Anda di halaman 1dari 10

SOLUSI TERKAIT PERMASALAHAN KELOMPOK

RADIKALISME DAN SEPARATISM DI PAPUA SEBAGAI


ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA

NAMA KELOMPOK :
o HABIBA AULIYA ( 5201122002 )
o M. ALDI SYAHRAFLI SIMANGUNGSONG ( 5203122002)
o BILL CLINTON DABUKKE ( 5203122019 )

DOSEN PENGAMPUH : BAGOES MAULANA, S.Kom.,MKom


MATA KULIAH : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF


FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MEDAN
BULAN – MARET 2022
KATA PENGANTAR
Asssalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kita panjatkan kepada ALLAH S.W.T. Tuhan yang maha ESA, atas
karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.

Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dan menanbah wawasan bagi para
pembaca.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak dosen pengampuh karna telah


memberikan tugas, yaitu membuat makalah yang berjudul “SOLUSI TERKAIT
PERMASALAHAN KELOMPOK RADIKALISME DAN SEPARATISM DI PAPUA
SEBAGAI ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA ”, semoga makalah ini bermanfaat
untuk pada pembaca.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

MEDAN, 17 March 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2


DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
A. LATAR BELAKANG ............................................................................................ 4
B. Rumusan masalah ................................................................................................... 4
C. tujuan....................................................................................................................... 4
Bab 2 pembahasan .............................................................................................................. 5
Ada 6 Kasus Pengibaran Bendera Bintang Kejora 1 Desember 2021 ............................ 6
Bab 3 penutup ..................................................................................................................... 8
A. KESIMPULAN ....................................................................................................... 8
B. SOLUSI................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 10

3
BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Luas wilayah Papua adalah 421.981 KM2 (3,5 kali lebih besar dari pada Pulau Jawa)
dengan topografi yang meliputi daerah pegunungan dan sebagian besar tanah yang berawa-
rawa di daerah pesisir. Papua berbatasan dengan; Laut Halmahera dan Samudra Pasifik di
utara, Laut Arafura dan Australia di selatan, Papua New Guinea di sebelah timur, dan Laut
Arafura, Laut banda dan Maluku di sebelah barat. Total penduduk Papua adalah sekitar
2.576.822 jiwa, yang hanyalah 1% dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia, di mana
70% tinggal di daerah pedesaan dan di tengah daerah pegunungan yang terpencil.
Berdasarkan sensus pada tahun 2000, populasi terpadat ada di dataran tinggi di Kabupaten
Jayawijaya sebanyak 417.326 jiwa. Total penduduk asli, yang kaya akan kebudayaan,
diperkirakan sekitar 66% dari keseluruhan jumlah penduduk. Penelitian di bidang
Antropologi mengkategorikan tujuh zona kebudayaan di seluruh tanah Papua: (1) Saireri,
(2) Doberai, (3) Bomberai, (4) Ha-Anim, (5) Tabi, (6) Lano-Pago, and (7) Me-Pago. Ada
lebih dari 250 kelompok etnis dengan kebiasaan-kebiasaan, bahasa-bahasa, praktek-
praktek dan agama asli yang berbeda di Papua. Ini berarti, ada ratusan norma adat yang
berlaku di dalam propinsi ini. Ditambah lagi, ada 100 kelompok etnis non-Papua. Pengaruh
kesukuan masih sangatlah kuat, oleh karenanya insiden-insiden yang menampakkan
ketidakpedulian terhadap keharmonisan sosial biasanya akan berujung pada tindak
kekerasan. Dalam kenyataannya komunikasi sosial sangatlah terbatas dan orang biasanya
enggan berhubungan dengan orang yang berasal dari etnis dan agama yang berbeda.
Konflik biasanya terjadi pada waktu kita tidak dapat mengerti pluralitas norma-norma dan
nilai- nilai ini. Selain kaya akan kebudayaan, Papua juga mempunyai sumber daya alam
yang berlimpah mulai dari gas, minyak, emas, perak, hasil-hasil laut dan tembaga. (
id.wikipedia.org )

B. Rumusan masalah
solusi terkait permasalahan kelompok radikalisme dan separatism di Papua sebagai
ancaman disintegrasi bangsa !

