“ Dua daftar yang disusun oleh akuntan pada akhir periode untuk suatu
perusahaan, kedua daftar itu adalah neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar
pendapatan atau daftar rugi laba. Pada akhir ini sering ditambahkan daftar surflus
atau daftar laba yang ditahan “.
Dari daftar definisi di atas dapat diketahui bahwa laporan keuangan yang utama
adalah Neraca dan Laporan Rugi Laba, adapun laporan keuangan yang lain
merupakan tambahan seperti, laporan laba ditahan, laporan sumber dan
penggunaan dana, laporan perubahan modal, laporan pembagian deviden dll.
Bagi manajemen yang penting adalah laba yang cukup tinggi, cara kerja yang
efesien, aktiva aman, struktur permodalan sehat dan perusahaan mempunyai
rencana yang baik mengenai hari depan, baik dibidang keuangan maupun operasi.
Tujuan dari setiap meriode dan teknik analisis adalah untuj menyederhanakan data sehingga dapat
lebh dimengerti dan diinterprestasikan sehingga data lebih jadi berarti.
Teknik analsis dalam laporan keuangan dilakukan sesuai dengan kepentingan di penganalisis, analisis
tersebut antara lain adalah:
1. Analisis Ratio yaitu suatu metode analisis unuk mengetahui hubungan dari ps-pos tertentu dalam
Neraca atau Laporan Rugi laba secara individu atau kombinasi daari kedua laporan tersebut.
2. Analisis Perbandingan yaitu membendingkan laporan keuangan untuk 2 periode atau lebih
sehingga dapat diketahui perkembangannya.
3. Analisis Break Even yaitu analisis untuk menentukan penjualan yang harus dicapai agar
perusahaan tidak rugi dan menentukan penjualan yang harus dicapai target laba dapat terealisir.
4. Analisis Arus Kas yaitu untuk mengetahui sumber-sumber kas yang masuk dan pengeluaran kas
sehingga diketahui saldo kas.
1. Ratio Likuiditas (Liquidity Ratio) adalah ratio-ratio yang digunakan untuk mnengukur
kemampuan perusahaan untuk membayar hutang jangka pendek yang jatuh tempo.
Ratio Likuiditas dapat diukur dengan :
1. Ratio Lancar (Current Ratio) yaitu perbandingan harta lancer dengan hutang lancer
yang menunjukkan besarnya tagihan atas hutang jangka pendek oleh kredtor yang
dapat ditutup oleh harta yang diharapkan dapat diubah jadi kas dalam suatu saat yang
bersamaan dengan pembayaran hutang tersebut.
2. Ratio Car (Acid Test Ratio) yaitu perbandingan harta lancer setelah dikurangi
persediaan dengan hutang lancar.
2. Ratio Efesiensi (Effeciency Ratio) yaitu menukur bagaimana efesiensi perusahaan dalam
mempergunakan sumber-sumber (resources) yang ada dalam pengendaliannya. Ratio ini
membandingkan tingkat penjualan dengan investasi dalam berbagi harta.
Ratio ini dapat diukur dengan :
1.Avarage Colection Period yaitu jumla hari rata-rata dari pengumpulan piutang yang
diperoleh dengan membagi 1 tahun dengan perputaran piutang (receivable turnover)
2.Inventory Turnover yaitu kemampuan persediaan (inventory) untuk dapat berputar
dalam 1 tahun yang diperoleh dengan membagi harga pokok penjualan dengan
inventory.
3.Total Asset Turnover yaitu kemampuan asset untuk dapat berputar dalam 1 tahun yang
diperoleh dengan membagi penjualan dengan asset total.
4.Fixed Asset Turnover yaitu kemampuan fixed cost untuk dapat berputas dalam 1 tahun
yang diperoleh dengan membagi penjualan dengan total aktiva tetap (fixed asset)
3.Ratio Solvabilitas (Leverage Ratio) yaitu mengukur kemampuan membayar semua hutangnya jika seandainya
perusahaan likuidasi.
