Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

BAI AS-SALAM

Dosen Pembimbing:

MUH.HENDRA,S.PD.I.,M.PD.I.

Di Susun:

Faridatul Jannah (7420119036)


Rahmawati (7420119064)
Novia Wulan Putri (7420119034)
Maryatul Qibtiyah (7420119035)

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM ZAINUL HASAN GENGGONG

KRAKSAAN PROBOLINGGO

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Muh.Hendra,S.Pd.I..,M.Pd.I. selaku dosen mata kuliah Hukum Waris Dan Ekonomi Syariah
yang telah memberikan tugas makalah ini sehingga kami dapat memahami

Dan kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kraksaan, 2 April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL :..............................................................................................i

KATA PENGANTAR :............................................................................................ii

DAFTAR ISI :......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN :...................................................................................... 1

A. Latar Belakang:..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah:.........................................................................................2
C. Tujuan Masalah: ............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN :........................................................................................3

A. Pengertian Bai’ as-salam:...............................................................................3


B. Syarat sahnya Al-salam:.................................................................................4
C. Aplikasi salam pada sejumlah barang:...........................................................4
D. Manfaat transaksi Bai’ as-salam :..................................................................6

BAB III PENUTUP :................................................................................................7

A. Kesimpulan:...................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA :.............................................................................................8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan berbisnis adalah salah satu kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari
kehidupansehari-hari, dalam hal ini adalah jual beli. Hampir setiap hari, manusia tidak bisa
lepas dari yang namanya jual beli. Islam menganjurkan untuk memproduksi barang yang
bermanfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Barang baik merupakan penamaan
umum untuk segala sesuatu yang baik, berupa jasa ataupun barang konsumsi. Barang itu
secara umum dapat berupa makanan pokok, tempat tinggal, pakaian, dan produksi barang jadi
yang jelas kehalalannya. Oleh sebab itu, pengetahuan tentang jual beli yang berprinsip syariat
sangat diperlukan.

Salah satu contoh real dari konsep ini adalah dibolehkannya beberapa akad yang
banyak terjadi dikehidupan masyarakat sebagai sebuah bentuk hukum atau syariat oleh Allah
SWT. Ketetapan hukum diambil, dengan tujuan memberikan kemudahan bagi masyarakat
dalam mengaplikasikan kepentingan mereka dan menjawab kebutuhan yang dibolehkan
syari’at. Jual beli barang merupakan transaksi paling kuat dalam dunia bisnis, bahkan itu
adalah bagian paling terpenting dalam sebuah usaha. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut
diantaranya adalah dengan cara jual beli yang terjadi dalam masyarakat.

Rasulullah SAW memberikan tuntunan, bahwa salah satu cara yang paling baik dan
utama untuk mencukupi kebutuhan hidup adalah lewat hasil pekerjaan dan usaha sendiri. Hal
itu sebagaimana sabda beliau “Tidaklah seseorang diantara kamu makan suatu makanan lebih
baik dari pada memakan hasil keringat sendiri” (HR. Baihaqi). Salah satu bentuk pekerjaan
yang dicontohkan nabi yaitu jual beli dalam kehidupan sehari-hari.

Saking banyaknya dimensi jual beli, agama Islam-pun juga mengaturnya. Ada
macam-macam jual beli yang sejalan dengan syariat Islam, ada pula yang tidak sejalan. Salah
satu contoh yang sesuai syariat Islam yaitu Bai’ as-Salam yaitu akad pemesanan suatu barang
dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan pembayaran tunai diawal. Adapun terkait
dengan ruang lingkup yang lainnya, maka pada kesempatan kali ini pemakalah akan
membahasanya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Bai’assalam?
2. Apa saja syarat sahnya al-salam?

C. Tujuan penelitian

Hasil dari penelitian ini bertujuan untuk: “Mendiskripsikan bagaimana analisis


Hukum Islam terhadap jual beli pesanan yang digunakan pada Konveksi Soloraya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bai’ assalam

Secara bahasa, salam (¬¬‫ )سلم‬adalah al-i'tha' (‫ )اإلعطاء‬dan at-taslif (‫)التسليف‬. Keduanya
bermakna pemberian. Ungkapan aslama ats tsauba lil al-khayyath bermakna: dia telah
menyerahkan baju kepada penjahit. Sedangkan secara istilah syariah, akad salam sering
didefinisikan oleh para fuqaha secara umumnya menjadi: (‫)بيع موصوف في الذمة ببدل يعطى عاجال‬.
Jual-beli barang yang disebutkan sifatnya dalam tanggungan dengan imbalan (pembayaran)
yang dilakukan saat itu juga.

