Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“INBRENG (MASUKAN) DALAM WARISAN AB INTESTATO”

Mata Kuliah : Hukum Waris Perdata


Dosen Pengampu : Fitri Rafianti, SHI., M.H.

DISUSUN OLEH :

ELVINA AZARIA 2026000030


TAUFIK CINTA ROHARTA 1916000300
VINCENCIUS MANGARA TUA SIREGAR 2126000090

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SOSIAL SAINS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCABUDI
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Inbreng dalam Warisan Ab
Intestato” dapat tersusun dengan baik.

Secara garis besar, karya tulis ini membahas tentang pemasukan (inbreng) dalam
warisan. Lalu dijelaskan juga mengenai sumber pemasukan itu sendiri dan bagaimana
prosedur inbreng sesuai ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
hingga selesainya makalah ini. Penulis sendiri berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan bagi setiap pembaca dan bagi penulis khususnya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, maka untuk itu
penulis terbuka terhadap setiap kritik dan saran yang membangun bagi sempurnanya karya
ini. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih.

Oktober, 2021

Tim penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman Sampul
Kata Pengantar ......................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Inbreng dalam Waris ............................................................... 3
B. Syarat dan Tujuan Inbreng ........................................................................ 4
C. Proses Inbreng dalam Waris Ab Inestato .................................................. 7
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................... 9
B. Saran ......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 11

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pewarisan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan, sedangkan
ahli waris adalah orang yang berhak atas harta kekayaan dari orang meninggal.
Masalah waris dan hibah masih menjadi penyebab timbulnya sengketa di masyarakat,
hal ini memungkinkan terjadi karena mereka belum memahami tentang waris secara
mendalam. Terkadang permasalahan waris dan hibah ini dipandang kurang begitu penting
dalam kaidah keilmuan, mengingat masalah itu dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dalam
kehidupan.
Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang
telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang
lebih berhak. Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni : Hukum Waris Adat,
Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang
berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerababatan yang mereka anut. Hukum waris perdata
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), termasuk dalam lapangan atau
bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang hukum perdata
yang memiliki kesamaan sifat dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur
paksaan. Namun untuk hukum waris perdata, meski letaknya dalam bidang hukum perdata,
ternyata terdapat unsur paksaan didalamnya.
Hukum waris perdata, sangat erat hubungannya dengan hukum keluarga, maka dalam
mempelajari hukum waris perlu dipelajari pula sistem hukum waris yang bersangkutan
seperti sistem kekeluargaan, sistem kewarisan, wujud dari barang warisan dan bagaimana
cara mendapatkan warisan. Sistem kekeluargaan dalam hukum waris perdata adalah sistem
kekeluargaan yang bilateral atau parental, dalam sistem ini keturunan dilacak baik dari pihak
suami maupun pihak isteri. Sistem kewarisan yang diatur dalam hukum waris perdata adalah
sistem secara individual, ahli waris mewaris secara individu atau sendirisendiri, dan ahli
waris tidak dibedakan baik laki-laki maupun perempuan hak mewarisnya sama.
Bisa dibayangkan apabila tidak ada yang mengatur mengenai kepemilikan hak
ataupun harta orang-orang yang sudah meninggal. Bisa saja akan banyak pihak yang akan
mengklaim harta peninggalan tersebut. Yang muncul ialah pertikaian, bahkan hal

1
kemungkinan yang paling buruk bisa terjadi yaitu pembunuhan, karena saling berebut. Maka
seperti yang pernah diungkapkan oleh Thomas Hobbes, manusia yang satu ialah serigala bagi
manusia lainnya. Untuk itu, disinilah penting peran norma hukum yang mengatur bagaimana
seyogianya pembagian harta warisan.
Dalam hukum perdata, telah ditentukan siapa-siapa saja yang menjadi ahli waris dan
juga warisan mana saja yang diperhitungkan menjadi harta warisan yang akan dibagi kepada
seluruh ahli waris yang sah (ab intestato).
Lalu, yang mana saja yang termasuk ke dalam harta warisan? Ada beberapa hal yang
mempengaruhi sedikit dan banyaknya harta warisan. Ketika pewaris masih hidup, bisa saja
dia memperoleh hibah berupa tanah atau berupa deposit atau apapun itu. Harta seseorang bisa
juga dipengaruhi oleh tindakan hukum yang ia lakukan ketika hidup, tindakan hidup yang
dimaksud ialah seperti pernikahan. Hukum perdata menentukan bahwa harta yang diperoleh
selama perkawinan ialah harta bersama. Maka harta warisan bisa dipengaruhi oleh tindakan-
tindakan yang dilakukan selama hidup dan pastinya akan berpengaruh terhadap harta warisan
yang akan dibagikan kepada para ahli waris.
Hibah yang diterima oleh seseorang di masa hidupnya akan mempengaruhi jumlah harta
warisan yang akan ditinggalkannya kelak. Lalu bagaimana proses ataupun ketentuan yang
harus terpenuhi supaya objek hibah dimasukkan kedalam harta warisan? Hal inilah yang akan
dibahas lebih dalam dalam makalah ini supaya memperoleh pemahaman yang jelas mengenai
bagaimana masukan harta warisan terhadap ahli waris menurut undang-undang sehingga
menulis makalah yang berjudul “Inbreng (masukan) dalam Warisan Ab Intestato”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari inbreng?
2. Apa syarat dan tujuan inbreng?
3. Bagaimana proses inbreng dalam warisan ab intestato?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Inbreng dalam Waris


