Anda di halaman 1dari 11

DESAIN INDUSTRI

Oleh :

1. KARMILA : 2101200251

UNIVERSITAS BUNG KARNO

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama
dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana,
berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah
masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda
(Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia
menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di
bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku
sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari
masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Sejalan dengan berkembangnya pertumbuhan ekonomi maka berkembang pula


kehidupan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terutama pada sektor industri
dan perdagangan. Dimana dari sektor industri itulah berbagai produk yang
beranekaragam dihasilkan dengan menggunakan teknologi-teknologi yang cangggih
dan modern. Yang mana hal tersebut dipersiapkan untuk menghadapi persaingan yang
lebih berkompeten dalam era globalisasi. Dalam menghadapi persaingan tersebut
sekarang ini diharapkan pertumbuhan ekonomi sangat memerlukan atau tidak
mengesampingkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Karena Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi adalah satu faktor yang dominan dalam memenangkan persaingan dengan
menggunakan keunggulan berupa kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang
sangat berkaitan dengan bidang kekayaan intelektual.
1.2. Tujuan Penulisan paper

Tujuan penulisan paper ini adalah sebagai berikut :

a. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Definisi Desain Industri dan dasar
hukum yang mengatur mengenai Dasar Hukum desain industri.
b. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Ruang Lingkup Desain Industri
beserta Contoh produk desain industri.
c. Mahasiswa dapat mengetahui sanksi pelanggaran hak desain industri
d. Mahasiswa dapat mengetahui hal-hal yang dapat hak desain industri suatu
perusahaan menjadi dibatalkan atau tidak dikabulkan.

1.3. Sasaran Penulisan

Sasaran merupakan sesuatu yang menjadi tujuan, sasaran dari penulisan paper ini
adalah agar Mahasiswa dapat lebih memahami dan memperdalam lebih lanjut tentang
Hak Desain Indsutri dalam suatu perusahaan manufaktur sehingga bisa diterapkan
dalam kehidupan berindustri.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Desain Industri

Menurut Undang-Undang Desain Industri No. 31 Tahun 2000 BAB I Ketentuan Umum
Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan: “Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk,
konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan
daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan
estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi yang
memberikan kesan estetis serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk,
barang, komoditas industri, kerajinan tangan. Dasar hukum desain industri terdapat
pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

Desain industri adalah seni terapan di mana estetika dan usability (kemudahan dalam
menggunakan suatu barang) suatu barang disempurnakan. Desain industri
menghasilkan kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna atau
garis dan warna atau gabungannya, yang berbentuk 3 atau 2 dimensi, yang memberi
kesan estetis, dapat dipakai untuk menghasilkan produk, barang, komoditas industri
atau kerajinan tangan. Sebuah karya desain dianggap sebagai kekayaan intelektual
karena merupakan hasil buah pikiran dan kreatifitas dari pendesainnya, sehingga
dilindungi hak ciptanya oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 31 tahun 2000
tentang Desain Industri. Kriteria desain industri adalah baru dan tidak melanggar
agama, peraturan perundangan, susila, dan ketertiban umum. Jangka waktu
perlindungan untuk desain industri adalah 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan
permohonan Desain Industri ke Kantor Ditjen Hak Kekayaan Intelektual.

Desain Industri adalah cabang HKI yang melindungi penampakan luar suatu produk.
Sebelum perjanjian TRIPS lahir, desain industri dilindungi oleh Undang-Undang Hak
Cipta. Namun karena perkembangan desain yang sangat pesat, maka perlu dibuatkan
UU Khusus yang mengatur tentang desain industri.
2.2 Sejarah Pengaturan Desain Industri

Pengaturan tentang Desain Industri dikenal pada abad ke-18 terutama di Inggris karena
adanya Revolusi Industri. Desain Industri awalnya berkembang pada sektor tekstil dan
kerajinan tangan yang dibuat secara massal. UU pertama yang mengatur mengenai
Desain Industri adalah “The designing and printing of linens, cotton, calicoes and muslin
act” sekitar tahun 1787. Pada saat ini Desain Industri hanya dalam bentuk 2 Dimensi.
Sedangkan Desain Industri dalam bentuk 3 (tiga) Dimensi mulai diatur melalui Sculpture
Copyright Act 1798 pengaturannya masih sederhana hanya meliputi model manusia
dan binatang. Lalu pada tanggal 20 Maret 1883 The Paris Convention for the Protection
of Industrial Property (Paris Convention). Amanat pada pasal 5 Paris Convention
menyatakan bahwa Desain Industri harus dilindungi di semua negara anggota Paris
Convention.

