PRAKTEK PENCELUPAN II
Disusun oleh:
Laras Fajar Rahmadani (204007)
Gugus hidroksil primer pada selulosa merupakan gugus fungsi yang berperan
untuk mengadakan ikatan dengan zat warna direk berupa ikatan hidrogen. Serat
selulosa umumnya lebih tahan alkali tapi kurang tahan asam, sehingga pengerjaan
proses persiapan penyempurnaan dan pencelupannya lazim dilakukan dalam
suasana netral atau alkali. Bahan yang akan dicelup biasanya sudah melalui proses
pre-treatment.
Sifat kimia kapas
Sifat-sifat kimia serat kapas merupakan sifat-sifat kimia selulosa, yaitu :
1. Tahan kondisi penyimpanan, pengolahan, dan pemakaian normal.
2. Rusak oleh oksidator dan penghirolisa.
3. Rusak cepat oleh asam kuat pekat dan rusak perlahan oleh asam encer.
4. Sedikit terpengaruh oleh alkali, kecuali larutan alkali kuat yang menyebabkan
penggelembungan serat.
5. Mudah terserang jamur dan bakteri dalam keadaan lembab dan hangat.
Gugus-gugus hidroksil yang dimilki oleh serat selulosa mampu menarik gugus
hidroksil dari molekul lainnya, selain itu juga mampu menarik gugus hidroksil
dalam molekul air. Sehingga serat yang memiliki banyak gugus hidroksil akan lebih
mudah menyerap air. Maka akan dengan mudahnya molekul-molekul air terserap
kedalam serat dan hal tersebut akan menyebabkan serat mudah dicelup. Alkali
mempunyai sedikit pengaruh pada kapas kecuali alkali kuat akan dengan
konsentrasi tinggi menyebabkan penggelembungan yang besar pada serat.
2. Metode exhaust (perendaman)
Metode yang digunakan yaitu metode exhaust, dimana bahan direndam
didalam larutan celup yang telah disiapkan. Didalam pencelupan zat warna
belerang, dikenal pencelupan dengan sistim standing bath. Cara menggunakan
sistem ini yaitu mempergunakan larutan bekas celupan dengan menambahkan zat
warna baru dengan kadar konsentrasi yang sama pada larutan tersebut. Tujuan dari
sistim ini adalah untuk mengurangi pemborosan dalam penggunaan zat kimia
khususnya zat warna. Struktur molekul zat warna belerang merupakan molekul
yang kompleks dan tidak larut dalam air. Oleh karena itu, harus diubah dahulu
kedalam bentuk leuko dengan penambahan Natrium sulfida dan Natrium Klorida
yamg dilarutkan dalam air panas 70℃, yang sebelumnya telah diberi TRO.
Beberapa sifat penting yang dimiliki oleh zat warna belerang adalah warna yang
dihasilkan agak suram, memiliki ketahanan luntur yang baik, memiliki ketahanan
terhadap sinar matahari yang baik, memiliki substantivitas yang rendah maka perlu
dilakukan proses standing bath, tidak tahan terhadap khlor.
