Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas izin dan
rahmat-Nya, sehingga penulis diberikan kesempatan serta kemudahan untuk dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “ Human Trafficking”.

Makalah ini di susun sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Masalah Sosial Kontemporer. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
penulis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Dra. Rokna Murni,MP.
Selaku dosen mata kuliah Masalah Sosial Kontemporer , dan juga bantuan materi
selama menempuh pendidikan di POLTEKESOS Bandung.

Penulis mengharapkan makalah yang telah di susun dapat dimanfaatkan oleh


berbagai pihak. Penulis makalah ini benar-benar hasil dari penulis. Jika terdapat
kesalahan dalam isi makalah, sepenuhnya adalah tanggung jawab kami, maka kritik
dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan.

Bandung. Maret 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdagangan manusia atau yang di sebut Human Trafficking merupakan


sebuah kejahatan yang sangat sulit diberantaskan dan disebut-sebut oleh masyarakat
internasional sebagai bentuk perbudakan masa kini dan pelanggaran terhadap hak
asasi manusia. Kejahatan ini terus berkembang secara nasional maupun internasiona.
Dengan berkembangnya kemajuan teknologi dan informasi di jaman ini membuat
pelaku perdagangan ini menjadi lebih berkembang.

Salah satu faktornya yaitu rendahnya tingkat ekonomi , pendidikan dan


situasi psikologis inilah menjadi salah satu penyebab yang tidak di sadari sebagai
peluang munculnya human trafficking atau perdagangan manusia.

Perdagangan orang dapat mengambil korban dari siapapun, orang-orang


dewasa dan anak-anak, laki-laki maupun perempuan yang pada umunya berada
dalam situasi dan kondisi yang renatan. Modus yang digunakan dalam kejahatan ini
sangat beragam dan juga memiliki aspek kerja yang rumit. Dengan berkembangnya
teknologi dan informasi bisa memudahkan untuk berkembang nya modus-modus
kejahatan.

1. 2 Maksud dan Tujuan

1. Mengetahui pengertian tentang Human Trafficking

2. Mengetahui penyebab masalah Human Trafficking

3. Mengetahui siapa saja korban Human Trafficking

4. Menjelaskan dampak sosial bagi korban Human Trafficking

5. Mengetahui penanganan pemerintah dalam menghadapi Human Trafficking

6. Mengetahui korelasi pekerjaan sosial dengan Human Trafficking


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Human Trafficking

Istilah dalam perdagangan manusia ini dapat diartikan sebagai “rekrutmen,


trasportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang dengan
ancaman atau penggunaan kekerasan, penculikan,
pemalsuan,penipuan,penyalahgunaan kekerasan atau posisi rentan ataupun menerima
atau memberi bayaran atau manfaar sehingga memperoleh persetujuan dari orang
yang memegang kendali atas orang lain tersebut, untuk kepentingan ekploitasi yang
secara minimal termasuk ekploitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi
seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek lain
ang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ-orang tubuh”.
(Sumber: Pasal 3, protokol untuk mencegah, menekan dan menghukum perdagangan
manusa, terutama perempuan dana anak, sebgai tambana terhadap konvensi PBB
menentang kejahatan terorganisir Transnasional,2000).

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefiniskan trafficking sebagai:


perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau peneriaman seseorang,
dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk pemkasaan lain,
pencuikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau
memberi atau menerima bayaran atau menfaat untuk memperoleh ijin dari orang
yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitas. ( protokol PBB
tahun 2000 untuk mencegah, menggulangi dan menghukum Trafficking terhadap
manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai
kejahatan Lintas Batas Negara).

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa istilah Trafficking


menupakan:
a. Pengertian Trafficking dapat mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja,
yaitu kehgiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan
tempat tinggalnya/keluarganya. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang
dimaksud tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luarnegri.
b. Meskipun trafficing dilakukan atas izin tenaga kerja ynag bersangkutan, izin
tersebut sama sekali tidak menjadi releven ( tidak dapat digunakan sebagai
alasan untuk membenarkan trafficking tersebut ) apabila terjadi
penyalahgunaan atau korban berada dalam posisi tidak berdaya. Misalnnya
karena terjerat hutang, terdesak oleh kebutuhan ekonomi, dibuat percaya
bahwa drinya tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya.
c. Tujuan Trafficking adalah ekploitasi, terutama tenaga kerja (dengan
mengurus habis tenaga kerja yang dipekerjakan) dan eksploitasi seksual
(dengan memnafaatkan kebudayaan, kemolekan tubuh, serta daya tarik seks
yang dimiliki tenaga kerja yang bersangkutan dalam trabsaksi seks).

2.2 Penyebab masalah Human Trafficking

a. Pendidikan yang renah


Pendidikan mempunyai fungsi untuk mengembangkan potensi manusia agar
tumbuh dan berkembnag sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri.
Kompetensi dasar yang merupakan learning basic skill untuk hidup yang
kurang memadai dapat menyebabkkan seseorang tidak dapat memecahkan
masalah kehidupan yang menghimpitnya. Fenomena minimnya pendidikan
yang dimiliki baik oleh korban maupun orang tua merupakan faktor yang
menyebabkan terjadinya Human Trafficking.
b. Kemiskinan orang tua
Kemiskinan identik dengan ketidak berdayaan secara ekonomi terlihat terkait
dengan kemiskinan Trafficking. Kemiskinan merupakan gambaran kehidupan
sebab kekurangan mengakibatkan orang mencari bebagai cara unt keluar dari
kemiskinan. Kemiskinan merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya
Human Trafficing.
c. Pola asuh keluarga dan lingkungan sosial budaya.
Pola asuh keluarga yang merupakan faktor terjadinya Human Trafficing.
d. Pergaulan dan gaya hidup
Pergaulan dan gaya hidup khusunya dari media sosial, berpengaruh terhadap
faktor penyebab terjadinya Human Trafficking. Dengan alasan diajak teman
yang baru dikenalnya untuk berjalan-berjalan.
e. Lemahnya pencatatan dokumen kelahiran
Anak dan orang dewasa yang tidak terdaftar serta tidak memiliki akta
kelahiran sangat rentan terhadap eksploitasi. Rendahnya registrasi kelahiran,
khususnya di kalangan masyarakat desa, memfasilitasi perdagangan manusia.
Agen dan pelaku perdagangan memanfaatkan ketiadaan akta kelahiran asli
untuk memalsukan umur perempuan muda agar mereka dapat bekerja di luar
negeri.
f. Korupsi dan lemahnya penegakan hukum
Korupsi memainkan peran integral dalam memfasilitasi perdagangan
manusia, di samping dalam pemalsuan dokumen dan biaya illegal lain,
korupsi juga telah menghalangi penyelidikan dan penuntutan kasus
perdagangan manusia.

2.3 Korban Human Trafficking

Umumnya para korban Trafficking adalah orang  yang  mudah  terbujuk  oleh

janji-janji palsu  sang  traffickers. Beberapa traffickers menggunakan taktik-taktik

manipulasi  untuk menipu korbannya diantaranya dengan intimidasi, rayuan,

pengasingan, ancaman, penyulikan dan penggunaan obat-obatan terlarang.

Orang-orang yang dijual umumnya berasal dari daerah miskin dimana

peluang  untuk mendapatkan penghasilan amat terbatas. Bisa juga mereka berasal

dari korban pengungsian atau orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal.

Kebanyakan dari mereka masuk ke negara lain dibawa  oleh traffickers melalui


perbatasan.  Karena  kontrol  yang  kurang  diperbatasan inilah, mereka bisa dengan

leluasa lolos dan masuk ke negara tersebut.

Korban – korban Perdagangan manusia sebagian besar adalah wanita. Mereka

dijual untuk menjadi pekerja seks komersial. Umumnya, para wanita menerima

ajakan para Traffickers dengan tujuan untuk memperbaiki perekonomian

keluarganya. Mereka diiming-imingi pekerjaan layak atau pendidikan gratis. Tipe

pekerjaan yang ditawarkan umumnya adalah pekerjaan di catering dan hotel, di bar

dan club, kontrak sebagai model, dan pekerjaan paruh waktu. Traffickers biasanya

membujuk dengan janji akan menikahi korban, atau memaksa dan menculik korban.

