Partai penerus
Lihat pula
Referensi
Pranala luar
Mazhab
Nahdlatul Ulama mengikuti mazhab Asy'ariyah, mengambil jalan
Masjid Jombang, tempat lahirnya
tengah antara kecenderungan aqli (rasionalis) dan naqli
Nahdlatul Ulama
(skripturalis). Organisasi tersebut mengidentifikasi Al-Qur'an,
Sunnah, dan kemampuan akal ditambah dengan realitas empiris
sebagai sumber pemikirannya. NU mengaitkan pendekatan ini dengan para pemikir sebelumnya, seperti
Abu al-Hasan al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi di bidang teologi.[8]
Di bidang fikih, NU mengakui mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali, tetapi dalam praktiknya
mengandalkan ajaran Syafi'i. Dalam hal tasawuf, NU mengikuti jalan Al-Ghazali dan Junaid al-
Baghdadi.[8] NU telah digambarkan oleh media barat sebagai gerakan Islam yang progresif, liberal dan
pluralistik,[9][10] tetapi merupakan organisasi yang beragam dengan faksi konservatif yang besar juga.[7]
Nahdlatul Ulama telah menyatakan bahwa mereka tidak terikat pada organisasi politik manapun.[11]
Sejarah
Paham keagamaan
Nahdlatul Ulama menganut paham Ahlussunah wal Jama'ah, yaitu sebuah pola pikir yang mengambil jalan
tengah antara Nash (Al Qur'an dan Hadits) dengan Akal (Ijma' dan Qiyas). Oleh sebab itu sumber hukum
Islam bagi warga NU tidak hanya Al Qur'an, dan As Sunnah saja, melainkan juga menggunakan
kemampuan akal ditambah dengan realitas empiris.
Maka, di dalam persoalan aqidah, NU merujuk kepada Imam Abul Hasan Al Asy'ari, sedangkan dalam
persoalan fiqih, NU merujuk kepada Imam Syafi'i, dan dalam bidang tashawwuf, NU merujuk kepada
Imam Al Ghazali. Namun NU tetap mengakui dan bersikap tasamuh kepada para mujtahid lainnya, seperti
dalam bidang aqidah dikenal seorang mujtahid bernama Abu Mansur Al Maturidi, kemudian dalam bidang
fiqih terdapat tiga mujtahid besar selain Imam Syafi'i, yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam
Hanbali, serta dalam bidang tashawwuf dikenal pula Imam Junaid al-Baghdadi.
Adapun gagasan "Kembali ke Khittah NU" pada tahun 1984 merupakan momentum penting untuk
menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik
dalam bidang fiqih maupun sosial, serta merumuskan kembali hubungan NU dengan Negara. Gerakan
tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.[12]
