BUKU TUTOR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS RIAU
2005/2006
1
PENYUSUN:
MODUL HEMOPTISIS
2
Tujuan Instruksional Umum
3
dengan hemoptisis berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik
Melakukan pemeriksaan
darah rutin
Melakukan pemeriksaan BTA
sputum (SPS)
Membaca hasil rontgen
toraks (PA dan Lateral)
Melakukan kultur BTA sputum
dan resistensi BTA
4. Menyusun rencana penatalaksanaan
berdasarkan indikasi dan pemahaman
ilmiah
Menyusun rencana terapi
nonfarmakologis (edukasi, posisi, infus,
transfusi dll)
Menyusun rencana terapi
farmakologis (OAT, obat anti
perdarahan)
Menyusun rencana intervensi
lanjutan (advance intervention)
5. Menjelaskan konsep kedokteran keluarga
pada saat diagnosis, pengelolaan dan
pencegahan masalah individu yang
berhubungan dengan hemoptisis
Menjelaskan diagnosis dan
rencana terapi kepada keluarga
Menjelaskan faktor risiko
(perilaku, gizi, sosial ekonomi)
Menjelaskan manfaat
imunisasi BCG
Menjelaskan manfaat
mantoux test
4
6. Menerapkan prinsip-prinsip kedokteran
berbasis bukti dalam praktek kedokteran
7. Menjelasakan rencana pengelolaan masalah
kesehatan individu yang berhubungan
dengan hemoptisis melalui keterampilan
clinical reasoning untuk menjamin hasil
maksimal (aspek medikolegal)
Skenario
5
• Rontgen toraks: infiltrat di lapangan atas
paru kiri dan perihiler kiri, kavitas ukuran ≥
2 cm di lapangan atas paru kanan
• Kultur dan uji resistensi BTA: positif (+) dan
sensitif terhadap seluruh OAT
Tugas Mahasiswa
Setelah membaca skenario dengan cermat,
mahasiswa ditugaskan untuk:
1. Mengidentifikasi data tambahan yang
diperlukan pada buku mahasiswa untuk
pasien tersebut
2. Membuat kata kunci dari skenario di atas
3. Menetapkan learning issues untuk
didiskusikan selanjutnya
Kata Kunci
1. Batuk Darah
2. OAT
3. Penularan TB
4. Faktor resiko
5. Sputum
6. Infiltrat
7. Kavitas
8. Issue etik
6
Learning Issues
I. Anatomi Paru
7
8
II.
Fisiologi Paru
9
2. Respirasi eksternal, merupakan serangkaian proses
yang melibatkan pertukaran O dan CO antara
2 2
Ventilasi paru
Gerakan nafas dengan 2 cara:
1. Turun-naik diafragma yang merubah
diameter superoinferior rongga toraks
a. inspirasi: kontraksi
diafragma
b. ekspirasi: relaksasi
diafragma
2. Depresi-elevasi iga, merubah diameter
anteroposterior rongga toraks
a. inspirasi: elevasi iga
b. ekspirasi: depresi iga
Difusi paru
Faktor yang mempengaruhi kecepatan
difusi gas pada membran respirasi:
1. Tebal membran
10
2. Luas permukaan membran
3. Koefisien difusi gas
4. Perbedaan tekanan pada kedua sisi membran
Transportasi gas
1. Transpor O2 dalam darah. 97% O2 ditranspor
dalam bentuk HbO2, 3% terlarut dalam cairan
plasma dan sel. Rata-rata Hb dalam 100 ml
darah dapat berikatan dengan 20 ml O2. 5 ml
O2 dilepaskan ke jaringan oleh 100 ml darah.
2. CO2 ditranspor dalam bentuk terlarut dalam
darah 7 %, ion bikarbonat 70%, gabungan CO2,
Hb, dan protein plasma 20 %.