Inbreng atau pemasukan adalah memperhitungkan kembali pemberian barang-barang
atau hibah para ahli waris yang diberikan oleh pewaris pada waktu ia masih hidup, untuk
melindungi bagian mutlak ahli waris lainnya.1 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata), inbreng atau pemasukan diatur dalam Buku II KUHPerdata Pasal 1086
sampai dengan Pasal 1099. Inbreng atau pemasukan juga dapat memiliki arti bahwa
kewajiban seorang ahli waris untuk dalam hal tertentu memasukkan kembali ke dalam
warisan suatu hibah yang pernah diterimanya dari pewaris. Dengan kata lain, definisi inbreng
adalah memperhitungkan kembali hibah-hibah yang diberikan pewaris kepada ahli warisnya,
agar pembagian warisan diantara ahli warisnya menjadi lebih merata.
Inbreng merupakan tindakan mengembalikan benda-benda ke dalam boedel. Hal ini
timbul jika ternyata pewaris semasa hidupnya telah memberikan benda-benda secara
schenking kepada sementara ahli waris yang dianggapnya sebagai suatu voorschot atas
bagian warisan yang akan diperhitungkan kemudian.
Pasal 1086 KUHPerdata menyatakan bahwa “tanpa mengurangi kewajiban para ahli
waris untuk membayar atau memperhitungkan dengan sesama ahli waris segala hutangnya
kepada warisan, mereka harus memasukkan kembali ke dalam warisan semua hibah yang
telah mereka nikmati.” Pihak yang harus memasukkan (inbreng) dalam hal ini yaitu :
1. Semua ahli waris dalam garis lurus ke bawah termasuk anak luar kawin, kecuali ahli
waris tersebut dibebaskan dari kewajiban yang dimaksud dengan akta autentik atau
dalam perjanjian hibah.2
2. Semua ahli waris lain baik waris karena kematian maupun waris wasiat namun
hanyalah dalam hal pewaris/penghibah dengan tegas telah memerintahkan atau
memperjanjikan dilakukannya pemasukan (inbreng)3, ahli waris yang menolak
warisan tidak wajib melaksanakan inbreng.4

1
Mohammad Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat (Burgerlijk
Wetboek), cet. 1, Jakarta : Sinar Grafika, 1993, hal. 63
2
Pasal 1086 ayat (1) KUHPerdata
3
Pasal 1086 ayat (2) KUHPerdata
4
Pasal 1087 KUHPerdata
3
B. Syarat dan Tujuan Inbreng
a. Syarat Inbreng
Dalam KUHPerdata ada dua cara untuk mendapatkan sebuah warisan dari
pewaris, yaitu :5
1. Secara ab intestato (pewarisan menurut undang-undang).
Pewarisan menurut undang-undang yaitu pembagian warisan kepada orang-orang
yang mempunyai hubungan darah yang terdekat dengan pewaris yang ditentukan
oleh undang-undang. Ahli waris menurut undang-undang berdasarkan hubungan
darah terdiri atas 4 golongan :
a) Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus kebawah, meliputi anak-anak
beserta keturunan mereka beserta suami istri yang ditinggalkan atau yang
hidup paling lama.
b) Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus keatas, meliputi orang tua dan
saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka.
c) Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya keatas dari
pewaris.
d) Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis kesamping dan
sanak keluarga lainnya.
2. Secara testamentair (ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat atau testamen)
Surat wasiat adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki
setelah ia meninggal dunia. Sifat utama surat wasiat adalah mempunyai kekuatan
berlaku sesudah pembuat surat wasiat meninggal dunia dan tidak dapat ditarik
kembali. Pemberian seseorang calon pewaris berdasarkan surat wasiat tidak
bermaksud untuk menghapus hak untuk mewaris secara ab intestato.6