Dan pada akhirnya korban-korban tersebut akan diterjunkan pada bisnis prostitusi.

   Perdagangan manusia juga terjadi pada pria. Pria yang berpendidikan

rendah umumnya dijadikan korban untuk menjadi pekerja kasar dengan upah yang

sangat rendah. Sebagian dari mereka juga ada yang dijadikan korban perkawinan

paksa atau pekerja seks. Departemen Negara Amerika Serikat menduga ada sekitar

600.000 - 820.000 pria, wanita dan anak-anak yang dijual ke negara-negara didunia

setiap tahunnya. Dan 80% diantaranya adalah wanita. Data tersebut juga

menyebutkan bahwa kebanyakan dari para korban perdagangan manusia dijual untuk

eksploitasi seks komersial.

Sedangkan perdagangan anak umumnya dilakukan oleh orang tua yang

benar-benar miskin. Alasan mereka menjual anaknya adalah untuk membayar hutang

atau untuk mendapatkan uang. Ada juga yang menjual anaknya karena belum siap
untuk mengurus anak tersebut sehingga mereka dijual dengan harapan bisa

memperoleh masa depan yang lebih baik.

2.4 Dampak Sosial bagi korban Human Trafficking

Para korban perdagangan manusia mengalami banyak hal yang sangat


mengerikan. Perdagangan manusia menimbulkan dampak negatif yang sangat
berpengaruh terhadap kehidupan para korban. Tidak jarang, dampak negatif hal
ini meninggalkan pengaruh yang permanen bagi para korban.
Dari segi fisik, korban perdagangan manusia sering sekali terjangkit penyakit.
Selain karena stress, mereka dapat terjangkit penyakit karena situasi hidup serta
pekerjaan yang mempunyai dampak besar terhadap kesehatan. Tidak hanya
penyakit, pada korban anak-anak seringkali mengalami pertumbuhan yang
terhambat.
Sebagai contoh, para korban yang dipaksa dalam perbudakan seksual
seringkali dibius dengan obat-obatan dan mengalami kekerasan yang luar biasa.
Para korban yang diperjualbelikan untuk eksploitasi seksual menderita cedera
fisik akibat kegiatan seksual atas dasar paksaan, serta hubungan seks yang belum
waktunya bagi korban anak-anak. Akibat dari perbudakan seks ini adalah
mereka menderita penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual,
termasuk diantaranya adalah HIV / AIDS. Beberapa korban juga menderita
cedera permanen pada organ reproduksi mereka.
Dari segi psikis, mayoritas para korban mengalami stress dan depresi akibat
apa yang mereka alami. Seringkali para korban perdagangan manusia
mengasingkan diri dari kehidupan sosial. Bahkan, apabila sudah sangat parah,
mereka juga cenderung untuk mengasingkan diri dari keluarga. Para korban
seringkali kehilangan kesempatan untuk mengalami perkembangan sosial,
moral, dan spiritual. Sebagai bahan perbandingan, para korban eksploitasi
seksual mengalami luka psikis yang hebat akibat perlakuan orang lain terhadap
mereka, dan juga akibat luka fisik serta penyakit yang dialaminya. Hampir
sebagian besar korban “diperdagangkan” di lokasi yang berbeda bahasa dan
budaya dengan mereka. Hal itu mengakibatkan cedera psikologis yang semakin
bertambah karena isolasi dan dominasi. Ironisnya, kemampuan manusia untuk
menahan penderitaan yang sangat buruk serta terampasnya hak-hak mereka
dimanfaatkan oleh “penjual” mereka untuk menjebak para korban agar terus
bekerja. Mereka juga memberi harapan kosong kepada para korban untuk bisa
bebas dari jeratan perbudakan.

