Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“JEJARING LAYANAN TB: JEJARING INTERNAL DAN JEJARING


EKSTERNAL”

MATA KULIAH : PENATALAKSANAAN TB PARU PADA

ANAK & IBU HAMIL

DOSEN PENGAJAR : IBU LUSIANE ADAM, S.Kep, M.Kes

Oleh :

KELOMPOK IV :

1. Kardina Ali {751440119074}


2. Meriska Daud {751440119075}
3. Nurul Fauzia Ahmad {751440119082}
4. Olviani Soleman {751440119083}
5. Sopyan Laki {75144011909098}
6. Sisilia Pakaya {751440119091}
7. Yulianti Puteri {7514401190}
8. Zulkarnain Mopili {751440119099}

KELAS : II C
D-III KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO

T.A 2020 – 2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada
dosen Mata Kuliah Tuberkulosis yang telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai upaya untuk
menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan.
Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Gorontalo, Agustus 2020

Penyusun

Kelompok IV
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................ i


Daftar Isi ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 3

A. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB ...................................................... 3


B. Prinsip Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB ......................................... 3
C. Konsep Jejaring Pencegahan dan Pengendalian TB ....................................... 6
D. Jenis-jenis jejaring Pencegahan dan Pengendalian TB ................................... 8
E. Mekanisme Penerapan Jejaring Pencegahan dan Pengendalian TB ............... 11
F. Penerapan Jejaring Pencegahan dan Pengendalian TB ................................... 16

BAB III PENUTUP ...................................................................................................

A. Kesimpulan .................................................................................................... 19
B. Saran .............................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 20


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru
dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia.
Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka
kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya.
Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan
China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan
bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun
1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance
memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan
262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat
Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita TBC paru
dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu
penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal
akibat TBC di Indonesia. Sehingga kita harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi lengkap
tentang penyakit TBC.
B. Rumusan Masalah
1. Bagiamana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB ?
2. Apa Prinsip Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB ?
3. Bagiamana Konsep Jejaring Pencegahan dan Pengendalian TB ?
4. Apa jenis-jenis jejaring Pencegahan dan Pengendalian TB ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagiamana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB


2. Untuk mengetahui bagaimana Prinsip Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB
3. Untuk mengetahui bagiamana Konsep Jejaring Pencegahan dan Pengendalian TB
4. Untuk mengetahui apa jenis-jenis jejaring Pencegahan dan Pengendalian TB
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB

Penularan utama TB adalah melalui cara dimana kuman TB (Mycobacterium tuberculosis)


tersebar melalui diudara melalui percik renik dahak saat pasien TB paru atau TB laring batuk,
berbicara, menyanyi maupun bersin. Percik renik tersebut berukuran antara 1-5 mikron sehingga
aliran udara memungkinkan percik renik tetap melayang diudara untuk waktu yang cukup lama dan
menyebar keseluruh ruangan. Kuman TB pada umumnya hanya ditularkanmelalui udara, bukan
melalui kontak permukaan. Infeksi terjadi apabila seseorang yang rentan menghirup percik renik yang
mengandung kuman TB melalui mulut atau hidung, saluran pernafasan atas, bronchus hingga
mencapai alveoli. Mencegah penularan tuberkulosis pada semua orang yang terlibat dalam pemberian
pelayanan pada pasien TB harus menjadi perhatian utama. Penatalaksanaan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) TB bagi petugas kesehatan sangatlah penting peranannya untuk mencegah
tersebarnya kuman TB ini.

a) Prinsip Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

Salah satu risiko utama terkait dengan penularan TB di tempat pelayanan kesehatan adalah yang
berasal dari pasien TB yang belum teridentifikasi. Akibatnya pasien tersebut belum sempat dengan
segera diperlakukan sesuai kaidah PPI TB yang tepat. Semua tempat pelayanan kesehatan perlu
menerapkan upaya PPI TB untuk memastikan berlangsungnya deteksi segera, tindakan pencegahan
dan pengobatan seseorang yang dicurigai atau dipastikan menderita TB. Upaya tersebut berupa
pengendalian infeksi dengan 4 pilar yaitu :

1. Pengendalian Manajerial
2. Pengendalian administratif
3. Pengendalian lingkungan
4. Pengendalian dengan Alat Pelindung Diri

PPI TB pada kondisi/situasi khusus adalah pelaksanaan pengendalian infeksi pada rutan/lapas,
rumah penampungan sementara, barak-barak militer, tempat-tempat pengungsi, asrama dan
sebagainya. Misalnya di rutan/lapas skrining TB harus dilakukan ada saat WBP baru, dan kontak
sekamar.
1) Pengendalian Manajerial.