Hipoksia
1. Oksigenasi paru tidak memadai karena
keadaan ekstrinsik
• kurangnya O2 dalam udara atmosfer
• hipoventilasi (gangguan saraf otot)
2. Penyakit paru
Peningkatan tahanan saluran nafas
atau penurunan compliance
• Rasio ventilasi perfusi abnormal
• Berkurangnya difusi membran
pernafasan
3. Pintas jantung dari kanan ke kiri
4. Transpor O2 ke jaringan tidak memadai
Anemia
Penurunan sirkulasi umum
11
• Penurunan sirkulasi lokal
(perifer, cerebral, jantung)
Edema jaringan
5. Rendahnya kemampuan jaringan
menggunakan O2
Keracunan enzim sel
Penurunan kapasitas metabolik sel
12
Abnormalitas VA/Q pada penyakit paru obstruksi
kronik pada perokok kronik terjadi abnormalitas
VA/Q karena:
1. Sebagian bronkiolus tersumbat sehingga
alveoli tidak terventilasi
2. Dinding alveolus rusak, aliran darah tidak
adekuat sehingga ruang rugi fisiologik
meningkat
III.Hemoptisis
Sinonim : hemaptoe, batuk darah
Etiologi
1. Infeksi
1.1. TB paru
1.2. Bronkiektasis
1.3. Abses paru
1.4. Pneumonia
1.5. Bronkitis
2. Neoplasma
2.1. Karsinoma paru
2.2. Adenoma
3. Lain – lain
3.1. Tromboemboli paru infark paru
3.2. Mitral stenosis
3.3. Trauma
3.4. Diatesis hemoragik
3.5. Hipertensi pulmonal
13
Batuk darah Muntah darah
1. Riwayat penyakit 1. Riwayat penyakit
paru/jantung lambung/hati
2. Darah dibatukkan 2. Darah
dengan rasa panas di dimuntahkan
tenggorokan dengan rasa mual
3. Darah berbuih
bercampur dahak 3. Darah bercampur
4. Mengandung dengan makanan
makrofag & netrofil 4. Mengandung
5. Darah berwarna partikel makanan
merah segar 5. Darah berwarna
6. Asfiksia merah kehitaman
(+)/mungkin 6. Asfiksia (-)/jarang
7. pH alkali 7. pH asam
8. Benzidine test (-) 8. Benzidine test
(+)
14
Am Rev Respir Dis 1987; 135:463-81
Patofisiologi
Pada TB paru hemoptisis terjadi karena proses
ulserasi mukosa dan dinding pembuluh darah
pada lesi. Hemoptisis masif terjadi karena iritasi
dari Aneurisme Rasmussen pada dinding kavitas.
Komplikasi
1. sufokasi, sering fatal karena tersumbatnya
trakhea atau saluran nafas sentral/utama.
