Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PLANKTONOLOGI

EUTROFIKASI

Oleh :
1. Fazlul Rahman (42171056)
2. ST. Oik Koneksia (42211161)
3. Ahmad Rizky Ardian Syah (42211175)

PRODI ILMU PERIKANAN


FAKULTAS PERTANIAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 BANYUWANGI
2022
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur atas rahmat dan ridho Allah
SWT. Karena tanpa Rahmat dan Ridho-nya, kita tidak dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Mega Yuniartik. S.Pi,
M.P. selaku dosen pengampu mata kuliah Planktonologi yang telah membimbing
kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman kami yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan
data-data dalam pembuatan makalah ini. Dalam makalah ini kami menjelaskan
tentang proses Eutrofikasi hingga dampaknya di dalam perairan.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum
kami ketahui. Maka dari itu kami memohon saran dan kritik dari teman-teman
maupun dosen. Demi tercapainya makalah yang sempurna.

Banyuwangi, 19 April 2022

Penyusun,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan..............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5
2.1 Pengertian Eutrofikasi....................................................................................5
2.2 Proses Eutrofikasi............................................................................................7
2.3 Faktor yang mempengaruhi Eutrofikasi.......................................................8
2.4 Dampak dar Eutrofikasi...............................................................................12
2.5 Cara Memnaggulangi Eutrofikasi................................................................15
BAB III KESIMPULAN......................................................................................18
3.1 Kesimpulan....................................................................................................18
3.2 Saran..............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Air merupakan kebutuhan yang paling penting bagi semua organisme yang
ada di dunia dan tidak terkecuali juga manusia. Seiring dengan perkembangan
zaman yang semakin modern dan meningkatnya jumlah penduduk di dunia
ditambah lagi pengaruh perubahan iklim, telah banyak menyebabkan pencemaran
di lingkungan perairan. Air dikatakan tercemar apabila ada pengaruh atau
kontaminasi zat organik maupun anorganik ke dalam air. Hubungan ini terkadang
tidak seimbang karena setiap kebutuhan organisme berbeda beda, ada yang
diuntungkan karena menyuburkan sehingga dapat berkembang dengan cepat
sementara organisme lain terdesak. Perkembangan organisme perairan secara
berlebihan merupakan gangguan dan dapat dikategorikan sebagai pencemaran,
yang merugikan organisme akuatik lainnya maupun manusia secara tidak
langsung. Pencemaran yang berupa penyuburan organisme tertentu disebut
eutrofikasi yang banyak di jumpai khususnya di perairan darat. Tumbuhan air
yang cukup cepat akibat proses eutrofikasi, misal pada enceng gondok, akan
membutuhkan kadar oksigen lebih banyak dari jumlah biasanya sehingga
tumbuhan air atau organisme air lainnya di daerah tersebut saling berkompetisi
untuk memperebutkan oksigen.
Pada awal abab ke-20 manusia mulai menyadari adanya gejala eutrofikasi
pada badan perairan akibat pengkayaan unsur hara yang masuk ke perairan.
Mengingat bahwa eutrofikasi merupakan ancaman yang serius bagi kualitas air di
perairan, maka kita harus memahami prosesnya, penyebab, dan dampak dari
eutrofikasi sehingga kita dapat mencari solusi yang tepat untuk mencegah dan
mengatasi masalah ini. Walaupun eutrofikasi pada umumnya merupakan proses
alami, namun pada masa kini eutrofikasi antropogenik yaitu eutrofikasi yang
disebabkan oleh aktifitas manusia. Karena itu perlu dipahami bersama bahwa