2.3. Estetika Versus Fungsionalitas

Pertentangan fungsionalitas dan estetika sebuah bangunan misalnya sebuah TPA


berasal dari penanganan sampah menjadi satu hal yang sangat perlu diperhatikan
dalam pengelolaan kota, dengan kata lain sampah adalah bagian dari kota. Terkait hal
tersebut, maka TPA (Tempat Pembuangan Akhir Sampah) memiliki peran aktif dalam
mengatasinya. Permasalahan yang timbul dari pertentangan antara fungsionalitas dan
estetika dalam rancangan ini adalah bagaimana korelasi rancangan tempat
pembuangan dengan tempat kunjungan edukasi dan kawasan industri dengan nilai
estetika area SSC yang menurun akibat dari adanya kawasan pembuangan sampah.

Perancangan ini memiliki tujuan dapat melahirkan gagasan untuk mewujudkan TPA
(Tempat Pengolahan Sampah Akhir) yang tidak hanya sebagai tempat penampungan
dan pengolahan sampah sebagai unsur fungsional, tetapi merupakan obyek rancang
yang menampilkan keindahan rupa bangunan dengan detail utilitas dari unsur
fungsionalitas tersebut serta menjadi bagian dari kawasan sebuah kawasan industri.
Ekspresi arsitektur yang menampakkan sisi fungsional bangunan, yaitu elemen utilitas
bangunan dan elemen struktur sebagai unsur estetika.
2.4. Syarat-syarat Perlindungan Desain

Hak Desain Industri diberikan untuk desain industri yang baru, Desain Industri dianggap
baru apabila pada tanggal penerimaan, desain industri tersebut tidak sama dengan
pengungkapan yang telah ada sebelumnya, meskipun terdapat kemiripan.
Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud adalah pengungkapan desain
industri yang sebelum :

a. Tanggal penerimaan; atau


b. Tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan hak prioritas.
c. Telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau luar Indonesia. Suatu
Desain Industri tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaannya, desain industri
tersebut :
 Telah dipertunjukkan dalam suatu pameran nasional ataupun
internasional di Indonesia atau di luar negeri yang resmi atau diakui
sebagai resmi; atau
 Telah digunakan di Indonesia oleh pendesain dalam rangka percobaan
dengan tujuan pendidikan, penelitian, atau pengembangan.

Selain itu, Desain Industri tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan.

2.5. Sistem Konstitutif Dalam Perlindungan Desain Industri

Sistem Konstitutif Aturan hukum sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 21 tahun


1961 menggunakan sistem deklaratif. Menurut Iman Sjahputra (1997 : 28) Sistem
deklaratif adalah suatu sistem dimana hak atas suatu merek timbul karena pemakaian
pertama oleh pihak pemilik merek, walaupun tidak didaftarkan oleh pemilik merek.[3]
Sistem ini mempunyai kelemahan karena tidak diketahui kapan suatu merek dipakai
seseorang. Sehingga bila terjadi sengketa antara 2 (dua) pihak dimana satu pihak
mengklaim bahwa beliau adalah pemakai pertama dari merek tersebut, sementara
pihak lain juga mengklaim hal yang sama, maka untuk membuktikan siapa yang
merupakan pemakai pertama dari merek tersebut merupakan hal yang tidak mudah.
Karena dipandang tidak sesuai lagi, maka sistem deklaratif tersebut diubah menjadi
sistem konstitutif,dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Sistem
Konstitutif menurut Iman Sjahputra (1997 : 28 ) adalah suatu sistem dimana hak atas
suatu merek tercipta karena adanya pendaftaran dari yang bersangkutan.[4]