15
2. aspirasi, dimana terhisapnya darah ke
bagian paru yang sehat
3. atelektasis, karena tersumbatnya saluran
nafas sehingga bagian paru yang distal
kolaps
4. anemia, karena perdarahan yang banyak
Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan sputum
• Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan radiologi
• Bronkoskopi
• Lainnya sesuai indikasi
Penatalaksanaan
• Prinsip penatalaksanaan hemoptisis:
o Menjaga jalan napas dan stabilisasi
penderita
o Menentukan lokasi perdarahan
o Memberikan terapi
• Prioritas tindakan awal → penderita lebih
stabil, kemudian mencari sumber dan
penyebab perdarahan
• Mencegah risiko berulangnya hemoptisis
16
• Penderita dengan hemoptisis masif harus
dimonitor dengan ketat di instalasi perawatan
intensif
Langkah – langkah:
Langkah I : menjaga jalan napas dan stabilisasi
penderita
o Menenangkan dan mengistirahatkan
penderita
o Menjaga jalan napas tetap terbuka
o Resusitasi cairan dan bila perlu transfusi
o Laksan (stool softener)
o Obat sedasi ringan
o Suplementasi oksigen
o Instruksi cara membatukkan darah dengan
benar
o Penderita dengan keadaan umum berat dan
refleks batuk kurang adekuat, maka posisi penderita
Tredelenberg untuk mencegah aspirasi darah ke sisi
yang sehat
o Bronkoskopi serat optik lentur untuk
evaluasi, melokalisir perdarahan dan tindakan
pengisapan (suctioning)
Langkah II : lokalisasi sumber dan penyebab
perdarahan
o Pemeriksaan radiologi (foto toraks,
angiografi, CT Scan toraks)
o Bronkoskopi (FOB maupun bronkoskop
kaku)
Langkah III : pemberian terapi spesifik
1. Bronkoskopi terapeutik
• Bilas bronkus dengan larutan garam
fisiologis dingin (iced saline lavage)
• Pemberian obat topikal
• Tamponade endobronkial
17
• Fotokoagulasi laser (Nd-YAG Laser)
2. Terapi non-bronkoskopik
• Pemberian terapi medikamentosa
Vasopresin intravena
Asam traneksamat
(antifibrinolitik)
Kortikosteroid sistemik pada
autoimun
Gonadotropin releasing
hormon agonist (GnRH) atau danazol
hemoptisis katamenial
Antituberkulosis, antijamur
ataupun antibiotik
• Radioterapi
3. Embolisasi arteri bronkialis dan pulmoner,
teknik ini terutama dipilih untuk penderita
dengan penyakit bilateral, fungsi paru sisa
yang minimal, menolak operasi ataupun
memiliki kontraindikasi tindakan operasi
4. Bedah
Prognosis
o Dengan tatalaksana tepat kebanyakan
penderita memiliki prognosis yang baik
o Akibat keganasan dan gangguan
pembekuan darah memiliki prognosis yang
lebih buruk
. Materi Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium Tuberkulosis
18
Ada beberapa perihal yang dapat dilakukan
untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis paru
yaitu :
1. Pemeriksaan kultur kuman
2. Pemeriksaan mikroskopis langsung
3. Pemeriksaan serologi
Kultur
• Sputum ditanam pada medium Lowenstein
Jensen
• Inkubasi selama 6-8 minggu
• Ada pertumbuhan dilakukan pemeriksaan
resistensi antibiotik
19
• Tes Niasin: hasil (+) berarti
Mycobacterium tuberculosis
• Nikotimanida 5000 mikrigram
(ug)/ml: Hasil (-) berarti Mycobacterium
tuberculosis
• Arysulfatasa: hasil (-) berarti
Mycobacterium tuberculosis
• Reduksi nitrat: hasil bisa (+) atau (-)
berarti Mycobacterium tuberculosis
• Hidrolisis Tween-80 selama 10 hari:
hasil (-) berarti Mycobacterium tuberculosis
• Pertumbuhan pada 4 (p)–nitro
benzoic acid 500 ug/ml: hasil tumbuh,
berarti Mycobacterium tuberculosis
• Pertumbuhan pada thiacetazone:
hasil tumbuh, berarti Mycobacterium
tuberculosis
4. Suhu pertumbuhan. Tumbuh pada suhu 35-37 OC
Tes resistensi
Yaitu tes kepekaan kuman tuberkulosis terhadap
obat-obatan antituberkulosis. Penting dilakukan
untuk pengobatan yang tepat. Obat-obat yang
dicoba termasuk streptomisin, INH, PAS,
etambutol, pirazimanida, rifampisin dan kanamisin
yang biasa digunakan di klinik.
20
• secara tidak langsung yaitu kuman
diisolasi dahulu sebelum dilakukan tes.