1
banyak kegiatan manusia yang menyebabkan eutofikasi yang akan
membahayakan kehidupan makhluk hidup.
Masalah eutrofikasi di ekosistem air tawar baru disadari pada dekade awal
abad ke-20. Saat itu, banyak alga tumbuh di danau-danau serta ekosistem air
tawar lainnya. Masalah ini disinyalir disebabkan oleh akibat langsung dari aliran
limbah domestik.
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti unsur kimiawi sesungguhnya
yang berperan besar dalam munculnya eutrofikasi. Penelitian jangka panjang pada
berbagai danau kecil dan besar pun dilakukan. Berdasarkan hasil ilmiah, para
peneliti menyimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen utama diantara nutrient
tanaman dalam proses eutrofikasi. Percobaan skala besar pernah dilakukan pada
tahun 1968 di perairan Danau Erie di Amerika Serikat. Percobaan tersebut
membuktikan bahwa bagian danau yang hanya ditambahkan nitrogen dan karbon
tidak mengalami fenomena algal bloom selama delapan tahun pengamatan.
Namun pada danau yang ditambahkan fosfor (dalam senyawa fostat), terbukti
nyata mengalami algal bloom.
Perhatian saintis dan kelompok masyarakat pecinta lingkungan hidup pun
semakin meningkat terhadap permasalahan ini. Terlebih setelah menyadari bahwa
fostat adalah penyebab eutrofikasi.
Hal ini menuntut pencarian solusi, yaitu ada beberapa kelompok yang
condong memilih cara-cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang
mengandung fostat. Misalnya pada detergen serta limbah manusia. Ada pula
kelompok yang secara tegas melarang keberadaan fosfor dalam detergen. Program
miliaran dollar pun pernah dicanangkan melalui institusi St Lawrence Great
Lakes Basin di Amerika Serikat. Program tersebut dilaksanakan untuk mengontrol
keberadaan fostat dalam ekosistem air.
Kemudian lahirlah peraturan perundangan yang mengatur pembatasan
fostat serta pembuangan limbah fostat rumah tangga dan pemukiman. Mengganti
pemakaian fostat dalam detergen juga menjadi bagian dari program tersebut.
Meskipun sudah banyak definisi mengenai keberadaan eutrofikasi danau,
yang didasarkan pada kondisi yang terkait dengan meningkatnya produktivitas,
dalam pemahaman limnologi pengertian eutrofikasi dapat diartikan dengan

2
meningkatnya pertumbuhan dari biota perairan dan meningkatnya laju
produktivitas yang secara cepat dengan tidak terjadinya gangguan terhadap
sistem. Kriteria yang lebih kelihatan, mendasar dan terukur dari percepatan
produktivitas ini adalah peningkatan jumlah karbon oleh alga dan tanaman air
dalam jumlah besar (Wetzel, 1983). Sumber-sumber energi seperti nutrien yang
mengalir masuk, cahaya matahari dan zat organik akan larut dalam volume air
danau yang besar. Setelah terjadinya eutrofikasi, penurunan inflow menyebabkan
pengurangan nutrien yang terkandung pada pertukaran sedimen. Di suatu danau
dengan angin dan gelombang yang terbatas, pemuatan nutrien yang tinggi
menyebabkan pertumbuhan tanaman apung seperti eceng gondok (Odum, 1992).
Upaya untuk memulihkan danau eutrofik (yang mengalami pengayaan unsur hara)
bukan saja telah memberikan berbagai informasi praktis mengenai pengelolaan
danau namun juga telah memberikan perspektif yang memperkaya ilmu dasar
terkait yaitu limnologi (studi mengenai aspek kimia, biologi dan fisika dari
perairan tawar).
Solusi dari masalah pengayaan nutrisi di perairan dan profilerasi dari
tanaman gulma merupakan tujuan utama pengelolaan basin yang terintegrasi yaitu
dengan mengidentifikasi sumber utama pencemaran dan strategi pengembangan
pengolahan air dilihat dari sumber utama pencemar organik dan kimia
(MangasRamírez & Elías-Gutiérrez 2004). Kondisi kualitas air danau dan/atau
waduk diklasifikasikan berdasarkan eutrofikasi yang disebabkan adanya
peningkatan kadar unsur hara dalam air. Faktor pembatas sebagai penentu
eutrofikasi adalah unsur Fosfor (P) dan Nitrogen (N). Eutrofikasi disebabkan oleh
peningkatan kadar unsur hara terutama parameter Nitrogen dan Fosfor pada air
danau dan/atau waduk.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan eutrofikasi?
2. Bagaimana proses eutrofikasi?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi eutrofikasi?
4. Bagaimana dampak dari eutrofikasi?

