Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
Penelitian mengenai maloklusi tidak hanya membantu dalam rencana
perawatan ortodontik tetapi juga berguna untuk mengevaluasi pelayanan kesehatan
(Budiyanti, 2013). Jika kita mengetahui penyebab terjadinya maloklusi, maka kita
akan dapat menentukan perawatan dan melakukan pencegahan agar tidak terjadi
keparahan serta memperbaiki oklusi gigi menjadi lebih ideal.
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada saat lahir, lengkung gigi rahang atas berbentuk tapal kuda (horseshoe
shape), sedangkan lengkung rahang bawah berbentuk U (U-shape). Membran mukosa
pada rahang atas dan rahang bawah menebal pada bayi yang baru lahir untuk
menghasilkan bantalan gusi (gum pads), terdiri dari prosesus alveolaris yang berisi
gigi sulung berkembang (diciduous teeth). Pembentukan dentin dan enamel dimulai
sekitar 4-6 bulan di utero dan pembentukan mahkota selesai pada saat tahun pertama
setelah lahir.
Pada saat periode ini maksila dan mandibula tidak mempunyai hubungan
yang tetap, biasanya maksila diposisikan lebih ke depan dari mandibula, hal ini yang
menyebabkan bervariasinya tingkat overjet. Pada periode ini tidak dapat digunakan
untuk memperidikasi hubungan rahang selanjutnya.
Gambar 2.1. Maksila (kiri), mandibula (tengah), serta isolasi dan oklusi gum pads
(kanan). Prominent lateral sulci (LS) terdapat pada kedua lengkung. A, C = lebar
lengkung eksternal ; B, D = lebar lengkung internal ; E, F = panjang lengkung
anterior ; G = overjet ; H hubungan anteroposterior ; I = overbite.
3
2.1.2 Periode Gigi Sulung (Deciduous Dentition)
Tahun pertama setelah bayi lahir, ditandai dengan pertumbuhan rahang pada
arah anteroposterior dan transersal. Hal ini ditandai dengan pada enam bulan pertama
terdapat sutura (jahitan) pada midpalatal maksila dan simpisis mandibula. Setelah itu
perubahan serta perluasan dari prosesus alveolaris. Pertumbuhan ini memastikan
bahwa terdapat ruang yang cukup tersedia dalam rahang untuk pertumbuhan gigi
sulung tanpa berdesakan. Pertumbuhan gigi sulung biasanya dimulai sekitar usia 6
bulan dan lengkap pada usia 2,5 hingga 3 tahun. Urutan erupsi gigi :
Gambar 2.2. Gigi sulung (deciduous dentition) lengkap biasanya sekitar usia 3
tahun.
Pada periode gigi ini, terdapat gigi sulung dan permanen. Gigi permanen
erupsi dalam tiga tahap :
Erupsi gigi geraham pertama dan seri biasanya diawali oleh gigi rahang
bawah, kemudian dilanjutkan oleh gigi rahang atas. Gigi permanen mulai erupsi
setelah pembentukan mahkota selesai, biasanya antara 2 dan 5 tahun untuk mencapai
puncak alveolar, 1 sampai 2 tahun untuk mencapai kontak oklusi. Perkembangan akar
biasanya selesai setelah 2 tahun gigi tersebut erupsi.
Pada periode gigi campuran, erupsi molar pertama permanen antara usia 6
tahun. Selanjutnya diikuti oleh erupsi gigi insisif pertama dan kedua permanen antara
usia 7 sampai 8 tahun. Pada mandibula, gigi insisif permanen pertama dapat erupsi
sebelum atau dengan geraham pertama. Pada periode ini perkembangan gigi sangat
penting, karena dapat menetapkan penyelarasan gigi insisif permanen dan oklusi pada
molar.
5
Gambar 2.3. Penetapan oklusi pada gigi insisif dan molar
2.1.4 Periode Gigi Permanen (Permanent Dentition)
Gigi-geligi tidak tetap statis sepanjang hidup, ini sebagai ditunjukkan pada
studi longitudinal individu yang tidak mengalami perawatan ortodontik. Lengkung
gigi pada laki-laki tumbuh lebih besar dan panjang dari pada wanita pada periode
masa remaja. Terlepas dari efek penyakit gigi, yang dapat menyebabkan perybahan
oklusi pada gigi-gigi yang hilang, adanya kehilangan progresif lengkung gigi pada
saat pertambahan usia, terutama pada lengkung gigi bawah perempuan.
Gigi berdesakan pada gigi insisif rahang bawah adalah salah satu masalah
yang paling umum ditemui pada gigi permanen dan keselarasan gigi insisif rahang
bawah adalah salah satu hal yang mungkin relapse setelah perawatan ortodontik. Gigi
berdesakan primer disebabkan oleh perbedaan dimensi gigi dan ukuran rahang,
terutama ditentukan secara genetik. Gigi berdesakan sekunder disebabkan oleh faktor
lingkungan, termasuk kondisi space lokal pada lengkung gigi, posisi dan fungsi pada
lidah, otot-otot pada bibir dan lidah. Gigi berdesakan tersier terjadi selama masa
remaja dan pasca remaja, yang diakibatkan oleh segmen labial yang rendah.
2.2 Maloklusi
6
2.2.2 Etiologi Maloklusi
Faktor-faktor etiologi maloklusi diklasifikasikan ke dalam dua golongan besar
yaitu saat prenatal, meliputi faktor herediter dan faktor kongenital yang terdiri dari
kondisi embrio/fetus dan kondisi ibu. Kondisi embrio/fetus terdiri dari gangguan
selama dalam kandungan, gigi hilang, gigi berlebih, dan celah bibir/langit-langit.
Kondisi ibu meliputi penyakit dan nutrisi.prenatal. Pada saat postanal meliputi faktor
intrinsik, faktor lingkungan dan faktor sistemik. Faktor intrinsik berupa gigi sulung
yang tanggal secara prematur, tanggalnya gigi tetap, retensi gigi sulung, erupsi gigi
tetap yang terlambat, restorasi gigi yang tidak baik, dan frenulum labialis yang
abnormal. Faktor sistemik berupa malnutrisi, penyakit sistemik, dan fungsi abnormal
dari kelenjar endokrin. Faktor lingkungan berupa mangisap ibu jari, cara menelan
yang salah, bernapas melalui mulut, dan cara berbicara yang salah (Riyanti et al,
2010).
Salah satu faktor penyebab maloklusi adalah Disharmoni Dentomaksiler
(DDM). Disharmoni dentomaksiler ialah suatu keadaan disproporsi antara besar gigi
dan rahang dalam hal ini lengkung geligi, etiologi disharmoni dentomaksiler adalah
faktor herediter. Karena tidak adanya harmoni antara besar gigi dan lengkung gigi
maka keadaan klinis yang dapat dilihat adalah adanya lengkung geligi dengan
diastema yang menyeluruh pada lengkung geligi bila gigi-geligi kecil dan lengkung
geligi normal, meskipun hal ini jarang dijumpai. Keadaan yang sering dijumpai
adalah gigi-geligi yang besar pada lengkung geligi yang normal atau gigi yang
normal pada lengkung geligi yang kecil sehingga menyebabkan letak gigi berdesakan.
Meskipun pada disharmoni dentomaksiler didapatkan gigi-geligi berdesakan tetapi
tidak semua gigi yang berdesakan disebabkan karena disharmoni dentomaksiler.
Disharmoni dentomaksiler mempunyai tanda-tanda klinis yang khas. Gambaran
maloklusi seperti ini bisa terjadi di rahang atas maupun di rahang bawah (Rahardjo,
2012).
7
2.2.3 Klasifikasi Maloklusi
Klasifikasi maloklusi yang sering digunakan hingga saat ini adalah sistem
Angle. Klasifikasi Angle didasarkan pada hubungan anteroposterior antara rahang
atas dan rahang bawah, dengan gigi molar permanen pertama sebagai kunci oklusi
nya. Pembagian maloklusi berdasarkan klasifikasi Angle yaitu:
8
c. Maloklusi Angle Kelas III
Maloklusi Angle Kelas III ditandai dengan hubungan mesial antara rahang
atas dan rahang bawah. Lengkung gigi rahang bawah terletak dalam hubungan yang
lebih mesial terhadap lengkung gigi rahang atas. Celah bukal gigi molar permanen
pertama bawah terletak lebih anterior dari tonjol mesiobukal gigi molar permanen
pertama atas. Relasi gigi anterior menunjukkan adanya gigitan terbalik (Kusuma,
2010).
Dewey membuat modifikasi dari klasifikasi Angle, yang membagi kelas I
menjadi 5 tipe dan kelas III menjadi 3 tipe (Arsie, 2012)..
Maloklusi Kelas I: relasi lengkung anteroposterior normal dilihat dari relasi molar
pertama permanen (netroklusi).
Tipe 1 : kelas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded atau gigi C
ektostem.
Tipe 2 : kelas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi
Tipe 3 : kelas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan terbalik
( anterior crossbite).
Tipe 4 : kelas I dengan gigi posterior yang crossbite.
Tipe 5 : kelas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial
akibat prematur ekstraksi.
9
2.3 Diagnostik Ortodonti
Gambar 2.4. Bentuk lengkung geligi rahang atas dan rahang bawah (Proffit, 2007).
c) Kurva Spee
Kurva Spee merupakan lengkung yang menghubungkan insisal insisivi dengan
bidang oklusal molar terakhir pada rahang bawah. Pada keadaan normal
kedalamannya tidak melebihi 1,5 mm. Pada kurva Spee yang positif (bentuk
kurvanya jelas dan dalam) biasanya didapatkan gigi insisivi yang supra posisi atau
gigi gigi posterior yang infra posisi atau gabungan dari keduanya (Rahardjo, 2011).
Kurva Spee adalah kurva dengan pusat pada suatu titik di tulang lakrimal
(Lakrima) dengan radius pada orang dewasa 65-70 mm. Kurva ini berkontak di empat
lokasi yaitu permukaan anterior kondili, daerah kontak distooklusal molar ketiga,
daerah kontak distooklusal mesiooklusal molar pertama dan tepi insisal (Rahardjo,
2011).
d) Simetri Gigi-gigi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui simetri gigi senaa daam jurusan sagital
maupun transversal dengan cara membandingkan letak gigi permanen senama kiri
dan kanan. Berbagai alat bisa digunakan untuk keperluan pemeriksaan ini, misalnya
suatu transparent ruled grid atau simetroskop yang daat dibuat sendiri (Rahardjo,
2011).
12
A. Titik-titik (Landmarks) pada Jaringan Keras.
Titik-titik Midsagital
a) Sella (S): terletak di tengah sela tursika atau fossa pituitary.
b) Nasion (N): titik paling depan pada sutura frontonasalis pada bidang
midsagital.
c) Spina Nasalis Anterior (SNA): titik paling anterior di bagian tulang yang
tajam pada prosesus maksila di basis nasal.
d) Spina Nasalis Posterior (SNP): titik paling posterior dari palatum durum.
e) Titik A (Subspinale): titik paling dalam pada kurvatura alveolaris rahang atas,
secara teoritis merupakan batas tulang basal maksila dan tulang alveolaris.
f) Titik B (Supramentale): titik paling dalam pada kurvatura alveolaris rahang
bawah, secara teori merupakan batas tulang basal mandibula dan tulang
alveolaris.
g) Pogonion (Pog): titik paling anterior dari tulang dagu. h. Menton (Me) : titik
paling inferior dari simpisis mandibula atau dagu.
h) Gnation (Gn): titik tengah antara pogonion dan menton atau titik paling depan
dan paling rendah dari simpisis mandibula.
Titik-titik Bilateral
a) Orbital (Or): titik paling inferior pada tepi orbit atau tepi bawah rongga mata.
b) Porion (Po): titik paling superior dari external auditory meatus.
c) Artikulare (Ar): titik perpotongan antara tepi bawah dari basis kranial dan
permukaan posterior kondilus mandibula.
d) Gonion (Go): titik tengah kontur yang menghubungkan ramus dan korpus
mandibula.
e) Pterygomaxiliary fissure (PTM)s: permukaan posterior dari tuber maksila
yang bentuknya menyerupai tetes air mata.
13
B. Titik-titik (Landmarks) pada Jaringan lunak.
Titik-titik pada jaringan lunak diuraikan sebagai berikut:
a) Jaringan lunak glabela (G´): titik paling menonjol dari bidang sagital tulang
frontal.
b) Pronasal (Pn): titik paling menonjol dari ujung hidung.
c) Subnasal (Sn): titik septum nasal berbatasan dengan bibir atas.
d) Labrale superius (Ls): titik pada ujung tepi bibir atas.
e) Labrale inferius (Li): titik pada ujung tepi bibir bawah.
f) Jaringan lunak pogonion (Pog´): titik paling menonjol pada kontur jaringan
lunak dagu.
g) Jaringan lunak menton (Me´): titik paling inferior pada jaringan lunak dagu.
14
1. Sebagai bagian dalam penilaian ortodonti di mana terdapat adanya kebutuhan
klinis untuk mengetahui keadaan dan posisi gigi.
2. Untuk memperkirakan adanya luka pada gigi yang ukurannya terlalu besar
untuk ditampilkan lewat film intraoral.
3. Menjadi pertimbangan apakah gigi yang memiliki masalah harus dicabut atau
tidak
Piranti ortodonti lepasan adalah piranti ortodonti yang dapat dipasang dan
dilepas oleh pasien yang terdiri dari lempeng akrilik dan kawat. Peranti ortodonti
lepasan digunakan sebagai perawatan utama kasus geligi pergantian dan awal
pergantian gigi permanen pada pasien usia 6-16 tahun (Isaacson et al, 2002).
Peranti lepasan dapat memberikan hasil yang maksimal apabila dipakai terus
menerus. Keberhasilan perawatan dengan peranti lepasan tidak hanya tergantung
pada kemauan pasien dan kerjasamanya, akan tetapi juga kepada kemampuan
operator untuk mendesain dan membuat peranti yang dapat ditolerir pasien. Oleh
karena hal-hal tersebut diatas sehingga perlu diperhatikan bahwa peranti ortodonti
lepasan tidak hanya mudah dilepas akan tetapi juga mudah diinsersi, terletak stabil
dalam mulut, nyaman dipakai sehingga tidak mengganggu fungsi bicara, dan desain
serderhana sehingga diharapkan pasien mau memakai secara terus-menerus dan
didapatkan perawatan yang menghasilkan kemajuan yang bagus. Pada penggunaan
piranti ortodonti lepasan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain
pemilihan kasus rencana perawatan, desain piranti, dan penatalaksanaan perawatan.
Piranti ortodonti lepasan sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan kebersihan
mulut buruk atau pasien tidak kooperatif. Selain itu peranti ortodonti lepasan
sebaiknya tidak digunakan pada kasus maloklusi yang kompleks (Pambudi, 2009).
15
2.4.2. Indikasi Piranti Ortodonti Lepasan
1. Komponen aktif
a. Pegas palatal
16
Pegas palatal ini digunakan untuk menggerakkan gigi arah mesio-distal dan
mendorong gigi kelabial atau bukal. Biasanya pegas ini merupakan pilihan untuk
menggerakkan gigi arah mesio distal, karena dapat dilindungi atau tertahan dengan
plat sehingga mengurangi seminimal mungkin kerusakan (Isaacson et al.,2002)
Gambar 2.5 Pegas kantilever untuk mendorong gigi insisivi sentral ke labial
17
Gambar 2.6. Kantilever tunggal untuk menggerakkan kaninus kiri rahang atas ke
distal.
Gambar 2.8. Pegas kantilever ganda dengan penampang kawat 0,5 mm.
d. Pegas coffin
Untuk ekspansi transversal
18
Gambar 2.9. Pegas coffin.
e. Pegas bukal
Self supported untuk retraksi kaninus yang terletak di bukal, eksostem.
Penampang 0,7mm. Aktivasi 1 mm. Cara aktivasi: koil ditahan kemudian kaki depan
pegas di tarik ke distal, perhatikan sewaktu insersi posisi ujung pegas tetap menempel
pada labial gigi kaninus. Pegas bukal dengan penyangga / supported buccal retractor.
Penampang 0,5mm dengan penyangga tabung metal. Aktivasi 2-3 mm. Cara
aktivasi: sama seperti pegas bukal self supported. Fleksibilitas 2x lebih besar daripada
pegas bukal self supported (Isaacson et al.,2002).
Gambar 2.10. Cara aktivasi bukal untuk menggerakkan kaninus rahang atas
ke distal.
19
f. Roberts’ retractor
Gambar 2.12. Busur labial dengan lup “U” (0,7 mm) dengan stop yang pasif
dimensial kaninus.
2. Komponen pasif
Alat retensi berupa wire, dalam bentuk cangkolan dan busur. Retensi yang
baik penting untuk efisiensi dan perlu hati-hati dalam merencanakan. Posisi dari
komponen retensi penting dan harus direncanakan tiap alat per individu,
memperhitungkan kekuatan yang akan menghasilkan perpindahan. Jika retensi bagus
akan mengurangi tekanan yang minim yang akan menyebabkan perpindahan alat.
(Isaacson et al., 2002).
Ketika piranti lepasan pertama kali digunakan, klamer merupakan problem
khusus. klamer Arrowhead merupakan salah satu desain yang paling sukses namun
susah untuk menyesuaikan. Penjangkaran arrowhead pada embrasure diantara gigi
20
namun, hal ini dapat membuat retensi yang baik, mudah untuk merusak papila
gingiva dan gigi yang berdekatan dapat dipisahkan karena aksi dari klamer. Sekarang
desain adam dikenal dengan sebutan klamer Adams’ sebagai kemajuan besar dalam
alat piranti lepasan (Isaacson et al., 2002).
3. Penjangkaran
22
BAB 3
Kondisi gigi-geligi
Pasien datang ingin merawatkan gigi depan rahang atas dan bawah yang dirasakan
tidak teratur dan terlalu maju sehingga mengganggu penampilan. Dari hasil
pemeriksaan pendahuluan untuk mencocokkan apa yang dikeluhkan pasien dengan
keadaan yang sesungguhnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa keluhan utama pasien
adalah merupakan kasus crowding / gigi berdesakan, protrusif / gigi tonggos,
melibatkan gigi-gigi depan pada rahang atas dan bawah, dirasa mengganggu estetik,
serta keadaan gigi dalam fase geligi pergantian. Terdapat karies pada gigi 75 dan 85.
Riwayat penyakit dan riwayat keluarga tidak diketahui. Kebiasaan buruk pasien juga
tidak diketahui, namun dari keadaan gigi anterior rahang atas yg protrusif, diduga
pasien memiliki kebiasaan buruk mengisap ibu jari
1.5.1. Samping
Pemeriksaan foto profil wajah pasien dari samping dapat menunjukkan kecembungan
atau kecekungan wajah. Tahapan untuk mengukur sudut wajah yaitu pertama-tama
dibuat garis dari pangkal hidung ke dasar bibir atas, kemudian dari dasar bibir atas ke
dagu. Pada foto pasien di dapatkan garis pertama lurus kemudian garis kedua
23
membentuk sudut, hal ini dikarenakan dagu terletak lebih posterior, sehingga tipe
profil wajah pasien yaitu cembung / convex.
1.5.2. Depan
Pemeriksaan foto profil dari depan dapat melihat adanya asimetri wajah dan tonus
bibir. Pada pasien terlihat adanya kontraksi otot saat mendapatkan anterior seal,
dengan ciri-ciri adanya kerutan pada dagu saat didapatkan anterior seal. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien memiliki tonus bibir yang tidak kompeten.
24
1.6. Analisa model:
27
1.7. Analisa panoramik
1. Benih gigi
RA : 17, 15, 14, 13, 23, 24, 25, 27
RB : 37, 35, 34, 33, 43, 44, 45, 47
2. Urutan erupsi
RA : 24, 14, 25, 15, 23, 13, 17, 27
RB : 33, 43, 34, 44, 35, 45, 37, 47
3. Dentoalveolar space regio anterior : -
Dentoalveolar space regio posterior: -
4. Angulasi gigi benih : 23 distoversi
Angulasi gigi permanen: normal
1.7. Analisa sefalometri:
SAGITAL PENGUKURAN
SEFALOMETRIK
VERTIKAL PENGUKURAN
SEFALOMETRIK
SN-MeGo 47o
Max PI – MeGo 41o
Mand PI – FH 43o
MeGo – OcP 18o
NSGn (Y-axis) 77o
NS-Gn
Sgo : Nme x 100 60mm
NSpP : SpPMe x 100 115mm
28
DENTAL PENGUKURAN
SEFALOMETRIK
UI – Nax PI 111o
Interinsisal < 118o
Npog - UI 35o
Npog – UI (mm) 20mm
N-Pog-LI 26o
N-Pog-LI (mm) 11mm
PENGUKURAN PENGUKURAN
SEFALOMETRIK
IMPA 89o
(Incisor Mandibula Plane Angle)
FMA 43o
(Frankfurt Mandibular Angle)
FMIA 48o
(Frankfur Mandibular Incisive Angle)
2. DIAGNOSIS MALOKLUSI
1. Maloklusi Klas I Angle dengan berdesakan anterior.
2. Proklinasi pada gigi 11 dan 21.
3. Gigitan terbalik pada gigi 12 dan gigitan tonjol pada gigi 22.
4. Pergeseran garis median pada rahang bawah ke arah kiri.
29
3. ETIOLOGI MALOKLUSI
3.1. Etiologi dari gigi berdesakan atau DDM adalah herediter
3.2. Etiologi dari proklinasi gigi 11 21 adalah kebiasaan buruk seperti menghisap
ibu jari
3.3. Etiologi dari gigitan terbalik dan gigitan tonjol adalah terjadinya persistensi
pada gigi 52 dan 62
3.4. Etiologi dari pergeseran garis median pada rahang bawah kiri adalah tanggal
prematur pada gigi 72
4. RENCANA PERAWATAN
d. Fase evaluasi
Pada kasus ini, dilakukan pencabutan caninus sulung untuk mengoreksi
berdesakan anterior. Apabila caninus permanen akan tumbuh dan kekurangan
tempat maka diperlukan pro pencabutan gigi premolar pertama.
e. Fase retensi
31
Fungsi dari retensi pada kasus ini yaitu untuk mempertahankan dalam
satu garis atau mempertahankan gigi yang baru digerakkan dari posisinya
untuk dapat menstabilisasi koreksinya dan menahan gigi geligi pada posisi
yang sudah dicapai dari segi estetik maupun dari segi fungsional.
Piranti yang sering dipakai yaitu Hawley retainer. Piranti ini merupakan alat
pasif, yang terdiri dari klamer adams pada gigi molar dan busur labial yang
terbntang dari gigi caninus ke caninus dengan loop U yang dapat disesuaikan.
32
5. DESAIN PERANTI ORTODONTI LEPASAN (POL)
33
BAB 4
PEMBAHASAN
39
BAB 5
KESIMPULAN
40
41
DAFTAR PUSTAKA
Arsie, Risa Yunie. 2012. Dampak Berbagai Karakteristik Oklusi Gigi Anterior
Terhadap Status Psikososial Remaja Awal. Pasca Sarjana Universitas
Indonesia. Hal. 8
Budiyanti EA. Pengaruh perilaku ibu dan pola keluarga pada kebiasaan menghisap
jari pada anak, dikaitkan dengan status oklusi gigi sulung. [online] 2013 [Serial
2013 Aug 22]. Available from: URL:http//eperints.
lib.ui.ac.id//16709/1/91278%2Dpengaruh% perilaku%2Dfull
Graber, T.M. & Vanarsdall, R.L. 1994. Orthodontics : Current Principles and
Techniques. 2 nd Edition. Mosby Year Book Inc., St. Louis, Missouri. h.62
63, 305 307, 641.
Isaacson KG, Muir JD, Reed RI. (2002) removabke orthodontic appliances. London.
1st ed. Wright: Oxford.
Kusuma, Andina R.P. 2010. Bernafas Lewat Mulut sebagai Faktor Ekstrinsik
Etiologi Maloklusi. Studi Pustaka Kedokteran Gigi Universitas Islam Sultan
Agung. Hal. 8
Riyanti, Eriska, Risti Saptarini. 2010. Maloklusi pada Anak Akibat Tidak
Mendapatkan Asi. Bagian Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran. Hal 3-4.
42
Lampiran 1 (foto klinis)
43
Lampiran 2 (keadaan intra oral)
44