Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS ILMU BEDAH ORTOPEDI

“MULTIPLE FRACTURE AND RADIAL NERVE PALSY”

Oleh :

Baiq Denda Putria Ningsih

H1A016 012

Pembimbing:

dr. Dyah Purnaning, Sp.OT

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN

KLINIK MADYA BAGIAN/SMF BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang


rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Untuk mengetahui
mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui
keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama
tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.2

Prinsip penanganan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi (pengenalan),


reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi. Agar
penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi, baik pada
jaringan lunak maupun tulangnya. Mekanisme trauma juga perlu diketahui,
apakah akibat trauma tumpul atau tajam, langsung atau tidak langsung.1,2

Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen jaringan ke posisi


semula atau reposisi. Dengan kembali ke bentuk semula, diharapkan bagian yang
sakit dapat berfungsi kembali dengan maksimal. Retaining adalah tindakan
mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi). Hal ini akan
menghilangkan spasme otot pada ekstremitas yang sakit sehingga penderita
merasa lebih nyaman dan lebih cepat sembuh. Rehabilitasi berarti mengembalikan
kemampuan ekstremitas yang sakit agar dapat berfungsi kembali.1,2

Fraktur humerus midshaft biasanya terjadi akibat hantaman langsung ke


lengan atas, yang umumnya terjadi akibat terjatuh ataupun kecelakaan sepeda
motor. Pada lansia, patah tulang ini juga bisa terjadi karena terjatuh pada lengan
yang terulur. Insiden puncak terjadi pada pria berusia 21 hingga 30 tahun dan
wanita berusia 60 hingga 80 tahun, meskipun fraktur humerus dapat terjadi pada
segala usia atau jenis kelamin. Enam puluh persen dari semua fraktur humerus
terjadi di sepertiga tengah humerus. Manajemen fraktur humerus umumnya adalah
konservatif, namun pada beberapa kasus dapat dilakukan tatalaksana operatif.3
Fraktur klavikula adalah cedera yang sering terjadi terutama pada usia
muda dan individu yang aktif. Fraktur klavikula cukup umum, terhitung hingga
10% dari semua fraktur. Jatuh ke bahu lateral paling sering menyebabkan fraktur
klavikula. Radiografi memastikan diagnosis dan bantuan dalam evaluasi dan
pengobatan lebih lanjut. Meskipun sebagian besar patah tulang klavikula diobati
secara konservatif, patah tulang yang mengalami displace parah atau patah tulang
mungkin memerlukan fiksasi bedah.4

Fraktur pada humerus sering disertai komplikasi cedera nervus radialis,


insiden 11.8% dari seluruh cereda saraf perifer yang terkait fraktur tulang panjang.
Hal ini terjadi karena posisi nervus radialis dan kontak langsung pada periosteum
humerus pada celah spiral dan melewati septum intermuscular bagian lateral,
sehingga mudah terjepit, memar atau cedera. Fraktur spiral atau oblik pada
sepertiga tengah dan distal humerus memiliki resiko tinggi cedera saraf radialis.7

Cedera nervus radialis dapat diakibatkan cedera primer maupun sekunder,


cedera primer berupa cedera langsung terkait patah tulang humerus, intervensi
pembedahan maupun kompresi. Sedangkan cedera saraf sekunder terjadi karena
saraf terjepit pada patahan setelah reduksi (manipulasi patahan). Cedera iatrogenik
pada nervus radialis mungkin terjadi saat manipulasi tindakan closed reduction
atau saat intervensi pembedahan, saat internal fixation dengan compression plate
atau intramedullary nail.7
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Indrawati
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 01-07-1956 (65 tahun)
Alamat : Selat, Narmada, Lombok Barat
Agama : Islam
Pendidikan terakhir :-
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No MR : 171746
Tanggal periksa : 12 April 2021

B. Anamnesis

Metode: Autoanamnesis (Pasien) dan alloanamnesis (keluarga pasien)

KU : Nyeri pada tangan kiri post KLL

RPS : pasien datang ke RSUDP NTB rujukan dari RS awet muda pada
minggu, 4 April 2021 sekitar pukul 19:00 dengan keluhan nyeri tangan
kiri dan bahu kiri. Nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah nyeri bila
digerakkan. Pasien mengalami kecalakan lalu lintas pada minggu, 4 April
2021 sekitar pukul 15:00. Pada saat itu pasien jalan kaki dan akan
menyeberang jalan kemudian dari arah barat atau dari sisi kiri pasien
datang motor yang melaju kencang dan menabrak pasien dari sebelah kiri
pasien. Kemudian pada saat itu pasien jatuh ke tanah dan tidak sadarkan
diri. Pasien kemudian ditolong warga sekitar dan terlihat tulang lengan
kiri bagian atas pasien tampak menonjol namun tidak terlihat adanya
tulang yang menembus kulit. Riwayat kehilangan kesadaran dan
pertolongan pertama dilakukan di RS awet muda. Keluhan penyerta
seperti mual, muntah disangkal oleh pasien.