Ratio ini dapat diukur dengan :
1. Asset to Debt Ratio yaitu kemampuan harta untuk membayar semua hutangnya yang diperoleh dengan
membagi aset dengan total hutang jangka panjang dan jangka pendek atau dengan berapa besar asset
dibiayai dari hutang.
2. Times Interest Earned yaitu kemampuan laba sebelum pajak/laba operasi untuk membayar bunga
pinjaman, ratio ini diperoleh dengan membagi laba bersih dengan beban biaya bunga.
3. Long Term Debt to Total capitalization yaitu mengukur kemampuan modal sendiri untuk membayar
hutang jangka panjang. Ratio ini diperoleh dengan membagi hutang jangka panjang dengan total madal
sendiri.
4.Ratio Profitabilitas (Profitability Ratio) yaitu menggambarkan bagaimana efektifnya perusahaan tersebut
dikelola atau menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba.
Ratio ini dapat diukur dengan :
1. Gross Profit Margin menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba kotor yang diperoleh
dengan membandingkan laba kotor dengan penjualan.
2. Operating Profit Margin menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba operasi yang
diperoleh dengan membandingkan laba bersih operasi dengan penjualan.
3. Net Profit Margin menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih yang diperoleh
dengan membandingkan laba bersih dengan penjualan.
4. Operating Income Return on Investment menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba
bersih operasi dengan menggunakan aktiva operasi. Ratio ini dapat diperoleh dengan membagi laba
bersih operasi dengan aktiva operasi.
5. Return on Total Asset menunjukkan kemampuan total asset menghasilkan laba bersih yang diperoleh
dengan total aktiva.
6. Return on Common Equity menunjukkan kemampuan modal sendiri menghasilkan laba bersih yang
diperoleh dengan membagi laba bersih dengan modal sendiri.
Angka-angka ratio keuangan yang ada dapat memberikan gambaran kepada
penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu
perusahaan, terutama bila angka ratio tersebut dibandingkan dengan standar sebagai
pembanding.
Dengan perbandingan ratio perusahaan dengan standar yang ada maka dapat
diketahui kelemahan dan kelebihan keuangan perusahaan yang selanjutnya melalui
analisis komparative laporan keuangan dapat diketahui penyebab kelemahan dan
kelebihan ratio keuangan tersebut.
Analisis arus kas akan menggambarkan aliran kas yang terdiri dari aliran kas masuk
(cash inflow) dan dana aliran kas keluar (cash outflow) sehingga dapat diketahui
saldo kas yang terjadi.
Dengan analisis Cost Profit Volume analisis dapat diketahui berapa jumlah yang
harus dicapai agar perusahaan tidak rugi, berapa harus dicapai penjualan agar target
laba perusahaan dapat terealisir dan dapat diketahui dan dapat diketahui batas
maximum penyimpangan target agar perusahaan tidak rugi.
Dengan membandingkan ratio keuangan dengan standar dan mengetahui penyebab
perubahan ratio dalam 2 tahun melalui analisis perbandingan laporan keuangan dan
menggunakan analisis arus kas maka keputusan-keputusan manajemen yang dapat
diambil adalah sebagai berikut :
1. Kondisi likuiditas yang buruk dapat diambil langkah untuk meningkatkannya dengan cara :
a. Dengan hutang lancar (current liabilities) tertentu, diusahakan menambah aktiva
lancar (current asset).
b. Dengan aktiva lancar tertentu diusahakan mengurangi hutang lancar.
c. Dengan mengurangi hutang lancar bersama-sama dengan menambah harta lancar.
Transaksi yang dapat dilakukan untuk mempertinggi likuiditas seperti di atas adalah :
a. Menjual aktiva tetap
b. Menambah hutang jangka panjang
c. Menambah modal sendiri
Hasil dari dana tersebut dapat digunakan untuk menambah kas atau membayar
hutang lancar atau menambahah kas bersama dengan membayar hutang lancar.
4. Kondisi Profitabilitas yang buruk dapat diambil suatu keputusan manajemen berupa :
a. Meningkatkan penjualan yang lebih besar daripada penigkatan biaya Harga Pokok
atau Biaya Operasi.
b. Menambah modal usaha (operating asset) diusahakan mampu meningkatkan
penjualan yang lebih besar.
Inti dari keputusan manajemen diatas adalah meningkatkan penjualan dan efesiensi
biaya ditingkatkan.
6. Dengan analisis Arus Kas berupa maka manajemen dapat mengambil keputusan berupa :
a. Keputusan menambah sumber-sumber kas.
b. Keputusan mengurangi pengeluaan kas.
Pengguna: Kegunaan:
- Manajemen ANALISIS RATIO Mengetahui
- Pemilik kekuatan/kelemahan
- Kreditur keuangan
- Pemerintah perusahaan.
- Karyawan
Neraca
Laporan Rugi/Laba
Laporan tambahan
- Analisis Komparative
STANDARD RATIO Kesehatan Kinerja
- Analisis Arus Kas
Keusangan
Pengambilan keputusan manajemen yang dilakukan berdasarkan pada ratio keuangan yang
terjadi dan telah dilakukan juga analisis comparative sehingga pengambilan keputusan dapat
tepat dan sesuai dengan tujuan.
Dalam analisis ratio satuan ukurannya dalam presentase untuk ratio likuiditas, solvabilitas,
dan profitabilitas yang mana semakin tinggi angka rationya menunjukkan semakin baik
kondisi keuangannya, sedangkan pada ratio efesiensi satuan ukurannya hari/kali dimana
semakin kecil harinya (average days) berarti semakin cepat pengumpulan/ pengembalian dan
semakin tinggi perputarannya.
Standar ratio yang digunakan adalah standar ratio keuangan pada tahun sebelumnya dari
setiap 2 tahun yang dibandingkan.
Analisis Komparative disajikan dalam data absolut dan perubahan dalam absolut dan relatif
(presentase).
Analisis CPV digunakan ukuran rupiah untuk satuan nilai uang dan kg untuk satuan unit.
Analisis arus kas menggunakan satuan nilai uang rupiah.
Analisis Ratio: digunakan untuk mengukur kemampuan keuangan perusahaan.
1. Likuiditas (Liquidity Ratio)
- Current Ratio
CR CA
CL x100%
CR = Current Ratio
CA = Current Asset
- Quick Ratio QA = Quick Asset
CL = Current Liabilities
QR QA
CL x100%
Sales
- Total Asset Turnover =
Total Asset
Sales
- Fixed Asset Turnover =
Fixed Cost
3. Solvabilitas (Leverage Ratio)
Asset
Asset to Debt Ratio = X 100%
Total Debt
Net Operating
Times Interest Earned = X 100%
Annual Interest Expenses
Equity
Equity to Debt Ratio = X 100%
Total Debt
Equity
Equity to Long Term Debt = X 100%
Long Trem Debt
4. Profitabiliti (Profitability Ratio) GPM = Gross Profit Margin
GP = Gross Profit
- Gros Profit Margin
NS = Net Sales
OPM = Operating Margin
GP
NOI = Net Profit Income
GPM = X 100%
NPM = Net Profit Margin
NS
NI = Net Income
ROI = Return on Investmen
- Operating Profit Margin
NOA = Net Operating Asset
NOI
ROTA = Return on Total Asset
OPM = X 100%
TA = Total Asset
NS
ROE = Return on Equity
- Net Profit Margin
NI
NPM = X 100%
Analisis Komparatif : Membandingkan laporan keuangan
NS
per 2 tahun untuk mengetahui
- Return on Investmen penyebab perubahan-perubahan
NOI ratio keuangan.
ROI = X 100%
NOA Analisis Arus Kas : Untuk mengetahui sumber-sumber
kas dan penggunaan kas.
- Return on Total Asset
NI
ROTA = X 100%
TA
- Return on Equity
NI
ROE = X 100%
E
Analisis Rasio Keuangan Perusahaan
Misal :
Berdasarkan pada Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk dan
Anak Perusahaan, dapat diketahui bagaimana kondisi kemampuan keuangan perusahaan
pada tahun 2001 sampai 2005 sebagai berikut :
• Likuiditas
Untuk menentukan likuiditas perusahaan dapat dilihat gambaran Current Asset, Quick Asset,
dan Current Liabilitas sebagai berikut :
Tabel 5 : Total Asset, Long Term, Debt, NOI dan Interest, Equity
tahun 2001-2005
Berdasarkan tabel di atas diperoleh ratio leverage dalam persentase sebagai berikut :
Tabel 6 : Ratio Leverage tahun 2001-2005
Net
Thn Net Sales Gross Profit NOI NOA Equity
Income
Berdasarkan tabel di atas diperoleh ratio profitabilitas dalam persentase sebagai berikut :
Tabel 8 : Ratio Profitabilitas tahun 2001-2005
Ratio yang meningkat ini jika dibandingkan dengan Srandar Industri 200% berarti masihperlu
peningkatan.
Quik ratio tahun 2001 sebesar 115% dan naik pada tahun 2002 menjadi 123% hal ini menunjukkan
kemampuan membayar hutang dengan Quik Asset semakin baik.
Kenaikkan ratio ini disebabkan kenaikkan Quik Asset Rp 3.614.564.000 (1,2%) diikuti dengan penurunan
hutang lancar sebesar Rp 14.513.761.000 (5,4%). Kenaikkan Quik Asset terutma disebabkan kenaikkan
kas setara kas seperti diatas walaupun persediaan bertambah rp 7.847.227.000 (7%) dan penurunan
hutang lancar disebabkan terutama baar hutang bank seperti diatas dan seterusnya untuk 2 tahun
berikutnya perhitungannya sama. Jadi jika dibandingkan dengan Rasio Industri 100% berarti ratio ini
sudah baik.
1.2. Ratio Efesiensi
Receivable Turnover tahun 2001 sebesar 7,1x dengan avarage day 50 hari dari tahun 2002 menjadi 8,6 x
dan 41 hari, berarti efesiensi dibidang piutang dagang semakin baik dengan perputaran yang semakin tinggi
dan pengumpulan yang semakin cepat. Ratio ini membaik karena penjualan yang meningkat 23,5% diikuti
dengan peningkatan piutang usaha hanya 0,9%. Kenaikkan penjualan bersumber dari kenaikkan penjualan
unggas, udang dan perdagangan sebesaar Rp 139.072.902.000 (23,5%), sedangkan kenaikkan piutang
usaha hanya 0,9 disebabkan semakin baiknya pengumpulan piutang dan pada akhir tahun 2002 piutang
ragu-ragu nihil. Dibandingkan ratio industri sebesar 5,8 x atau 63 hari pengumpulan berarti ratio tersebut
sudah baik.
Inventory Turnover tahun 2001 sebesar 4,4 x dengan avarage day 82 hari dan tahun 2002 sebesaar 5,1 x
dan 70 hari, berari efesiensi dalam persediaan semakin baik dengan perputaran yang semakin tinggi dan
pengumpulan persediaan yang semakin singkat.
Ratio ini membaik karena peningkatan harga pokok penjualan Rp 109.887.165.000 (22%) diikuti kenaikkan
persediaan hanya 7%. Hal ini menunjukkan semakin baiknya pengelolaan persediaan dimana faktor
dominan mentyebabkan kenaikkan persediaan yang lebih kecil daaari penjualan adalah berkurangnya
persediaan barang jadi dari Rp 27.684.145.000 menjadi Rp 15.632.537.000
Dibandingkan dengan ratio industri sebesar 3,6 x atau 100 hari pengumpulan persediaan berarti ratio ini
sudah baik.
Asset Turnover tahun 2001 sebesar 0,5 x dan tahun 2002 menjadi 1,1 x menunjukkan tingkat efesiensi yang
semakin baik tetapi jika dibandingkan dengan tingkat ratio industri 1,4 x berarti pengelolaan asset masih
belum efesien. Kon diatas semakin membaik disebabkan kenaikkan penjualan Rp 139.072.902.000 (23,5%)
diikuti kenaikkan asset yang begitu kecil yaitu Rp 64.146.738.000 (9,9%).
Fixet asset Turnover tahun 2001 2,9 x dan tahun 2002 turun menjadi 2,8 x hal ini menunjukkan aktiva tetap
semakin tidak efesien pengelolaannya dimana kenaikkan aktiva tetap sebesar Rp 55.574.216.000 (27,82%)
hanya diikuti kenaikkan penjualan Rp 139.072.902.000 (23,5%). Kenaikkan aktiva tetap yang 27,8%
terutama sdisebabkan kenaikkan atas tanah Rp 22.461.274.000 (59%) dan aktiva dalampenyelesaian naik
Rp 18.112.942.000 (241%).
Dibandingkan dengan ratio industri 2,8 berarti ratio ini sungguh tidak efesien.
Ratio Leverage
Asset to Debt Ratio tahun 2001 sebesar 116% dan tahun 2002 menjadi 173%, hal ini menunjukkan
kemampuan perusahaan membayar hutangnya semakin membaik. Kenaikkan ini disebabkan
kenaikkan asset Rp 64.146.738.000 (9,9%) diikuti kenaikkan hutang yang lebih kecil yaitu Rp
21.152.483.000 (5%) kenaikkan hutang disebabkan kenaikkan hutang lancar hanya 54% dan hutang
jangka panjang 29%, kenaikkan pada hutang jangka panjang hutang bank naik Rp 46.898.759.000
(63,$%) dan obligasi konversi turun Rp 43.781.403.000 (100%) dan pemilikan minoritas dalam anak
perusahaan naik Rp 32.548.887.000 (1246%). Dibandingkan dengan ratio industri 214% berarti ratio ini
perlu ditingkatkan lagi.
Equity to Debt Ratio tahun 2001 67% dan tahun 2002 menjadi 74%, hal ini menunjukkan kemampuan
modal sendiri untuk membayar semua hutangnya semakin baik, tetapi jika dilihat dari struktur
finansialnya maka kondisi itu belum baik dimana porsi equiti lebih kecil (modal asing), ddemikian juga
dibandingkan dengan ratio industri 124% berarti leverage ratio kurang baik. Kenaikkan ratio diatas
disebabklan kenaikkan equitas Rp 42.994.256.000 m(16,6%) diikuti dengan hutang Rp 21.152.483.000
(5%) sehingga ratio meningkat.
Times Interst Earned tahun 2001 3,3 x dan tahun 2002 turun menjadi 3,1 x hal ini menunjukkan
kemampuan membayar bunga semakin berkurang karena kenaikkan laba operasi 33,3% diikuti
dengan kenaikkan beban bung yang lebih besar yaitu 41%. Tetapi jika dibandingkan dengan ratio
industri sebesar 2,4 x berarti ratio perusahaan baik.
Equity to Long Term tahun 2001 sebesar 215% turun menjadi 194% pada tahun 2002 hal ini
menunjukkan semakin tidak baiknya kemampuan modal sendiri untuk membayar hutang jangka
panjang, penuruna ini disebabkan kenaikkan equitas Rp 42.994.256.000 (16,6%) diikuti dengan
kenaikkan hutang jangka panjang Rp 35.666.243.000 (29,6%) yang lebih besar.
Dibandinhkan dengan ratio industri sebesaar220% bearti ratio perusahaan belum baik dan perlu
ditingkatkan.
Ratio Profitabilas
Gross profit Margi tahun 2001 sebesar 16,4% dan tahun 2002 menjadi 16,5%, hal ini
menunjukkan profabilitas yang semakin membaik dengan harga pokok yang semakin efesien,
dimana penjualan naik 23,5% dan harga pokok hanya naik 22% sehingga laba kotor naik lebih
besar yaitu 32%. Efesiensi pada harga pokok tersebut terutama terjadi pada harga pokok Udang
yaitu pemjualan naik 51% tapi harga pokok hanya naik 48%, sedangkan penjualan unggas dan
perdagangan relatif tetap. Kondisi profitabilitas ini semakin baik, tetapi jika dibandingkan dengan
Standar industri 26,7% berarti masih perlu ditingkatkan.
