin Safwan yang memperoleh banyak
pengikut, sehingga ajaran ini juga dikenal dengan madzhab Jahamiyah. Golongan ini menganut
paham bahwa manusia tidak memiliki ikhtiar atau pilihan dan kebebasan dalam menentukan
nasib dan perbuatannya dalam kehidupan di dunia ini. Segala sesuatu telah digariskan Allah di
atasnya sejak zaman azali.
Nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengadung arti paksa. Dalam istilah inggris
paham ini disebut fatalism atau predestination. Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan
dari semula oleh kada dan kadar Tuhan.

Adapun pendapat yang lain dari golongan ini antara lain :


A. Pengggunaan takwil, artinya Allah tidak dapat disifati dengan sifat-sifat makhluk. Dan
karena itu ia menakwilkan sifat-sifat Allah yang ada persamaannya dengan sifat manusia.
B. Surga dan neraka tidak kekal, akan datang suatu masa yang surgawi dan neraka fana
dengan segala isinya dan yang tinggal kekal hanya Allah saja. Selain dari Allah, semuanya akan
binasa.
C. Iman, Iman itu adalah makrifah atau pengakuan hati saja akan wujud Allah dan kerasulan
Muhammad SAW, Ucapan lisan dan perbuatan anggota badan yang lain tidak termasuk dalam
iman.
D. Makrifat iman itu wajib berdasarkan akal sebelum turunnya wahyu dan kedatangan rasul.

Qadariyah
Pemuka mazhab ini adalah Ghailan al-Dimasqi, Golongan ini disebut Qadariyah adalah karena
pendapatnya tentang kedudukan manusia diatas bumi. Golongan ini mengatakan bahwa manusia
memiliki iradah yang bebas dan kuasa penuh dalam menentukan amal perbuatan yang dilakukan
dan karenanya ia bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan. Jika amalnya baik,
balasannya juga baik, dan jika buruk, maka balasannya juga buruk. Artinya nasib manusia
ditentukan oleh manusia sendiri dan Tuhan tidak ada kuasa campur tangan dalam hal tersebut.
Selain hal tersebut diatas, golongan ini juga mengatakan hal-hal sebagai berikut :
A. Menafikan sifat-sifat Allah, karena sifat kepemimpinan itu identik dengan dzat, bukan sesuatu
yang berbeda dengan dzat.
B. Menafikan bahwa al-Qur’an itu qadim
C. Tentang politik, khalifah atau imam boleh dilantik dari selain kaum quraisy.

Mu’tazilah
Penulis Islam klasik, seperti syarastani, al-baghdadi, ar-Razi, ibn Khilikan dan lain-lain
menyatakan bahwa golongan mu’tazilah lahir dari majlis pengajian Hasan al-bashri di Bashrah.
Beliau adalah seorang pemuka tabiin yang terkenal dan merupakan seorang imam dan guru yang
mengajar agama di Masjid Agung Bashrah pada waktu itu. Nama mu’tazilah diberikan pertama
kali pada Washil bin ‘Ata pada saat terjadi dialog tentang nasib orang mukmin yang melakukan
dosa besar, apakah masuk neraka atau tetap dalam surga.
Golongan ini memiliki lima ajaran, yang terkenal dengan istilah lima prinsip ( ‫)ل الخمسة‬, yaitu :
A. Tauhid (Keesaan Tuhan), yakni pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, seperti
yang telah digariskan dalam kalimah tauhid.
B. Al-‘Adlu (keadilan Tuhan), yakni Allah wajib membalas orang mukmin yang taqwa
dengan memasukkan mereka ke dalam surga dan wajib memasukkan orang kafir ke neraka.
C. Al-Manzilah bain al-Manzilatain (suatu tempat antara dua tempat), yakni pelaku dosa
besar bukan orang mukmin yang mutlak dan juga bukan orang kafir yang mutlak.
D. Al-Wa’du wa al-wa’id (janji baik dan buruk), yakni Allah wajib memberikan pahala
kepada orang mukmin yang taat dan memberikan balasan siksa orang mukmin yang durhaka.
Golongan mu’tazilah menolak adanya syafaat yang diberikan kepada orang mukmin yang
durhaka.
e. Amar makruf dan nahi munkar, yakni menyuruh yang makruf dan melarang yang
mungkar.