Sistem Konstitutif dianggap dapat menjamin kepastian hukum yang disertai pula
dengan ketentuan ketentuan yang menjamin segi keadilan. Jaminan terhadap aspek
keadilan tampak antara lain, pembentukan cabang-cabang Kantor Merek di daerah,
pembentukan Komisi Banding Merek, dan selain memberikan kemungkinan untuk
mengajukan gugatan yang tidak terbatas pada Pengadilan Jakarta Pusat, tetapi juga
melalui Pengadilan Negeri lainnya yang telah ditetapkan, serta tetap dimungkinkannya
gugatan melalui PTUN, bahkan dalam masa pengumuman permintaan pendaftaran
merek dimungkinkan pemilik merek tidak terdaftar yang telah menggunakannya sebagai
pemakai pertama untuk mengajukan keberatan. Dengan berlangsungnya globalisasi
pasar yang semakin cepat serta dukungan transportasi serta komunikasi yang canggih
maka tatanan dan praktek niaga membutuhkan perhatian yang besar. Sebab dengan
perluasan pasar seperti itu, dunia industri dan niaga memerlukan penyesuaian dalam
sistem perlindunganhukum terhadap Merek yang digunakan pada produk yang
diperdagangkan. Sehingga untuk mengikuti perkembangan tersebut maka aturan-
aturan merek di Indonesia harus kembali mengalami perubahan. Aturan hukum tentang
merek dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 serta Undang-undang Nomor 14
Tahun 1997 (konsolidasi) tentang Merek dianggap telah tidak sesuai lagi dan untuk itu
kemudian diubah dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 yang selanjutnya
disebut Undang-undang Merek baru.

Perubahan-perubahan tersebut memperlihatkan bahwa betapa pemerintah Indonesia


sangat ingin memberikan perlindungan hukum serta mengantisipasi segala bentuk
pemakaian merek secara melawan hukum yang terjadi karena perkembangan dunia
industri dan niaga yang berlangsung sangat cepat. Dengan berlakunya Undang-undang
Merek yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 maka diharapkan dapat
memberikan perlindungan hukum atas merek terkenal sehingga tercipta suasana yang
kondusif bagi iklim perindustrian dan perdagangan di Indonesia.

2.6. Lingkup Hak Desain Industri

Pemegang Hak Desain Industri dapat memberikan lisensi kepada pihak lain
berdasarkan perjanjian lisensi dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu untuk
melaksanakan hak desain industri dan untuk melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan/atau
mengedarkan barang yang di dalamnya terdapat seluruh atau sebagaian desain yang
telah diberi hak desain industri, kecuali jika diperjanjikan lain. Perjanjian lisensi ini dapat
bersifat ekslusif atau non ekslusif. Perjanjian lisensi wajib dicatatkan dalam daftar
umum desain industri pada Ditjen HKI dengan dikenai biaya sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Perjanjian lisensi ini kemudian diumumkan dalam
berita resmi desain industri. Perjanjian lisensi yang tidak dicatatkan tidak berlaku
terhadap pihak ketiga.

Pada dasarnya bentuk dan isi perjanjian lisensi ditentukan sendiri oleh para pihak
berdasarkan kesepakatan bersama, namun tidak boleh memuat ketentuan yang
melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti ketentuan yang dapat
menimbulkan akibat yang merugikan bagi perekonomian Indonesia atau memuat
ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.

2.7. Subyek Dari Hak Desain Industri

Subyek Pendesain adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain
industri. Dalam hal pendesain terdiri dari beberapa orang, maka hak diberikan pada
beberapa orang tersebut secara bersama kecuali diperjanjikan lain. Dalam hal desain
industri dibuat dalam hubungan dinas/ kerja, dibuat atas pesanan maka pemegang hak
desain industri adalah yang memberi pekerjaan atau memberi pesanan (disini memberi
pekerjaan – pemesanan adalah Instansi Pemerintah). Dalam hal memberi kerja atau
pemesan adalah pihak swasta/ orang swasta maka orang yang membuat desain
industri itu dianggap sebagai pendesain dan pemegang hak desain industri kecuali
diperjanjiakan lain. Pendesain mempunyai hak untuk tetap namanya dicantumkan pada
sertifikat desain indusri sebagai penciptanya.