1 Surabaya 1926
2 Surabaya 1927 KH. Hasan Gipo
3 Surabaya 1928
4 Semarang 1929
5 Pekalongan 1930
6 Cirebon 1931
7 Bandung 1932
KH. Ahmad Noor
8 Jakarta 1933 KH. Hasyim Asy'ari (Rais
9 Banyuwangi 1934 Akbar)
10 Surakarta 1935
11 Banjarmasin 1936
12 Malang 1937
13 Banten 1938
KH. Mahfudz Siddiq
14 Magelang 1939
15 Surabaya 1940
16 Banyumas 1946
17 Madiun 1947 KH. Nahrawi Thohir
18 DKI Jakarta 1948
19 Palembang 1951 KH. A. Wahid Hasyim
20 Surabaya 1954 KH. Muhammad Dahlan
KH. A. Wahhab Hasbullah
21 Medan 1956
22 DKI Jakarta 1959
23 Surakarta 1962
Dr. KH. Idham Chalid
24 Bandung 1967
25 Surabaya 1971
KH. Bisri Syansuri
26 Semarang 1979
27 Situbondo 1984
28 Yogyakarta 1989 KH. Ahmad Shidiq Dr. KH. Abdurrahman Wahid
29 Tasikmalaya 1994
30 Kediri 1999
Dr. KH. M. A. Sahal KH. Ahmad Hasyim Muzadi
31 Surakarta 2004
Mahfuz
32 Makassar 2010 Prof. Dr. K.H. Said Aqil
33 Jombang 2015 Prof. Dr. K. H. Ma'ruf Amin Siroj, M.A.
Badan Otonom
Badan Otonom NU adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi melaksanakan kebijakan
Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
Badan Otonom dikelompokkan dalam katagori Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat
tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya.[14] Jenis badan otonom berbasis usia
dan kelompok masyarakat tertentu adalah :
NU dan Politik
Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada
tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91
kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung
Soekarno, dan bergabung dalam NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis). Nasionalis diwakili Partai
Nasional Indonesia (PNI), Murba (Musyawarah Rakyat Banyak), dll. Agama diwakili Partai Nahdhatul
Ulama, Masyumi, Partai Katolik, Parkindo (Partai Kristen Indonesia), dll. Dan Komunis diwakili oleh
Partai Komunis Indonesia (PKI).
NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973
atas desakan penguasa orde baru Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU di
Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.
Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah
Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada pemilu 1999 PKB
memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pada
pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi DPR.
Partai penerus
Partai Kebangkitan Bangsa
Partai Persatuan Pembangunan
Partai Kebangkitan Nasional Ulama
Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
Lihat pula
Persatuan Islam Tionghoa Indonesia
Majelis Ulama Indonesia
Islam di Indonesia
Indonesia
Pesantren
Referensi
1. Ranjan Ghosh (4 January 2013). Making Sense of the Secular: Critical Perspectives from
Europe to Asia. Routledge. hlm. 202–. ISBN 978-1-136-27721-4.
2. Esposito, John (2013). Oxford Handbook of Islam and Politics. OUP USA. hlm. 570.
ISBN 9780195395891. Diakses tanggal 17 November 2015.
3. Patrick Winn (March 8, 2019). "The world's largest Islamic group wants Muslims to stop
saying 'infidel' ". PRI.
4. Pieternella, Doron-Harder (2006). Women Shaping Islam. University of Illinois Press.
hlm. 198. ISBN 9780252030772. Diakses tanggal 17 November 2015.
5. "Apa yang Dimaksud dengan Islam Nusantara?". Nahdlatul Ulama. 22 April 2015.
6. F Muqoddam (2019). "Syncretism of Slametan Tradition As a Pillar of Islam Nusantara' ". E
Journal IAIN Madura.
7. Arifianto, Alexander R. (23 January 2017). "Islam Nusantara & Its Critics: The Rise of NU's
Young Clerics" (PDF). RSIS Commentary. 18.
8. http://www.nu.or.id/a,public-m,static-s,detail-lang,en-ids,1-id,7-t,religious+ideology-.phpx
9. "From Indonesia, a challenge to the ideology of the Islamic State". The New York Times.
Jakarta. 4 December 2015. Diakses tanggal 4 December 2015.
10. Varagur, Krithika (2 December 2015). "World's Largest Islamic Organization Tells ISIS To Get
Lost". The Huffington Post. Diakses tanggal 4 December 2015.
11. Robin Bush, Robin Bush Rickard. Nahdlatul Ulama and the Struggle for Power Within Islam
and Politics in Indonesia. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 78.
12. tim. "Sejarah Berdirinya NU Sejak Masa Penjajahan". nasional. Diakses tanggal
2021-12-03.
13. "Daftar Lembaga-lembaga di Bawah Naungan NU". nu.or.id. Diakses tanggal 2022-01-30.
14. "Badan-badan Otonom (Banom) di Bawah Naungan NU". nu.or.id. Diakses tanggal
2022-01-30.
Pranala luar
(Indonesia) Situs Resmi Nahdlatul Ulama (http://www.nu.or.id/)