Pihak manajerial adalah pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi dan Kabupaten /Kota dan/atau atasan dari institusi terkait. Komitmen, kepemimipinan dan
dukungan manajemen yang efektif berupa penguatan dari upaya manajerial bagi program PPI TB
yang meliputi:

a. Membuat kebijakan pelaksanaan PPI TB


b. Membuat SPO mengenai alur pasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan dan surveilans
c. Membuat perencanaan program PPI TB secara komprehensif
d. Memastikan desain dan persyaratan bangunan serta pemeliharaannya sesuai PPI TB
e. Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program PPI TB (tenaga, anggaran, sarana
dan prasarana) yang dibutuhkan
f. Monitoring dan evaluasi
g. Melakukan kajian di unit terkait penularan TB
h. Melaksanakan promosi pelibatan massyarakat dan organisasi masyarakat terkait PPI TB
2) Pengendalian Administratif

Adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah/mengurangi pajanan kuman M. Tuberkulosis


kepada petugas kesehatan, pasien, pengunjung, dan lingkungan dengan menyediakan,
mendiseminasikan dan memantau pelaksanaan standar prosedur dan alur pelayanan.

 Upaya ini memcakup :


a. Strategi TEMPO (TEMUkan pasien secepatnya, Pisahkan secara aman, Obati secara
tepat)
b. Penyuluhan pasien mengenai etika batuk.
c. Penyediakan tisu dan masker, tempat pembuangan tisu serta pembuangan dahak yang
benar.
d. Pemasangan poster, spanduk dan bahan untuk KIE.
e. Skrining bagi petugas yang merawat pasien TB.

Pengendalian admistratif lebih mengutamakan strategi TEMPO yaitu penjaringan, diagnosis dan
pengobatan TB dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi penularan Tb secara efektif.
Penerapannya mudah dan tidak membutuhkan biaya besar, dan idela untuk diterapkan. Dengan
menggunakan strategi TEMPO akan mengurangi risiko penularan kasus TB dan TB Resistan Obat
yang belum teridentifikasi.
Untuk mencegah adanya kasus TB dan TB Resistan Obat yang tidak terdiagnosis, dilaksanakan
strategi TEMPO dengan skrining bagi semua pasien dengan gejala batuk.
 Langkah- Langkah Strategi TEMPO sebagai berikut:
a. Temukan pasien secepatnya.

Strategi TEMPO secara khusus memanfaatkan petugas surveilans batuk untuk


mengidentifikasi terduga TB segera mencatat di TB 06 dan mengisi TB 05 dan dirujuk ke
laboratorium.

b. Pisahkan secara aman.

Petugas surveilans batuk segera mengarahkan pasien yang batuk ke tempat khusus
dengan area ventilasi yang baik, yang terpisah dari pasien lain,serta diberikan masker. Untuk
alasan kesehatan masyarakat, pasien yang batuk harus didahulukan dalam antrian (prioritas).

c. Obati secara tepat.

Pengobatan merupakan tindakan paling penting dalam mencegah penularan TB


kepada orang lain. Pasien TB dengan terkonfirmasi bakteriologis, segera diobati sesuai
dengan panduan nasional sehingga menjadi tidak infeksius.

3) Pengendalian Lingkungan.

Adalah upaya peningkatan dan pengaturan aliran udara/ventilasi dengan menggunakan


teknologi untuk mencegah penyebaran dan mengurangi/ menurunkan kadar percik renik di udara.
Upaya pengendalian dilakukan dengan menyalurkan percik renik kearah tertentu (directional airflow)
dan atau ditambah dengan radiasi ultraviolet sebagai germisida.

 Sistem ventilasi ada 2 jenis, yaitu:


a. Ventilasi Alamiah
b. Ventilasi Mekanik
c. Ventilasi campuran

Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan keadaan setempat.
Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi suatu fasyankes berdasarkan kondisi lokal yaitu struktur
bangunan, iklim-cuaca, peraturan bangunan, budaya, dana dan kualitas udara luar ruangan serta perlu
dilakukan monitoring dan pemeliharaan secara periodik.

4) Pengendalian Dengan Alat Pelindung Diri.


Penggunaan alat pelindung diri pernapasan oleh petugas kesehatan di tempat pelayanan
sangat penting untuk menurunkan risiko terpajan, sebab kadar percik renik tidak dapat dihilangkan
dengan upaya administratif dan lingkungan.
Petugas kesehatan menggunakan respirator dan pasien menggunakan masker bedah. Petugas
kesehatan perlu menggunakan respirator particulat (respirator) pada saat melakukan prosedur yang
berisiko tinggi, misalnya bronkoskopi, intubasi, induksi sputum, aspirasi sekret saluran napas, dan
pembedahan paru. Selain itu, respirator ini juga perlu digunakan saat memberikan perawatan kepada
pasien atau saat menghadapi/menangani pasien tersangka MDR-TB dan XDR-TB di poliklinik.

B. Konsep Jejaring Pencegahan dan Pengendalian TB

Dalam menatalaksana pasien TB secara komprehensif diperlukan kerja sama terintegrasi


antara semua pemberi pelayanan baik pemerintah maupun swasta dalam bentuk PPM ((Public Private
Mix) untuk pencegahan dan pengendalian TB dapat dilakukan.