Ahli Sunnah Dan Jama’ah


Adapun yang dimaksud dengan al-sunnah ( ‫ )ال‬ada :
Jalan. Artinya Ahlussunnah ( ‫ ))ل السنة‬adalah golongan yang mengikuti jalan para sahabat dan
tabin dalam masalah yang berkaitan dengan akidah, seperti perhatian “ menyerahkan makna atau
maksud ayat-ayat mutasyabihat ( ‫ ) ابهات‬kepada Allah tanpa menakwilkan kepada makna atau
maksud lain dari pengertian lahirnya”.
Hadis Nabi. Yaitu golongan yang berpegang pada hadis yang sahih.
Sedangkan yang dimaksud dengan jamaah ( ‫) اعة‬yang memiliki dengan sunah adalah karena
mereka dalam berdalil dan berhujah mengalahkan Kitab Allah, Sunah Rasul, ijma ( ‫ )اع‬dan qias (
‫)اس‬. Mereka memandang empat landasan ini sebagai asas syariat Islam.
Sunnah dalam istilah ini berarti Hadis. Sebagai diterangkan Ahmad Amin, Ahli Sunnah dan
Jama’ah, berlainan dengan kaum Mu’tazilah percaya pada dan menerima hadis-hadis sahih tanpa
memilih dan tanpa interpretasi. Dan Jama’ah yang sebagian besar ditentukan sesuai dengan
tafsiran yang diberikan Sadr al-Syar’I al-Mahbubi yaitu ‘ammah al-muslimin (umumnya umat
Islam) dan al-jama’ah al kasir wa al sawad al-a’zam (jumlah besar dan khalayak ramai).
Mazhab Ahlussunnah wal Jamaah mendapat pengaruh besar dalam kalangan umat Islam setelah
Abu Hasan al-Asy’ari bergabung dengannya.Sebelum itu beliau adalah Penganut Mazhab
Mu’tazilah dan murid Abu Ali al-Jabaiy, seorang pemuka Mu’tazilah yang terkenal pada waktu
itu. Banyak riwayat yang menyebutkan sebab keluarnya dari paham Mu’tazilah dan yang paling
masyhur adalah karena suatu diskusi yang terjadi dengan gurunya dan al-Asy’ari tidak merasa
puas dengan jawaban gurunya. Sejak saat itu al-Asy’ari menyatakan keluar dari golongan
Mu’tazilah dan mendirikan aliran baru yang identik dengan namanya yaitu al-Asy’ari yang
sekarang kita kenal dengan aliran Ahlussunah wal Jamaah.
Aliran Asy’ariyah cepat berkembang pada masa pemerintahan Nizhom al-Mulk, sedangkan
aliran mu’tazilah mengalami kemunduran. Dengan demikian paham-paham Asy’ariyah tersebar
luas bukan di daerah kekuasaan saljuk saja, tetapi di dunia Islam lainnya.

BAB III
KESIMPULAN

Teologi (Theos=Tuhan dan Logos=Ilmu) merupakan rangkaian ilmu tentang Tuhan atau
keTuhanan. Istilah teologi lebih sering dipakai oleh penulis-penulis barat, oleh penulis-penulis
Islam sendiri teologisnya memiliki kesamaan dengan ilmu Kalam. Awal mula lahirnya ilmu
kalam menumbuhkan beberapa aliran teologi sebagai akibat dari masalah-masalah politik yang
muncul pada saat inspirasi Ali bin Abi Thalib menggantikan Usman bin Affan sebagai khalifah.
Pada perkembangannya aliran-aliran teologi tersebut hanya bertahan sampai sekarang seiring
dengan perkembangan pemikirannya masing-masing.
Aliran-aliran utama dalam teologi Islam (aliran kalam) di antaranya adalah aliran Khawarij,
Murji’ah, Mu’tazilah, Jabariyah, Qadariyah, Asy’ariah dan Maturidiyah ( Ahli Sunnah wal
Jama’ah ) yang masing-masing memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan terhadap pemikiran-
pemikiran paham mereka.

Anda mungkin juga menyukai