C. tujuan
Makalah ini menunjukkan peran dari setiap para pelaku perubahan sosial di Papua termasuk
di antaranya masyarakat akar rumput, organisasi masyarakat madani, pemerintah lokal,
perempuan, militer dan pemerintah pusat, berikut keterlibatan organisasi- organisasi
internasional dengan strategi-strategi intervensi mereka. Semua organisasi-organisasi
pelaku aktif perubahan baik di tingkat propinsi, nasional atau internasional harus
menghindarkan diri mereka untuk tidak menjadi organisasi-organisasi “penyelamat” yang
memberikan “cargo cult/kiriman berkat” yang akan menghalangi promosi martabat orang
asli Papua. Terdapat kebutuhan mendesak untuk membentuk strategi penanggulangan
krisis terpadu sebagai suatu pengatur untuk melawan penyimpangan di Papua yang perlu
diperhatikan oleh para pelaku perubahan dan organisasi-organisasiinternasional.

4
Bab 2 pembahasan
Organisasi Papua Merdeka (disingkat OPM) adalah sebuah organisasi terlarang
yang didirikan pada tahun 1965 untuk mengakhiri pemerintahan Provinsi Papua dan Papua
Barat yang saat ini di Indonesia, yang sebelumnya dikenal sebagai Irian Jaya, dan untuk
memisahkan diri dari Indonesia.
Gerakan ini dilarang di Indonesia, dan memicu untuk terjadinya kemerdekaan bagi
provinsi tersebut yang berakibat tuduhan pengkhianatan. Sejak awal OPM telah menempuh
jalur dialog diplomatik, melakukan upacara pengibaran bendera Bintang Kejora, dan
dilakukan aksi militan sebagai bagian dari konflik Papua. Pendukung secara rutin
menampilkan bendera Bintang Kejora dan simbol lain dari kesatuan Papua, seperti lagu
kebangsaan "Hai Tanahku Papua" dan lambang negara, yang telah diadopsi pada periode
1961 sampai pemerintahan Indonesia dimulai pada Mei 1963 di bawah Perjanjian New
York.
Selama Perang Dunia II, Hindia Belanda (kelak menjadi Indonesia) dipandu oleh
Soekarno untuk menyuplai minyak demi upaya perang Jepang dan langsung menyatakan
merdeka dengan nama Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Nugini Belanda (Nugini
Barat) dan Australia yang menjalankan pemerintahan di teritori Papua dan Nugini Britania
menolak penjajahan Jepang dan menjadi sekutu pasukan Amerika Serikat dan Australia
sepanjang Perang Pasifik.
Hubungan Belanda dan Nugini Belanda sebelum perang berakhir dengan
diangkatnya warga sipil Papua ke pemerintahan sampai pemerintahan Indonesia diaktifkan
tahun 1963. Meski sudah ada perjanjian antara Australia dan Belanda tahun 1957 bahwa
teritori milik mereka lebih baik bersatu dan merdeka, ketiadaan pembangunan di teritori
Australia dan kepentingan Amerika Serikat membuat dua wilayah ini berpisah. OPM
didirikan bulan Desember 1963 dengan pengumuman, "Kami tidak mau kehidupan
modern! Kami menolak pembangunan apapun: rombongan pemuka agama, lembaga
kemanusiaan, dan organisasi pemerintahan. Tinggalkan kami sendiri!
Nugini Belanda mengadakan pemilu pada Januari 1961 dan Dewan Nugini dilantik
pada April 1961. Akan tetapi, di Washington, D.C., Penasihat Keamanan Nasional
McGeorge Bundy melobi Presiden A.S. John F. Kennedy untuk menegosiasikan transfer
pemerintahan Nugini Barat ke Indonesia. Perjanjian New York dirancang oleh Robert
Kennedy dan ditandatangani oleh Belanda, Indonesia, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa
pada bulan Agustus 1962. Walaupun Belanda menuntut agar rakyat Nugini Barat boleh
menentukan nasib sendiri sesuai piagam PBB dan Resolusi 1514 (XV) Majelis Umum PBB
dengan nama "Act of Free Choice" (Penentuan Pendapat Rakyat), Perjanjian New York
memberikan jeda tujuh tahun dan menghapuskan wewenang PBB untuk mengawasi
pelaksanaan Akta tersebut. Kelompok separatis mengibarkan bendera Bintang Kejora
Papua Barat pada tanggal 1 Desember setiap tahunnya. Tanggal tersebut mereka anggap
sebagai hari kemerdekaan Papua. Menurut laporan Human Rights Watch, Polri
berspekulasi bahwa orang-orang yang melakukan tindakan seperti ini bisa dijerat dengan
tuduhan pengkhianatan yang hukumannya berupa kurungan penjara selama 7 sampai 20
tahun di Indonesia.
Organisasi internal OPM sulit untuk ditentukan. Pada tahun 1996 'Panglima
Tertinggi' OPM adalah Mathias Wenda. Juru bicara OPM di Sydney, John Otto Ondawame,
mengatakan telah lebih atau kurang dari sembilan titah kemerdekaan. Jurnalis lepas

