Anda di halaman 1dari 29

TINJAUAN UMUM

Definisi

Pleuritis tubeklosis teradi akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis (MTB) pada


pleura. pleuritis merupakan salah satu manifestasi tesering TB ekstraparu. Pleuritis TB
muncul dengan manifestasi efusi pleura yaitu akumulasi cairan yang belebihan di ruang
pleura. pleuritis dapat ditemukan teisolasi di ruang pleura atau bekaitan dengan TB paru .
TB pleura mengenai satu sisi pleura dan sebaian besar kasus efusi pleura memiliki
kecenderungan mengalami pebaikan secara spontan 3

Gambaran klinik dan radiologik antara transudat dan eksudat bahkan antara efusi
pleura tuberkulosis dan non tuberkulosis hampir tidak dapat dibedakan, sebab itu
pemeriksaan laboratorium menjadi sangat penting. Setelah adanya efusi pleura dapat
dibuktikan melalui pungsi percobaan, kemudian diteruskan dengan membedakan eksudat
dan transudat dan akhirnya dicari etiologinya. Apabila diagnosis efusi pleura tuberkulosis
sudah ditegakkan maka pengelolaannya tidak menjadi masalah, efusinya ditangani seperti
efusi pada umumnya, sedangkan tuberkulosisnya diterapi seperti tuberkulosis pada
umumnya 3

Epidemiologi

Dalam laporan WHO tahun 2013 diperkirakan terdapat 8.6 juta kasus TB pada
tahun 2012 dimana 1.1 juta orang (13%) diantaranya pasiaen dengan HIV positif. Sekitar
75 % dari pasien tersebut berada di wilayah afrika, pada tahun 2012 diperkirakan terdapat
450.000 orang yang mederita TB MDR dan 170.000 di antaranya meningeal dunia. Pada
tahun 2012 diperkirakan proporsi kasus TB anak di antara seluruh kasus TB secara global
mencapai 6% atau 530.000 pasien TB anak pertahun, atau sekitar 8% dari total kematian
yang disebabkan TB. 4

Indonesia berpeluang mencapai penurunan angka kesakitan dan kematian akibat


Tb menjadi setengahnya di tahun 2015 jika dibandingkan dengan data tahun 1990. Angka
prevalensi TB yang pada tahun 1990 sebesar 443 per 100.000 penduduk, pada tahun 2015
ditargetkan menjadi 280 per 100.000 penduduk. Berdasarkan hasil survey prevalensi TB
tahun 2013. Prevalensi TB paru smear positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas
sebesar 257.4
Angka Notifikasi kasus menggambarkan cangkupan penemuan kasus TB. Secara
umum angka notifikasi kasus BTA positif baru dan semua kasus dari tahun ke tahun di
Indonesia mengalami peningkatan . Angka notifikasi kasus (case notification rate / CNR)
pada tahyun 2015 untuk semua kasus sebesar 117 per 100.000 penduduk 4

Etiologi

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis dan Mycobacterium bovis (sangat jarang disebabkan oleh Mycobacterium
avium). Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Basil
tuberkulosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi
bila dalam cairan akan mati pada suhu 60°C dalam waktu 15-20 menit. Fraksi protein basil
tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat
tahan asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel
epiteloid dan tuberkel. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam
(BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.1,5

Basil tuberculosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun eksotoksin).


Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara, sehingga sebagian besar
fokus primer tuberculosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara, penularan dapat
peroral misalnya minum susu yang mengandung basil tuberculosis, biasanya
Mycobacterium bovis. Dapat juga melalui luka atau lecet di kulit. 1,5

Mycobacterium tuberculosis mengandung zat organik dan anorganik. Protein


(tuberculoprotein) bersifat sebagai antigen, sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang
menyebabkan terjadinya lesi dan eksudasi. Lipid (tuberculolipid) merangsang jaringan
sehingga terjadi reaksi spesifik (terbentuk tuberkel). Lipid bersama-sama dengan zat asam
lain dari kuman akan menyebabkan kuman menjadi tahan asam. Polisakarida dari kuman
bersifat sebagai hapten yang dianggap berperan dalam merangsang tubuh untuk
membentuk suatu kekebalan1,5
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS EKSTRA PARU

1. TUBERKULOSIS PADA MULUT, TONSIL dan LIDAH

Tuberkulosis mulut jarang terjadi. Biasanya terdapat pada gusi, berupa


pembengkakan yang tidak nyeri dan sering kali menjadi ulkus. Lesi primer disertai
pembengkakan kelenjar limfe regional. Tuberkulosis mulut dan tonsil penularannya lewat
susu yang terinfeksi, kadang dari makanan maupun droplet lewat udara. Lesi lidah
biasanya merupakan lesi skunder dari tuberkulosis paru. Lesinya berbentuk ulkus dan
mungkin sangat nyeri. Respon terhadap OAT baik. 6,7

2. TUBERKULOSIS MENINGITIS

Tuberkulosis meningitis merupakan masalah besar dan penting sebagai penyebab


kematian di beberapa negara. Human Mycobacterium tuberkulosis merupaka penyebab,
tetapi mikobakteria lain terjadi pada penderita Acquired Immuno Deficiency Syndrome
(AIDS) Adanya focus primer tuberkulosis atau tuberkulosis milier yang menyebar,
menyebabkan adanya tuberkel kecil di otak atau selaput meningen. Biasanya juga
menyebar ke tulang tengkorak atau vertebra. Bila tuberkel ini pecah ke ruang
subaraknoid6,7