Penduduk Hijaz mengungkapkan akad pemesanan barang dengan istilah salam,


sedangkan penduduk Irak menyebutnya Salaf. Jual beli salam adalah suatu benda yang
disebutkan sifatnya dalam tanggungan atau memberi uang didepan secara tunai, barangnya
diserahkan kemudian/ untuk waktu yang ditentukan. Menurut ulama syafi’iyyah akad salam
boleh ditangguhkan hingga waktu tertentu dan juga boleh diserahkan secara tunai.1

Secara lebih rinci salam didefenisikan dengan bentuk jual beli dengan pembayaran
dimuka dan penyerahan barang di kemudian hari dengan harga, spesifikasi, jumlah, kualitas,
tanggal dan tempat penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian.
Fuqaha menamakan jual beli ini dengan “penjualan Butuh” (Bai’ Al-Muhawij). Sebab ini
adalah penjualan yang barangnya tidak ada, dan didorong oleh adanya kebutuhan mendesak
pada masing-masing penjual dan pembeli.2

Pemilik modal membutuhkan untuk membeli barang, sedangkan pemilik barang butuh
kepada uang dari harga barang. Berdasarkan ketentuan-ketentuannya, penjual bisa
mendapatkan pembiayaan terhadap penjualan produk sebelum produk tersebut benar-benar
tersedia.3

Landasan syariah transaksi bai’ as-Salam terdapat dalam al-Qur’an . Di dalam kitab
suci al-Qur’an terdapat pada surat al-Baqarah ayat 282:
ٓ
ُ‫ن اِ ٰلى اَ َج ٍل ُّم َس ّمًى فَا ْكتُبُوْ ۗه‬wٍ ‫اَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي‬
1
Wahbah Zuhaili, Al-fiqhu Asy-syafi’iyyah Al-Muyassar, (Beirut: Darul Fikr, 2008), h. 26
2
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h. 90.
3
Ibrahim bin Fatih bin Abd Al-Muqtadir, Uang Haram, (Jakarta: Amzah, 2006), h. 21

3
Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya....”

Dan utang secara umum meliputi utang-piutang dalam jual beli salam, dan utang-
piutang dalam jual beli lainnya. Ibnu Abbas telah menafsirkan tentang utang-piutang dalam
jual beli salam.4

B. Syarat Sahnya Al-Salam

Syarat-syarat Akad

1. Menyatakan sighot, ijab dan qobul dengan sighot yang telah disebutkan.
2. Pihak yang mengadakan akad cakap dalam membelanjakan harta.

Syarat sah Perjanjian

1. Pembayaran dilakukan di majelis akad sebelum akad disepakati, mengingat


kesepakatan dua pihak sama dengan perpisahan.
2. Pihak pemesan secara kusus berhak menetukan tempat penyerahan barang pesanan,
jika ia membayar ongkos kirim barang. Bila tidak memberikan ongkos kirim, maka
pemesan tidak berhak menetukan tempat penyerahan.
3. Akad salam secara kredit disyaratkan tenggangnya harus diketahui.

Syarat barang pesanan

1. Barang pesanan harus jelas jenis, bentuk, kadar dan sifatnya.


2. Barang pesanan dapat diketahui kadarnya, baik berdasarkan takaran, timbangan,
hitungan per biji atau ukuran panjang dengan satuan yang dapat di ketahui.
3. Barang pesanan harus berupa utang atau sesuatu yang menjadi tanggungan.
4. Barang pesanan dapat diserahkan begitu jatuh tempo penyerahan.5

C. Aplikasi Salam pada sejumlah barang


1. Barang Setengah Jadi
a. Hewan

Hanafiyah berpendapat bahwa tidak boleh Salam pada hewan bagaimanapun


keadannya. Hanafiyah berpegang pada hadist yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas Para
4
Abdurrahman al-Jaziry. Kitab Al-fiqh, (Beirut: Darul fikri, 2004), h. 244.
5
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafii, (Jakarta: PT Niaga Swadaya, 2010), hal. 26-36.