5
Australia, Ben Bohane, mengatakan telah ada tujuh titah kemerdekaan. Tentara Nasional
Indonesia mengatakan OPM memiliki dua sayap utama, 'Markas Besar Victoria' dan
'Pembela Kebenaran'. Mantan yang lebih kecil, dan dipimpin oleh ML Prawar sampai ia
ditembak mati pada tahun 1991. Terakhir ini jauh lebih besar dan beroperasi di seluruh
Papua Barat.
Organisasi yang lebih besar, atau Pembela Kebenaran (selanjutnya PEMKA), yang
diketuai oleh Jacob Prai, dan Seth Roemkorem adalah pemimpin Fraksi Victoria. Selama
pembunuhan Prawar, Roemkorem adalah komandannya.. Sebelum pemisahan ini,
TPN/OPM adalah satu, di bawah kepemimpinan Seth Roemkorem sebagai Komandan
OPM, kemudian menjadi Presiden Pemerintahan Sementara Papua Barat, sementara Jacob
Prai menjabat sebagai Ketua Senat. OPM mencapai puncaknya dalam organisasi dan
manajemen (dalam istilah modern) karena sebagai struktural terorganisasi. Selama ini,
Pemerintah Senegal mengakui keberadaan OPM dan memungkinkan OPM untuk
membuka Kedutaan di Dakar, dengan Tanggahma sebagai Duta Besar.
Karena persaingan, Roemkorem meninggalkan markasnya dan pergi ke Belanda.
Selama ini, Prai mengambil alih kepemimpinan. John Otto Ondawame (waktu itu ia
meninggalkan sekolah hukum di Jayapura karena diikuti dan diancam untuk dibunuh oleh
ABRI Indonesia siang dan malam) menjadi tangan kanan dari Jacob Prai. Itu inisiatif Prai
untuk mendirikan Komandan Regional OPM. Dia menunjuk dan memerintahkan sembilan
Komandan Regional. Sebagian besar dari mereka adalah anggota pasukannya sendiri di
kantor pusat PEMKA, perbatasan Skotiau, Vanimo-Papua Barat.
Komandan regional dari mereka , Mathias Wenda adalah komandan untuk wilayah
II (Jayapura – Wamena), Kelly Kwalik untuk Nemangkawi (Kabupaten Fakfak), Tadeus
Yogi (Kabupaten Paniai), Bernardus Mawen untuk wilayah Maroke dan lain-lain.
Komandan ini telah aktif sejak itu. Kelly Kwalik ditembak dan dibunuh pada 16 Desember
2009. Pada tahun 2009, sebuah kelompok perintah OPM yang dipimpin oleh Jenderal
Goliat Tabuni (Kabupaten Puncak Jaya) sebagai fitur pada laporan menyamar tentang
gerakan kemerdekaan Papua Barat.