3
5. Bagaimana cara menanggulangi eutrofikasi

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian eutrofikasi
2. Mengetahui proses eutrofikasi
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi eutrofikasi
4. Mengetahui dampak dari eutrofikasi
5. Mengetahui cara menanggulangi eutrofikasi

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Eutrofikasi


Eutrofikasi didefinisikan sebagai pengkayaan (enrichment) air dengan nutrien
atau unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan
mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan. Nutrient
yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor. Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi
dua yaitu eutrofikasi kultural (cultural eutrophication) dan eutrofikasi alamiah
(natural eutrophication). Eutrofikasi kultural disebabkan oleh terjadinya proses
peningkatan unsur hara di perairan oleh aktivitas manusia yang terjadi di
sepanjang aliran sungai masuk inlet ke perairan danau (Payne, 1986). Sedangkan
eutrofikasi alamiah (natural eutrophication) terjadi akibat adanya aliran yang
masuk yang membawa detritus tanaman, garam-garaman dan disimpan dalam
badan air selama waktu geologis. Kondisi ini akan terjadi apabila tanpa campur
tangan manusia yang sifatnya mengganggu.
Eutrofikasi merupakan sebuah proses alamiah di mana perairan yang terkena
dampaknya mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih produktif bagi
tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada kondisi
eutrofik. Proses alamiah ini, oleh manusia dengan segala aktivitas modernnya,
secara tidak disadari dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa dekade atau
bahkan beberapa tahun saja. Maka tidaklah mengherankan jika eutrofikasi
menjadi masalah di hampir ribuan danau di muka Bumi, sebagaimana dikenal
lewat fenomena alga bloom.
Eutrofikasi merupakan peristiwa meningkatnya bahan organic dan
nutrient (terutama unsur nitroge dan fosfor) yang terakumulasi di badan air.
Peningkatan bahan organic dan nutrien ini dapat berasal dari ekosistem perairan
itu sendiri maupun luar ekosistem. Berdasarkan ekosistemnya sendiri bahan
organik dan nutrien didapat dari hasil dekomposisi bahan organic yang ada pada
sedimen, sedangkan diluar ekosistem, peningkatan bahan organic dan nutrien
tejadi akibat pengaruh luar seperti limbah domestik, limbah pertanian, aktifitas
budidaya keramba jaring apung dan limbah industri.

5
Eutrofikasi merupakan proses pengayaan nutrisi dan bahan organik
dalam air atau pencemaran air yang disebabkan munculnya nutrisi yang
berlebihan ke dalam ekosistem perairan. Air dikatakan tercemar apabila ada
pengaruh atau kontaminasi zat organik maupun anorganik ke dalam air Hubungan
itu terkadang tidak seimbang karena setiap kebutuhan organisme berbeda-beda.
Ada yang diuntungkan karena menyuburkan sehingga dapat berkembang dengan
cepat, sedangkan organisme lain terdesak. Perkembangan organisme perairan
secara berlebihan merupakan gangguan dan dapat dikategorikan sebagai
pencemaran, yang merugikan organisme akuatik lainnya maupun manusia secara
tidak langsung. Ini merupakan masalah yang sering dihadapi di seluruh dunia di
ekosistem perairan tawar maupun laut. Eutrofikasi dapat disebabkan beberapa hal,
di antaranya karena ulah manusia yang tidak ramah terhadap lingkungan Emisi
nutrisi dari industri digadang-gadang sebagai penyebab utama eutrofikasi perairan
di Pantai Ancol.
Limbah nutrisi sendiri bisa berasal dari proses alamiah di lingkungan
air itu sendiriindustri, detergen, pupuk pertanian, limbah manusia, dan peternakan.
Limbah yang mengandung unsur harafoslor dan nitrogen akan merangsang
pertumbuhan fitoplankton atau alga dan meningkatkan produktivitas perairan.
Sebaliknya dalam keadaan berlebihan itu akan memicu timbulnya blooming algae
yang justru merugikan kehidupan organisme yang ada di perairan. Penumpukan
bahan nutrisi itu akan menjadi ancaman kehidupan ikan di perairan pada saat
musim pancaroba. Adanya peningkatan suhu udara, pemanasan sinar matahari,
dan tiupan angin kencang akan menyebabkan terjadinya gotakan air di perairan.
Hal itu menyebabkan arus naik dari dasar perairan yang mengangkat massa air
yang mengendap. Massa air yang membawa senyawa beracun dari dasar danau
atau laut mengakibatkan kandungan oksigen di badan air berkurang. Rendahnya
oksigen di air itulah yang menyebabkan kematian ikan secara mendadak.

6
2.2 Proses Eutrofikasi

Eutrofikasi adalah ledakan jumlah tanaman air dan alga, yang dipicu oleh
peningkatan kandungan nutrisi di perairan bisanya dengan kelebihan itrogen atau
fosfat.
Komponen vital rantai makanan di perairan tawar dan laut adalah
fitoplankton dan zooplankton. Komunitas plankton menggambarkan kondisi
kualitas air perairan karena plankton tidak mampu mengisolasi dirinya dari
perairan seperti kerang yang mampu menutup cangkangnya ketika kondisi tidak
menguntungkan. Plankton mengakumulasi efek perubahan dari kualitas air yang
terjadi terus menerus sehingga kita harus memahami tentang plankton dan
interaksinya dengan lingkungan untuk memanajemen kualitas air. Fitoplankton
merespon perubahan cahaya, nutrisi dan sedimen serta merespon memakan oleh
zooplankton. Kelimpahan dan jenis fitoplankton pada perairan dapat memberikan
informasi tentang  baik atau tidaknya kondisi kualitas perairan  yang berpengaruh
pada penanganan dalam memanajemen kualitas air. Contohnya, kita harus
mengetahui spesies fitoplankton yang beracun dan berbahaya bagi konsumen
seperti ikan, kerang,dan manusia. Walaupun dalam jumlah yang kecil fitoplankton
yang beracun dan berbahaya dapat menyebabkan ledakan populasi
fitoplankton (blooming) akibat dari peningkatan konsentrasi nutrien di perairan.

7
             Kelimpahan suatu jenis fitoplankton ditentukan oleh sifat fisik dan kimia
air terutama kandungan nutrien badan air. Nutrien merupakan unsur kimia yang
diperlukan fitoplankton untuk pertumbuhan. Pada ekosistem perairan tawar
nutrien pembatas faktor pertumbuhan fitoplankton yaitu Fosfat (PO 4-), sedangkan
pada ekosistem perairan laut nutrien pembatas pertumbuhan  fitoplankton adalah
Nitrogen (N).

Nitrat dan fosfat yang berlebihan merangsang pertumbuhan alga berlebihan,


yang menutupi permukaan air sehingga sinar matahari tidak bisa masuk ke dalam
air. Akibatnya, bagian perairan dalam menjadi gelap dan kekurangan sinar
matahari. Ini menyebabkan kekurangan oksigen, sebab fotosintesis tidak dapat
dilakukan.  

Kemudian ketika mati, alga ini akan dimakan oleh bakteri pengurai, dan
populasi bakteri meningkat drastis. Karena pembusukan oleh bakteri
mengonsumsi oksigen, maka peningkatan bakteri menyebabkan berkurangnya
oksigen (hipoksia) di air dan kematian massal hewan air di perairan itu.    

Eutrofikasi sering membunuh hewan dan tumbuhan di muara dan merusak


ekonomi masyarakat sekitar muara. Alga beracun mengganggu pariwisata karena
bau busuk dan pandangan tak sedap dipandang, dan keracunan ikan dan kerang
berdampak buruk pada perikanan.  

Karena bahaya eutrofikasi ini, maka penggunaan pupuk harus dikendalikan agar
tidak menyebabkan pencemaran limbah organik.  

2.3 Faktor yang mempengaruhi Eutrofikasi


Eutrofikasi dapat dikarenakan beberapa hal di antaranya karena ulah
manusia yang tidak ramah terhadap lingkungan. Hampir 90 % disebabkan oleh
aktivitas manusia di bidang pertanian. Para petani biasanya menggunakan
pestisida atau insektisida untuk memberantas hama tanaman agar tanaman 3 4
tidak rusak. Akan tetapi botol – botol bekas pestisida itu dibuang secara
sembarangan baik di sekitar lahan pertanian atau daerah irigasi. Hal inilah yang
mengakibatkan pestisida dapat berada di tempat lain yang jauh dari area pertanian
karena mengikuti aliran air hingga sampai ke sungai – sungai atau danau di
sekitarnya.

8
Emisi nutrien dari pertanian merupakan penyebab utama eutrofikasi di
berbagai belahan dunia. Rembesan phospor selain dari areal pertanian juga datang
dari peternakan, dan pemukiman atau rumah tangga. Akumulasi phospor dalam
tanah terjadi saat sejumlah besar kompos dan pakan ternak digunakan secara besar
- besaran untuk mengatur produksi ternak hewan.
Menurut Morse et. al. (1993) sumber fosfor penyebab eutrofikasi 10 %
berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri (background source), 7 %
dari industri, 11 % dari detergen, 17 % dari pupuk pertanian, 23 % dari limbah
manusia, dan yang terbesar, 32 %, dari limbah peternakan. Paparan statistik di
atas menunjukkan bagaimana besarnya jumlah populasi dan beragamnya aktivitas
masyarakat modern menjadi penyumbang yang sangat besar bagi lepasnya fosfor
ke lingkungan air.
Limbah kotoran ikan dan sisa pakan ikan yang mengandung unsur hara
fosfor dan nitrogen akan merangsang pertumbuhan fitoplankton atau alga dan
meningkatkan produktivitas perairan. Sebaliknya, dalam keadaan berlebihan akan
memicu timbulnya blooming algae yang justru merugikan kehidupan organisme
yang ada dalam badan air, termasuk ikan yang dibudidayakan di perairan danau.
Penumpukan bahan nutrien ini akan menjadi ancaman kehidupan ikan di badan
danau pada saat musim pancaroba. Adanya peningkatan suhu udara, pemanasan
sinar matahari, dan tiupan angin kencang akan menyebabkan terjadinya golakan
air danau. Hal ini menyebabkan arus naik dari dasar danau yang mengangkat masa
air yang mengendap. Masa air yang membawa senyawa beracun dari dasar danau
hingga mengakibatkan kandungan oksigen di badan air berkurang. Rendahnya
oksigen di air itulah yang menyebabkan kematian ikan secara mendadak. 5
Pestisida, obat-obatan dan pakan ternak merupakan sumber elemen P yang dapat
menyebabkan eutrofikasi.
Pestisida dapat hilang selama penggunaan melalui penyemprotan yang tidak
terarah, dan penguapan. Pestisida lepas dari tanah melalui leaching ataupun
pengaliran air. Pola reaksi pelepasan pestisida seangat tergantung pada afinitas
bahan kimia yang digunakan tergadap tanah dan air, jumlah dan kecepatan
hilangnya pestisida dipengaruhi oleh waktu dan kecepatan curah hujan,
penggunaan, jenis tanah dan sifat dari pestisidanya. Pestisida dapat mencapai

9
badan air jika tumpahan yang terjadi selama proses pengisian pencampuran
pencucian dan penggunaan, melalui aliran air, melalui pelepasan (leaching)
kedalam air permukaan yang berbahaya karena dapat mencemari perairan jika
tidak diperlakukan dengan hati-hati.
Adanya zat eutrofikasi yang mengandung unsur harafoslor dan nitrogen,
akan sangat berguna dalam merangsang pertumbuhan fitoplankton atau alga, serta
sangat baik dalam meningkatkan produktivitas perairan. Namun sebaliknya,
ketika zat eutrofikasi tersebut terlalu berlebihan maka akan memicu timbulnya
blooming algae, yang justru dapat merugikan kehidupan organisme yang ada di
perairan terdampak.
1. Zat dari Limbah Detergen

Zat penyebab eutrofikasi yang pertama yaitu detergen. Kandungan


detergen yaitu senyawa phosphate, dimana senyawa tersebut merupakan salah
satu penyebab pencemaran air terbesar. Hampir sebesar 42% dari penyakit
manusia dan hewan bahkan disebabkan oleh jenis senyawa phosphate ini.
Menurut Prof Narinder K. Kauschik, Professor Emeritus dari environmental
biology di Canadian University of Guelph menyatakan, jika masalah utama
eutrofikasi pada ekosistem air adalah adanya senyawa phosphate.

Seperti yang telah diketahui bersama, jika eutrofikasi merupakan sebuah


kondisi dimana pesatnya pertumbuhan tanaman enceng gondok serta
ganggang. Dan apabila kondisi ini dibiarkan, maka seluruh permukaan sungai
atau rawa akan berpotensi untuk tertutup jenis tanaman ini. Lalu, ketika
seluruh permukaan sungai dan rawa tertutup oleh tanaman tersebut, maka akan
menimbulkan dampak negatif yang dirasakan oleh biota air dibawahnya.

Sebab, karena adanya eutrofikasi maka akan menghambat sirkulasi


oksigen dan sinar matahari. Dan, dengan pertumbuhan ganggang yang sangat
pesat maka akan meningkatkan unsur hara yang ada di dalamnya. Dampak
teburuk yang sangat mungkin terjadi, yaitu kondisi ini dapat menyebabkan
biota di dalamnya mati hingga timbulnya kepunahan massal.