22
• Larutan Carbol Fuchsin 0,3%
• Asam alcohol (HCL – alcohol) 3%
• Methylen Blue 0,3%
7. Pembacaan hasil
• Basil tahan asam berwarna merah
• Basil tidak tahan asam berwarna biru
• SPS. Menurut Depkes bila 2 dari 3
spesimen tersebut hasilnya BTA (+) TB
• Pembacaan hasil dengan menggunakan
skala IUATLD:
• Negatif (-), tidak ada BTA dalam 100
lapangan pandang
• Meragukan (ditulis jumlah kuman
yang ditemukan), 1-9 BTA dalam 100
lapangan pandang
• Positif 1 (+), 10 – 99 BTA dalam 100
lapangan pandang
• Positif 2 (++), 1-10 dalam 1 lapangan
pandang minimal dibaca 50 lapang
pandang
• Positif 3 (+++), >10 BTA dalam 1
lapangan pandang minimal dibaca 20
lapang pandang
Catatan:
Bila ditemukan 1 – 3 BTA dalam 100
lapang pandang, pemeriksaan harus
diulang dengan spesimen dahak yang
baru. Bila hasilnya tetap 1-3 BTA
hasilnya dilaporkan negatif. Bila
ditemukan 4-9 BTA dilaporkan positif.
8. Tes Serologi
23
Tes serologi yang dapat membantu diagnosis
tuberkulosis adalah tes takahashi. Tes ini
merupakan reaksi aglutinasi fosfatida kaolin
pada seri pengenceran serum sehingga dapat
ditentukan titernya. Titer lebih dari 128
dianggap positif yang berarti proses
tuberkulosis masih aktif.
Bagan diagnosis
Tersangka penderita TB
(suspek TB)
24
Periksa rontgen Beri antibiotik
dada
spektrum luas
25
melebihi luas satu paru. Sedangkan bila ada
kavitas diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau
sifat bayangan sarang-sarang tersebut berupa
awan-awan yang menjelma daerah konsolidasi
yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi
luas satu lobus.
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced
tuberculosis) yaitu luas daerah yang dihinggapi
oleh sarang-sarang lebih daripada klasifikasi
kedua diatas atau bila ada kavitas maka
diameter keseluruhan semua kavitas melebihi
4 cm.
26
2. Lubang (kavitas) berarti proses aktif kecuali
bila lubang sudah sangat kecil yang dinamakan
lubang sisa (residual cavity)
3. Sarang seperti garis-garis (fibrotik) atau bintik-
bintik kapur (kalsifikasi) yang biasanya
menunjukkan bahwa proses telah tenang
Makroskopik:
Tuberkulosis di paru pada orang dewasa
merupakan tuberkulosa sekunder (antara usia 5 –
27
15 tahun jarang ditemukan penyakit tuberkulosis
ini).
Lesi yang pertama hampir selalu ditemukan pada
apeks paru-paru kanan. Salah satu keterangan
mengenai hal ini ialah bahwa tekanan hidrostatik
pembuluh pulmonal rendah pada bagian apeks,
sehingga pertukaran oksigen sangat sedikit dan
zat imun tidak dapat mencapai daerah tersebut.
Akibatnya kuman mudah tumbuh pada tempat itu.
Lesinya merupakan tuberkel berukuran kurang
dari 3 cm, terletak 1-2 cm subpleura, berbatas
tegas, kenyal, berwarna putih kelabu atau
kekuningan.
Pada paru akan ditemukan pula pembentukan
rongga-rongga yang disebut kaverne oleh karena
proses nekrosis tuberkel ditengahnya yang dapat
sampai kedinding bronkiolus.
Mikroskopik:
Pada tuberkulosis paru yang sering menyebabkan
hemoptisis adalah bentuk tuberculosis
fibrocaseosa chronica.