Obyek Desain Industri, Undang-Undang Desain Industri tidak secara jelas dan tegas
mengatur mengenai hal kreasi bentuk yang harus memberikan kesan estetis[ii].
Akibatnya, kreasi bentuk apa saja yang dianggap “unik dan aneh” dapat didaftarkan.
Hal ini disebabkan terminologi hukum tentang nilai estetik tidak memiliki batasan yang
jelas. Secara psikologis suatu desain bisa mempengaruhi daya saing dan menaikkan
nilai komersialnya.

Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru. Desain Industri dianggap
baru apabila pada tanggal penerimaan permohonan pendaftaran oleh Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, desain industri tersebut tidak sama dengan
pengungkapan yang telah ada sebelumnya.

Contoh karya-karya yang mendapat perlindungan desain industri misalnya, desain


bentuk furniture meja, kursi, botol gallon, desain pakaian, desain barang kerajinan
tangan, seperangkat cangkir dengan teko dan kelengkapannya.

2.8. Pengalihan Hak dan Lisensi Desain Industri

Hak Desain Industri dapat beralih atau dialihkan dengan cara pewarisan, hibah, wasiat,
perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-
undangan. Pengalihan hak desain industri tersebut harus disertai dengan dokumen
tentang pengalihan hak dan wajib dicatat dalam daftar umum desain industri pada
Ditjen HKI dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Pengalihan hak desain industri yang tidak dicatatkan dalam daftar umum
desain industri tidak berakibat hukum pada pihak ketiga. Pengalihan hak desain industri
tersebut akan diumumkan dalam berita resmi desain industri.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

a. Desain industri adalah seni terapan di mana estetika dan usability


(kemudahan dalam menggunakan suatu barang) suatu barang disempurnakan.
Desain industri menghasilkan kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau
komposisi garis atau warna atau garis dan warna atau gabungannya, yang
berbentuk 3 atau 2 dimensi, yang memberi kesan estetis, dapat dipakai untuk
menghasilkan produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.
Sebuah karya desain dianggap sebagai kekayaan intelektual karena
merupakan hasil buah pikiran dan kreatifitas dari pendesainnya, sehingga
dilindungi hak ciptanya oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 31 tahun
2000 tentang Desain Industri
b. Ruang lingkup desi industri adalah :
- Melaksanakan hak yang dimi- likinya sendiri
-Melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai,
mengimpor, meng ekspor dan/atau mengedarkan barang yang diberi hak
desain industri, Perkecualian
-Pemakaian hak desain industri utk kepentingan penelitian dan pendidikan
sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang hak desain
industri (pasal 9 ayat 2).
c. Sanksi atas pelanggaran Hak desain industri di atur dalam UU Desain Industri
pasal 54 yang menyebutkan bahwa dikenakan sanksi dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
d. Desain Industri terdaftar dapat dibatalkan oleh Direktorat Jenderal atas
permintaan tertulis yang diajukan oleh pemegang Hak Desain Industri.
Pembatalan Hak Desain Industri tidak dapat dilakukan apabila penerima
Lisensi Hak Desain Industri yang tercatat dalam Daftar Umum Desain Industri
tidak memberikan persetujuan secara tertulis, yang dilampirkan pada
permohonan pembatalan pendaftaran tersebut.

Sumber :

a. https://books.google.co.id/books?id.ruang+lingkup+desain+industri.

b. http://lemlit.ugm.ac.id/makalah.hki/desain.doc.

c. http://id.wikipedia.org/wiki/Desain_industri.

d. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18439/3/Chapter%20II.pdf.

Anda mungkin juga menyukai