Minimal groups
Penelitian juga menunjukkan bahwa sikap etnosentris dan hubungan antarkelompok yang
kompetitif mudah dipicu dan sulit ditekan. Misalnya, etnosentrisme embrionik ditemukan dalam
fase 2 studi kamp musim panas Sherif, ketika kelompok-kelompok baru saja dibentuk tetapi
tidak ada konflik yang realistis di antara mereka (lihat juga Blake 8c Mouton, 1961; Kahn 8c
Ryen, 1972). Peneliti lain telah menemukan bahwa perilaku antarkelompok kompetitif muncul
secara spontan:
Bahkan ketika hubungan tujuan antar kelompok tidak saling tergantung (rabbie 8c
horwitz, 1969);
Di bawah kondisi hubungan antarkelompok yang secara eksplisit tidak kompetitif
(ferguson 8c kelley, 1964; rabbie 8c wilkens, 1971);
Di bawah kondisi hubungan antarkelompok yang secara eksplisit kooperatif (rabbie 8c
debrey, 1971).
Lantas, apa syarat minimal untuk perilaku antarkelompok: yaitu, kondisi yang diperlukan
dan memadai agar kumpulan individu menjadi etnosentris dan terlibat dalam kompetisi
antarkelompok.
Tajfel dan rekan-rekannya menemukan cara yang menarik untuk menjawab pertanyaan
minimal group paradigm (Tajfel, Billig, Bundy 8c Flament, 1971). Anak-anak sekolah Inggris,
yang berpartisipasi dalam studi yang mereka yakini sebagai studi pengambilan keputusan,
partisipan secara acak dibagi menjadi dua kelompok yaitu Grup Vassily Kandinsky dan Grup
Paul Klce. Anak-anak yang berpartisipasi ditugaskan menentukan besaran uang atu poin yang
akan diberikan kepada aggota ingroup dan outgroup. Hasilnya menunjukan bahwa individu
cenderung memberikan lebih banyak uang atau poin ke ingroup.
Tugas selanjutnya masing-masing partisipan untuk menilai partisipan lainnya baik yang
berasal dari kelompok yang sama atau pun beda. Setiap individu tidak diperbolehkan untuk
menilai dirinya sendiri. pada serangkaian matriks yang sudah dirancang.
Masing-masing partisipan diminta untuk memberikan poin sesuai dengan matriks di atas
kepada peserta lainnya. Baris pertama berisi serangkaian angka untuk menilai seorang individu
dalam kelompoknya, sedangkan baris kedua untuk individu yang berasal dari kelompok yang
berbeda. Poin-poin tersebut bernilai uang. Jadi, semakin besar poin yang diberikan kepada
seorang individu, semakin besar pula uang yang akan diperoleh. Partisipan yang memberikan
poin bahkan tidak tahu individu mana yang sedang ia nilai. Kedua hal tersebut dikarenakan
setiap individu direpresentasikan dengan kode angka (bukan menggunakan nama masing-masing
individu). Kode angka tersebut diletakkan di atas baris pertama (untuk individu dari kelompok
yang sama) dan di bawah baris kedua (untuk individu dari kelompok yang berbeda).
Yang diketahui partisipan hanyalah bahwa individu tersebut termasuk dalam kelompoknya atau
tidak tanpa mengetahui individu mana yang dimaksud. Hasil dari eksperimen tersebut
menunjukan bahwa Pemberian poin kepada dua individu yang berasal dari kelompok yang sama
cenderung adil sedangkan untuk kelompok yang berbeda terdapat selisih angka yang lebih besar
dari pada poin yang diberikan terhadap sesama anggota. Partisipan sangat menyukai kelompok
mereka sendiri: mereka mengadopsi strategi favoritisme ingroup (FAV). Kecenderungan
individu untuk mendahulukan kelompoknya dibanding kelompok lainnya disebut favoritisme
dalam kelompok (in-group favoritism). Dari eksperimen tersebut dapat disimpulkan bahwa ada
kecenderungan individu untuk memberikan lebih kepada kelompoknya dengan
mendiskriminasikan kelompok yang lain.