 PPM atau jejaring pelayanan pasien TB meliputi:


 Hubungan kerjasama pemerintah-swasta, seperti: kerjasama program pengendalian TB
dengan faskes milik swasta, kerjasama dengan sektor industri/perusahaan/tempat kerja,
kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
 Hubungan kerjasama pemerintah-pemerintah, seperti: kerjasama program pengendalian
TB dengan institusi pemerintah Lintas Program/Lintas Sektor, kerjasama dengan faskes
milik pemerintah termasuk faskes yang ada di BUMN, TNI, POLRI dan lapas/rutan.
 Hubungan kerjasama swasta-swasta, seperti: kerjasama antara organisasi profesi dengan
LSM, kerjasama RS swasta dengan DPM, kerjasama DPM dengan laboratorium swasta
dan apotik swasta.

1). Pengertian Jejaring


Jejaring  P2TB adalah hubungan kerja timbal balik yang dibangun baik didalam maupun
diluar institusi kesehatan dalam Program PengendalianTB. Jejaring  pelayanan TB  adalah hubungan
kerja sama timbal balik antar faskes serta institusi kesehatan lainnya dalam menatalaksana penderita
TB. Jejaring   pelayanan TB  bagi DPM adalah jejaring antara DPM dengan faskes  lainnya baik
FKTP maupun FKRTL serta institusi terkait yang dapat memudahkan DPM dalam menatalaksana
pasien TB.
2). Tujuan Jejaring
Tujuan jejaring layanan TB adalah agar setiap pasien TB mendapatkan kemudahan akses
pelayanan yang berkualitas sesuai dengan PNPK. Setiap faskes mempunyai keterbatasan dalam
memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien TB sehingga kerja sama didalam jejaring
merupakan hal yang mutlak dan sangat penting dalam mencapai tujuan ini.
3). Jenis jejaring P2TB:
a. Jejaring internal adalah jejaring kerja antar semua unit yang terkait dalam suatu faskes
dalam menangani pasien TB. Semakin besar faskesnya semakin banyak unit yang terlibat
dalam jejaring pelayanan TB di faskes tersebut

Jejaring internal bagi DPM adalah jejaring antar unit ditempat praktik DPM   tersebut.
Bagi DPM yang berpraktik di Klinik Pratama maka jejaring internalnya adalah antara
DPM tersebut dengan laboratorium dan apotik yang ada didalam klinik tersebut. (Klinik
Pratama: Permenkes no.9 tahun 2014 ayat (1) huruf a yaitu klinik yang
menyelenggarakan pelayanan medik dasar maupun khusus. Apabila DPM praktik
mandiri murni maka tidak ada jejaring internal.

b. Jejaring eksternal adalah jejaring kerja yang dibangun antara suatu faskes dengan
faskes lainnya atau institusi yang terkait dalam pelayanan pasien

Jejaring eksternal bagi DPM meliputi jejaring  antara DPM itu sendiri dengan
Puskesmas, Rumah Sakit, BKPM, BBKPM, BP4, Laboratorium , Apotek,IDI Cabang,
Dinkes Kab/Kota dan institusi terkait lainnya .
Dinas Kesehatan setempat sebagai koordinator dan penanggung jawab  dalam
pembentukan dan pelaksanaan jejaring eksternal P2TB.
Hubungan DPM dengan Puskesmas merupakan hal yang sangat penting antara lain
dalam rujukan pemeriksaan laboratorium (sputum) untuk penegakan diagnosis dan follow
up, mendapatkan logistik P2TB baik OAT maupun non formulir pencatatan dan
pelaporan, pelacakan pasien mangkir dan hal-hal lain yang dirasa perlu.
Sebaiknya DPM berjejaring dengan Puskesmas dimana lokasi praktiknya berada
diwilayah kerja Puskesmas tersebut atau  terdekat dengan tempat praktik., diutamakan
dengan PRM. (Puskesmas Rujukan Mikroskopis)
4). Langkah-Langkah Menbangun Jejaring
Jejaring baik secara internal maupun eksternal harus dibangun bersama dengan seluruh
komponen yang terlibat dalam pelayanan pada pasien TB.
Perlu komitmen, tanggung  jawab dan peran yang jelas dari masing masing komponen yang disepakati
bersama, agar dalam pembentukan dan pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik.
Penanggung jawab pembentukan jejaring internal adalah pimpinan faskes itu sendiri.Pada
Klinik Pratama tentunya adalah pimpinan kliniknya.
Pada jejaring eksternal penanggung jawabnya adalah Kepala Dinas Kesehatan setempat.
a). Langkah-langkah membangun Jejaring internal.
  Langkah membangun jejaring internal pada Klinik Pratama adalah sebagai berikut:
Penanggung jawab pembentukan jejaring internal pada Kliknik Pratama adalah Pimpinan Klinik
tersebut.
1. Mengadakan pertemuan dengan seluruh unit
2. Melakukan sosialisasi tentang program P2TB
3. Membuat kesepakatan dalam penata laksanaan pasien TB termasuk Standar Prosedur
Operasional (SPO)
4. Melengkapi logistik OAT maupun formulir pencatatan dan pelaporan melalui kerja sama
dengan Puskesmas sesuai kebutuhan
 Hal-hal yang disampaikan  kepada petugas :
1. Sosialisasi tentang program P2TB
2. Perlunya kesepakatan dalam penata laksanaan pasien TB sesuai Standar Prosedur
Operasional (SPO)
3. Cara mendapatkan OAT maupun formulir pencatatan dan pelaporan melalui kerja sama
dengan Puskesmas sesuai kebutuhan.
 Jejaring internal  hanya ada pada DPM yang praktik di Klinik Pratama.

DPM yang praktik perorangan murni tidak mempunyai jejaring internal.


Langkah membangun jejaring internal pada faskes tingkat lanjut adalah:

1. Inventarisasi semua unit yang terkait serta peran msing-masing dalam penatalaksanaan TB
2. Pertemuan dengan pimpinan unit terkait (tingkat menejemen faskes)
3. Menyampaikan semua permasalahan menyangkut pelayanan pada pasien TB selama ini
4. Sosialisasi tentang program P2TB dan kaitannya dengan pelayanan yang diberikan oleh
seluruh unit terkait.
5. Kesepakatan dalam menata pasien TB sesuai PNPK Tatalaksana TB
6. Penunjukan penanggung jawab tiap-tiap unit atau komponen jejaring
7. Pembentukan tim DOTS
 Materi yang dibahas meliputi:
1. Kesiapan masing masing unit terkait dalam menerapkan PNPK tata laksana TB
2. Membuat SPO penatalaksanaan TB
3. Alur koordinasi dan komunikasi antar unit pelayanan terkait
4. Penunjukan penanggung jawab jejaring kerja dari masing-masing unit
5. Kebijakan dari pihak manajemen untuk mendukung kelancaran pelayanan, maupun
dukungan sarana prasarana guna optimalisasi pelaksanaan jejaring internal.

b). Langkah-langkah membangun Jejaring eksternal untuk DPM


Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah koordinator dan penanggung jawab dalam
membangun Jejaring eksternal TB di wilayah kerjanya.
Langkah-langkah membangun jejaring eksternal di suatu wilayah sebagai berikut:
1. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengadakan pertemuan dengan semua faskes yang akan
melayani pasien TB dan seluruh pemangku kepentingan.
2. Membahas materi meliputi:
 Desiminasi tentang jejaring kerja eksternal TB.
 Kesiapan masing-masing faskes yang akan melayani pasien TB
 Alur koordinasi dan komunikasi antar faskes terkait pemeriksaan laboratorium, alur
mendapatkan logistik ,alur pasien pindah, pelacakan pasien mangkir serta mekanisme
pencatatan dan pelaporan.
3. Kesepakatan dari setiap faskes dan organisasi terkait dalam mendukung sarana dan prasarana
pelaksanaan jejaring eksternal secara optimal.
4. Penunjukan penanggung jawab jejaring eksternal P2 TB dari masing masing faskes
5. Bersama IDI Cabang setempat menyusun dan menanda tangani MOU sebagai payung hukum
PKS (Perjanjian Kerja Sama)
6. Menyusun dan memfasilitasi penandatanganan PKS antara DPM terlatih dengan Puskesmas ,

Bagi DPM yang sudah mengikuti pelatihan yang dilaksanakan oleh IDI setempat dan telah
termasuk Pelatihan Jarak Jauh diwajibkan untuk masuk dan menjadi salah satu komponen dalam
Jejaring eksternal tersebut diatas melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melapor secara tertulis tentang pelatihan TB yang telah diikuti kepada IDI Cabang dengan
tembusan ke Dinkes setempat
2. Berkoordinasi dengan Puskesmas setempat dalam pengeterapan PKS yang sudah disepakati.
3. Membuat jejaring internal apabila DPM ber praktik di Klinik Pratama.