RPD : Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami kejadian serupa,


riwayat trauma sebelumnya juga disangkal, riwayat asma (-), tekanan
darah tinggi (-), diabetes melitus (-), riwayat batuk lama atau demam lama
(-), penyakit keturunan (-), penyakit tulang lainnya (-).

RPK : Riwayat keluhan serupa di keluarga (-), riwayat hipertensi (-),


diabetes mellitus (-), penyakit keturunan (-), penyakit tulang lainnya (-).

R.Pengobatan : Setelah kejadian, pasien dibawa ke RS awet muda untuk


mendapatkan penanganan awal, kemudian pasien dirujuk ke RSUD
Provinsi NTB untuk mendapatkan penanganan lanjutan.

R.Alergi : Pasien tidak memiiki riwayat alergi terhadap obat maupun


makanan.

B. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran/GCS : Kompos mentis GCS E4V5M6
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 90 kali/menit, reguler, kuat angkat
Frekuensi napas : 18 kali/menit
Suhu : 36,8oC
Kepala
§ Bentuk kepala simetris
§ Ukuran kepala normosefali
§ Vulnus Laceratum post hecting pada regio parietal sinistra

Mata § Palpebra : edema -/- , ptosis -/-


§ Konjungtiva : anemis -/-, hiperemi -/-
§ Sklera: ikterik -/-
§ Pupil : bulat isokor, refleks cahaya langsung & tak
langsung +/+

Telinga § Bentuk aurikula normal, simetris, sekret (-), nyeri tekan


aurikula (-), pendengaran kesan normal

Hidung § Bentuk normal, simetris, deviasi septum (-), penciuman


kesan normal.

Mulut § Bentuk simetris, sianosis (-).

Leher § Tidak tampak luka pada daerah leher.


§ Tidak tampak pembesaran tiroid.
§ Deviasi trakea (-).
§ Pembesaran kelenjar getah bening (-).

Toraks Inspeksi
§ Bentuk dan ukuran dinding dada simetris, tidak tampak
adanya jejas, massa (-).
Palpasi
§ Nyeri tekan (-), massa (-), krepitasi (-), edema (-),
pergerakan dinding dada simetris.

Perkusi
§ Perkusi sonor di seluruh lapang paru.
Auskultasi
§ Pulmo: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.
§ Cor : S1dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen Inspeksi
§ Dinding abdomen : distensi (-), massa (-), jejas (-)
Auskultasi
§ Bising Usus (+), mettalic sounds (-)
Perkusi
§ Perkusi timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi
§ Nyeri tekan (-), massa (-)

Ekstremitas § Regio kanan


atas Akral hangat, tidak terdapat edema, CRT < 2 detik,
§ Regio kiri
Akral hangat, edema (+), deformitas (+), nyeri tekan (+),
CRT < 2 detik,

Ekstremitas  Regio kanan


Bawah Akral hangat, CRT <2 detik, vulnus laceratum post
hecting pada cruris dextra
 Regio kiri
Akral hangat, CRT <2 detik

Status Lokalis
 Regio Clavicula Sinistra
a) Look : Jejas (+), darah (-), edema (-), deformitas (-)
b) Feel : suhu sama dengan daerah sekitarnya, nyeri tekan (+), krepitasi (-),
sensibilitas (+)
c) Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat, nyeri bila digerakkan (+),
tampak gerakan terbatas (+)
 Regio Humerus sinistra
a) Look : Jejas (-), darah (-), edema (-), deformitas (+), tampak penonjolan
abnormal, vulnus laceratum (-)
b) Feel : suhu sama dengan daerah sekitarnya, nyeri tekan (+), krepitasi (-),
sensibilitas (+), CRT < 2 detik, pulsasi arteri (+)
c) Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat, nyeri bila digerakkan (+),
tampak gerakan terbatas (+)

Gambar 1.1 Foto pasien post ORIF

Pemeriksaan Nervus Radialis


1) Otot Tricep (C6-8) : Ekstensi lengan
- Pergerakan aktif : tidak dapat dilakukan
- Pergerakan pasif : gerakan terbatas
2) Otot lateral epicondylus : Ekstensor carpi radialis longus (C6,C7) dan
brevis (C7,C8) dengan ekstensi dan abduksi pergelangan tangan
- Pergerakan aktif : tidak dapat dilakukan
- Pergerakan pasif : tidak dapat dilakukan
3) Otot abductor policis longus (C7,C8) dengan ekstensi ibu jari menjauhi
jari telunjuk sejajar telapak tangan
- Pergerakan aktif : tidak dapat dilakukan
- Pergerakan pasif : tidak dapat dilakukan

a. Laboratorium (4/4/2021)
Jenis Pemeriksaaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi

Hemoglobin/Hb 11.1 g/dL 14,0 – 18,0


Leukosit 17820/µL 4000 – 10000
Eritrosit 4.02 juta/µL 3.50 – 5.50
Trombosit 210000 150000 – 400000
Hematokrit/Ht 33% 25 – 42
MCV 82,6 fL 80.0 – 100.0
MCH 27.6pg 26.0 – 34.0
MCHC 33,4 g/dL 32.0 – 36.0
Basofil 0.2% 0.0 – 1.0
Eosinofil 0.0% 1.0 – 26.0
Neutrofil 93.3% 50.0 – 70.0
Limfosit 2.8% 20.0 – 40.0
Monosit 3.7% 2.0 – 8.0

Laboratorium (12/4/2021)
Jenis Pemeriksaaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin/Hb 7.5 g/dL 14,0 – 18,0
Leukosit 10520/µL 4000 – 10000
Eritrosit 2.64 juta/µL 3.50 – 5.50
Trombosit 346000 150000 – 400000
Hematokrit/Ht 21% 25 – 42
MCV 80,7 fL 80.0 – 100.0
MCH 28.4 pg 26.0 – 34.0
MCHC 35,2 g/dL 32.0 – 36.0
Basofil 0.4% 0.0 – 1.0
Eosinofil 0.9% 1.0 – 26.0
Neutrofil 86.7% 50.0 – 70.0
Limfosit 7.2% 20.0 – 40.0
Monosit 4.8% 2.0 – 8.0
b. Pemeriksaan Radiologi

a) Pemeriksaan X-Ray Humerus Sinistra AP (4/4/2021)

Kesan :
- Fraktur komplit mid-klavikula kiri
- Fraktur komplit pada 1/3 tengah os humerus kiri. Aposisi & alignment
kurang baik
- Caput humeri kiri masih tampak berada pada cavum glenoid
b) foto Thorax AP sinistra (4/4/2021)

Kesan :
- Fraktur komplit pada mid klavicula kiri
- Suspek kardiomegali
- Elongasio aorta
- Gambaran bronkopneumonia
- Fibrosis pada lapangan bawah paru kanan
- Emfisema subkutis pada lateral hemithorax kiri
C. Resume
- Seorang perempuan, usia 59 tahun datang dengan keluhan nyeri pada bahu
kiri dan lengan kiri setelah ditabrak motor saat menyebrang jalan. Pada
saat itu pasien ditabrak dari arah barat atau dari sisi kiri pasien. Kemudian
pasien terjatuh dan tidak sadarkan diri.
- Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien baik dengan
kesadaran compos mentis, tanda vital dalam batas normal.
- Pada pemeriksaan status lokalis pada regio clavicula sinistra terdapat jejas
(+), nyeri tekan (+), tampak gerakan terbatas (+). Pada regio humerus
sinistra terdapat deformitas (+), penonjolan abnormal (+), nyeri tekan (+),
dan gerakan terbatas (+).
D. Assesment

- Closed Fracture 1/3 Medial Humerus Sisnistra + Closed Fracture Mid


Clavicula Sinistra + Radial Nerve Falsy Sinistra

E. Planning Diagnostik
- Pemeriksaan darah lengkap
- Ro Thorax AP
- Ro Humerus AP
F. Planing Terapi
 Farmakologi saat di IGD

- IVFD 20 tpm
- O2 2 lpm
- Ceftriaxon 1 g/12 jam (IV)
- Ketorolac 1 amp/8 jam (IV)
- Ranitidin 1 amp/12 jam (IV)
- Citicolin 250 mg/8 jam
 Farmakologi saat di Ruangan

- IVFD 20 tpm
- O2 2 lpm
- Ceftriaxon 1 g/12 jam (IV)
- Paracetamol/8 jam (IV)
- Omeprazole/24 jam (IV)

 Monitoring :
- Monitoring keadaan umum
- Tanda vital
 Tindakan Bedah
- ORIF Humerus (tanggal 12/4/2021)
- ORIF Clavicula
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Fraktur
3.1.1 Definisi Fraktur