Berdasarkan asumsi bahwa masyarakat terstruktur menjadi kelompok sosial yang berbeda
yang berdiri dalam kekuasaan dan hubungan status satu sama lain (misalnya kulit hitam dan kulit
putih di Amerika Serikat, Katolik dan Protestan di Irlandia Utara, Sunni dan Syiah di Irak),
sebuah inti premis dari pendekatan identitas sosial adalah bahwa kategori sosial (kelompok besar
seperti negara atau gereja, tetapi juga kelompok perantara seperti organisasi, atau kelompok kecil
seperti klub) memberikan anggota dengan identitas sosial - definisi dan evaluasi siapa satu dan
deskripsi dan evaluasi tentang apa yang diperlukan. Identitas sosial tidak hanya menggambarkan
atribut tetapi, yang sangat penting, juga menentukan apa yang harus dipikirkan dan bagaimana
seseorang harus berperilaku sebagai anggota. Misalnya, menjadi anggota 'siswa' kategori sosial
berarti tidak hanya mendefinisikan dan mengevaluasi diri sendiri dan didefinisikan serta
dievaluasi oleh orang lain sebagai siswa, tetapi juga berpikir dan berperilaku dengan cara siswa
yang khas.
Identitas sosial adalah bagian dari konsep-diri yang berasal dari keanggotaan kelompok.
Ini terkait dengan perilaku kelompok dan antarkelompok, yang memiliki beberapa karakteristik
umum: etnosentrisme, favoritisme ingroup, diferensiasi antarkelompok; kesesuaian dengan
norma ingroup; solidaritas dan kohesi ingroup; dan persepsi diri, outgrouper dan sesama
ingrouper dalam hal stereotip kelompok yang relevan.
Identitas sosial sangat terpisah dari identitas pribadi, yang merupakan bagian dari konsep
diri yang berasal dari ciri-ciri kepribadian dan hubungan pribadi istimewa yang kita miliki
dengan orang lain (Turner, 1982). Identitas pribadi tidak terkait dengan perilaku kelompok dan
antarkelompok - itu terkait dengan perilaku interpersonal dan individu. Orang-orang memiliki
daftar identitas sosial dan pribadi sebanyak mereka memiliki kelompok yang mereka identifikasi,
atau hubungan dekat dan atribut istimewa dalam hal mereka mendefinisikan diri mereka sendiri.
Namun, walaupun kita memiliki banyak identitas sosial dan pribadi yang berbeda, kita secara
subyektif mengalami diri sebagai pribadi yang terintegrasi dengan biografi yang terus-menerus
dan tidak terputus, pengalaman subjektif diri sebagai diri yang terputus-putus yang terpecah
akan menjadi masalah dan terkait dengan berbagai psikopatologi.
Teori kepribadian otoriter dan hipotesis frustrasi-agresi adalah contoh dari jenis
penjelasan prasangka dan diskriminasi yang terakhir ini (Billig, 1976;). Masalah reduksionisme
yang mendorong ahli teori identitas sosial untuk membedakan antara identitas sosial dan pribadi
(Doise, 1986; Israel 8c Tajfel, 1972; Moscovici, 1972; Taylor 8c Brown, 1979; Turner 8c Oakes,
1986).
Psychological Salience
Salience/ciri khas adalah fungsi interaktif dari chronic accessibility dan situational
accessibility pada satu sisi, structural fit dan normative fit pada sisi lain.
Fenomena identitas sosial didasari pada dua proses yaitu peningkatan diri dan
pengurangan ketidakpastian. Dari sudut pandang identitas sosial, kelompok bersaing untuk
menjadi berbeda satu sama lain dalam cara-cara yang menguntungkan karena positive intergroup
distinctiveness memberikan anggota kelompok identitas sosial yang menguntungkan. Tidak
seperti perbandingan antarpribadi yang biasanya berusaha untuk memaksimalkan kesamaan,
perbandingan antarkelompok justru berusaha untuk memaksimalkan perbedaan dengan cara yang
secara evaluatif mendukung ingroup.
Positive distinctiveness sebagai proses tingkatan grup yang diyakini untuk menggambarkan
sebuah motivasi manusia yang sangat dasar untuk self-enhancement (peningkatan diri).
peningkatan diri (self enhancement) juga terlibat dalam proses identitas sosial. Hal tersebut
karena pendorong seseorang melakukan identitas sosial adalah untuk memberikan aspek positif
bagi dirinya seperti meningkatkan harga diri dan lainnya. Berdasarkan gambaran analisis ini,
peneliti identitas sosial telah menyarankan bahwa harga diri adalah motif utama dalam konteks
identitas sosial. Penelitian pada motivasi diri telah menunjukkan bahwa: