Oleh
Kelompok Co-Ass KBK
Periode 11 April – 1 Mei 2011
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2
2011
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Beberapa rumusan masalah yang dapat diajukan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana mekanisme pernafasan secara normal?
2. Bagaimana penjelasan penyakit asma secara lengkap dalam bahasan singkat?
3. Melalui pemahaman prinsip terapi asma, bagaimana seorang dokter memberikan
terapi terhadap penderita asma?
4. Bagaimana kriteria kasus yang mengharuskan seorang dokter merujuk pasien
asma ke rumah sakit rujukan terdekat?
3
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan tugas refrat ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan pengetahuan mengenai konsep dan prinsip ilmu biomedik,
klinis, perilaku, dan ilmu kesehatan masyarakat menyangkut penyakit asma.
2. Memberikan pengetahuan mengenai prosedur klinik dan laboratorium
asma, serta cara pengelolaan penyakit, pencegahan penyakit, dan pendidikan
kesehatan.
3. Mampu menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk
membantu penegakan diagnosis, pemberian terapi, tindakan pencegahan dan
promosi kesehatan, serta penjagaan dan pemantauan status kesehatan pasien asma.
4. Menjelaskan jenis-jenis kelainan pada sistem respirasi, yang meliputi
kausa, patogenesis, patologi, patofisiologi, gejala dan tanda, komplikasi, prognosis,
dan dasar terapinya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
C. Kontrol Pernafasan
Ventilasi melibatkan dua aspek berbeda, yang keduanya dapat dipengaruhi oleh
kontrol saraf : (1) siklus ritmis antara inspirasi dan ekspirasi dan (2) pengaturan
besarnya ventilasi yang pada gilirannya bergantung pada kontrol frekuensi bernafas dan
kedalaman volume tidal (volume paru-paru pada pernafasan biasa). Irama bernafas
terutama ditentukan oleh aktivitas pemacu yang diperlihatkan oleh neuron-neuron
inspirasi yang terletak di pusat kontrol pernafasan di medula batang otak. Sewaktu
neuron-neuron inspirasi ini melepaskan muatan secara spontan, impuls akhirnya
mencapai otot-otot inspirasi sehingga terjadilah inspirasi. Apabila neuron inspirasi
berhenti melepaskan muatan, otot inspirasi melemas dan terjadilah ekspirasi. Apabila
ekspirasi aktif akan terjadi, otot-otot ekspirasi diaktifkan oleh keluaran neuron-neuron
ekspirasi di medula. Irama dasar ini diperhalus dengan keseimbangan aktivitas di pusat
6
apnustik dan pneumotaksik yang terletak lebih tinggi di batang otak dan pons. Pusat
apnustik memperpanjang inspirasi, sementara pusat pneumotaksik yang lebih kuat
membatasi inspirasi (Cummings, 2000).
Tiga faktor kimia berperan dalam penentuan besarnya ventilasi, yaitu : tekanan
O2 (PO2), tekanan CO2 (PCO2), dan konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam arteri. Faktor
yang dominan dalam pengaturan ventilasi adalah faktor PCO2. Peningkatan PCO2 arteri
merupakan stimulus kimiawi terkuat yang merangsang ventilasi. Perubahan PCO2
menimbulkan perubahan setara pada konsentrasi ion H+. Kemoreseptor perifer bersifat
responsif terhadap peningkatan konsentrasi ion H+ arteri, yang secara refleks
meningkatkan ventilasi. Kemoreseptor perifer juga secara refleks merangsang pusat
pernafasan sebagai respon terhadap penurunan mencolok PO2 (Sherwood, 2001).
D. Asma
Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa wheezing, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam
menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Penyebab serangan asma adalah karena saluran pernapasan penderita asma
memiliki sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan (bronchial
hyperreactivity = hipereaktivitas saluran napas). Pada penderita asma, penyempitan
saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal
tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh
berbagai rangsangan. Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami
kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena
adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara.Hal ini akan
memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan
ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Sel-sel
tertentu di dalam saluran respirasi (terutama sel mast) bertanggung jawab terhadap awal
mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan
seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya: kontraksi otot polos,
peningkatan pembentukan lendir, dan perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.
Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka
kenal sebagai benda asing (alergen). Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam
7
saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga
menyebabkan penyempitan saluran respirasi.
Faktor pencetus kejadian asma dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Faktor penjamu: faktor pada pasien: a). aspek genetik, b). kemungkinan alergi,
c). saluran napas yang mudah terangsang, d). jenis kelamin, dan e). ras/etnik.
2. Faktor lingkungan:
a). Bahan-bahan di dalam ruangan: tungau debu rumah, binatang (kecoa).
b). Bahan-bahan di luar ruangan: tepung sari bunga, jamur.
c). Makanan tertentu seperti bahan pengawet, penyedap, dan pewarna.
d). Obat-obatan tertentu
e). Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray)
f). Ekspresi emosi yang berlebihan
g). Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
h). Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
i). Infeksi saluran napas
j). Exercise induced asma
k). Perubahan cuaca
Asma seringkali disertai dengan beberapa gejala dan tanda, seperti batuk, sesak
nafas, dahak, serta demam.
Batuk, mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase
kompresi, dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara,
kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang
akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara
dalam kecepatan tertentu. Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari
sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara
yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di
atas kapasitas residu fungsional. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar
volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan
dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume
yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret
akan lebih mudah. Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana
glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan
meningkat sampai 50-100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang
membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan
8
tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai
100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga
dapat terjadi tanpa penutupan glotis.
Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi.
Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada
sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang
maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian
diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai
16.000 sampai 24.000 cm/menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan
diameter trakea sampai 80%.
Dahak terjadi karena mukus yang dihasilkan oleh saluran pernapasan keluar
bersama dengan refleks batuk. Dalam saluran pernapasan atas terdapat sel-sel goblet
yang berfungsi untuk menghasilkan mukus. Mukus pada orang dewasa normal setiap
hari dihasilkan sekitar 100 ml. Mukus ini bergerak bersama dengan silia, namun jika
mukus yang dihasilkan terlalu banyak dan mengental, maka akan menghambat saluran
pernapasan sehingga tubuh akan mengeluarkannya bersama dengan refleks batuk.
Sesak napas pada penderita asma terjadi karena saluran napasnya sangat peka
(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut
dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat
berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana: otot polos yang
menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi, produksi kelenjar lendir yang
berlebihan, dan bila ada infeksi, misal batuk pilek akan terjadi reaksi pembengkakan
dalam saluran napas. Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran
napas. Akibatnya, terjadi keluhan sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha
untuk membersihkan diri, dahak yang kental bersama batuk, terdengar wheezing yang
timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Wheezing tersebut
dapat sampai terdengar keras terutama saat ekspirasi.
Demam, pusat pengaturan suhu pada manusia terjadi di hypothalamus anterior
sebagai pengatur pembuangan panas dan hypothalamus posterior sebagai pengatur
penyimpanan panas. Demam terjadi karena meningkatnya set point suhu di
hypothalamus sehingga tubuh berespon dengan menggigil dan meningkatkan
metabolisme basal tubuh. Demam merupakan respon karena dilepaskannya interleukin-
1 (pirogen endogen) yang dibebaskan oleh makrofag, neutrofil aktif dan sel-sel yang
mengalami inflamasi. Interleukin-1 ini yang akhirnya merangsang pembentukan
9
BAB III
ANALISIS TERAPI ASMA
bagan 1), dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian
beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik
dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang
tepat dan cepat.
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :
• bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)
• kortikosteroid sistemik
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat yang
sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat
diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan
teofilin/aminofilin oral. Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat
sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu
singkat 3- 5 hari.
Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral.
Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus
atau drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun
aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV.
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2
agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin
IV (bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan
dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung
dirujuk ke ICU.
Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi
menggunakan nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat
bantu (spacer).
Keterangan :
*)
Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun.
**)
Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apakah adekuat.
***)
Suatu eksaserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma takterkontrol.
Tabel berikut dapat membantu seseorang pasien asma untuk mengenali berbagai
faktor risiko pencetus asma.
1 Alergen yang dihirup.
Apakah memelihara binatang di dalam rumah, dan binatang apa?
Apakah terdapat bagian di dalam rumah lembab? (kemungkinan jamur)
Apakah di dalam rumah ada dan banyak di dapatkan kecoa?
Apakah menggunakan karpet berbulu atau sofa kain? (mite)
Berapa sering mengganti tirai, alas kasur/kain sprei? (mite)
Apakah banyak barang di dalam kamar tidur (mite)?