Pada kelainan ini secara mikroskopik ditemukan
lesi pada paru yang mengandung bentuk-bentuk
tuberkel yaitu kumpulan sel makrofag yang
berubah menjadi sel epiteloid yang merupakan sel
histiosit. Protoplasmanya menjadi jernih karena
mengandung zat lipoid sehingga menyerupai sel
epitel. Sel epiteloid tersusun berkelompok dan
sentrifugal dengan ditengahnya mengandung
jaringan nekrosis perkijuan yang merupakan
massa eosinofilikamorf, tanpa sisa struktur sama
sekali dan sel datia langhans yang dibentuk oleh
sel histosit yang bersatu. Disekelilingnya tampak
banyak proliferasi sel fibroblas. Selanjutnya bila
28
nekrosis terus berlanjut dan meluas dan tuberkel
membesar maka akan dapat menimbulkan erosi
pada dinding bronkiolus yang akan membentuk
rongga atau kaverne. Rongga itu sering dilintasi
oleh pembuluh darah dan bila pembuluh darah
ikut mengalami erosi maka akan menimbulkan
HEMOPTISIS.
Tuberkel dan kaverne itu dapat meluas dan
mengenai seluruh lobus paru-paru sehingga
jaringan paru rusak dan berubah menjadi seperti
sarang lebah (Honey comb) pleuritis dengan
perlengketan fibrostik ditemukan pula.
V. Obat Antituberkulosis
Terdiri dari 2 kelompok, yaitu:
1. obat primer, efektivitas tinggi dengan toksisitas
dapat diterima, seperti INH, rifampisin, etambutol,
streptomisin, pirazinamid
2. obat sekunder, kurang efektif dan
digunakan karena pertimbangan resistensi
atau kontra indikasi, seperti etionamid, PAS,
sikloserin, amikasin, kanamisin
Streptomisin
Aktivitas Antituberkulosis
• obat TB pertama yang dinilai efektif, tidak
ideal sebagai obat tunggal
• in vitro bakteriostatik dan bakterisid
terhadap kuman TB (KHM: 0,4 µ g/ml)
• in vivo bersifat supresi, bukan eradikasi
kuman TB
29
Resistensi
• makin lama terapi, makin meningkat
resistensi
• resistensi akibat mutasi?
• bila kavitas tidak menutup atau BTA sputum
tetap (+) dalam 2-3 bulan berarti kuman telah
resisten → terapi tidak efektif
• dihindari dengan kombinasi dengan anti TB
lain
Farmakokinetik
• absorpsi dari tempat suntikan, hampir
semua berada dalam plasma, hanya sedikit
yang masuk ke eritrosit
• terdistribusi ke seluruh cairan ekstrasel,
sukar berdifusi ke cairan intrasel
• dapat mencapai kavitas
• 1/3 streptomisin yang berada dalam plasma
berikatan dengan protein plasma
• waktu paruh 2-3 jam, memanjang pada
gagal ginjal sehingga menimbulkan efek
samping
• ekskresi melalui filtrasi glomerulus
• 50-60% diekskresi utuh dalam 24 jam
(sebagian besar dalam 12 jam)
Efek Nonterapi
• ototoksik (N. VIII) akibat dosis besar jangka
lama → pemeriksaan audiometri
• nefrotoksik
• sakit kepala, malaise, parestesi di muka dan
mulut, kesemutan di tangan
30
• reaksi hipersensitivitas, reaksi anafilaktik,
agranulositosis, anemia aplastik
• tidak dianjurkan pada trimester pertama
kehamilan
Interaksi
• dengan penghambat neuromuskuler terjadi
potensiasi penghambatan
• dengan obat ototoksik (furosemid dan asam
etakrinat) dan obat nefrotoksik
Isoniazid
Aktivitas Antituberkulosis
• in vitro bakteriostatik & bakterisid thd
kuman TB (KHM: 0,025-0,05 µ g/ml)
• lebih aktif daripada streptomisin
Mekanisme Kerja
• mekanisme pasti belum diketahui