KUHPerdata menjelaskan hibah pada Pasal 1666 KUHPerdata yang bunyinya


suatu perjanjian dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan
dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si
penerima hibah yang menerima penyerahan itu, Undang-Undang tidak mengakui lain-
lain hibah selain hibah-hibah di antara orang-orang yang masih hidup.7 Dalam pasal ini

5
Pasal 852 KUHPerdata
6
Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2010, hal. 85
7
Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Testamenter, cet. Kedua, Yogyakarta : Seksi Notariat Fakultas Hukum
Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 1984, hal. 187-188
4
dijelaskan bahwa hibah adalah suatu perjanjian yang dimana itu dilakukan semasa
pemberi hibah masih hidup dan itu dilakukan dengan dasar cuma-cuma ketika
diserahkan. Dikatakan cuma-cuma karena pemberian hibah ini tidak mungkin dapat
dicela oleh keluarga atau orang lain terhadap suatu pemberian, mengingat pemberi
hibah berhak untuk mengelola harta kekayaannya dan leluasa untuk memberikannya
kepada siapapun.8 Dalam KUHPerdata diutarakan bahwa hibah mempunyai hubungan
yang erat dengan waris, hal ini disebabkan karena perilaku hibah adalah sama-sama
memberikan pemasukan (inbreng).9
Maksud inbreng diatas disamakan pada pasal 1086 – 1099 KUHPerdata yang
artinya perhitungan pemasukan itu harus dilakukan ahli waris keturunan dari orang
yang meninggalkan harta warisan. Mereka adalah anak, cucu dan seterusnya kebawah
kecuali mereka bila orang yang meninggalkan harta warisan secara tegas membebaskan
dari perhitungan ini. Oleh karena itu perhitungan ini patut dilaksanakan oleh ahli waris
lainnya, tentunya bila dikehendaki oleh orang yang meninggalkan harta warisan. Oleh
karena itu berdasarkan KUHPerdata maka orang tua yang memberikan harta hibah
kepada anaknya, pemberian tersebut dapat dikatakan dengan pemasukan (inbreng).
Konsekuensinya adalah anak tersebut dianggap telah menerima warisan atau
diperhitungkan sebagai warisan.
Pemahaman seperti ini merujuk pada sistem waris ab-intestato (maksudnya
adalah bila pemberi hibah memiliki hubungan darah, dan apabila kedepan pemberi
hibah meninggal, maka otomatis ia menjadi pewaris sedangkan penerima hibah menjadi
ahli waris) dimana ada hubungan langsung keturunan antara pewaris dan ahli waris
sehingga penghitungan hibah sebagai harta warisan dimaksudkan untuk memudahkan
dalam penghitungan pembagian warisan.10 Artinya hibah yang telah diberikan
sebelumnya tersebut dapat disikapi sebagai bentuk uang muka dalam konteks bagian
waris bila pemberi hibah meninggal dunia. Karena proses pemberian hibah pada
konteks ini adalah pemberian hibah dari si pewaris kepada ahli waris (ayah ke
anaknya). Oleh karena itu pemberian hibah dari hubungan darah, seperti orang tua
kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan kedepannya baik itu dianggap
secara penuh atau dengan syarat. Syarat yang dimaksud seperti yang ada pada pasal