2.5 Penanganan pemerintah terhadap Human Trafficking

Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi kasus perdagangan manusia di


Indonesia adalah dengan mendirikan Gugus Tugas Penanganan Korban Tindak
Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Berdasarkan Peraturan Presiden No 69 Tahun
2008, gugus tugas tersebut bertujuan untuk mengefektifkan dan menjamin
pelaksanaan pencegahan dan penanganan TPPO. Sebagai lembaga koordinatif Gugus
Tugas ini berperan:

1. Mengkoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan perdagangan orang


2. Melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan dan kerjasama
3. Memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan korban meliputi
Rehabilitasi Kesehatan, Rehabilitasi Sosial, Pemulangan, dan Reintegrasi
Sosial
4. Memantau perkembangan pelaksanaan penegakan hukum
5. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi

Berikut merupakan upaya pemerintah dalam upaya pencegahan danmengatasi human


trafficking :

 Gencar dilakukan adalah melakukan kerjasama lintas sektor dengan LSM-


LSM yang peduli terhadap masalah tersebut.
 Disahkannya secara legal Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yang di dalamnya mengatur dengan jelas tentang hak
anak untuk dilindungi dari segala bentuk eksploitasi dan perdagangan, serta
sanksi pidana bagi pelanggaran terhadap hak tersebut.
 Konvensi Hak Anak (CRC) yang telah diratifikasi oleh Indonesia, terdapat
sedikitnya 4 instrumen internasional lain yang mengatur tentang trafficking
atau perdagangan anak (dan perempuan), dan 4 instrumen nasional yaitu UU
Kesejahteraan Anak, UU Hak Asasi Manusia, UU Perlindungan Anak dan
UU Hukum Pidana.
 Organisasi dunia ILO ini berdasarkan pada satu asumsi bahwa perdagangan
perempuan adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia, dimana
perempuan atau anak perempuan dipaksa untuk bekerja dalam kegiatan seks
yang melanggar harkat dan martabatnya sebagai manusia, melanggar moral
dan kultur umat manusia (Pasal 29 konvensi ILO).
 Berpedoman pada UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang (PTPPO).
 Memperluas sosialisasi UU No. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO.
 Perlindungan anak (UU No. 23 Tahun 2003).
 Pembentukkan Pusat Pelayanan Terpadu (PP No. 9 Tahun 2008 tentang tata
cara dan mekanisme pelayanan terpadu bagi saksi atau korbanTPPO)

2.6 Korelasi profesi Pekerjaan Sosial dengan Human Trafficking

Beberapa peran yang dilaksanakan oleh pekerja sosial dalam penanganan


korban trafficking diantaranya ;

Sebagai Advokator dengan memberikan advokasi yang dilakukan dengan


berdiskusi dengan aparat pemerintah, karena pembuatan Undang-undang
trafficking ini belum ada sehingga pekerja sosial perlu mendorong aparat untuk
segera mengusulkan Undang-undang mengenai trafficking ini dan bekerja sama
dan terus berkoordinasi antar lembaga.

Sebagai motivator, yaitu dengan cara memberikan penguatan kemauan


korban untuk keluar diri situasi yang membelengguna.
Sebagai educator, pekerja sosial memiliki peranan untuk memberikan edukasi
baik yang bersifat informal yang bertujuan untuk memberikan bekal keilmuan
agar memiliki life skill.

Sebagai pendamping, yaitu melakukan pendampingan terhadap korban


trafficking guna memahami situasi dan kondisi kejiwaan korban trafficking,
sehingga korban merasa punya tempat untuk membantu mengatasi masalah yang
sedang dihadapinya.

Rekomendasi untuk Lembaga :

Pihak lembaga seharusnya lebih meningkatkan sosialisasi tentang


perdagangan perempuan dan anak kepada masyarakat, agar masyarakat dapat
mengerti tentang apa yang dimaksud dengan perdagangan manusia dan anak,
dengan begitu kasus perdagangan perempuan dan anak bisa diminimalisir
sekecil mungkin. Untuk Pekerja sosial, dalam menangani masalah yang ada
harus lebih optimal agar hasil yang dicapai dapat berjalan dengan baik dan
menurunkan tingkat perkembangan korban trafficking anak.

Anda mungkin juga menyukai