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan,


baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur
adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan
sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap. Fraktur
lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Pada beberapa keadaan trauma
muskuloskeletal, fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan. Hal ini terjadi apabila di
samping kehilangan bubungan yang normal antara kedua permukaan tulang
disertai adanya fraktur.1,2
3.1.2 Etiologi fraktur
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Pada beberapa keadaan, kebanyakan proses fraktur
terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok,
memutar, dan tarikan. Fraktur dapat terjadi akibat1,2:
a) Peristiwa trauma
Trauma muskuloskeletal yang bisa menjadi fraktur dapat dibagi menjadi
trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan
tekanan langsung pada tulang dan terjadi pada daerah tekanan. Fraktur yang
terjadi biasanya bersifat kuminutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
Trauma tidak langsung merupakan suatu kondisi trauma yang dihantarkan ke
daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi
dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan
lunak tetap utuh.
b) Tekanan yang berulang-ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain,
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia
atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari dan calon tentara yang jalan
berbaris dalam jarak jauh.
Fraktur juga bisa terjadi akibat adanya tekanan yang berlebih
dibandingkan kemampuan tulang dalam menahan tekanan. Tekanan yang terjadi
pada tulang dapat berupa hal-hal berikut.
1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik.
2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal.
3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,
dislokasi, atau fraktur dislokasi.
4. Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah,
misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak
5. Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z.
6. Fraktur remuk (brust fracture).
7. Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendon akan menarik sebagian tulang
c) Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau jika tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit
Paget).
3.1.3 Klasifikasi fraktur2
a) Berdasarkan Penyebab
1. Fraktur traumatik
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan
yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi
fraktur.
2. Fraktur patologis
Disebabkan oleh kelemahan tulang, yang disebabkan oleh kelainan
patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-daerah tulang
yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang
sering kali menunjukkan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering
dari fraktur patologis adalah tumor, baik primer maupun metastasis.
3. Fraktur stres
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.
b) Berdasarkan Derajat Garis Patahannya
1. Fraktur Komplit : Bila tulang benar-benar patah menjadi dua fragmen atau
lebih
2. Fraktur inkomplit : bila tulang terpisah secara tak lengkap dan periosteum
tetap menyatu. Contohnya pada fraktur greenstick tulang bengkok atau
melengkung, umunya terjadi pada anak-anak, yang tulangnya lebih elastis
dari pada tulang orang dewasa. Reduksi biasanya mudah dan
penyembuhannya cepat.
c) Berdasarkan Klinis
Manifestasi dari kelainan akibat trauma pada tulang bervariasi. Klinis yang
didapatkan akan memberikan gambaran pada kelainan tulang. Secara umum
keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Fraktur tertutup (close fracture)
Fraktur tertutup adalah fraktur di mana kulit tidak ditembus oleh fragmen
tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open fracture)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia
luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam
(from within) atau dari luar (from without).
3. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi
misalnya malunion, delayed union, nonunion, serta infeksi tulang.
d) Berdasarkan Gambaran Radiologis
Klasifikasi fraktur berdasarkan gambaran radiologisnya adalah sebagai
berikut:
1. Fraktur transversal: Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-segmen
tulang yang patah direposisi atau direduksi kembali ke tempatnya
semula, maka segmen-segmen itu akan stabil, dan biasanya dikontrol
dengan bidai gips.
2. Fraktur kuminutif: Fraktur dengan garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
3. Fraktur oblik: Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
4. Fraktur segmental: Dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur
semacam ini sulit ditangani. Biasanya, satu ujung yang tidak memiliki
pembuluh darah akan sulit sembuh dan mungkin memerlukan
pengobatan secara bedah.
5. Fraktur impaksi atau fraktur kompresi: Terjadi ketika dua tulang
menumbuk tulang yang berada di antaranya, seperti satu vertebra
dengan dua vertebra lainnya (sering disebut dengan brust fracture).
6. Fraktur spiral: Terjadi bila garis fraktur berbentuk spiral, umumnya
timbul akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur-fraktur ini khas pada
cedera terputar sampai tulang patah. Jenis fraktur ini hanya
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat
sembuh dengan imobilisasi luar.

e) Berdasarkan Posisi Fraktur


1. 1/3 proximal
2. 1/3 medial
3. 1//3 distal
Gambar 3.1.1 Klasifikasi Fraktur

Gambar 3.1.2 Klasifikasi Fraktur

3.1.4 Penyembuhan Fraktur2


Terdapat beberapa faktor yang bisa menentukan lama penyembuhan
fraktur Setiap faktor akan memberikan pengaruh penting terhadap proses
penyembuhan. Penyembuhan fraktur berkisar antara tiga minggu sampai empat
bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara kasar separuh waktu penyembuhan
dari pada dewasa. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan fraktur
dapat dilihat pada tabel berikut:
Faktor Deskripsi
Usia Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat
dari pada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena
aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan
endosteum, serta proses remodeling tulang. Pada bayi proses
penyembuhan sangat cepat dan aktif, kemampuan ini makin
berkurang apabila umur bertambah.
Lokalisasi dan Lokalisasi fraktur memegang peranan penting. Fraktur
konfigurasi metafisis penyembuhannya lebih cepat dari pada diafisis. Di
fraktur samping itu konfigurasi fraktur seperti fraktur transversal
lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur
oblik karena kontak yang lebih banyak.
Pergeseran awal Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum tidak
fraktur bergeser, maka penyembuhan dua kali lebih cepat
dibandingkan pada fraktur yang bergeser
Vaskularisasi Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik,
pada kedua maka penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Namun,
fragmen apabila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya buruk, maka
akan menghambat atau bahkan tidak terjadi tautan yang
dikenal dengan non-union.
Reduksi serta Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk
imobilisasi vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya.
Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan
kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu dalam
penyembuhan fraktur.
Waktu Jika imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan
imobilisasi sebelum terjadi tautan (union), maka kemungkinan terjadinya
non-union sangat besar
Ruangan di Jika ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteum
antara kedua maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan
fragmen serta menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur
interposisi oleh
jaringan lunak
Faktor adanya Infeksi dan keganasan akan memperpanjang proses inflamasi
infeksi dan lokal yang akan menghambat proses penyembuhan dari
keganasan lokal fraktur.
cairan sinovial Pada persendian, di mana terdapat cairan sinovial,
merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.
Gerakan aktif Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan
dan pasif pada meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur, tetapi gerakan
anggota gerak yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang
baik juga akan mengganggu vaskularisasi.
Nutrisi Asupan nutrisi yang optimal dapat memberikan suplai
kebutuhan protein untuk proses perbaikan. Pertumbuhan
tulang menjadi lebih dinamis bila ditunjang dengan asupan
nutrisi yang optimal.
Vitamin D Vitamin D memengaruhi deposisi dan absorpsi tulang.
Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan absorpsi
tulang seperti yang terlihat pada kadar hormon paratiroid
yang tinggi. Vitamin D dalam jumlah yang sedikit akan
membantu kalsifikasi tulang (membantu kerja hormon
paratiroid), antara lain dengan meningkatkan absorpsi
kalsium dan fosfat oleh usus halus.
Tabel 3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang
Tahapan penyembuhan fraktur
Ketika mengalami cedera fragmen, tulang tidak hanya ditambal dengan
jaringan parut. tetapi juga akan mengalami regenerasi secara bertahap. Ada
beberapa tahapan dalan penyembuhan tulang:
1. Fase 1: inflamasi.
Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons apabila
ada cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan
pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami
devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan
diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah
tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri.
2. Fase 2: proliferasi sel.
Dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk
benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi,
serta invasi fibroblas dan osteoblas. Fibroblas dan osteoblas (berkembang dari
osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat
fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat patah tulang. Namun, gerakan yang berlebihan akan merusak struktur
kalus.
3. Fase 3: pembentukan kalus (osifikasi).
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapui sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan serat tulang imatur.
Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara
langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu
waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang
rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakkan.
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga
minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus-
menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras.
Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif. Pada patah tulang panjang orang
dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan
4. Fase 4: remodeling menjadi tulang dewasa.
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati
dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stres fungsional
pada tulang (pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang
kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang
kortikal kompak, khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah
sempurna, muatan permukaan patah tulang tidak lagi negatif.

Gambar 3.1.3 Penyembuhan Fraktur


3.1.5 Gambaran Klinis Fraktur1
Anamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan
menggunakan tungkai yang mengalami cedera. Tetapi, fraktur tidak selalu di
tempat riwayat cedera, suatu pukulan pada lutut dapat menyebabkan fraktur pada
patela, kondilus femur, batang femur atau bahkan asetabulum. Deformitas, nyeri,
memar dan pembengkakan adalah gejala yang sering ditemukan. Selalu tanyakan
mengenai gejala cedera yang berkaitan yaitu baal atau hilangnya gerakan, kulit
yang pucat atau sianosis, darah dalam urine, nyeri perut, hilangnya kesadaran
untuk sementara.
Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan fraktur, penting untuk mencari ada tidaknya : (1) syok atau
perdarahan; (2) kerusakan yang berhubungan dengan otak, medula spinalis atau
visera dan (3) penyebab predisposisi (misalnya penyakit Paget).
 T
Pemeriksaan Penunjang
 Sinar-X
Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan.
- Dua pandangan : Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film
sinar-X tunggal, dan sekurang-kurangnya harus dilakukan dua sudut
pandang (antero. posterior dan lateral).
- Dua sendi : Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami
fraktur dan angulasi. Tetapi, angulasi tidak mungkin terjadi kecuali jika
tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-
sendi di atas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan pada foto
sinar-X.
- Dua tungkai : Pada sinar-X tulang anak-anak, epìfisis yang normal dapat
mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera akan
bermanfaat.
- Dua cedera : Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih
dari satu tingkat. Karena itu, bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur,
perlu juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.
- Dua kesempatan : Segera setelah cedera, suatu fraktur (misalnya pada
skafoid karpal) mungkin sulit dilihat. Kalau ragu-ragu, sebagai akibat
resorpsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat me-
mudahkan diagnosis.
 Pencitraan khusus
Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X
biasa.
- Tomografi
Mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia.
- CT atau MRI
mungkin merupakan satu-satunya cara untuk menunjukkan apakah fraktur
vertebra mengancam akan menekan medula spinalis, sesungguhnya, potret
transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada tempat
yang sukar misalnya kalkaneus atau asetabulum, dan potret rekonstruksi tiga
dimensi bahkan lebih baik.
3.2 Fraktur Humerus
3.2.1 Definisi
Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang
humerus yang terbagi atas :4
1. Fraktur Collum Humerus
2. Fraktur Batang Humerus
3. Fraktur Suprakondiler Humerus
4. Fraktur Interkondiler Humerus
3.2.2 Etiologi
Penyebab fraktur humerus adalah :1,4
1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada
titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung:  Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot:  Patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa twisting, bending dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