2. Zat dari Sisa Sampah

10
Sampah sendiri sangat;lah beragam jenis dan sumbernya. Dan ketika jenis
sampah tersebut memiliki bahan berbahaya di dalamnya, maka akan
meningkatkan timbulnya eutrofikasi. Hal tersebut sangat mungkin ditimbulkan
ketika jenis sampah tersebut misalnya sampah bekas bahan kimia berbahaya,
seperti detergen. Dan ketika sampah berbahaya tersebut dibiarkan bertahun-
tahun mengendap, maka akan menyebabkan dampak negatif pada makhluk
hidup yang ada di bawahnya.

Hal ini menunjukkan, bahwa sangat besar dampak dari kebiasaan buruk
manusia yang membuang sampah sembarangan. Bahkan kebiasaan ini sudah
sering dilakukan secara turun temurun. Sehingga bukan tidak mungkin jika
sumber air bersih kedepannya dapat semakin menipis. Maka dari itu, biasakan
membuang sampah pada tempatnya.

3. Zat dari Limbah Peternakan

Zat penyebab eutrofikasi yang mungkin kurang diperhatikan oleh


masyarakat, bisa timbul dari adanya kotoran ternak. Kotoran ternak memiliki
kandungan bahan kimia yang mungkin sangat beragam. Sehingga, bisa saja
kandungan kotoran ternak tersebut akan menjadi zat penyebab eutrofikasi.
Selain itu, sisa-sida dari makanan ternak yang langsung dilakukan
pembuangan tanpa adanya proses pengolahan khusus, dapat memperbesar
risiko timbulnya eutrofikasi.

Oleh karena itu, wajib bagi para peternak untuk mulai menyediakan alat
yang diperlukan untuk melakukan pengolahan khusus dalam mengatasi limbah
yang berasal dari peternakan, baik itu kotoran atau sisa makanan ternak. Selain
untuk mencegah eutrofikasi, tentunya agar sumber air bersih tetap dapat
terjaga dengan baik.

4. Zat dari Limbah Pertanian

Selain dari limbah yang dihasilkan peternakan, adanya limbah pertanian


yang tidak mengalami proses lebih lanjut juga menjadi salah satu penyebab
eutrofikasi. Sebabnya, limbah pertanian ini disebabkan oleh kandungan

11
pestisida dan pupuk kimia yang biasanya digunakan oleh pelaku pertanian
dalam kaitannya untuk pemeliharaan tanaman.

Padahal kandungan pestisida dan pupuk kimia ini, sangat tinggi risikonya
dalam mencemari sumber air dan menjadi penyebab eutrofikasi yang cukup
parah. Maka dari itu, selalu usahakan mengolah limbah pada pertanian ini
sebelum mulai membuangnya ke lingkungan.

5. Zat dari Limbah Pabrik

Salah satu zat penyebab eutrofikasi yang sering ditemui justru sering
ditemui dari limbah pabrik yang masih kurang memperhatikan mengenai
pengolahan limbahnya. Padahal, pembuangan limbah pabrik tanpa
dilakukannya penjerniham, selain menyebabkan eutrofikasi, juga dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan. Bahkan, dampak dari zat limbah pabrik
tersebut bisa berbahaya juga bagi kesehatan manusia.

Maka dari itu, selain zat penyebab eutrofikasi yang memang sangat
berbahaya bagi biota air, berbagai zat tersebut juga sangat berbahaya bagi
kehidupan manusia. Jadi, sudah kewajiban manusia selalu menjaga
lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi semua makhluk
hidup di Bumi.

2.4 Dampak dar Eutrofikasi


Kondisi eutrofik sangat memungkinkan algae, tumbuhan air berukuran
mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming) akibat
ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai. Hal ini bisa
dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan
kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok yang
bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat
berlebihan ini. Dampak dari eutrofikasi akan menyebabkan dominasi fitoplankton
yaitu Microcystis sp, Pyrodinium sp, Alexandrium spp, dan Gymnodinium spp.

