Anda di halaman 1dari 2

Nama : Dewi Maesyaroh

NIM : 8111418251
No. Absen : 38

Tugas Hukum Pidana Khusus


Jum’at, Tanggal 25 Juni Tahun 2021

1. Jelaskan apakah statuta roma membolehkan berlaku surut untuk penanganan


pelanggaran ham berat! Bagaimana pengaturan tersebut dalam uu pengadilan
ham?
Jawaban :
a. Statuta Roma
Secara normatif, Duham dan Konvensi Hak sipil dan Politik tidak mengatur secara
pasti pemberlakuan asas retroaktif. Namun dalam kedua peraturan tersebut
dimungkinkan ada celah ketika terjadi perubahan undang-undang. Namun jika
menitikberatkan pada perubahan undang-undang, tindak pidana yang baru yang
belum ada peraturannya tidak dapat diadili dengan peraturan tersebut. Sedangkan
untuk Statuta Roma 1998 pada pasal 22, 23 dan 24 tidak memperbolehkan adanya
pemberlakuan surut (retroaktif). Namun dalam kebiasaan internasional,
pemberlakuan Asas Retroaktif telah berulang kali digunakan yaitu pada waktu
Pengadilan Nuremberg Jerman, Pengadilan Tokyo, Pengadilan Rwanda dan 14
Pengadilan Yugoslavia. Sehingga asas retroaktif dapat digunakan, terlebih jika kasus
yang dikenakan didukung oleh masyarakat bangsa-bangsa untuk diselesaikan.
b. UU Pengadilan HAM
Asas retroaktif yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM (UU Pengadilan HAM). Asas retroaktif memungkinkan kasus-
kasus pelanggaran HAM masa lalu atau kasus yang terjadi sebelum UU Pengadilan
HAM terbit, diproses secara hukum. Oleh karena itu ketentuan dalam UU Pengadilan
HAM dapat berlaku surut.

2. Jelaskan pengaturan nebis in idem dalam statuta roma! Jelaskan pengaturan nebis
in idem dalam uu pengadilan ham!
a. Statuta Roma
Di dalam Statuta Roma yang juga menganut asas ne bis in idem, namun dalam
pengecualian. Seseorang bisa diadili untuk yang kedua kalinya oleh Mahkamah
Pidana Internasional apabila bersinggungan dengan dua hal, yaitu apabila dalam
peradilan sebelumnya bertujuan untuk melindungi orang yang bersangkutan dari
tanggung jawab pidana untuk kejahatan yang berada di dalam jurisdiksi Mahkamah
dan yang kedua tidak dilakukan secara mandiri atau tidak memihak sesuai dengan
norma-norma mengenai proses yang diakui oleh hukum internasional dan dilakukan
dengan cara yang tidak sesuai dengan maksud untuk membawa orang yang
bersangkutan ke depan Mahkmah. Dalam hal ini Indonesia harus menyesuaikan
pemahaman bahwa asas ne bis in idem yang digunakan oleh Mahkamah Pidana
Internasional berbeda dengan yang digunakan oleh Indonesia. Penerapan asas ne bis
in idem dengan syarat pengecualian oleh Statuta Roma adalah untuk mencegah
ketidakadilan dan praktik impunitas terjadi dalam keberlangsungan peradilan.
b. UU Pengadilan HAM
Indonesia dalam hukum acaranya menganut asas ne bis in idem yang artinya bahwa
seseorang tidak boleh dituntut dua kali atas perbuatan yang sama, yang sebelumnya
sudah diputus oleh hakim.

Anda mungkin juga menyukai