4
jumhur ulama, mengatakan boleh salam pada hewan diqiyaskan pada bolehnya hutang
padanya. Jumhur berpegang pada hadist yang diriwayatkan oleh Muslim. Dan hadist
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas tadi tidak kuat.

b. Daging dan Tulangnya

Hanfiyah tidak membolehkan salam pada daging dengan tulangnya karena


mengandung jahalah yang dapat menyebabkan perselisihan dalam dua hal yaitu
gemuk atau kurusnya. Jumhur Ulama mengatakan boleh salam pada daging dan
tulangnya dengan syarat menetapkan sifat, jenis dan ukurannya.

c. Ikan

Hanafiyah membolehkan salam pada ikan akan tetapi dengan takaran yang
berbeda antara ikan yang kecil dan ikan yang besar. Pada ikan yang kecil digunakan
takaran dan timbangan untuk mengukurnya. Sedangkan pada ikan yang besar boleh
digunakan timbangan apapun. Menurut Jumhur, boleh melakukan salam pada ikan,
seperti bolehnya salam pada hewan.

2. Barang yang Sudah Jadi


a) Pakaian

Hanafiyah tidak membolehkan salam pada pakaian karena jenis pakaian yang
termasuk benda berbilang. Sedangkan jumhur membolehkannya.

b) Perabot

Hanafiyah berpendapat tidak boleh salam pada perabot baik yang bisa
dipindahkan ataupun tidak. Karena ada perbedaan jauh antara kedua jenis barang ini.
Tapi, boleh dengan menggunakan alat penimbang yang biasa digunakan oleh
pedagang, dalam hal ini tidak ada perbedaan. Hukum inijuga berlaku pada kayu
bakar, tidak boleh dengan ikatan, tapi boleh dengan timbangan.6

D. Manfaat transaksi Bai’assalam

Keistimewaan Bai’ Salam

6
Abu al-Walid M ibnu Ahmad ibnu Rusyd al-Qurthuby al-Andalusy, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul
Muqtashid, (Beirut: Darul Fikri, 2004) h. 162.

5
 Penjual (muslam ilaih) mendapatkan surplus uang (kelebihan).
 Pembeli atau pemesan (muslam) mendapatkan barang murah karena pembayaran
yang di lakukan dimuka.
 Menggerakkan sector riil untuk ekonomi ummat.

Kekurangannya

 Penjual (muslam ilaih) beranggungjawab penuh atas kerusakan barang yang


dipesan sebelum diserahkan kepada pembeli atau pemesan (muslam).
 Salah satu pihak baik penjual atau pemesan akan mengalami kerugian ketika
terjadi inflasi.

Masalah-masalah yang Biasa Terjadi pada Bai’ Salam

 Perselisihan dalam menentukan harga.


 Mengambil gadaian atau tanggungan.
 Mengenai hokum menjual barang pesanan sebelum diterima.

BAB III

PENUTUP

6
A.KESIMPULAN

Bai' as-Salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih
dulu jenis, kualitas dan jumlah barang, dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk
uang. Sebagaimana dapat dipahami dari namanya, yaitu as-Salam yang berarti penyerahan,
atau as-Salaf, yang artinya mendahulukan, maka para ulama' telah menyepakati bahwa
pembayaran pada akad as-Salam harus dilakukan di muka atau kontan, tanpa ada sedikitpun
yang terhutang atau ditunda.

Telah diketahui bahwa akad salam ialah akad penjualan barang dengan kriteria
tertentu dan pembayaran di muka. Maka menjadi suatu keharusan apabila barang yang
dipesan adalah barang yang dapat ditentukan melalui penyebutan kriteria. Penyebutan kriteria
ini bertujuan untuk menentukan barang yang diinginkan oleh kedua belah pihak, seakan-akan
barang yang dimaksud ada dihadapan mereka berdua. Dengan demikian, ketika jatuh tempo,
diharapkan tidak terjadi percekcokan kedua belah pihak seputar barang yang dimaksud.

DAFTAR PUSAKA

Zuhaili, Wahbah. Al-fiqhu Asy-syafi’iyyah Al-Muyassar, Beirut: Darul Fikr, 2008.

7
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.

Ibrahim bin Fatih bin Abd Al-Muqtadir, Uang Haram, Jakarta: Amzah, 2006.

Khan, M. Fahin. Essays in Islamic, Nigeria: The Islamic Foundation, 1995.

al-Jaziry, Abdurrahman. Kitab Al-fiqh, Beirut: Darul fikri, 2004.

Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Wacana Ulama & Cendekiawan, Jakarta, 2006.

Abu al-Walid M ibnu Ahmad ibnu Rusyd al-Qurthuby al-Andalusy, Bidayatul


Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Beirut: Darul Fikri, 2004.

Zuhaili, Wahbah. Fiqih Imam Syafii, Jakarta: PT Niaga Swadaya, 2010.

Anda mungkin juga menyukai