Operating Profit Margin tahun 2001 sebesar 7,7% naik menjadi 8,3% pada tahun 2002, hal ini
menunjukkan profitabilitas yang membaik, dan efesiensi semaklin baik pada pos harga pokok
dan biaya operasi. Hal ini disebabkan oleh kenaikkan penjualan 23,5% diikuti kenaikkan harga
pokok hanya 22% dan biaya penjualan hanya naik 20,6% sehingga mampu meningkatkan laba
operasi 33,5%. Ratio ini semakin baik tetapi jika dibandingkan dengan Standar Industri 8,9%
berarti masih perlu ditingkatkan.
Net Profit Margin tahun 1993 sebesar 5,3% turun menjadi 4,3% pada tahun 2002 berarti
profitabilitas semakin tidak baik. Hal ini ditunjukkan dengan kenaikkan penjualan 23,5% tetapi
laba bersih hanya naik 1,5%, berati biaya meningkat lebih tinggi dari penjualan, hal ini terutama
terjadi penghasilan dan beban lain-lain berupa : Penghasilan bunga turun sampai 17,7% yaitu
dari investasi lancar yang berupa deposito berjangka seni,lai Rp. 116.561.718,- pada tahun 2001
menjadi Rp. 7.000.000.000,- pada tahun 2002, tetapi diimbangi dengan surat berharga yang naik
dari Rp. 34.292.065.000,- pada tahun 2001 menjadi Rp. 52.044.371.000,- pada tahun 2002. Dari
faktor bebean bunga yang naik sampai 41% disebabkan kenaikan hutang bank jangka panjang
sampai 63,2 pada tahun 2002. Dibandingkan Ratio Industri 4,14% berarti ratio ini masih cukup
baik walaupun mengalami penurunan.
Return On Investement tahun 2001 adalah 7%, dan naik menjadi 8,5% pada tahun
2002 menunjukkan pengembalian investasi yang semakin baik, dimana kenaikan
laba operasi 33,3% harga diiikuti kenaikan aktifa 9,9%. Kenaikkan ini ditunjukkan
pula dengan Asset Turnover yang semakin efisien yaitu yaitu naik dari 0,9 x menjadi
1,1 x dan kenaikkan pada Operating Profit Margin dari 7,7% menjadi 8,3% pada
tahun 2002 sehingga mampu meningkatkan Return on Investment. Dibandingkan
dengan Standar Industri 12,5% berarti ratio ini masih perlu ditingkatkan.
Return on Total Asset tahun 2001 sebesar 4,8% turun jadi 4,4% pada tahun 2002
berarti profitabilitas semakin tidak baik. Hal ini disebabkan kenaikkan laba bersih
hanya 1,5% padahal asset bertambah 9,9%, kenaikkan aktiva terutama pada aktiva
tetap yang naik sampai 19,4% pada tahun 2002 terutama pada pembelian tanah
senilai Rp 22.461.271.000,-. Sedangkan pada laba bersih yang naik hanya 1,5% pada
tahun 2002 disebabkan beban bunga yang naik sampai 41% dan penghasilan bunga
turun 17,7%. Dibandingkan dengan Standar Industri %,8% berarti masih perlu
ditingkatkan.
Return on Equity tahun 2001 sebesar 11,9% dan tahun 2002 turun menjadi 10,4%
menunjukkan profitabilitas yang semakin buruk. Hal ini disebabkan kenaikkan laba
bersih hanya 1,5% padahal equity naik 16,6%. Kondisi ini terutama disebabkan
beban bunga yang naik sampai 41% dan penghasilan bunga turun 17,7%.
Ratio ini jika dibandingkan dengan Ratio Industri 9,3 berati baik.