• diduga menghambat biosintesis asam
mikolat (unsur penting dinding sel
mikobakterium)
Resistensi
• terjadi akibat kegagalan obat mencapai
kuman atau kuman tidak menyerap obat
• menimbulkan strain baru yang resisten
31
Farmakokinetik
• absorpsi baik pada pemberian oral dan
parenteral
• kadar puncak dicapai dalam 1-2 jam setelah
pemberian oral
• metabolisme melalui asetilasi di hati
(asetilator cepat dan lambat)
• waktu paruh 1-3 jam, memanjang pada
gangguan fungsi hati
• mudah berdifusi ke dalam sel dan semua
cairan tubuh (termasuk cairan pleura dan
asites)
• kadar di CSS 20% kadar plasma
• 75-95% diekskresi melalui urin dalam waktu
24 jam sebagai metabolit (asetil INH dan asam
nikotinat sebagai hasil proses hidrolisis)
• sebagian kecil diekskresi sebagai isonikotinil
glisin, isonikotinil hidrazon dan N-metil INH
Efek Nonterapi
• reaksi hipersensitivitas: demam, kelainan
morbiliform, makulopapular, urtikaria
• reaksi hematologik: agranulositosis,
trombositopenia, anemia
• vaskulitis, arthritis
• perubahan neurologis: neuritis perifer,
menghilangnya vesikel sinaps,
membengkaknya mitokondria, pecahnya akson
terminal → atasi dengan pemberian piridoksin
(B6)
32
• kejang, neuritis optik (atropi), kedut otot,
vertigo, ataksia, parestesia, stupor,
ensefalopati toksik
• kelainan mental: euphoria, penurunan
memori, hilangnya pengendalian diri, psikosis,
sedasi yang berlebihan dan inkoordinasi
(bersama fenitoin)
• ikterus, kerusakan hati (nekrosis
multilobular), peningkatan SGOT dan SGPT
• mulut kering, abdominal discomfort,
methemoglobinemia, tinitus, retensi urin
Status Pengobatan
• preventif: tunggal
• kuratif: kombinasi
Rifampisin
Aktivitas Antituberkulosis
• in vitro menghambat pertumbuhan M.
tuberculosis (KHM 0,005-0,2 µ g/ml)
• in vivo meningkatkan aktivitas streptomisin
dan INH
• menghambat pertumbuhan kuman gram
positif dan negatif
33
• gram positif: penisilin G>rifampisin>
eritromisin, linkomisin, sefalotin
• gram negatif: rifampisin<tetrasiklin,
kloramfenikol, kanamisin, kolistin
• mekanisme kerjanya menghambat DNA-
dependent RNA polymerase dengan menekan
mula terbentuknya rantai dalam sintesis RNA
Farmakokinetik
• absorpsi dihambat oleh makanan dan PAS
• kadar puncak dicapai setelah 2-4 jam
pemberian oral
• 75% terikat pada protein plasma
• difusi baik ke berbagai jaringan termasuk
otak (warna merah pada urin, tinja, sputum,
airmata, keringat)
• mengalami deasetilasi, dalam waktu 6 jam
obat dalam empedu berupa deasetil rifampisin
yang bersifat aktif
• menginduksi metabolisme; walaupun
bioavailabilitas tinggi eliminasi meningkat pada
pemberian berulang
• waktu paruh eliminasi 1,5-5 jam dan
memanjang pada gangguan fungsi hati,
memendek pada pemberian berulang
• ekskresi melalui empedu dan mengalami
sirkulasi enterohepatik
34
• 30% diekskresi melalui urin (sebagian besar
dalam bentuk utuh) → tidak perlu penyesuaian
dosis pada insufisiensi renal
• juga diekskresi melalui ASI
Efek Nonterapi
• ruam kulit, mual, muntah, flu like syndrome,
nefritis interstisial, nekrosis tubular akut,
trombositopenia
• hepatotoksisitas: ikterus, hepatitis, sindrom
hepatorenal, peningkatan aktivitas SGOT, SGPT