3. Zat warna belerang
Zat warna yang digunakan dalam pencelupan adalah zat warna belerang
dimana pada setiap sturktur molekulnya selalu terdapat rantai belerang. Zat warna
belerang tidak larut dalam air, tapi dapat larut dalam larutan Na2CO3. Dalam hal ini
jembatan belerang tereduksi oleh Na2S menjadi komponen yang dapat larut dalam
air dan mempunyai daya tarik terhadap serat, dalam reaksi berikut :
D-S-S-D + Hn 2 D-SH
2 D-SH + Na2CO3 2 D- SNa
2 D- SNa + Sel-OH Sel-OH 2D = SNa
Sel-OH 2D = SNa + On D-S-S-D
Terbentuknya tiol-tiol yang mengandung gugusan –SH akan terserap oleh
serat dan akan mudah teroksidasi membentuk zat warna yang mengendap di dalam
serat dan di dalam pencucian nilai tahan lunturnya sangat baik. Struktur molekul
zat warna belerang terdiri dari kromogen yang mengandung belerang yang
dihubungkan dengan kromogen lainnya melalui jembatan disulfida (-S-S-),
sehingga strukturnya menjadi relatif lebih besar. Jembatan disulfida pada zat warna
belerang merupakan gugus fungsi penting untuk proses pelarutan zat warna
belerang ketika proses pencelupan. Zat warna belerang dapat dilarutkan dengan
penambahan reduktor lemah natrium sulfida (Na2S) dan alkali lemah natrium
karbonat (Na2CO3). Na2S akan mereduksi jembatan disulfida membentuk asam
leuco sedang Na2CO3 akan merubah asam leuco menjadi garam leuco yang larut.
Jumlah Na2S dan Na2CO3 yang dibutuhkan sangat tergantung pada sifat
alami masingmasing zat warna. Konsentrasi zat warna dan vlot atau perbandingan
larutan yang digunakan. Kekurangan pemakaian Na2S akan menyebabkan tidak
sempurnanya pelarutan zat warna dan dalam pencelupan dapat menimbulkan
terjadinya prematur oksidasi, sehingga hasil celup jadi belang, sedang bila
kelebihan Na2S kerataannya baik tetapi hasil celup jadi lebih muda. Selain unsur
belerang yang terdapat pada kromofor dan jembatan disulfida, unsur belerang lain
adalah belerang bebas sebagai zat pengotor. Zat pengotor ini terutama ketika
pencelupan warna tua sering menimbulkan efek bronzing, yaitu pegangan kain
hasil celupan jadi kasar dan warnanya jadi lebih suram.
Bila kain hasil celup dengan efek bronzing disimpan dalam keadaan lembab
maka kain akan rusak karena belerang bebas tersebut dengan air dan oksidasi udara
akan membentuk H2SO4 pada kain kapas sehingga kain hasil celupan jadi rusak
bolong-bolong. Oleh karena itu dalam dan setelah proses pencelupan dengan zat
warna belerang perlu dilakukan usaha untuk menghilangkan belerang bebas, antara
lain dengan pengerjaan Na2S, H2O2 dan lain-lain. Masalah lain pada pencelupan
dengan zat warna belerang adalah garam leuco zat warna belerang afinitasnya kecil,
sehingga meskipun sudah menggunakan vlot yang kecil dan telah ditambah NaCl
untuk mendorong penyerapan zat warna, namun ternyata garam leuco yang dapat
terserap oleh bahan masih kurang dari 60%, oleh karena itu larutan bekas
pencelupan zat warna belerang masih dapat digunakan kembali untuk proses
pencelupan selanjutnya yaitu dengan menggunakan metoda celup standing bath.
Struktur molekul zat warna belerang :
Struktur molekul zat warna belerang sukar sekali ditentukan sacar teliti
karena bentuknya yang kompleks. Senyawa tersebut dibuat dari senyawa Fenol,
Amina, Nitro atau Kinonimin dengan proses pemanggangan atau pemanasan dalam
bentuk larutan dengan reaksi unsure belerang atau senyawa alkalinaya dalam
suasana alkali. Apabila zat warna belerang direduksi dengan reduktor kuat dalam
suasana asam, akan melepaskan gas asam sulfida. Gas tersebut dengan senyawa
Timbal Asetat memberikan Timbal Sulfida yang berwarna coklat kehitam-hitaman.
Struktur molekul zat warna belerang : Struktur molekul zat warna belerang sukar
sekali ditentukan sacar teliti karena bentuknya yang kompleks. Senyawa tersebut
dibuat dari senyawa Fenol, Amina, Nitro atau Kinonimin dengan proses
pemanggangan atau pemanasan dalam bentuk larutan dengan reaksi unsure
belerang atau senyawa alkalinaya dalam suasana alkali. Apabila zat warna belerang
direduksi dengan reduktor kuat dalam suasana asam, akan melepaskan gas asam
sulfida. Gas tersebut dengan senyawa Timbal Asetat memberikan Timbal Sulfida
yang berwarna coklat kehitam-hitaman.