Ada 6 Kasus Pengibaran Bendera Bintang Kejora 1 Desember 2021

Polda Papua mencatat ada 6 kasus pengibaran bendera Bintang Kejora sepanjang 1
Desember 2021 ini. Dari catatan Polda Papua di tanggal 1 Desember ini, pengibaran
bendera Bintang Kejora dilakukan di 6 kabupaten di Papua. Di antaranya Kabupaten
Mamberamo Tengah, Kabupaten Puncak, Kabupaten Pegunungan Bintang, Intan Jaya,
Paniai, dan Kota Jayapura.
Dari 6 lokasi pengibaran bendera Bintang Kejora, polisi menangkap 8 orang beserta barang
bukti berupa bendera dan pamflet bertuliskan Free West Papua. Setiap tanggal 1 Desember
kelompok Papua Merdeka atau OPM kerap menaikkan bendera Bintang Kejora sebagai
tanda hari jadi mereka. Tahun ini, insiden penaikan Bintang Kejora terjadi di 6 lokasi, salah
satunya di Halaman Gedung Olahraga Cenderawasih tak jauh dari Mapolda Papua. Pelaku
kini telah ditangkap dan menjalani pemeriksaan.
Konflik di tanah Papua yang belum juga usai membuat Panglima TNI Jenderal Andika
Perkasa berkomitmen untuk melakukan pendekatan berbeda. Nantinya seluruh satgas di

6
Papua, termasuk Kodim dan Koramil akan menitikberatkan pembinaan teritorial dan
pendekatan komunikasi sosial. Panglima menambahkan, konsep gelar satuan normal dapat
dilakukan di tanah Papua sehingga tak ada lagi korban yang berjatuhan.
Perubahan pendekatan dalam menghadapi kelompok bersenjata di Papua juga mulai
diterapkan pemerintah Kabupaten Puncak Jaya. Rabu (1/12/2021) ini, Bupati Puncak Jaya
Yuni Wonda menyerahkan rumah layak huni dan sepeda motor kepada mantan anggota
Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka atau TPN OPM, Telangga Gire.
Sejak 2019 lalu Telangga mengikrarkan diri untuk kembali bergabung dengan NKRI. Hal
ini menjadi bentuk komitmen Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya dalam menciptakan
situasi aman serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. ( kompas.tv )

7
Bab 3 penutup

A. KESIMPULAN
Keluhan-keluhan di Papua mulai ditanggapi sejak lahirnya Otsus. Pelaksanaan
desentralisasi secara serius harus terus dipelihara. Dukungan lebih jauh guna menciptakan
konteks positif untuk mencapai keadilan pemerataan keadilan masih perlu dilanjutkan
untuk mewujudkan filsafat penting dari Otsus, yaitu perlindungan terhadap penduduk asli
Papua sampai pada tingkat desa. Strategi intervensi lainnya harus memastikan
kesinambungan akibat dari program tersebut dalam menyentuh kelompok rentan. Ada
banyak badan-badan internasional yang telah bekerja di Papua untuk mendukung
pelaksanaan Otsus. Seluruh badan internasional ini harus berupaya supaya tidak menjadi
bentuk lain dari “kiriman berkat” (cargo cult) yang memberikan ide penyelamatan dengan
jalan mencurhakan pelbagai sumber daya dari luar. Strategi intervensi harus mempunyai
kebijakan yang seimbang baik dalam konteks (misalnya berhubungan dengan penyebaran
keadilan) dan pada para pelaku (misalnya menghapuskan kompleksitas rasa rendah diri).
Mendukung program mandiri di Papua akan mempertegas martabat dari penduduk asli
Papua di tanah mereka sendiri, seperti salah satu pepatah; “ Apa yang dapat kita lakukan
atau tidak, apa yang kita anggap mungkin atau tidak, jarang sekali merupakan kemampuan
kita yang sebenarnya. Lebih merupakan kepercayaan mengenai siapa kita.” Pengertian
mendalam mengenai kerumitan permasalahan di Papua termasuk penyimpangan-
penyimpangannya tidak dapat dilepaskan dari kerangka nasional yakni hubungannya
dengan pemerintah Pusat. Selain dari pada pelbagai kekurangan yang ada di tingkat lokal
termasuk kurangnya sistem penyaluran profesional dalam pemerataan kesejahteraan;
tingkat keamanan manusia dari kelompok rentan di daerah-daerah terpencil juga
dipengaruhi oleh konstelasi perdamaian yang ditandai oleh kurangnya modal sosial antara
negara dengan aparat keamanannya dan rakyatnya. Pada akhirnya, resolusi konflik yang
sebenarnya berada di tangan kedua pihak (Jakarta dan Papua) sebagai pelaku utama dalam
mencapai perdamaian positif di Papua.