• Apakah pasien (asma anak) sering bermain dengan boneka berbulu?
2 Pajanan lingkungan kerja
• Apakah pasien batuk, mengi, sesak napas selama bekerja, tetapi
keluhan menghilangkan bila libur kerja (hari minggu)?
14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Asma adalah suatu kelainan pada sistem respirasi yang terjadi karena adanya
15
B. Saran
1. Setiap tenaga medis sebaiknya memahami penanganan kasus asma oleh karena
tingkat kejadian yang cukup tinggi.
2. Melalui pemahaman yang baik, seorang tenaga medis diharapkan mampu
memberikan pertolongan pada kasus asma eksaserbasi, memberikan terapi, baik
untuk menghilangkan rasa sesak ataupun mengendalikan agar tidak timbul kejadian
asma yang berulang.
3. Keterbatasan penanganan asma di klinik-klinik daerah memerlukan pengertian dari
dokter yang menangani sehingga pada kasus-kasus berat dapat dengan segera
dilakukan rujukan ke rumah sakit rujukan terdekat.
4. Edukasi terhadap penderita asma harus benar-benar dipastikan, mulai dari upaya
menghindari faktor pencetus, edukasi pola hidup, serta edukasi terhadap cara
penggunaan obat asma, terutama inhaler sehingga pengobatan dapat berjalan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M., Hool A., W.B.M.T. Saleh. 1989. Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press.
16
Amin, Z. 2007. Manifestasi Klinik dan Pendekatan pada Pasien dengan Kelainan
Sistem Pernapasan. In : Sudoyo, A. W., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam I. 4th
ed. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Arief, M. 2004. Histologi Umum Kedokteran. Surakarta : Sebelas Maret University
Press.
Bhakti , Wida K., M.Kes. 2008. Asuhan Keperawatan Kebutuhan Oksigenasi.
http://athearobiansyah.blogspot.com/2008/03/asuhan-keperawatan-kebutuhan-
oksigenasi.html. Diakses tanggal 6 Desember 2008.
Behrman, Kliegman, Arvin. Ed: A. Samik Wahab. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Edisi 15 Vol. 2. Jakarta : EGC.
Cummings, B. 2000. Interactive Physiology. http://www.Addison Wesley and
adam.com.
Dorland, W. A. N. 2006. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Alih bahasa :
Huriawati, et. al. Jakarta : EGC.
Freedman, Stanley. 1995. Mechanics of Ventilation. In : Brewis, RAL., Respiratory
Medicine Volume I. 2nd Ed. London : W.B. Saunders Company Ltd.
Guyton, Arthur C., John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta : EGC.
Hartanto, H., Pendit, B.U., Wulansari, P., Mahanani, D.A., editors. 2006. Patofisiologi
dan Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Ilham. 2008. Kondas Asma Bronkhial. http://healthreference-
ilham.blogspot.com/2008/07/kondas-asma-bronkhial.html. Diakses tanggal 6
Desember 2008
Irawan, Panji, H., dr, Sp.PD. 2008. Sistem Pernapasan.
http://panji1102.blogspot.com/2008/03/sistem-pernapasan.html./ Diakses tanggal
6 Desember 2008
Medicastore. 2008. ”Asma Bronkial”. http://www.medicastore.com/neo_napacin/asma_
bronkial.htm. Diakses tanggal 1 Desember 2008
Newman, W. A. 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : EGC
Seeley, Rod R., Trent D. Stephens dan Philip Tate. 2003. Anatomy & Physiology.
Philadelphia: Mc Graw-HillSherwood, L. 2001. Sistem Pencernakan. Dalam :
Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Alih bahasa : Pendit, B. U. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC.
17
Tim Kelompok Kerja Asma. 2004. Asma, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di
Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Utama , Wahyudhy , Harry, S.Ked. 2007. Trakeostomi (Tracheostomy).
http://klikharry.wordpress.com/category/science/page/2/./. Diakses tanggal 6
Desember 2008
Vira. 2008. “Sistema Respiratorius”. http://okhealth.blogspot.com/2008/03/sistema-
respirato-rius.html. Diakses tanggal 1 Desember 2008.
Wilkins, R.L., John E.H., Brad L. 1988. Auskultasi Paru. Alih bahasa : Saputra,
Lyndon. Jakarta : Binarupa Aksara.