12
Akibatnya hal ini, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat
menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol,
menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa
tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya
dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan
ekosistem air. Permasalahan lainnya, cyanobacteria (blue-green algae) diketahui
mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan
hewan. Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika,
rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang
tidak sedikit untuk mengatasinya. Selain hal itu, dampak lain yang dapat terjadi
akibat proses eutrofikasi antara lain :
1. Blooming algae dan tidak terkontrolnya pertumbuhan tumbuhan akuatik lain
2. Terjadi kekeruhan perairan
3. Terjadi deplesi oksigen, terutama di lapisan yang lebih dalam dari danau atau
waduk
4. Terjadi supersaturasi oksigen
5. Berkurangnya jumlah dan jenis spesies tumbuhan dan hewan
6. Berubahnya komposisi dari banyaknya spesies ikan menjadi sedikit spesies
ikan 7. Berkurangnya hasil perikanan akibat deplesi oksigen yang signifikan d
perairan 8. Produksi substansi beracun oleh beberapa spesies blue-green algae
9. Ikan yang ada di perairan menjadi berbau lumpur
10. Pengurangan nilai keindahan dari danau atau waduk karena berkurangnya
kejernihan air
11. Menurunkan kualitas air sebagai sumber air minum dan MCK

13
Gambar: Alur dampak marak alge terhadap masyarakat akibat eutrofikasi
(Sumber: Wouthuyzen, 2007)

Menurut ahli peneliti utama oceanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan


Indonesia (LIPI), Professor Sam Wouthuyzen dalam laporan penelitian pada tahun
2007, di Perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya, menjelaskan bahwa terdapat 2
penyebab utama eutrofikasi yakni, meningkatnya jumlah penduduk yang sangat
tinggi dari tahun ke tahun dan pembukaan lahan yang cepat, namun tidak tertata

baik dan tidak ramah lingkungan untuk berbagai keperluan pembangunan.


Selain dampak negatif, eutrofikasi juga memberikan dampak positif bagi
masyarakat sekitar karena tumbuhan air (enceng gondok) dapat memberikan
lapangan pekerjaan baru yaitu dengan dijadikannya enceng gondok sebagai
kerajinan semisal dijadikan tas maupun kursi, yang mana hal tersebut memberikan
nilai tambah bagi enceng gondok setelah diolah menjadi kerajinan. 
Hubungan eutrofikasi terhadap kualitas air meliputi pH, oksigen terlarut, suhu dan
kelimpahan plankton diperoleh bahwa eutrofikasi berpengaruh nyata terhadap pH
dan oksigen terlarut

14
2.5 Cara Memnaggulangi Eutrofikasi
1. Penanggulangan eutrofikasi secara umum
Dewasa ini persoalan eutrofikasi tidak hanya dikaji secara lokal dan
temporal, tetapi juga menjadi persoalan global yang rumit untuk diatasi
sehingga menuntut perhatian serius banyak pihak secara terusmenerus.
Eutrofikasi merupakan contoh kasus dari problem yang menuntut pendekatan
lintas disiplin ilmu dan lintas sektoral. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan penanggulangan terhadap problem ini sulit membuahkan hasil
yang memuaskan.
Faktor-faktor tersebut adalah aktivitas peternakan yang intensif dan hemat
lahan, konsumsi bahan kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang
berlebihan, pertumbuhan penduduk bumi yang semakin cepat, urbanisasi yang
semakin tinggi, dan lepasnya senyawa kimia fosfat yang telah lama
terakumulasi dalam sedimen menuju badan air. Oleh karena itu salah satu
solusi yang penting yaitu dibutuhkan suatu kebijakan yang kuat dalam
mengontrol pertumbuhan penduduk serta penggunaan fosfat terutama di
bidang pertanian. Dalam pemecahan problem ini, peran serta pemerintah dan
seluruh masyarakat sangat penting terutama untuk mengelola, memelihara,
dan melestarikan sumber daya air demi kepentingan bersama. Pada umumnya
ada dua cara untuk menanggulangi eutrofikasi.
a. Attacking symptoms
1) Mencegah pertumbuhan vegetasi penyebab eutrofikasi
2) Menambah atau meningkatkan oksigen terlarut di dalam air Bila
menggunakan cara ini, ada beberapa metode yang dapat digunakan :
a) Chemical treatment yang dimaksudkan untuk mengurangi
kandungan nutrien yang berlebihan di dalam air
b) Aerasi
c) Harvesting algae (memanen alga) yang dimaksudkan untuk
mengurangi alga yang tumbuh subur di permukaan air

b. Getting at the root cause


Mengurangi nutrient dan sedimen berlebih yang masuk ke dalam air. Bila
menggunakan cara ini, ada beberapa metode yang dapat digunakan :

15
1) Pembatasan penggunaan fosfat
2) Pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan permukiman.
3) Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen
Cara ini dapat diwujudkan apabila pemerintah dapat menerbitkan
suatu peraturan pemerintah atau suatu undang-undang dalam pembatasan
penggunaan fosfat untuk melindungi ekosistem air dari cultural
eutrofikasi. Di Ameriaka Serikat sudah lahir peraturan perundangan
mengenai hal ini yang diusahakan oleh sebuah institusi St Lawrence Great
Lakes Basin. Di Indonesia sendiri belum terdapat perundangan yang
mengatur tentang penguunaan fosfat.