dan alkali fosfatase
• gangguan saluran cerna: abdominal
discomfort, mual, muntah, kolik, diare
• gangguan neurologis: lelah, mengantuk,
sefalgia, ataksia, sukar konsentrasi
• reaksi hipersensitivitas: demam, pruritus,
urtikaria, kelainan kulit, eosinofilia, sakit pada
lidah, hemolisis, hemoglobinuria, hematuria,
insufisiensi renal
• gangguan hematologik: trombositopenia,
leukopenia, anemia
• efek teratogenik? Hindari pemberian pada
masa hamil (menembus sawar uri)
Interaksi Obat
• PAS menghambat absorpsi rifampisin
• Rifampisin menginduksi metabolisme ADO,
kortikosteroid, kontrasepsi oral → efektivitas
berkurang
• Rifampisin mengganggu metabolisme
vitamin D → osteomalasia
35
• Disulfiram dan probenesid menghambat
ekskresi rifampisin melalui ginjal
• Rifampisin meningkatkan hepatotoksisitas
INH
Etambutol
Aktivitas Antituberkulosis
• hanya efektif untuk kuman TB
• bersifat tuberkulostatik → hanya aktif
terhadap sel yang sedang tumbuh
• menekan pertumbuhan kuman TB yang
resisten terhadap INH dan streptomisin
• mekanisme kerja menghambat sintesis
metabolit sel sehingga metabolisme sel
terhambat dan sel mati
• dapat timbul resistensi bila digunakan
tunggal
Farmakokinetik
• 75-80% diserap dari saluran cerna
36
• kadar puncak plasma dicapai setelah 2-4
jam pemberian oral
• waktu paruh eliminasi 3-4 jam
• kadar dalam eritrosit 1-2 kali kadar dalam
plasma → eritrosit sebagai depot
• tidak menembus sawar otak, tetapi pada
meningitis TB ditemukan dalam CSS
• 50% diekskresi melalui urin dalam bentuk
utuh, 10% dalam bentuk metabolit (derivat
aldehid dan asam karboksilat) dalam waktu 24
jam
• ekskresi ginjal melalui filtrasi glomerulus
dan sekresi tubuli
Efek Nonterapi
• ruam kulit, demam, pruritus, nyeri sendi,
gangguan saluran cerna, malaise, sakit kepala,
pusing, bingung, disorientasi, halusinasi, kaku
dan kesemutan di jari, reaksi anafilaksis,
leukopenia
• neuritis retrobulbar: bilateral, penurunan
visus, hilangnya kemampuan membedakan
warna, pengecilan lapangan pandang, skotoma
sentral dan lateral
• peningkatan kadar asam urat karena
penurunan ekskresi asam urat melalui ginjal
Pirazinamid
Aktivitas Antituberkulosis
37
• bakterisid yang kuat untuk BTA
• dihidrolisis oleh enzim pirazinamidase
menjadi asam pirazinoat yang bersifat
tuberkulostatik pada media asam
• mekanisme kerja?
Farmakokinetik
• mudah diserap di usus dan terdistribusi ke
seluruh tubuh
• kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 2
jam, waktu paruh 10-16 jam
• asam pirazinoat dihidroksilasi menjadi asam
hidropirazinoat
• ekskresi terutama melalui filtrasi glomerulus
Efek Nonterapi
• gangguan hati: ikterus, nekrosis hati,
peningkatan SGOT dan SGPT
• menghambat ekskresi asam urat (pirai)
• artralgia, anoreksia, mual, muntah, disuria,
malaise, demam
Regimen Pengobatan
1. pengobatan jangka panjang: 18 bulan tanpa
rifampisin
2. pengobatan jangka pendek: 6-8 bulan
dengan rifampisin
Paduan terapi:
38
1. 9HR
2. HR/8H2R2, bila ada kuman yang resisten
obat ditambah dengan pirazinamid atau
etambutol. Pemeriksaan BTA sputum dilakukan
setiap bulan sampai hasilnya negatif.
Pengobatan diteruskan minimal 6 bulan setelah
BTA negatif.