8
Abdul Manan, Pokok-pokok Hukum Perdata, cet. Keempat. Jakarta : Raja Grafindo, 2001, hal. 188
9
Djaja S. Meliala, Hukum Perdata dalam Perspektif BW, cet. Pertama, Bandung : Nuansa Aulia, 2014, hal. 224
10
Ramulyo, Op. Cit, hal. 63
5
1672 yang bunyinya penghibah boleh memberi syarat bahwa barang yang
dihibahkannya itu akan kembali kepadanya bila orang yang diberi hibah atau ahli
warisnya meninggal dunia lebih dahulu dari penghibah, tetapi syarat demikian hanya
boleh diadakan untuk kepentingan penghibah sendiri. Hibah sendiri memungkinkan
untuk dapat ditarik kembali oleh si pemberi hibah. Hal ini sesuai dengan KUHPerdata
pasal 1688:11
1) Karena syarat-syarat resmi untuk penghibahan tidak dipenuhi.
2) Jika orang yang diberi hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan
kejahatan lain terhadap penghibah.
3) Penerima hibah menolak memberi nafkah atau tunjangan kepada penghibah,
setelah penghibah jatuh miskin.
Apabila hibah ditarik kembali maka hibah yang sudah diberikan itu harus
dikembalikan kepada pemberi hibah. Tentunya penarikan (pembatalan) hibah ini
harus melalui prosedur di pengadilan sebagai jalan penegakan hukum. Berdasarkan
KUHPerdata pelaksanaan hibah harus melalui prosedur akta autentik. Artinya proses
pemberian hibah harus dibuktikan dengan akta notaris, bila tidak maka itu menjadi
batal. Pasal 1683 berbunyi : “tiada suatu hibah mengikat penghibah, atau menerbitkan
sesuatu akibat yang bagaimanapun, selain mulai hari penghibahan itu dengan kata-
kata yang tegas telah diterima oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seorang yang
dengan suatu akta autentik oleh si penerima hibah itu telah dikuasakan untuk
menerima penghibahan-penghibahan yang telah diberikan kepada si penerima hibah
atau akan diberikan kepadanya di kemudian hari. Jika penerimaan tersebut tidak telah
dilakukan didalam surat hibah sendiri, maka itu akan dapat dilakukan didalam suatu
akta autentik demikian, yang aslinya harus disimpan, asalkan yang demikian itu
dilakukan di waktu si penghibah masih hidup, dalam hal mana penghibahan, terhadap
orang yang belakangan disebut ini, hanya akan berlaku sejak hari penerimaan itu
diberitahukan kepadanya”.12
Menurut undang-undang yang diharuskan melakukan inbreng adalah para ahli
waris dalam garis lurus ke bawah, dengan tidak membedakan apakah pewaris secara
penuh atau menerima dengan catatan, tetapi pewaris berhak untuk menentukan bahwa

11
R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, cet. Ke-34, Jakarta : Pradnya Paramita, 2004, hal. 440
12
Ibid, hal. 438-439
6
ahli waris yang telah menerima pemberian-pemberian pada saat pewaris hidup
dibebaskan dari inbreng.
Seseorang yang pernah menerima pemberian benda sewaktu hidup tidak perlu
melakukan inbreng jika ia bukan ahli waris, ia hanya dapat dituntut pengurangan jika
ternyata pemberian itu melanggar legitieme portie yaitu suatu bagian warisan tertentu
yang harus diterima seorang ahli waris dari harta peninggalan yang tidak dapat
diganggu gugat.

b. Tujuan Inbreng
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, maka dapatlah dilihat apa yang menjadi
tujuan inbreng. Inbreng dapat dikatakan merupakan penyataan kehendak si pemberi
hibah terhadap akibat hukum dari tindakan yang ia lakukan dengan memberikan
hibah ataupun wasiat untuk dilakukan oleh ahli warisnya. Tentunya tidak ada insan di
dunia ini yang menginginkan terjadi konflik ataupun pertengkaran pada keturunannya
ketika ia meninggal kelak. Dengan kata lain, semua orang pasti menginginkan hal
baik dan damai bagi keturunannya. Dari sini dapatlah kiranya ditarik sebuah
kesimpulan apa yang menjadi tujuan inbreng itu sendiri, yaitu sebagai berikut :
1. Kehendak pemberi hibah untuk bertindak adil terhadap para ahli warisnya ;
2. Untuk melindungi dan menjamin hak waris dari setiap ahli waris, secara khusus
bagi ahli waris yang tidak mendapatkan hibah ataupun wasiat.

C. Proses Inbreng dalam Waris Ab Intestato


Setelah dilaksanakannya inbreng atas hibah yang telah dinyatakan batal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1086 KUHPerdata, maka pembagian harta warisan dilakukan
perhitungan kembali menurut ketentuan ahli waris ab intestato yang mana masing-masing
ahli waris mendapatkan bagian yang sama besar. Kemudian berlakunya asas penderajatan
bagi ahli waris yang mendapatkan harta warisan yaitu ahli waris yang derajatnya lebih dekat
akan menutup ahli waris yang derajatnya lebih jauh dari pewaris sebagaimana diatur dalam
Pasal 853 KUHPerdata. Tetapi, apabila hibah dibatalkan dan ahli waris yang berkedudukan
mutlak yang berkedudukan sebagai legitimaris hanya menuntut bagian legitieme portienya
yang terlanggar dengan adanya pemberian suatu hibah, maka wajib dilaksanakannya
inkorting (pengurangan) terhadap harta warisan.

7
Hal-hal yang tidak perlu inbreng yaitu :
1. Inbreng atau pemasukan yang melebihi dari bagian yang diterima dalam warisan
(Pasal 1088 KUHPerdata)
2. Pemberian kakek-nenek kepada cucunya (Pasal 1089)
3. Pemberian dari mertua kepada menantunya (Pasal 1090)
Benda-benda yang tidak perlu dilakukan inbreng menurut Pasal 1097 sampai dengan
Pasal 1099 KUHPerdata antara lain :
1. Biaya pemeliharaan dan pendidikan
2. Tunjangan hidup
3. Pengeluaran untuk memperoleh keahlian
4. Penggantian biaya wajib militer
5. Biaya perkawinan, pakaian dan perhiasan yang diberikan untuk perlengkapan
perkawinan
6. Semua barang yang musnah karena musibah diluar kesalahan si penerima hibah.

Inbreng yang berupa benda bergerak menurut Pasal 1095 KUHPerdata dilakukan atas
pilihan dari yang memasukkan dengan mengembalikan harganya ketika pemberian dilakukan,
atau dengan mengembalikan benda-benda tersebut kedalam wujudnya semula.
Namun, untuk pemasukan hibah (inbreng) atas suatu benda tidak bergerak dapat
dilakukan dengan mengembalikan kedalam wujud yang semula maupun dengan memasukkan
harga ketika benda tersebut diberikan sebagaimana diatur dalam Pasal 1093 KUHPerdata.
Setelah hibah-hibah yang pernah diberikan kepada ahli waris dimasukkan dalam harta
warisan dan dihitung, maka langkah selanjutnya yang dilaksanakan adalah menambahkan
aktiva dari harta warisan ke dalam perhitungan semua hibah yang telah dimasukkan dalam
harta warisan. Selanjutnya akan dilakukan pengurangan dari hutang-hutangnya pewaris.
Setelah semua tahap tersebut dilaksanakan, maka harta warisan tersebut dinamakan harta
warisan bersih.

8
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

1. Pengertian Inbreng dalam Waris


Inbreng atau pemasukan adalah memperhitungkan kembali pemberian barang-barang
atau hibah para ahli waris yang diberikan oleh pewaris pada waktu ia masih hidup, untuk
melindungi bagian mutlak ahli waris lainnya
2. Syarat dan Tujuan Inbreng
a. Syarat Inbreng
1. Secara ab intestato (pewarisan menurut undang-undang)
Pewarisan menurut undang-undang yaitu pembagian warisan kepada orang-orang
yang mempunyai hubungan darah yang terdekat dengan pewaris yang ditentukan oleh
undang-undang.
2. Secara testamentair (ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat atau testamen)
Surat wasiat adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki
setelah ia meninggal dunia.
b. Tujuan Inbreng
3. Kehendak pemberi hibah untuk bertindak adil terhadap para ahli warisnya ;
4. Untuk melindungi dan menjamin hak waris dari setiap ahli waris, secara khusus
bagi ahli waris yang tidak mendapatkan hibah ataupun wasiat.

3. Proses Inbreng
Inbreng yang berupa benda bergerak menurut Pasal 1095 KUHPerdata dilakukan atas
pilihan dari yang memasukkan dengan mengembalikan harganya ketika pemberian dilakukan,
atau dengan mengembalikan benda-benda tersebut kedalam wujudnya semula.
Harta yang sudah dihibahkan, ketika akan diadakan pembagian harta warisan melalui
proses inbreng, maka hibah tersebut harus dibatalkan dahulu. Setelah itu dimasukkan ke
dalam harta warisan untuk proses inbreng.

9
B. Saran

Saran penulis terkait dengan materi makalah ini ialah :

1. Perlunya sosialisasi masif mengenai ketentuan inbreng di tengah-tengah masyarakat


sehingga bisa menekan konflik perihal waris-mewaris yang sudah tidak jarang lagi terjadi
bahkan menyumbang perkara yang terbilang cukup banyak di pengadilan negeri.

2. Siapapun itu, dalam hal membuat hibah haruslah dibuat di hadapan notaris. Notaris yang
membuat akta hibah haruslah beritikad membuat klausul perjanjian yang diinginkan oleh si
penghibah dan si penerima hibah secara khusus mengenai akibat hukum apabila di kemudian
hari si penghibah meninggal dunia.

10
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali, Zainuddin. 2010. Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika

Manan, Abdul. 2001. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Ctk. Ke- 4, Jakarta Raja: Grafindo
Meliala, Djaja S. 2014. Hukum Perdata Dalam Perspektif BW, Ctk. Pertama, Bandung:
Nuansa Aulia
Ramulyo, Mohammad Idris. 1983. Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan
Perdata Barat, Ctk.Pertama, Jakarta: Sinar Grafika
Soebekti, Raden. 2004. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ctk. Ke-34, Jakarta: Pradnya
Paramita
Soerjopratiknjo, Hartono. 1984. Hukum Waris Testamenter, Ctk. Kedua, Yogyakarta: Seksi
Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

11

Anda mungkin juga menyukai