2. Penanggulangan blooming eceng gondok


Eutrofikasi (blooming eceng gondok) merupakan masalah lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat (PO3-), khususnya dalam
ekosistem air tawar. Definisi dasarnya adalah pencemaran air yang disebabkan
oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air.
Kondisi eutrofik sangat memungkinkan alga, tumbuhan air berukuran
mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming) akibat
ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai. Hal ini
bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan
kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok
yang bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang
sangat berlebihan ini. Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi
sangat menurun.
Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol,
menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa
tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati.
Karena eceng gondok dianggap sebagai gulma yang mengganggu maka
berbagai cara dilakukan untuk menanggulanginya. Tindakan-tindakan yang
dilakukan untuk mengatasinya antara lain:
a. Mengangkat langsung eceng gondok dari permukaan kolam
b. Memanfaatkan eceng gondok untuk makanan ternak.

16
c. Memanfaatkan eceng gondok sebagai kerajinan semisal dijadikan tas
maupun kursi, yang mana hal tersebut memberikan nilai tambah bagi
eceng gondok setelah diolah menjadi kerajinan.
d. Meminimalisir dan mencegah penyebab eutrofikasi

17
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Eutrofikasi merupakan pengkayaan (enrichment) air dengan adanya nutrient
(nitrogen dan fosfor) yang berupa bahan anorganik dan sangat dibutuhkan oleh
tumbuhan dan dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer
perairan. Eutrofikasi disebabkan oleh peningkatan biomassa akibat meningkatnya
fitolankton, sehingga menyebabkan melimpahnya konsentrasi unsur hara dan
perubahan parameter kimia seperti oksigen terlarut (DO), kandungan klorofil-a
dan turbiditas serta produktivitas primer. Eutrofikasi pada suatu perairan juga
dapat diketahui apabila telah terjadi perubahan warna air menjadi kehijauan, air
yang keruh, berbau busuk, dan sangat memungkinkan tumbuhan air berukuran
mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming) seperti eceng
gondok yang bertebaran di rawa-rawa dan danau. Akibatnya, kualitas air di
banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen
terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan
dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati.
Penanggulangan blooming eceng gondok bisa dilakukan dengan cara:
Mengangkat angsung eceng gondok dari permukaan kolam, memanfaatkan eceng
gondok untuk makanan ternak, memanfaatkan eceng gondok sebagai kerajinan
semisal dijadikan tas maupun kursi, yang mana hal tersebut memberikan nilai
tambah bagi eceng gondok setelah diolah menjadi kerajinan, dan meminimalisir
atau mencegah penyebab eutrofikasi.

3.2 Saran
Makalah ini jauh dari sempurna untuk itu kami selaku penulis
mengharapkan kritik dan saran dari makalah ini untuk menjadi lebih baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah. (2021). Analisis Kesuburan Perairan di Daerah Keramba Jaring Apung


Berdasarkan Kandungan Unsur Hara (Nitrat dan Fosfat) di Waduk Ir. H.
Djuanda, Jatiluhur Purwakarta. Jurnal Kartika Kimia, 4(2), 96-105.
Alfionita, A. N. (2019). Pengaruh eutrofikasi terhadap kualitas air di sungai
Jeneberang. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, 5(1), 9-23.
Kovacs, A. K. (2009). Phosphorus retention patterns along the Tisza River,
Hungary. PhoWater Science and Technology, 59(2), 391-397.
Mangas-Ramírez, E. &.-G. (2004). Effect of mechanical removal of water
hyacinth (Eichhornia crassipes) on the water quality and biological
communities in a Mexican reservoir. Aquatic Ecosystem Health &
Management, 7(1), 161-168.
Soeprobowati, T. R. (2010). Status trofik danau rawapening dan solusi
pengelolaannya. Jurnal Sains dan Matematika Universitas Diponegoro,
18, 158-169.
Wetzel, R. G. (1983). Attached algal-substrata interactions: fact or myth, and
when and how? Periphyton of freshwater ecosystems, 207-215.

19

Anda mungkin juga menyukai