3. 2HRZ/4HR
4. 2HRZ/4H2R2
5. 2HRZ/4H3R3
6. 2H3R3Z3/4H3R3
7. 2HRZE/4H3R3
8. 2HRZ/2H3R3
Penularan Penyakit TB
46
Jika seseorang penderita TB berbicara,
meludah, batuk, atau bersin, maka kuman-kuman
TB berbentuk batang (panjang 1-4 mikron,
diameter 0,3-0,6 mikron) yang berada di dalam
paru-parunya akan menyebar ke udara sebagai
partikulat melayang (suspended particulate
matter) dan menimbulkan droplet infection. Basil
TB tersebut dapat terhirup oleh orang lain yang
berada di sekitar penderita. Basil TB dapat
menular pada orang-orang yang secara tak
sengaja menghirupnya. Dalam waktu satu tahun,
1 orang penderita TB dapat menularkan
penyakitnya pada 10 sampai 15 orang
disekitarnya.
Pencegahan Penyakit TB
• Apabila batuk, menutup mulut, agar keluarga
dan orang lain tidak tertular
• Jangan meludah di sembarang tempat
• Gunakan tempat seperti tempolong atau
kaleng yang bertutup, dan diisi air sabun atau
Lysol, untuk menampung dahak
• Buang tampungan dahak ke lubang WC atau
timbun ke dalam tanah di tempat yang jauh
dari keramaian
47
• Pencahayaan di dalam rumah, pencahayaan
matahari langsung ke dalam rumah/ruang
mematikan kuman TB karena terkena sinar
ultra violet atau panas sinar matahari.
Pencahayaan yang cukup juga mencegah
kelembaban dalam ruang.
• Menghindari kepadatan hunian, kepadatan
hunian bersama penderita TB aktif dalam
rumah memungkinkan kontak efektif untuk
terjadinya infeksi baru pada penghuni rumah
• Mencegah kepadatan penduduk/permukiman
untuk menjamin ventilasi yang efektif.
• Mencegah pencemaran udara yang bersumber
dari dalam rumah seperti pemakaian bahan
bakar hayati tanpa ventilasi efektif, merokok,
dll.
• Menghindari adanya lantai tanah dalam rumah,
karena lantai tanah dapat menambah
kelembaban dan memungkinkan
perkembangbiakan parasit.
Strategi Pembelajaran
1. Tutorial pertama berupa pemahaman tentang skenario
dan dilanjutkan dengan curah pendapat antar
mahasiswa untuk menetapkan kata kunci dan learning
issues.
2. Belajar mandiri di perpustakaan dengan memanfaatkan
buku teks, jurnal, computer aided learning, internet,
dan lain-lain.
3. Konsultasi dengan narasumber untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih mendalam.
48
4. Tutorial kedua untuk menyampaikan informasi-
informasi yang didapat selama melakukan belajar
mandiri sesuai dengan learning issues yang telah
ditetapkan.
5. Praktikum di Laboratorium Keterampilan.
Referensi
1. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Pengantar Ilmu
Penyakit Paru. Airlangga University Press:
1989
2. Katzung BG, editor. Basic & Clinical
Pharmacology. Eighth Edition. New York:
Lange Medical Books, 2001: 9-33.
3. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC, Fisher
BD, editors. Lippincott’s Illustrated Reviews:
Pharmacology. 2nd Editon. Philadelphia:
Lippincott-Raven Publishers, 1997.
4. Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG, editors.
Goodman & Gilman’s The Pharmacological
Basis of Therapeutics. Tenth Edition. USA:
McGraw-Hill Companies, Inc., 2001: 31-43.
5. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI.
6. SOP Pemeriksaan mikrobiologi klinik
7. Penuntun praktikum
8. Buku saku petugas program TB
9. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis
49
10. Buku ajar Mikrobiologi kedokteran, Staf pengajar
FKUI
50