B. SOLUSI
dibutuhkan pendekatan yang komprehensif. Bukan hanya dengan tindakan politik
keamanan dengan mengirimkan ribuan tentara dan polisi ke Papua dengan alasan
memadamkan kerusuhan sosial. Ada beberapa langkah jangka pendek yang harusnya
dilakukan oleh pemerintah pusat.

Pertama, menegakkan hukum atas tindakan rasis terhadap masyarakat Papua, termasuk
yang dilakukan terhadap mahasiswa Papua di Surabaya beberapa waktu lalu. Tidak cukup
menghukum korlap aksi pengepungan asrama mahasiswa yang ternyata kader parpol
yang selama ini anti-pemerintah. Namun pemerintah perlu membubarkan ormas yang
selama ini selalu mendengungkan propaganda rasis dan intoleransi.

Kedua, mengambil langkah tegas menangkap dan menghukum aktor intelektual pencipta
kerusuhan di Papua yang ditengarai berasal dari kelompok "sakit hati politik" dan
kelompok jaringan kepentingan asing. Pemerintah harus berani mengambil langkah tegas
menegakkan hukum atas provokasi dan tindakan yang ingin memecah belah masyarakat.

Ketiga, menyelenggarakan dialog setara-partisipatif antara pemerintah pusat dengan

8
tokoh-tokoh dan representasi masyarakat papua untuk menemukan strategi pemecahan
masalah yang terjadi di Papua. Serta, mengakomodasi aspirasi seluruh kelompok
kepentingan yang ada di Papua.

Keempat, berkomitmen dan mengaplikasikan program penegakan HAM dan


perlindungan hak sosial dasar masyarakat Papua. Pemerintah wajib meninggalkan
paradigma politik yang menempatkan masyarakat papua sebagai objek eksploitasi sumber
daya alam.

Kelima, menurunkan tensi kebijakan militerisme dalam penanganan Papua. Militerisme


hanya akan melahirkan perlawanan bersenjata yang lebih militan dari kelompok-
kelompok yang menolak kebijakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang
gencar dilakukan oleh pemerintah pusat.

Pendekatan dalam penyelesaian Papua adalah mengambil hati masyarakat Papua dan
merumuskan resolusi yang win-win solution. Pemerintah pusat wajib menjaga martabat
dan kehormatan masyarakat Papua yang selama kurun 30-an tahun termarjinalisasi oleh
politik keberpihakan terhadap kepentingan modal asing.

Hargai hak sosiokultural masyarakat Papua. Papua telah berjasa menggerakkan turbin
anggaran negara melalui pajak sumber daya alam yang dieksploitasi korporasi. Papua
masyarakatnya beradab dan menghargai entitas masyarakat yang lain. Muliakan mereka
dengan program dan kebijakan yang memiliki sense pemanusiaan manusia.

9
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Papua_Merdeka

https://www.suara.com/news/2021/12/01/221243/1-desember-bendera-bintang-kejora-
papua-barat-berkibar-di-australia-hingga-prancis

https://news.detik.com/berita/d-5836531/bendera-bintang-kejora-berkibar-di-6-
kabupatenkota-papua-polisi-turun-tangan

10

Anda mungkin juga menyukai