Kebanyakan fraktur shaft humerus terjadi akibat trauma langsung, meskipun


fraktur spiral sepertiga tengah dari shaft kadang-kadang dihasilkan dari aktifitas
otot-otot yang kuat seperti melempar bola. Pada fraktur humerus kontraksi otot,
seperti otot-otot rotator cuff, deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, latissimus
dorsi, biceps, korakobrakialis dan triceps akan mempengaruhi posisi fragmen
patahan tulang yang mengakibatkan fraktur mengalami angulasi maupun rotasi.
Di bagian posterior tengah melintas nervus Radialis langsung melingkari
periostum diafisis humerus dari proksimal ke distal sehingga mudah terganggu
akibat patah tulang humerus bagian tengah.4

3.2.3 Tatalaksana
Penatalaksanaan fraktur humerus midshaft secara historis konservatif, yang
berarti reduksi dan bidai. Ada sekitar 90% tingkat keselarasan dan penyatuan yang
tepat dengan manajemen konservatif. Belat fraktur humerus menghadirkan
tantangan untuk imobilisasi karena lokasinya. Pilihan belat yang tepat untuk
fraktur humerus termasuk belat coaptation dengan gendongan, gips lengan
gantung, belat lengan panjang, atau immobilizer bahu.3

Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien harus
dirawat lama. Itulah sebabnya pada patah tulang batang humerus dilakukan
operasi dan pemasangan fiksasi interna. Terdapat beberapa indikasi untuk
manajemen operasi termasuk cedera neurovaskular, patah tulang terbuka, patah
tulang kominutif, ketidakmampuan untuk mentolerir bidai / gips untuk waktu
yang lama, trauma dengan beberapa patah tulang, patah tulang lain pada lengan
yang sama, atau gagal pengobatan konservatif dengan nonunion dari situs fraktur.
Perawatan konservatif dikaitkan dengan waktu penyembuhan hingga sepuluh
hingga 12 minggu dengan fraktur transversal atau kominutif yang membutuhkan
waktu lebih lama untuk sembuh dari pada fraktur spiral atau miring. Manajemen
operatif, bagaimanapun, menjadi semakin populer di luar indikasi ini karena
waktu penyembuhan yang lebih cepat.3