Sifat-sifat zat warna belerang :
Zat warna belerang harganya murah dan mudah pemakaiannya, tahan
cucinya baik, tahan sinarnya cukup, tetapi warnanya agak suram dan tidak tahan
terhadap klor. Reduktor kuat akan menguraikan ikatan sulfida, sedangkan oksidator
akan merubah sebagian ikatan menjadi asam sulfat.
Reduktor yang sering dipergunakan dalam proses pencelupan zat warna
belerang adalah Natrium Sulfida atau Natrium Hidrosulfit. Dalam bentuk tereduksi
senyawa tersebut mempunyai sifat-sifat seperti zat warna direk misalnya
penambahan elektrolit akan memperbesar penyerapan zat warna. Zat warna
belerang dan senyawa-senyawa alkali Sulfida akan mudah sekali mengurai menjadi
senyawa Hidrogen Sulfida. Oleh karena itu, mesinmesin untuk proses pencelupan
dengan zat warna belerang hendaknya tahan terhadap senyawa Hidrogen Sulfida.
Afinitas zat warna belerang terhadap selulosa sangat kecil, sehingga larutan
celupanya dapat dipergunakan berulang-ulang kali dengan penambahan zat warna
dan zat kimia yang sedikit. Pada proses pencelupan terhadap selulosa, mula-mula
zat warna direduksi dengan pereduksi lemah (Natrium Sulfida) dalm suasana lemah
(Natrium Karbonat). Setelah itu bentuk zat warna yang tereduksi dioksidasikan
kembali ke bentuk semula.
4. Mekanisme pencelupan
Mekanisme Pencelupan dengan zat warna belerang terdiri dari tiga pokok, yaitu :
1. Pembuatan leuko zat warna belerang
Zat utama yang digunakan adalah Natrium Sulfida yang bertindak sebagai
reduktor dalam Natrium Karbonat yang akan merediksi zat warna. Tahapan
reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Na2S + 4H2O Na2SO4 + 8 Hn
Na2CO3 + 2H2O 2NaOH + 2 H2CO3
D-S-S-D + Hn 2D-SH (belum larut)
2D-SH + 2 NaOH 2D= SNa + 2H2O (bentuk larut)
2. Pencelupan Senyawa leuko yang telah dibuat, memiliki afinitas terhadap
selulosa sehingga dapat mencelupnya.
3. Oksidasi Senyawa leuko yang telah berada didalam serat selulosa agar tidak
keluar kembali maka perlu dioksidasi. Pencelupan zat warna belerang ini
dipengaruhi oleh beberapa hal diantarnaya elektrolit dan temperatur
pencelupan. Dalam pencelupan zat warna ada yang dikenal dengan efek
bronzing. Efek ini dapat menyebabkan pegangan pada kain kasar. Efek ini dapat
timbul karena kekurangan natrium sulfida dalam pencelupan, tidak dibilas
sebelum proses oksidasi, pencelupan yang terlalu tua, bahan teroksidasi oleh
udara sewaktu proses pencelupan berlansung. Efek bronzing ini dapat diatasi
dengan melakukan proses iring atau pencucian dengan penambahan Na2S 1%
pada suhu kamar 30℃.
III. ALAT DAN BAHAN
1. Alat 2. Bahan
- Beaker glass - Kain katun
- Gelas plastik - Zat warna belerang
- Timbangan analitik - Na2S
- Kompor - Na2CO3
- Pengaduk - NaCl
- Pipet - H2O2
- Thermometer - NaOH
- Gelas beaker - Detergen
- Bunsen
100℃