5). Mekanisme Penerapan Jejaring P2TB


Untuk memahami mekanisme penerapan jejaring kita harus tahu peran komponen terkait
didalam P2TB baik internal maupun eksternal dan Perjanjian Kerja Sama DPM dengan komponen
jejaring terutama dengan komponen jejaring eksternal..Setelah itu barulah kita mempelajari penerapan
jejaring dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien TB sesuai dengan
PNPK.Sehingga dengan demikian dalam Kegiatan Belajar 3 ini akan ada 3 sub pokok bahasan yaitu
Peran Komponen terkait dalam P2TB, Perjanjian Kerja Sama antara DPM dengn Puskesmas dan
Penerapan Jejaring P2TB.
1. Peran komponen terkait dalam jejaring
Peran komponen pada Jejaring Internal sesuai dengan tupoksi   mereka   masing-masing, seperti
umpamanya laboratorium untuk pemeriksaan laboraorium (sputum  ), unit radiologi sebagai
penunjang dalam pemeriksaan radiologi serta instalasi terkait lainnya.
Peran bebrapa komponen  dalam jejaring ekstenal  P2TB adalah sebagai berikut:
A. Dokter Praktik Mandiri (DPM)
 Bersama Puskesmas membuat dan menanda tangani Perjanjian Kerja Sama (PKS).
 Melakukan tatalaksana pasien TB sesuai PNPK Tatalaksana TB mulai dari penemuan
terduga TB sampai pengobatan pada pasien TB.
 Merujuk pasien TB yang tidak dapat ditangani ke faskes rujukan TB (Rumah
Sakit/BBKPM/ BKPM )
 Melaporkan pasien yang mangkir berobat ke puskesmas setempat untuk dilakukan
pelacakan dan menginformasikan ke wasor setempat untuk segra membantu menindak
lanjuti.
 Melengkapi form TB 09 bagi pasien yang pindah berobat ke faskes lain serta
menginformasikannya kepada wasor setempat
 Melanjutkan pengobatan pasien pindahan dari faskes lain dan melengkapi serta
mengirimkan form TB10 pada akhir pengobatan kepada faskes tersebut .
 Mempergunakan formulir pencatatan dan pelaporan baku dalam tatalaksana pasien TB.
(Formulir TB06, TB05, TB01, TB02,TB09 dan TB10)
 Untuk pelaporan berkoordinasi dengan PKM  secara rutin 3 bulan sekali sesuai PKS
yang sudah disepakati.

B. Dinas Kesehatan Kab/Kota

 Sebagai penanggungjawab dan koordinator jejaring eksternal di wilayahnya.


 Mengadakan pertemuan pembentukan Jejaring Eksternal diwilayah kerjanya
 Bersama IDI cabang setempat membuat dan menanda tangani MoU/Kesepakatan
Kerjasama sebagai payung Perjanjian Kerja Sama antara DPM dengan Puskesmas
setempat.
 Memfasilitasi pembuatan Perjanjian Kerja Sama dalam pelaksanaan jejaring eksternal
dengan organisasi profesi (IDI, IAI, PATELKI, PPNI, IBI)
 Memfasilitasi agar sistem rujukan antar semua faskes pemberi pelayanan TB di wilayah
kerjanya dapat berjalan secara optimal
 Berkoordinasi dengan faskes di wilayah kerjanya untuk sistem surveilans dan memberikan
umpan balik hasil analisis data yang sudah diolah
 Menjamin ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan non OAT program TB
(formulir laporan TB.06, TB.05, TB.04, TB.01, TB.02 TB 09, TB.10 dan TB.03, pot
sputum, kaca sediaan, reagen, dll) serta mendistribusikan sesuai dengan kebutuhan faskes.
 Melibatkan unsur Jejaring Ekstenal dalam kegiatan Monitoring dan Evaluasi, kususnya
DPM.
C. Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

 Secara berjenjang membuat Membuat Memorandum of Understanding (MoU), PB IDI


dengan Kemenkes, IDI Wilayah dengan Dinkes Provinsi, IDI Cabang dengan Dinkes
Kab/Kota
 Secara berjenjang mensosialisasikan dan melaksanakan program sertifikasi TB kepada
DPM
 Menginventarisasi DPM yang akan mengikuti pelatihan P2TB
 Bersama Dinas Kesehatan setempat menyelenggarakan pelatihan P2TB bagi DPM.
 Bersama Dinas Kesehatan setempat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja
DPM dalam pelaksanaan Sertifikasi
 Memberikan penghargaan (SKP) kepada DPM yang terlibat dalam jejaring program TB
sesuai ketentuan yang berlaku.
 Menyerahkan Sertifikat Sertifikasi bagi DPM yang telah memenuhi syarat.
 Menyampaikan daftar nama DPM yang telah mendapatkan Sertifikat Sertifikasi TB
kepada Dinas Kesehatan setempat.

D. Puskesmas ( PRM, PPM)

 Bersama DPM membuat dan menanda tangani Perjanjian Kerja Sama


 Memberikan nomor urut bagi DPM yang telah mengikuti pelatihan TB dan bersedia
menatalaksana pasien TB
 Melakukan pemeriksaan mikroskopis dahak pasien yang dirujuk dan mengirim hasil
pemeriksaan ke DPM
 Menyediakan dan mengirimkan OAT dan formulir pencatatan dan pelaporan bagi DPM
sesuai kebutuhan.
 Mengambil data pasien TB dari DPM diwilayah kerjanya secara rutin 3 bulan sekali
 Melakukan pelacakan pasien TB mangkir yang berdomisili di wilayahnya sesuai laporan
dari DPM`

E. Rumah Sakit, BKPM/BBKPM

 Membentuk jejaring internal pada institusinya masing-masing


 Menerima rujukan pemeriksaaan dahak dari DPM dan FKTP lainnya baik untuk diagnois
maupun follow up
 Sebagai Fasilitas Rujukan Tindak Lanjut menerima rujukan dari DPM , Puskesmas dan
FKTP lainnya
 Menata laksana pasien TB sesuai PNPK Tatalaksana TB
 Menata laksana pasien TB MDR dan HIV sesuai kemampuan
 Melaporkan pasien mangkir ke Puskesmas untuk dilakukan pelacakan dan
menginforamsikan ke Wasor setempat
 Merujuk pasien TB yang tidak ada penyulit untuk ditatalaksana di DPM atau Puskesmas
 Melakukan pencatatan dan pelaporan pada formulir baku sesuai peraturan yang berlaku.