3. TUBERKULOSIS PERIKARDIUM

Penyakit ini jarang dijumpai, hanya di daerah tertentu khususnya bila infeksi HIV
tersebar luas, antara lain di Transkei.Kuman mencapai perikardium lewat darah (bila
dijumpai tuberkulosis di organ lain) tetapi umumnya timbul karena pecahnya kelenjar
getah bening mediastinal ke rongga perikardial. Jarang terjadi bersamaan dengan
tuberkulosis paru6,7

4. TUBERKULOSIS KELENJAR GETAH BENING

Tuberkulosis kelenjar getah bening pada orang dewasa mirip tuberkulosis kelenjar
pada anak. Namun ada sedikit catatan yang perlu diperhatikan: Pada orang dewasa
mengingat kemungkinan bahwa perluasan nodus mungkin disebabkan timbunan karsinoma
yang berasal dari karsinoma primer dari tempat lain (area pindahan). Kelenjar yang keras
di medial bagian dalam klavikula sering dihubungkan dengan kanker paru. Di beberapa
negara kejadian ini berkembang sering dengan kebiasaan merokok yang meluas. Pada
dewasa, seperti pada anak-anak, biasanya tanpa disertai demam, kadang-kadang subfebril.
Pada keadaan tertentu terdapat demam yang sangat tinggi pada orang dewasa yang dengan
foto rontgen toraks menunjukkan pembesaran kelenjar getah bening di leher. 6,7

5. TUBERKULOSIS TULANG DAN SENDI

Kuman tuberkulosis dapat menyebar dari kompleks primer ke tulang atau sendi
manapun. Risiko kejadian tersebut semakin besar pada anak dengan usia semakin muda.
Kebanyak dari tuberkulosis tulang atau sendi terjadi dalam waktu 3 tahun sesudah
terjadinya infeksi pertama, tetapi dapat saja timbul lebih lama sesudahnya. Sekalipun
tulang atau sendi manapun dapat terkena, tetapi yang menahan berat badan cenderung lebih
sering terkena adalah tulang belakang, kemudian pinggul, lutut, serta tulang-tulang kaki,
sedangkan tulang-tulang lengan atau tangan lebih jarang terkena. Pembengkakkan pada
sendi muncul secara perlahantanpa adanya rasa panas atau nyeri akut seperti pada infeksi
septik (sekalipun sendi terkadang teraba sedikit lebih hangat, dibandingkan dengan sendi
tungkai sebelahnya). 6,7

6. TUBERKULOSIS KULIT DAN ABSES

Tuberkulosis kulit tidak begitu banyak dijumpai. Tetapi diagnosisnya sering keliru.
Jika anda dapat menegakkan diagnosis yang benar pada kulit, maka juga akan membantu
menemukan tuberkulosis di bagian tubuh yang lain.Tuberkulosis dapat menginfeksi kulit
baik pada stadium infeksi primer maupun sewaktu kuman menyebar dalam aliran darah.
Infeksi primer jarang diketahui karena tidak menyakitkan dan kebanyakkan terlewatkan.
Kuman masuk ke kulit melalui irisan atau abrasi ini sering terjadi pada permukaan yang
terbuka seperti muka, tungkai bawah lutut/kaki, tangan dan lengan. Irisan atau abrasi mula-
mula menyembuh kemudian secara perlahan setelah waktu tertentu dapat pecah
membentuk suatu ulkus yang dangkal. Nodus limfatikus regional membesar dan dapat
mengalami perlunakan. 6,7

PATOFISIOLOGI

Pleuritis TB merupakan suatu penyakit TB dengan manifestasi menumpuknya


cairan di rongga paru, tepatnya di antara lapisan luar dan lapisan dalam paru.Dikenal dua
macam pleuritis, yaitu yang kering dan basah. Di Indonesia paling sering dijumpai radang
selaput paru yang basah. Di dunia kedokteran dinamakan Pleuritis eksudatifa atau Efusi
Pleura6,7
Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga kosong antara kedua pleura
tersebut, karena biasanya di sana hanya terdapat sedikit (10-20 cc) cairan yang merupakan
lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur. Terjadinya infeksi pada pleura
menyebabkan peradangan sehingga menimbulkan besarnya permeabilitas pada lapisan
pleura, dan menyebabkan masuknya cairan ke dalam rongga pleura. Pada Pleuritis yang
disebabkan fungsi dan tuberkulosa terjadi karena adanya reaksi hipersensitivitas6,7

Efusi pleura terbentuk sebagai reaksi hipersensitivitas tipe lambat antigen kuman
TB dalam rongga pleura. Antigen ini masuk ke dalam rongga pleura akibat pecahnya fokus
subpleura. Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi sero-santokrom dan bersifat
eksudat yang kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Rangsangan pembentukan cairan
oleh pleura yang terkait dengan infeksi kuman TB. Pleuritis TB dapat merupakan
manifestasi dari tuberkulosis primer atau tuberkulosis post primer (reaktivasi). Sebab lain
juga dapat dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ke rongga
pleura, iga atau kolumna vertebralis (menimbulkankan Penyakit Pott). Dapat juga secara
hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan efusi yang biasanya serous bisa
juga jadi hemoragik6,7

Pleuritis TB dianggap sebagai manifestasi TB primer yang banyak terjadi pada


anak-anak. Pada tahun-tahun terakhir ini, umur rata-rata pasien dengan pleuritis TB primer
telah meningkat. Hipotesis terbaru mengenai pleuritis TB primer menyatakan bahwa pada
6-12 minggu setelah infeksi primer terjadi pecahnya fokus kaseosa subpleura ke kavitas
pleura. Antigen mikobakterium TB memasuki kavitas pleura dan berinteraksi dengan sel T
yang sebelumnya telah tersensitisasi mikobakteria, hal ini berakibat terjadinya reaksi
hipersensitivitas tipe lambat yang menyebabkan terjadinya eksudasi oleh karena
meningkatnya permeabilitas dan menurunnya klirens sehingga terjadi akumulasi cairan di
kavitas pleura.Cairan efusi ini secara umum adalah eksudat tapi dapat juga berupa
serosanguineous dan biasanya mengandung sedikit basil TB6,7

Umumnya, efusi yang terjadi pada pleuritis TB primer berlangsung tanpa diketahui
dan proses penyembuhan spontan terjadi pada 90% kasus. Pleuritis TB dapat berasal dari
reaktivasi atau TB post primer. Reaktivasi dapat terjadi jika stasus imunitas pasien turun.
Pada kasus Pleuritis TB rekativasi, dapat dideteksi TB parenkim paru secara radiografi
dengan CT scan pada kebanyakan pasien. Infiltrasi dapat terlihat pada lobus superior atau
segmen superior dari lobus inferior. Bekas lesi parenkim dapat ditemukan pada lobus
superior, hal inilah yang khas pada TB reaktivasi. Efusi yang terjadi hampir umumnya
ipsilateral dari infiltrat dan merupakan tanda adanya TB parenkim yang aktif. Efusi pada
pleuritis TB dapat juga terjadi sebagai akibat penyebaran basil TB secara langsung dari lesi
kavitas paru, dari aliran darah dan sistem limfatik pada TB post primer (reaktivasi).
Penyebaran hematogen terjadi pada TB milier. Efusi pleura terjadi 10-30% dari kasus TB
miler. Pada TB miler, efusi yang terjadi dapat masif dan bilateral. PPD test dapat negatif
dan hasil pemerikasaan sputum biasanya jadi negatif6,7

Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dandiperberat
oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura
parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan darinervus intercostal. Nyeri biasanya
dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain : 6,7

- Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis
intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.

- Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus


menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu

DIAGNOSIS

Diagnosis Pleuritis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan


fisik, pemeriksaan bakteriologik dan pemeriksaan penunjang lainnya8,9

1. Gejala Klinis
Pleuritis TB biasanya bermanifestasi sebagai penyakit demam akut disertai batuk
nonproduktif (94%) dan nyeri dada (78%) tanpa peningkatan lekosit darah tepi. Penurunan
berat badan dan malaise bisa dijumpai, demikian juga menggigil. Sebagian besar efusi
pleura TB bersifat unilateral (95%), lebih sering di sisi kanan. Jumlah cairan efusi
bervariasi dari sedikit hingga banyak, meliputi setengah dari hemitoraks. Jumlah maupun
lokasi terjadinya efusi tidak mempengaruhi prognosis8,9

2. Pemeriksaan Fisik

Adanya efusi pleura memberikan kelainan pada hemitoraks yang sakit dengan
pergerakan pernapasan yang tertinggal, cembung, ruang antar iga yang melebar dan
mendatar, getaran nafas (vocal fremitus) pada perabaan menurun, trakea yang terdorong,
suara ketuk yang redup dan menghilangnya suara pernapasan pada pemeriksaan
auskultasi8,9

3. Pemeriksaan Radiologis

Dari gambaran radiologis bisa dijumpai kelainan parenkim paru. Bila kelainan paru
terjadi di lobus bawah maka efusi pleura terkait dengan proses infeksi TB primer. Dan bila
kelainan paru di lobus atas, maka kemungkinan besar merupakan TB pasca primer dengan
reaktivasi fokus lama. Efusi pleura hampir selalu terjadi di sisi yang sama dengan kelainan
parenkim parunya8,9

Gambaran radiologik : posterior anterior (PA) terdapat kesuraman pada hemithorax


yang terkena efusi, dari foto thorax lateral dapat diketahui efusi pleura di depan atau di
belakang, sedang dengan pemeriksaan lateral dekubitus dapat dilihat gambaran permukaan
datar cairan terutama untuk efusi pleura dengan cairan yang minimal8,9

4. Pemeriksaan Laboratorium

Spesimen diagnostik utama efusi pleura TB adalah cairan pleura dan jaringan
pleura. Biakan TB dari cairan pleura positif pada sekitar 42% kasus, dan dari biopsi positif
sekitar 54%. Beberapa uji khusus seperti kadar adenosine deaminase (ADA) dalam cairan
pleura, interferon γ, dan konsentrasi lisosim telah diteliti pada diagnostik efusi pleura TB
namun belum digunakan secara rutin8,9
Pleuritis TB tidak selalu mudah didiagnosis, karena tidak selalu ada gambaran khas
seperti adanya eksudat yang kaya limfosit pada cairan efusi, granuloma nekrotik kaseosa
pada biopsi pleura, hasil positif dari pewarnaan Ziehl Neelsen atau kultur Lowenstein dari
cairan efusi atau jaringan sampel dan sensitivitas kulit terhadap PPD. Diagnosis dari
pleuritis TB secara umum ditegakkan dengan analisis cairan pleura dan biopsi pleura. Pada
tahun-tahun terakhir ini, beberapa penelitian meneliti adanya penanda biokimia dan
limfokin lain seperti ADA, ADA isoenzim, Lisozim, INF-δ dan limfokin lainnya untuk
meningkatkan efisiensi diagnosis8,9

5. Torakosintesis

Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik dan terapetik.
Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian
bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau
16. pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc, karena dapat
menyebabkan edem paru akut karena pengembangan paru yang terjadi secara mendadak.
Kemudian diikuti oleh pemeriksaan biokimiawi. Cairan transudat biasanya disebabkan oleh
kelainan di luar paru seperti pada penyakit jantung, ginjal, hepar. Cairan eksudat biasanya
disebabkan oleh kelainan pada paru8,9

Hasil torakosentesis efusi pleura dari pleuritis TB primer mempunyai karakteristik


cairan eksudat dengan total kandungan protein pada cairan pleura >30g/dL, rasio LDH
cairan pleura dibanding serum > 0,5 dan LDH total cairan pleura >200U. Cairan pleura
mengandung dominan limfosit (sering lebih dari 75% dari semua materi seluler), sering
dikiuti dengan kadar glukosa yang rendah. Sayangnya, dari karakteristik diatas tidak ada
yang spesifik untuk tuberkulosis, keadaan lain juga menunjukkan karakteristik yang
hampir mirip seperti efusi parapnemonia, keganasan, dan penyakit rheumatoid yang
menyerang pleura1,8,

Hasil pemeriksaan BTA cairan pleura jarang menunjukkan hasil positif (0- 1%).
Isolasi M. tuberkulosis dari kultur cairan pleura hanya didapatkan pada 20- 40% pasien
pleuritis TB. Hasil pemeriksaan BTA dan kultur yang negatif dari cairan pleura tidak
mengekslusi kemungkinan pleuritis TB. Hasil pemeriksaan BTA pada sputum jarang
positif pada kasus primer dan kultur menunjukkan hasil positif hanya pada 25-33% pasien.
Sebaliknya, pada kasus reaktivasi pemeriksaan BTA sputum positif pada 50% pasien dan
kultur positif pada 60% pasien1,8,

6. Biopsi Pleura

Biopsi pleura parietal telah menjadi tes diagnositik yang paling sensitif untuk
pleuritis TB. Pemeriksaan histopatologis jaringan pleura menunjukkan peradangan
granulomatosa, nekrosis kaseosa, dan BTA positif. Hasil biopsi perlu diperiksa secara PA,
pewarnaan BTA dan kultur. Beberapa penelitian meneliti aktivitas ADA (adenosin
deaminase) untuk mendiagnosis pleuritis TB. Disebutkan bahwa kadar ADA > 70 IU/L
dalam cairan pleura sangat menyokong ke arah TB, sedangkan kadar < 40 IU/L
mengekslusi diagnosis. Sebuah meta analisis dari 40 penelitian yang diterbitkan sejak
tahun 1966 sampai 1999 menyimpulkan bahwa tes aktivitas ADA (sensitivitas berkisar
antara 47,1 sampai 100% dan spesifitas berkisar antara 0-100%) dalam mendiagnosis
pleuritis TB sangat baik (cukup baik untuk menghindari dilakukannya biopsi pleura pada
pasien muda dari daerah dengan prevalensi TB yang tinggi), sebuah sitokin yang
mempunyai hubungan dengan terapi, terbukti INF-δ mempunyai hubungan yang erat
dengan efusi pleura yang disebabkan oleh karena TB (menggunakan cut off point 140
pg/ml dalam cairan pleura) mempunyai sensitivitas 85,7% dan spesifitas 97,1% pada
pasien dengan pleuritis TB8,9

Pemeriksaan dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) didasarkan pada


amplifikasi fragmen DNA mikobakterium. Karena efusi pada pleuritis TB mengandung
sedikit basil TB, secara teori sensitivitasnya dapat ditingkatkan mengunakan PCR. Banyak
penelitian yang mengevaluasi efikasi PCR untuk mendiagnosis pleuritis TB dan
menunjukkan bahwa sensitivitas berkisar antara 20-90% dan spesifitas antara 78-100%8,9

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang maka


dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor >6 (sama atau
lebih dari 6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat pengobatan dengan
obat anti tuberkulosis (OAT). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan ke
arah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan
lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,
funduskopi, CT-Scan dll. 8,9

Catatan:
 Diagnosis dengan sistem scoring ditegakkan oleh dokter
 Bila dijumpai skrofuloderma (tb pada kelenjar dan kulit), langsung didiagnosis
TB.
 Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname)
 Demam dan Batuk tidak memiliki respon terhadap terapi baku
 Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak
 Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul <7 hari setelah
penyuntikan), harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak
 Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6 (skor maksimal 13)
 Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS10
PENCEGAHAN

 Imunisasi BCG

Imunisasi BCG diberikan sebelum usia 2 bulan, dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml
dan untuk anak 0,10 ml diberikan secara intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan.
Bila BCG diberikan diusia >3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu.
Kontraindikasi imunisasi BCG adalah kondisi imunokompromais, misalnya defisiensi
imun, infeksi berat, gizi buruk, dan gagal tumbuh. Pada bayi premature BCG ditunda
dulu hingga bayi mencapai BB optimal.11

 Kemoprofilaksis

Ada 2 macam yaitu kemoprofilaksis primer dan sekunder. Primer bertujuan untuk
mencegah terjadinya infeksi TB, sedangkan sekunder untuk mencegah berkembangnya
infeksi menjadi sakit TB. Pada primer diberikan isoniazid dengan dosis 5-10
mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal. Diberikan kepada anak dengan kontak TB menular
dengan BTA positif, jika tetap negatif dilanjutkan hingga 6 bulan. Sekunder diberikan
kepada anak yang sudah terinfeksi, tetapi belum sakit ditandai dengan uji tuberculin
positif, sedangkan klinis dan radiologis normal. Lama pemberian untuk kemoprofilaksis
sekunder adalah 6-12 bulan11

TATALAKSANA

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah
pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang.
Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan
pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologic tidak
menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.2,12
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/ intensif (2 bulan pertama) dan
sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat
pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase
lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak dapat diberikan setiap hari, baik
pada intensif maupun tahap lanjutan. 2,12
Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam
bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket OAT
anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z),
sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin dan isoniazid. 2,12

Nama Dosis (mg/kgBB/hari) Dosis maksimal (mg/hari)

Isoniazid (INH) 5-15 mg/kgBB/hari 300 mg/hari

Rifampisin (RIF) 10-20 mg/kgBB/hari 600 mg/hari

Pirazinamid (PZA) 25-35 mg/kgBB/hari 2000 mg/hari

Streptomisin (harus 15-40 mg/kgBB/hari 1250 mg/hari


parenteral)

Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari 1000 mg/hari

Paduan OAT disediakan dalam bentuk kombinasi dosis tetap = KDT. Tablet KDT untuk
anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu :
- Tablet RHZ yang merupakan kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid), dan Z
(Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
- Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H (Isoniazid)
yang digunakan pada tahap lanjutan.
Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan
komposisi dari tablet KDT tersebut. 2,12
Dosis KDT pada anak

Berat badan (KG) 2 bulan tiap hari 4 bulan tiap hari

RHZ (75/50/150) RH (75/50)

5-9 1 Tablet 1 Tablet

10-14 2 Tablet 2 Tablet

15-19 3 Tablet 3 Tablet

20-32 4 Tablet 4 Tablet

Keterangan :
- Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk kerumah sakit
- Anak dengan BB > 33 kg, disesuaikan dengan dosis dewasa
- Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
- OAT KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau digerus
Bila paket KDT belum tersedia dapat digunakan paket OAT Kombipak anak dosisnya

Dosis OAT Kombipak fase awal/intensif pada anak


Jenis obat BB <10 KG BB 10-20 KG BB 20-32 KG

(KOMBIPAK)

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Dosis OAT Kombipak fase lanjutan pada anak


Jenis obat BB <10 KG BB 10-20 KG BB 20-32 KG
(KOMBIPAK)

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Panduan Pengoobatan TB Pada Anak

EFEK SAMPING PENGOBATAN


Efek samping pengobatan TB lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan pada pasien
dewasa. Efek samping yang paling penting adalah keracunan pada hati (hepatotoksisitas)
yang dapat disebabkan oleh isoniazid, rifampisin, dan terutama pirazinamid. Tidak ada
anjuran untuk memeriksa kadar enzim hati secara rutin karena peningkatan enzim yang
ringan (< 5 kali kadar normal) bukanlah indikasi untuk menghentikan pengobatan. Namun
jika terjadi nyeri hati, pembesaran hati, atau menguningnya kulit, kadar enzim hati harus
diperiksa, diikuti penghentian obat-obatan yang hepatotoksik hingga fungsi hati normal
kembali. Jika pengobatan TB harus tetap dilanjutkan pada kasus-kasus yang berat, maka
yang digunakan haruslah obat-obatan yang tidak bersifat hepatotoksik2,12
Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi vitamin B6 (piridoksin) pada kondisi tertentu
sehingga suplemen vitamin B6 direkomendasikan pada anak yang kurang gizi, anak yang
terinfeksi HIV, bayi yang masih menyusu ASI, dan remaja yang hamil2,12
ANALISIS KASUS

Dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan di RSUD Cibinong anak RA
usia 9 tahun 9 bulan mengeluh nyeri perut sejak 1,5 bulan keluhan tambahan berupa
sesak yang lebih dirasakan muncul pada saat pasien berjalan jauh dan bermain. Orang
tua pasien mengatakan jika pasien juga mengeluh demam, demam muncul biasanya
naik turun, dan demam biasanya turun bila pasien meminum obat penurun panas.
Orang tua pasien mengatakan bahwa pasien mengeluh batuk berdahak ± 1 bulan dan
tidak membaik walaupun pasien sudah minum obat batuk .

Pada anamnesis ditemukan sesak dan batuk yang merupakan manifestasi adanya
akumulasi cairan di paru

Pada pemeriksaan fisik ditemukan peningkatan rr  adanya kesulitan bernafasa


karena cairan di paru yang juga didukung oleh pemeriksaan fisik paru kanan berupa :

palpasi vokal fremitus kanan lebih redup dari kiri , perkusi pada paru kanan redup
auskultasi pada paru kanan terdapat ronki . Diagnosis ditegakan juga dengan
pemeriksaan thorax foto yang menunjukan akumulasi cairan masive dimana terdapat
gambaran radiopak pada seluruh lapang paru kanan dan pemeriksaan laboratorium
yang menunjukan peningkatan leukosit dan hematokrit yang menandakan adanya
infeksi .

Masih diperlukannya pemeriksaan diagnosis lebih lengkap seperti kultur cairan pleura
untuk memastikan etiologi penyakit

Terapi yang diberikan sudah sesuai yaitu antibiotik spektrum luas .


DAFTAR PUSTAKA

1. Halim H. 2009. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
3. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
2. Perhimpunan. 2006. Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Tuberkolosis Di Indonesia.
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html
3. Made A. Diagnosis dan Tatalaksana Pleuritis Tuberkulosis, 2016.
www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/55
4. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2015.Infodatin: Tuberkulosis
Temukan Obati Sampai Sembuh
5. Cellestis and Oxford Immunotec .2012. TB or not TB: The role of immunodiagnosis.
http://www.oxfordimmunotec.com/Tuberculosis_International
6. Britton R, Lamb P. 2000. Respiratorius Infection. In: Underwood JCE, editors. General
and Systematic Pathology. London: Churchill Livingstone: 394-7
7. Gardjito, Widjoseno. Tuberkulosis ekstrapulmonal. Dalam: Sjamsuhidayat, Jong WD,
editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC,2005: 25-30, 415, 725-55, 910.
8. Anonym. 2008.Tuberculous Pleuritis. http://www.sums.ac.ir.
9. Ferrer J. 2010. Pleural Tuberculosis. http://www.ersj.co.uk
10. Rudolph M. Abraham, Hoffman E. I. Julian, Rudolph D. Colin. Buku Ajar Pediatri.
Vol.2. Ed ke-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006
11. Rahajoe, Nastiti N. Dkk. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak ed. 1 cetakan kedua. Badan
Penerbit IDAI
12. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Petunjuk Teknis Manajemen dan
Tatalaksanan TB Anak http://www.tbindonesia.or.id/tbidcnt/uploads/2017/02/Buku-
Petunjuk-Teknis-M
DATA SUBJEKTIF

I. Identitas Pasien
• Nama : An. R.A
• Tanggal lahir : 28 Maret 2019
• Umur : 9 tahun 9 bulan
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Agama : Islam
• Pendidikan : SD
• Alamat : Kp. Lewi Nutuk, Kec Citerep

II. Anamnesis ( 05/01/2019 pukul 20.00 WIB )

Keluhan Utama : Nyeri perut kanan 1 ½ bulan

Keluhan tambahan : Demam, Sesak, Lemas, Keringat malam hari, Batuk 1


bulan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien dating ke IGD RSUD Cibinong dengan keluhan nyeri perut kanan yang sudah
dirasakan ± 1 ½ bulan, sesak lebih dirasakan muncul pada saat pasien berjalan jauh dan
bermain. Orang tua pasien mengatakan jika pasien juga mengeluh demam, demam
muncul biasanya naik turun, dan demam biasanya turun bila pasien meminum obat
penurun panas. Orang tua pasien mengatakan bahwa pasien mengeluh batuk berdahak ± 1
bulan dan tidak membaik walaupun pasien sudah minum obat batuk. Batuk pasien tidak
disertai darah, selain itu pasien mengeluh sesak nafas ± 1 bulan disertai nyeri pada dada
kanan, dan keluhan kadang muncul dan membuat pasien sangat terganggu. Pasien
selama ± 1 bulan ini semakin lemas dan tidak mau keluar rumah untuk bermain seperti
biasanya, pasien hanya berdiam didalam rumah. Selain itu pasien juga mulai malas
makan, nafsu makan berkurang ± 3 minggu ini dan orang tua pasien mengaku bahwa
berat badan pasien berkurang karena pakaiannya semakin longgar. Orang tua pasien juga
mengatakan jika pada malam hari pasien sering berkeringat pada malam hari sampai
harus mengganti bajunya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat penyakit demam thypoid ketika berumur 9 tahun 3 bulan, pasien
dirawat karena demam sudah 4 hari, demam naik turun lebih sering pada malam hari.
Pasien mengeluh tidak BAB 4 hari, mual(+), muntah(-) dan pasien tidak nafsu makan.

Riwayat Penyakit Keluarga


Anggota keluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat Kehamilan :
Sakit selama hamil (-), demam (-), kuning (-), keputihan (-), perut tegang (-), BAK sakit
dan anyang-anyangan (-), kencing manis (-), dan darah tinggi (-).

Riwayat Kelahiran :
Cara lahir : Spontan
Tempat lahir : Rumah Sakit
Ditolong oleh : Bidan
Masa gestasi : Cukup bulan
Berat lahir : 3600 gram
Panjang lahir : 50 cm
Lahir normal, langsung menangis, sianosis (-), kejang (-),nilai APGAR -
Kelainan bawaan :
Tidak ada.
Riwayat tumbuh kembang:
• Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
• Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
• Psikomotor :
* Tengkurap : 3 bulan
* Duduk : 5 bulan
* Berdiri : 9 bulan
* Berjalan : 12 bulan
* Berbicara : 12 bulan
* Membaca/menulis : 4 tahun
Kesan : Tumbuh dan kembang anak normal

Riwayat makanan :

 ASI sejak lahir sampai umur 12 bulan ,Frekuensi 6-8 kali perhari
 Makan pisang sejak umur 10 bulan , Frekuensi 1 hari sekali
 Makan bubur susu umur 8 bulan, Frekuensi 1-2 kali sehari
 Makan nasi tim umur 10 bulan, Frekuensi 1-2 kali sehari

Kesimpulan : kualitas dan kuantitas cukup

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan saat pertama datang ke UGD ( 12/12/16), pukul 11.30

 Keadaan umum : Tampak sakit sedang


 Kesadaran : kompos mentis
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Denyut Nadi : 86 x/menit (reguler, kuat angkat, isi cukup)
 Frekwensi Pernafasan : 32 x/menit (reguler)
 Suhu tubuh : 37,4 oC (aksila)
 Data Antropoemetri
- Berat Badan : 22 kg
- Tinggi Badan : 120 cm

 Kepala

• Kepala : Normocepahli
• Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
• Mata : Konjungtiva tidak pucat, kelopak mata cekung -/-
sklera ikterik -/-, pupil isokor 3mm/3mm,
refleks cahaya +/+, oedem palpebra -/-
• Telinga : Normotia, liang telinga lapang +/+, serumen -/-,
sekret -/-
• Hidung : Cavum nasi lapang, sekret -/-, deviasi septum -,
pernafasan cuping hidung -
• Bibir : Mukosa bibir kering -, sianosis -
• Gigi geligi : Tidak ada kelainan
• Lidah : Coated tongue -
• Tonsil : T1 – T1, hiperemis -/-
• Faring : Hiperemis -
• Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar

Dada
Paru
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Retraksi sela iga(-)
• Palpasi : Vokal fremitus kanan lebih redup dari kiri
• Perkusi : Redup/sonor
• Auskultasi : Bunyi napas dasar vesikuler
Ronki +/-, Wheezing -/-
Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus cordis teraba di IC V lateral midclavicula sinistra
• Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur -, gallop -
Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar
• Auskultasi : Bising usus (+) 4x/menit
• Palpasi : supel, nyeri tekan + , hepar dan limpa tidak teraba membersar
• Perkusi : Nyeri ketuk -
Kulit : Warna sawo matang, ikterik -, petechie -
Ekstremitas : Bentuk biasa, deformitas -, akral hangat,
sianosis –

IV. Pemeriksaan Penunjang


05/01/2019

Jenis pemeriksaan Hasil

Hemoglobin 12,3 mg/dl

Hematokrit 40,5 %

Leukosit 12.320 /ul

Trombosit 400.000 /ul

V. Diagnosa Kerja
• Pleuritis TB + BP + Prolong Fiver

VI. Diagnosa Banding


• Efusi Pleura
• Broncho Pnemonia

VII. Penatalaksanaan

- Rawat inap
- Diet : Lunak
- IVFD : Kaen 1B 1500cc
- MM :
o Inj Ranitidin 2 x 25 mg
o Paracetamol ½ Tab
o Ambroxol 3 x ½ Tab
o Rifampicin 1 x 220 mg , Isoniazid 1x 110 mg, Pirazinamid 2 x 275 mg, Etambutol
2x 165 mg
- Periksa H2TL / 24 jam

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN

 H2TL

 Fungsi Pleura

 Foto Thorax PA

 Pemeriksaan BTA

 Tes mantoux

IX. PROGNOSIS
 Ad Vitam : Dubia ad bonam
 Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
 Ad Sanationam : Dubia ad bonam

Follow up Pasien

Hari/ Subyektif Obyektif Assesment Rencana Terapi


Tanggal/
Jam

03/1/19 Lemas +, nafsu KU: TSS Pleuritis -KAEN 1B 1500CC/hari


makan TB + BP +
PH: 1 berkurang, Kes: CM Prolong - 3FDC 1 x 4 TAB
demam- TD: 100/70 Fever - Curcuma 1 x 1
Batuk berdahak N: 86x/menit - Ranitidine 2 x 25 mg
+, nyeri -, (kuat angkat, -PCT syr 3 x 2 cth (kp)
Hb:12,3 Keringat malam regular, isi cukup) -Cefotaxime 2 x 1gr
g/dl hari. RR: 32 x/menit -Dexametason 3 x 3 mg,
Ht: 40,5 % Mulut: mukosa Streptomisin 1 x 400 mg,
L: 12.320/ul bibir kering Amikasin 2 x 123mg
T: 400.000 S: 36,3 C (tunggu hasil
THT: Faring dan SGOT/SGPT)
GDS : 85
T1-T1 tidak
mg/dl SGOT : 99 u/l
hiperemis
Thorax: BND SGPT : 48 g/dl
vesikuler,Rh +/-, -Thorax Foto
Wh -/- , kanan Kesan : Effusi pleura
lebih redup dari kanan ec TB
kiri
Abdomen: supel ,
NT -, BU +
4x/menit,
Timpani, hepar
tidak teraba
membesar.
Integument:
petekie spontan -
Ekstremitas: akral
hangat, CRT < 2”