3.2.4 Komplikasi
 Komplikasi Awal
a) Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas, kerusakan
arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan memperlihatkan tingkat
cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan, yang memerlukan eksplorasi
dan perbaikan langsung ataupun cangkok (grafting) vaskuler. Pada keadan ini
internal fixation dianjurkan.1,4
b) Cedera saraf
Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor
metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus, terutama
fraktur oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus. Pada cedera
yang tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak diperlukan operasi
segera.1,4
Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur digerakkan
dari pergerakan pasif putaran penuh hingga mempertahankan (preserve)
pergerakan sendi sampai saraf pulih. Jika tidak ada tanda-tanda perbaikkan
dalam 12 minggu, saraf harus dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan saraf
kadang tidak memuaskan, tetapi fungsi dapat kembali dengan baik dengan
pemindahan tendon.1,4
Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian cacat
setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa saraf sudah
mengalami robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi.7,9
c) Infeksi
Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik. Osteitis
tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan berjalan lambat
dan kejadian fraktur berulang meningkat. Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan
pembentukan pus, jaringan lunak disekitar fraktur harus dibuka dan
didrainase. Pilihan antibiotik harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas
bakteri.1,4
 Komplikasi Lanjut
a) Delayed Union and Non-Union
Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan untuk
menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan (penggunaan
hanging cast jangan terlalu berat). Penggunaan teknik yang sederhana
mungkin dapat menyelesaikan masalah, sejauh ada tanda-tanda pembentukkan
kalus (callus) cukup baik dengan penanganan tanpa operasi, tetapi ingat untuk
tetap membiarkan bahu tetap bergerak. Tingkat non-union dengan pengobatan
konservatif pada fraktur energi rendah kurang dari 3%. Fraktur energi tinggi
segmental dan fraktur terbuka lebih cenderung mengalami baik delayed union
dan non-union.1,4
3.3. Fraktur Clavicula
3.3.1 Definisi
Fraktur klavikula cukup umum, terhitung hingga 10% dari semua fraktur.
Fraktur klavikula merupakan fraktur yang paling umum pada masa kanak-kanak.
Jatuh ke bahu lateral paling sering menyebabkan fraktur klavikula. Radiografi
mengkonfirmasi diagnosis dan membantu dalam evaluasi dan pengobatan lebih
lanjut. Sementara sebagian besar patah tulang klavikula dirawat secara
konservatif, patah tulang yang sangat tergeser atau kominutif mungkin
memerlukan fiksasi bedah.5,6
3.3.2 Etiologi
Dalam 87% kasus yang dilaporkan, fraktur klavikula terjadi karena jatuh
langsung ke bahu lateral. Lebih jarang, patah tulang dapat terjadi akibat trauma
langsung pada klavikula atau karena jatuh ke tangan yang terulur atau karena
benturan langsung berenergi tinggi ke tulang. 5
3.3.3 Epidemiologi
Fraktur klavikula mewakili 2% sampai 10% dari semua fraktur. Fraktur
klavikula mempengaruhi 1 dari 1000 orang per tahun. Mereka adalah patah tulang
yang paling umum selama masa kanak-kanak, dan sekitar dua pertiga dari semua
patah tulang klavikula terjadi pada laki-laki. Ada distribusi bimodal dari fraktur
klavikula, dengan 2 puncaknya adalah pria yang lebih muda dari 25 tahun (cedera
olahraga) dan pasien yang lebih tua dari 55 tahun (jatuh). Sekitar 20% wanita dan
lebih dari sepertiga pria dengan fraktur klavikula berusia antara 13-20 tahun.
Fraktur sepertiga tengah klavikula terjadi pada 69% kasus, sepertiga bagian distal
pada 28% kasus, dan sepertiga proksimal pada 3% kasus.5

3.3.4 Tatalaksana
Pada fraktur klavikula midshaft, manajemen konservatif adalah
pendekatan yang paling umum. Pengobatan patah tulang ini terdiri dari tindakan
suportif atau reduktif. Perawatan suportif melibatkan penempatan selempang
(sling) atau selempang dan balutan, sedangkan perawatan reduktif mencakup
penggunaan figure-of-eight brace. Pada fraktur midshaft nondisplaced tanpa
komplikasi, pasien yang diobati secara nonoperatif dengan tindakan konservatif
ini memiliki komplikasi yang lebih sedikit dan pemulihan yang lebih cepat dari
pada yang diobati secara operatif. Namun, pada pasien dengan risiko nonunion
yang lebih tinggi (karena perpindahan fraktur, pemendekan klavikula, atau
kominusi fraktur) fiksasi bedah menghasilkan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan manajemen nonoperatif. Fiksasi bedah dicapai dengan reduksi terbuka
dengan plate fixation atau intramedullary fixation.5,6
Open reduction internal fixation (ORIF) menggunakan plates and screws
dianggap sebagai standar emas saat ini untuk manajemen operatif dari fraktur
klavikula midshaft yang tergeser dan/atau memendek. Data menunjukkan bahwa
ORIF menggunakan plates and screws menghasilkan pengembalian fungsi normal
yang lebih cepat dibandingkan dengan pengobatan konservatif. Oleh karena itu,
pengembalian fungsi bahu setelah enam minggu mungkin memainkan peran
dalam memilih manajemen operatif.5,6

BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang perempuan, usia 59 tahun datang dengan keluhan nyeri pada


lengan kiri dan bahu kiri setelah ditabrak motor saat menyebrang jalan. Pada saat
itu pasien ditabrak dari arah barat atau dari sisi kiri pasien. Kemudian pasien
terjatuh dan tidak sadarkan diri.Hal ini menunjukkan terdapat riwayat trauma pada
tangan kiri pasien.
Berdasarkan anamnesis, didapatkan bahwa saat kejadian tersebut, pasien
tertabrak dari arah kiri hingga terjatuh dan tidak sadarkan diri. Pasien kemudian
ditolong warga sekitar dan terlihat tulang lengan kiri bagian atas pasien tampak
menonjol namun tidak terlihat adanya tulang yang menembus kulit, ketika tiba di
RS Awet muda pasien mengalami pemulihan kesadarn serta mengeluhkan adanya
nyeri pada bahu kiri dan lengan kiri pasien. Hal tersebut menunjukkan adanya
kecurigaan fraktur pada bahu kiri dan lengan kiri pasien. Berdasarkan data
anamnesis tersebut, dapat mengarah pada adanya fraktur yang disebabkan trauma
langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi pada daerah tekanan .
Dari pemeriksaan fisik pada regio clavikula sinistra terlihat adanya jejas,
terdapat nyeri tekan, dan keterbatan gerak. Pada regio humerus sinistra terlihat
addanya deformitas, penonjolan abnormal serta keterbatan gerak. Dari hasil
pemeriksaan fisik juga menunjukkan adanya tanda-tanda adanya fraktur pada
regio clavikula sinistra dan regio humerus sinistra. Dari hasil pemeriksaan fisik
tidak didapatkan adanya tulang yang keluar maka dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami close fracture. Selain itu dari pemeriksaan fisik yang dilakukan
didapatkan bahwa pasien mengalami keterbatan gerak pada regio yang diinervasi
oleh nervus radialis yang menunjukkan bahwa didapatkan adanya radial nerve
valsy.
Pada pemeriksaan radiologi humerus sinistra didapatkan gambaran fraktur
komplit mid-klavikula kiri dan fraktur komplit pada 1/3 tengah os humerus kiri.
Dari pemeriksaan radiologi yang ditemukan dapat ditegakkan diagnosis pasien
yaitu fraktur tertutup mid klavikula sinistra dan fraktur tertutup 1/3 medial os
humerus sinistra.
Berdasarkan kondisi pasien tersebut, saat tiba di RS Awet Muda Narmada,
pasien langsung mendapatkan penanganan awal yaitu berupa pembersihan dan
rawat luka, pembalutan dan pemasangan bidai pada lengan kirinya, memastikan
lengan kiri pasien untuk tidak digerakkan terlebih dahulu, serta memperbaiki
kondisi pasien. Setelah kondisi stabil, pasien dirujuk ke RSUD Provinsis Nusa
Tenggara Barat, untuk mendapatkan tatalaksana lebih lanjut yaitu Open
Reduction and Internal Fixation (ORIF). Pada tatalaksana fraktur, tindakan awal
yang perlu dilakukan yaitu proteksi dan imobilisasi bagian yang mengalami
fraktur, yaitu dengan tidak melakukan pergerakan yang berlebihan pada bagian
fraktur, hal ini bertujuan agar tidak memperparah bagian yang mengalami fraktur.
Apabila ada luka atau robekan, perlu dilakukan juga tindakan rawat luka dan
penutupan luka untuk mencegah terjadinya infeksi. Selanjutnya dilakukan juga
tindakan stabilisasi fraktur untuk membantu imobilisasi dan mengurangi
kemungkinan terjadinya infeksi untuk membantu dalam proses penyembuhan
fraktur pada pasien.
Fraktur humerus sering disertai komplikasi cedera nervus radialis. Fraktur
spiral atau oblik pada sepertiga tengah dan distal humerus memiliki risiko tinggi
ccedera saraf radialis. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tidak dapat
melakukan gerakan sesuai dengan inervasi nervus radialis. Sehingga pada pasien
ini didapatkan adanya komplikasi berupa radial nerve palsy.

Daftar Pustaka

1. Apley Apley, A. 2010. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya
Medika: Jakarta.
2. Helmi, Noor Zairin. 2013. Trigger Finger. Buku Ajar Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Halaman 236-238
3. Bounds EJ, Frane N, Kok SJ. Humeral Shaft Fractures. [Updated 2020 Aug
24]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2021 Jan-. Available from: https://ebkzqrklbbjdidk4ctbpro2ium-
ac4c6men2g7xr2a-www-ncbi-nlm-nih-gov.translate.goog/books/
NBK448074/

4. Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43:
Orthopedic; In: Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser
Company : New York
5. Bentley TP, Hosseinzadeh S. Clavicle Fractures. [Updated 2020 Nov 18]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
Available from: https://ebkzqrklbbjdidk4ctbpro2ium adv7ofecxzh2qqi-www-
ncbi-nlm nihgov.translate.goog/books/NBK507892/

6. Hoogervorst, P., Schie, P. v., & Bekerom, M. P. (2018). Midshaft clavicle


fractures: current concepts. JUNE, 374-380. Retrieved from
WWW.eportopenreviews.org

Anda mungkin juga menyukai