F. Laboratorium swasta (yang telah masuk dalam jejaring P2TB):

 Menerima rujukan pemeriksaaan dahak dari DPM baik untuk diagnois   maupun  follow up
 Mengirimkan hasil pemeriksaan dahak kepada DPM yang merujuk
 Memberikan penyuluhan dan memperagakan kepada pasien tentang cara mengeluarkan
dahak yang benar.
 Melaporkan hasil rekapan pasien TB secara rutin (3 bulan sekali ) ke DinKes kab/Kota
 Mengusulkan permintaan kebutuhan logistik dan non logistik ke Dinkes setempat.

G. Apotek swasta (yang telah masuk dalam jejaring P2TB

 Semua apotik agar tidak melayani penjualan OAT bebas .


 Menyediakan OAT sesuai pedoman nasional program pengendalian TB (OAT program
maupun OAT non program).
 Melayani resep OAT dari semua Faskes dalam program pengendalian TB.
 Membantu memberikan penyuluhan tentang OAT pada pasien (cara minum, efek samping
dan bahaya pengobatan apabila tidak menyelesaikan dengan tuntas).
 Monitoring pasien TB dalam pengambilan obat di apoteknya
 Membantu menemukan terduga TB untuk di arahkan memeriksakan diri ke Fasyankes.

Komponen-komponen inilah yang banyak berperan dalam pengeterapan jejaring jejaring P2TB 
untuk menatalaksana pasien TB di DPM.
2. Perjanjian Kerja Sama DPM dengan Puskesmas
Perjanjian Kerja Sama pada prinsipnya adalah kesepakatan penatalaksanaan pasien TB antara
DPM dengan komponen jejaring eksternal lainnya.
Perjanjian Kerja Sama dibuat antara DPM dengan Puskesmas dan dengan komponen jejaring lainnya.
PKS dengan Pukesmas mutlak harus dibuat terlebih dahulu mengingat tempat praktik DPM adalah
diwilayah kerja Puskesmas dan DPM akan lebih banyak berhubungan dengan Puskesmas.
Pembuatan PKS difasilitasi oleh Dinas Kesehatan setempat dan diketahui oleh IDI cabang.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat Pejanjian Kesra Sama adalah sebagai berikut:

1. PKS dibuat antara masing-masing DPM dengan Puskesmas sesuai domisili tempat praktek.
2. Harus mencantumkan payung hukum dari kerja sama yang dibuat
3. Harus jelas para pihak yang bekerja sama
4. Harus jelas peran dan kewajiban para piha
5. Harus jelas alur-alur kerja sama
6. Harus dicantumkan waktu berlakunya kerja sama
7. Ditanda tangani oleh para pihak dan sebaiknya diketahui oleh atasan masing-masing

3. Penerapan Jejaring P2TB


1. Penerapan pada Jejaring internal
Penerapan Jejaring pada suatu fasyankes sangat tergantung pada banyaknya unit yang terlibat
dalam penatalaksanaan pasien TB di fasyankes tersebut.Pada FKRTL seperti  Rumah Sakit  tentu
penerapannya akan berbeda dengan di FKTP seperti Klinik Pratama.

 Pada FKRTL terduga atau pasien TB dapat berasal dari Rwat Jalan (Poli Umum, Poli
Spesialis), Rawat Inap maupun UGD.
 Untuk pemeriksaan sputum atau pemeriksaan penunjang lainnya pasien dikirim ke
Laboratorium atau unit penunjang lainnya.
 Hasil pemeriksaan disampaikan kepada dokter pengirim di masing2 unit tersebut
 Diagnosa dan klasifikasi ditentukan oleh dokter masing2 unit pengirim atau oleh Unit
DOTs.
 Penatalaksanaan selanjutnya dilakukan oleh Unit DOTs pada FKRTL tersebut.
 Pasien yang berasal dari Rawat Jalan dan UGD dan memutuskan berobat di luar FKRTL
Unit DOTs akan memberikan penjelasan dan merujuk pasien kefasilitas kesehatan yang
dituju
 Pasien yang memutuskan berobat di FKRTL ini akan ditatalaksana sesuai PNPK
Tatalaksana TB dengan mengisi formulir sesuai prosedur program.
 Konsultasi klinik kepada dokter dapat dilakukan sesuai kebutuhan.
 Pasien rawat inap pengobatan diberikan diruang perawatannya tetapi tetap melalui
koordinasi dengan unit DOTs
 Apabila pasien sudah diperbolehkan pulang, Unit DOTs akan memfasilitasi apakah pasien
akan meneruskan pengobatan di FKRTL atau ditempat lain sesuai prosedur program
 Unit DOTS merupakan pusat dari semua kegiatan pelaksanaan strategi DOTS. Unit ini
sebagai pusat informasi mengenai TB, pusat pencatatan dan pelaporan di faskes tersebut.
Formulir/buku yang terdapat di unit DOTS terdiri dari TB.06, TB.05,04, TB.01, TB.02,
TB 03, TB.09, TB.10.
 IGD dapat berperan dalam menemukan terduga maupun menegakkan diagnosis, tetapi
IGD tidak melaksanakan tatalaksana TB karena dirujuk ke rawat jalan atau rawat inap.
 Instalasi penunjang laboratorium mikrobiologi, menerima rujukan untuk pemeriksaan
mikroskopis dahak untuk diagnosis maupun pemantauan hasil pengobatan dengan surat
pengantar TB.05, dan mencatatnya di dalam TB.04. Hasil pemeriksaan laboratorium dahak
dituliskan pada bagian bawah lembar TB.05 dan dikembalikan ke unit yang mengirim.
 Instalasi Patologi Anatomi menerima pemeriksaan PA kususnya TB Ekstra Paru dan
mengirimkan hasilnya kepada unit yang mengirim.
 Instalasi radiologi berfungsi melakukan pemeriksaan radiologi apabila diperlukan ( al. foto
toraks). Hasil pembacaan dikembalikan kepada unit yang mengirim.
 PKMRS berfungsi memberikan informasi dan edukasi tentang TB