Hari/ Subyektif Obyektif Assesment Rencana Terapi


Tanggal/
Jam

04/1/19 Lemas +, nafsu KU: TSS Pleuritis -KAEN 1B 1000CC/hari


PH: 2 makan Kes: CM TB + BP + - 3FDC 1 x 4 TAB
berkurang, TD: 100/70 Prolong - Curcuma 1 x 1
demam-, nyeri mmhg Fever - Ranitidine 2 x 25 mg
-, S: 37,2 C -PCT syr 3 x 2 cth (kp)
Keringat malam RR: 30x/menit -Cefotaxime 2 x 1gr
hari. Mata:Edema -Dexametason 3 x 3 mg
palpebra -/- - Streptomisin 1 x 400
Mulut: mukosa mg
bibir kering,
Hidung:
epistaksis-/-
Thorax: BND
vesikuler,Rh +/-,
Wh -/- , kanan
lebih redup dari
kiri Abomen: I:
tampak datar, A:
BU + 5x/menit, P:
timpani , nyeri
ketok -, P: supel,
nyeri tekan -,
Ekstremitas: akral
hangat CRT < 2”

Hari/tgl/jam Subjektif Obyektif Assesment Rencana Terapi

05/1/19 Tidak ada KU: TSS Pleuritis -KAEN 1B 1000CC/hari


PH: 3 keluhan Kes: CM TB + BP + - 3FDC 1 x 4 TAB
TD: 110/80 Prolong - Curcuma 1 x 1
mmhg Fever - Ranitidine 2 x 25 mg
N: 90x/menit -PCT syr 3 x 2 cth (kp)
RR: 32x/menit -Cefotaxime 2 x 1gr
S: 36,4 C -Dexametason 3 x 3 mg,
Mata:Edema Streptomisin 1 x 400 mg,
palpebra -/- Amikasin 2 x 123mg
Hidung: DBN
Mulut: mukosa
bibir lembab ,
Thorax: : Rh +/-,
Wh-/-
Abdomen: DBN
Ekstremitas: akral
06/1/19 Subjektif hangat CRT <2” Assesment
Rencana
PH: 4 Objektif
Tidak ada Pleuritis
-KAEN 1B 1000CC/hari
keluhan KU: TSS TB + BP +
- 3FDC 1 x 4 TAB
Kes: CM Prolong
- Curcuma 1 x 1
TD: 110/70 Fever
-PCT syr 3 x 2 cth (kp)
mmhg
-Cefotaxime 2 x 1gr
N: 116x/mnt
-Dexametason 3 x 3 mg,
RR: 31x/mnt
Streptomisin 1 x 400 mg,
S: 37,0 C
Amikasin 2 x 123mg
Mata:Edema
palpebra -/-
Hidung:
Epistaksis -/-
Thorax: : Rh +/-,
Wh-/-
Abdomen: DBN
Ekstremitas: akral
hangat CRT<2”
Hari/tgl/jam Subyektif Assesment
Rencana Terapi
07/1/19 Tidak ada Obyektif Pleuritis
PH: 5 keluhan TB + BP + -KAEN 1B 1000CC/hari
KU: TSS Prolong - 3FDC 1 x 4 TAB
Kes: CM Fever - Curcuma 1 x 1
TD:110/60 mmhg - Ranitidine 2 x 25 mg
N: 118x/mnt -PCT syr 3 x 2 cth (kp)
RR: 30x/mnt -Cefotaxime 2 x 1gr
S: 36,7 C -Dexametason 3 x 3 mg,
Mata:Edema Streptomisin 1 x 400 mg,
palpebra -/- Amikasin 2 x 123mg
Hidung:
Epistaksis -/-
Thorax: : Rh +/-,
Wh-/-
Abdomen: DBN
Ekstremitas: DBN
akral hangat
CRT<2”
Hari/tgl/jam Subyektif Assesment

Rencana Terapi
08/1/19 Tidak ada Pleuritis
PH:6 keluhan Obyektif TB + BP +
-KAEN 1B 1000CC/hari
Prolong
- 3FDC 1 x 4 TAB
KU: TSS Fever
- Curcuma 1 x 1
Kes: CM
- Ranitidine 2 x 25 mg
TD:100/70 mmhg
-PCT syr 3 x 2 cth (kp)
N: 86x/mnt -Cefotaxime 2 x 1gr
RR: 31x/mnt -Dexametason 3 x 3 mg,
S: 36,9 C Streptomisin 1 x 400 mg,
Mata:DBN, Amikasin 2 x 123mg
palpebra -/-
Hidung:
Epistaksis -/-
Thorax: : Rh +/-,
Wh-/-
Abdomen: Dbn
Hari/tgl/jam Subyektif Ekstremitas: akral Assesment
hangat CRT<2”,
09/1/19 Tidak ada edema - Pleuritis Rencana Terapi
PH: 7 keluhan TB + BP +
Prolong - PCT syr 3 x 2 cth
Obyektif Fever
- 3FDC 1 x 4 TAB

KU: TSR - Curcuma 1 x 1 TAB


Kes: CM
TD:110/80 mmhg - Prednison 3 x 1 Tab,

N: 90x/mnt Etambutol 1 x 300 mg

RR: 31x/mnt ( untuk BLPL)

S: 36,7 C
- Antasid syr # x 1 cth
Mata:Edema
palpebra -/- - Cefixcime 2 x 1 cth
Hidung:
Epistaksis -/-
Thorax: Rh +/-,
Wh-/-
Abdomen: Dbn
Ekstremitas: akral
hangat CRT<2”,
edema -

Anda mungkin juga menyukai