Berikut adalah pengeterapan jejaring internal pada Klinik Pratam Penjelasan Alur jejaring internalnya
adalah sebagai berikut.

 Terduga TB yang datang melalui DPM dilakukan pemeriksaaan mikrobiologi dan atau
pemeriksaan radiologi.Dicatat pada TB06, dan dibuatkan TB 05.Hasil pemeriksaan dari
laboratorium atau radiologi dikirim kembali ke dokter yang mengirim.
 Apabila hasilnya positif TB sebaiknya dikirimkan kepada DPM yang telah terlatih TB
Penatalaksanaan selanjutnya dilakukan oleh DPM yang telah terlatih TB dengan mengisi
TB 01 dan TB 02
 Bagi DPM yang belum dilatih sebetulnya juga dapat melakukan penatalaksanaan pasien
TB asal saja dilakukan sesuai PNPK
 Jika memakai obat program dipenuhi melalui alur jejaring ekste

2. Penerapan pada Jejaring Eksternal


Berikut adalah beberapa  alur penata laksanaan pasien TB dalam jejaring  eksternal pada  DPM :

 Alur Rujukan pemeriksanaan Laboratorium

DPM dapat memeriksakan dahak Laboratorium dari faskes yang sudah terlatih strategi DOTS baik
Fasilitas Kesehatan Primer Puskesmas (PRM/PPM), Labkesda/BLK, Lab.RS Swasta, BKPM/BBKPM
atau Laboratorium lain yang direkomendasikan oleh Dinas Kesahatan.

 Alur mendapatkan logistik program

Logistik program terdiri dari OAT dan non OAT(formulir pencatatan dan pelaporan) DPM
mendapatkn logistik ini dari Puskesmas. DPM dapat memberikan pengobatan dengan paduan/regimen
dan dosis yang sesuai dengan strategi DOTS/PNPK dengan cara menggunakan paket OAT yang
disediakan program atau memberikan resep KDT non program.Pada kondisi tertentu DPM dapat
memberikan obat lepas melalui resep luar asal mengikuti prinsip pengobatan sesuai PNPK.Formulir
pencatatan dan pelaporan yang digunakan oleh DPM terdiri dari format TB01, TB02, TB05,
TB06,TB09 dan TB10. Klinik Pratama yang mempunyai laboratorium dan farmasi  dibutuhkan  juga
TB04 dan TB 03.
 Alur pencatatan pelaporan

Sebagaimana telah dipelajari pada Modul Penemuan setiap terduga TB dcatat pada TB 06, dirujuk ke
Laboratorium dengan TB 05.Apabila terdiagnosa TB diobati dan dibuatkan TB 01 dan TB 02.Apabila
pindah dalam masa pengobatan maka digunakan TB09 dan TB10.
6). Alur rujukan pasien. 
Sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), penatalaksanaan TB Paru tanpa
komplikasi merupakan kompetensi 4A bagi seluruh lulusan dokter.Itu berarti bahwa DPM mampu
mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas terhadap semua pasien TB paru
tanpa komplikasi dengan tidak merujuk ke faskes lainnya..Penatalaksanaan yang dimaksud adalah
penatalaksanaan yang  sesuai dengan PNPK.Oleh karena itu semua DPM punya kewenangan
menatalaksana pasien TB paru sampai pengobatannya. Namun pada beberapa kondisi tertentu
dimungkinkan DPM untuk melakukan pilihan penanganan pasien TB   termasuk merujuk sebelum
diobati.
Beberapa pilihan penanganan dalam penatalaksanaan pasien TB:

1. Pasien dirujuk sebagai terduga


2. Pasien dirujuk setelah terdiagnosis.
3. Pasien diobati di DPM.
 Berobat sampai selesai di DP.
 Pindah/dirujuk dalam masa pengobatan.
 Pasien mangkir dalam masa pengobatan

1. Pasien dirujuk sebagai terduga TB


Terduga TB yang ditemukan oleh DPM langsung dirujuk   ke faskes lain. Pasien dicatat pada Form
TB06 (Buku bantu TB 06) dan dirujuk untuk pemeriksaan laboratorium menggunakan form TB 05.
Penatalaksanaan pasien selanjutnya pada fada faskes rujukan.
2. Pasien dirujuk setelah terdiagnosis
Pasien dirujuk setelah terdiagnosa TB menggunakan TB 09 dan dilampiri dengan fotokopi TB 05
yang sudah ada hasil pemeriksaan laboratorium. Penata laksanaan selanjutnya pada faskes rujukan.
3. Pasien diobati di DPM
DPM  mengisi TB 01 dan TB 02 sebagaimana telah diuraikan pada Modul 3 tentang Pengobatan.
Dalam proses selanjutnya bisa terjadi pasien  pindah/dirujuk pada masa pengobatan atau mangkir
berobat.
 Pindah/dirujuk pada masa
DPM yang merujuk :
 Melengkapi dengan pengisian TB09 (formulir rujukan/pindah pasien), fotokopi TB 01, sisa
OAT yang harus diteruskan untuk disampaikan kepada Faskes/DPM yang dituju.
 Memberikan informasi kepindahan pasien kepada Wasor Kabupaten/Kota untuk konfermasi
ke faskes dituju.
 Akan mendapatkan bagian bawah dari TB 09 dari Faskes/DPM yang dituju sebagai
konfermasi bahwa pasien sudah melapor.
 Akan mendapatkan konfermasi dari Wasor bahwa pasien sudah berobat di Faskes yang dituju
 Akan mendapatkan TB 10 (formulir hasil akhir pengobatan pasien TB pindahan) dari
Faskes yang dituju.
 Faskes/DPM yang dituju:segra mengisi dan mengirimkan bagian bawah dari TB 09 ke DPM
yang merujuk.
 Melanjutkan pengobatan pasien.
 Apabila pengobatan sudah selesai mengisi TB 10 dan segra mengirimkan kepada DPM yang
merujuk
Alur rujukan pindah dalam masa pengobatan :
 Pasien mangkir dalam pengobatan:
Pasien yang mangkir dalam masa pengobatan harus dilacak agar meneruskan   
pengobatannya.
Dikatakan mangkir apabila pasien  2 kali berturut-turut tidak datang mengambil obat pada tahap
awal atau satu minggu tidak datang dalam tahap lanjutan.Pelacakan pasien mangkir dilaksanakan oleh
Puskesmas.

 DPM memberikan informasi pasien mangkir kepada Puskesmas


 DPM memberikan informasi kepada Wasor setempat
 Wasor menyampaikan informasi dari DPM ke Puskesmas
 DPM mendapatkan informasi hasil pelacakan dari Puskesmas
 DPM mendapatkan konfermasi hasil pelacakan dari Was
 Puskesmas setelah melacak pasien memberikan informasi hasil pelacakan ke DPM dan
konfirmasi ke Wasor.
 Wasor menyampaikan konfermasi ke DPM

Pilihan penanganan pasien tersebut diatas dapat dilihat pada diagram berikut:
Pilihan penanganan pasien ini dibuat dengan mempertimbangkan  kemampuan DPM (sarana dan
prasarana yang tersedia), tingkat sosial ekonomi pasien, lokasi tempat tinggal baik jarak maupun
keadaan geografis, biaya konsultasi dan transportasi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan demikian, bahwa penyakit tuberculosis (TBC) itu disebabkan karena adanya bakteri
Mikobakterium Tuberkulosa. Oleh karena itu untuk mencegah penularan penyakit ini sebaiknya harus
menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Tuberkulosis juga penyakit yang harus benar-benar segera
ditangani dengan cepat.
Pengendalian TB di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat, hal ini antara lain
dibuktikan dengan tercapainya banyak indikator penting dalam pengendalian TB. Faktor keberhasilan
tersebut antara lain: akses pelayanan kesehatan semakin baik, pendanaan semakin memadai,
dukungan pemerintah pusat dan daerah, peran serta masyarakat dan swasta semakin meningkat,
membaiknya teknologi pengendalian TB. Banyak kegiatan terobosanyang diinisiasi baik dalam skala
nasional maupun lokal.
B. Saran
       Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi TBC adalah penyakit yang dapat
disembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk minum obat secara benar sesuai
yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk memeriksakan diri ke klinik/puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA

 http://dokterharry.com/2016/11/13/jejaring-program-pengendalian-tb/
 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
 http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2013/bn285-2013lamp.pdf
 http://www.dokternida.rekansejawat.com/dokumen/DEPKES-Pedoman-Nasional-
Penanggulangan-TBC-2011-Dokternida.com.pdf

Anda mungkin juga menyukai