Anda di halaman 1dari 31

A.

Pengambilan sampel darah


Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal istilah
phlebotomy yang berarti proses mengeluarkan darah. Dalam praktek
laboratorium klinik, ada macam cara memperoleh darah, yaitu :
melalui tusukan vena (venipuncture), tusukan kulit (skinpuncture)
dan tusukan arteri atau nadi. Venipuncture adalah cara yang
paling umum dilakukan, oleh karena itu istilah phlebotomy sering
dikaitkan dengan venipuncture (Iskandar, 2015).

1. Pengambilan darah vena


Pada pengambilan darah vena (venipuncture), contoh darah
umumnya diambil dari vena median cubital, pada anterior lengan
(sisi dalam lipatan siku). Vena ini terletak dekat dengan permukaan
kulit, cukup besar, dan tidak ada pasokan saraf besar. Apabila tidak
memungkinkan, vena chepalica atau vena basilica bisa menjadi
pilihan berikutnya. Venipuncture pada vena basilica harus
dilakukan dengan hati-hati karena letaknya berdekatan dengan
arteri brachialis dan syaraf median. Jika vena cephalica dan
basilica ternyata tidak bisa digunakan, maka pengambilan darah
dapat dilakukan di vena di daerah pergelangan tangan. Lakukan
pengambilan dengan dengan sangat hati-hati dan menggunakan
jarum yang ukurannya lebih kecil.(Iskandar, 2015)
Lokasi yang tidak diperbolehkan diambil darah adalah :

a. Lengan pada sisi mastectomy

b. Daerah edema

c. Hematoma

d. Daerah dimana darah sedang ditransfusikan

e. Daerah bekas luka


f. Daerah dengan cannula, fistula atau cangkokan vascular

g. Daerah intra-vena lines Pengambilan darah di daerah ini


dapat menyebabkan darah menjadi lebih encer dan dapat
meningkatkan atau menurunkan kadar zat tertentu (Iskandar,
2015).
Ada dua cara dalam pengambilan darah vena, yaitu cara
manual dan cara vakum. Cara manual dilakukan dengan
menggunakan alat suntik (syring), sedangkan cara vakum dengan
menggunakan tabung vakum (vacutainer) (Iskandar,

2015). Pada dasarnya pengambilan darah vena menggunakan


vacutainer sama seperti pengambilan darah vena menggunakan
spuit/syringe (jarum suntik biasa), yang membedakan adalah
pada saat setelah menusukkan jarum dan kemudia melakukan
penyedotan darah ke dalam vakum-vakum khusus yang sudah terisi
oleh antikoagulan sesuai pemeriksaan dan mempunyai sistem
urutan pengambilan darah pemeriksaan.(Iskandar, 2015)
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam
pengambilan darah vena adalah :
1. Pemasangan turniket (tali pembendung)

a. pemasangan dalam waktu lama dan terlalu keras dapat


menyebabkan hemokonsentrasi (peningkatan nilai
hematokrit/PCV dan elemen sel), peningkatan kadar substrat
(protein total, AST, besi, kolesterol, lipid total),
b. melepas turniket sesudah jarum dilepas dapat menyebabkan
hematoma.

2. Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh sehingga


mengakibatkan masukknya udara ke dalam tabung dan
merusak sel darah merah.
3. Penusukan
a. Penusukan yang tidak sekali kena menyebabkan masuknya
cairan jaringan sehingga dapat mengaktifkan pembekuan. Di
samping itu, penusukan yang berkali-kali juga berpotensi
menyebabkan hematoma
b. Tutukan jarum yang tidak tepat benar masuk ke dalam vena
menyebabkan darah bocor dengan akibat hematoma
c. Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol menyebabkan
hemolisis sampel akibat kontaminasi oleh alcohol, rasa
terbakar dan rasa nyeri yang berlebihan pada pasien ketika
dilakukan penusukan (Iskandar, 2015)

Pengambilan darah vena dengan tabung vakum tabung


vakum pertama kali dipasarkan oleh perusahaan AS BD (Becton
Dickinson) di bawah nama dagang Vacutainer. Jenis tabung ini
berupa tabung reaksi yang hampa udara, terbuat dari kaca atau
plastik. Ketika tabung dilekatkan pada jarum, darah akan mengalir
masuk ke dalam tabung dan berhenti mengalir ketika sejumlah
volume tertentu telah tercapai (Iskandar, 2015).
Jarum yang digunakan terdiri dari dua buah jarum yang
dihubungkan oleh sambungan berulir. Jarum pada sisi anterior
digunakan untuk menusuk vena dan jarum pada sisi posterior
ditancapkan pada tabung. Jarum posterior diselubungi oleh bahan
dari karet sehingga dapat mencegah darah dari pasien mengalir
keluar. Sambungan berulir berfungsi untuk melekatkan jarum
pada sebuah holder dan memudahkan pada saat mendorong
tabung menancap pada jarum posterior (Iskandar, 2015).
euntungan menggunakan metode pengambilan ini adalah,
tak perlu membagibagi sampel darah ke dalam beberapa tabung.
Cukup sekali penusukan, dapat digunakan untuk beberapa
tabung secara bergantian sesuai dengan jenis tes yang
diperlukan. Untuk keperluan tes biakan kuman, cara ini juga lebih
bagus karena darah pasien langsung dapat mengalir masuk ke
dalam tabung yang berisi media biakan kuman. Jadi,
kemungkinan kontaminasi selama pemindahan sampel pada
pengambilan dengan cara manual dapat dihindari (Iskandar,
2015).
Kekurangannya sulitnya pengambilan pada orang tua, anak
kecil, bayi, atau jika vena tidak bisa diandalkan (kecil, rapuh), atau
jika pasien gemuk. Untuk mengatasi hal ini mungkin bisa
digunakan jarum bersayap (winged needle). Jarum bersayap
atau sering juga dinamakan jarum “kupu-kupu” hampir sama
dengan

jarum vakutainer seperti yang disebutkan di atas. Perbedaannya


adalah, antara jarum anterior dan posterior terdapat dua buah
sayap plastik pada pangkal jarum anterior dan selang yang
menghubungkan jarum anterior dan posterior. Jika penusukan
tepat mengenai vena, darah akan kelihatan masuk pada selang
(flash) (Iskandar, 2015).
Prosedur pengambilan darah vena meliputi beberapa tahap
yang telah di rekomendasikan sesuai dengan SOP dalam
labboratorium
Persiapkan alat-alat yang diperlukan : jarum, kapas alkohol 70%, tali
pembendung (turniket), plester, tabung vakum.
a) Pasang jarum pada holder, pastikan terpasang erat.

b) Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah;


usahakan pasien senyaman mungkin.
c) Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar
permintaan.

d) Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat.


Catat bila pasien minum obat tertentu, tidak puasa dsb.
e) Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak
melakukan aktifitas.
f) Minta pasien mengepalkan tangan.
g) Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku.

h) Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan


perabaan (palpasi) untuk memastikan posisi vena; vena teraba
seperti sebuah pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika
vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah pergelangan
ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit daerah lengan.

i) Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas


alcohol 70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan
jangan dipegang lagi.
j) Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap
ke atas. Masukkan tabung ke dalam holder dan dorong
sehingga jarum bagian posterior tertancap pada tabung, maka
darah akan mengalir masuk ke dalam tabung. Tunggu sampai
darah berhenti mengalir. Jika memerlukan beberapa tabung,
setelah tabung pertama terisi, cabut dan ganti dengan tabung
kedua, begitu seterusnya.
k) Lepas turniket dan minta pasien membuka kepalan
tangannya. Volume darah yang diambil kira-kira 3 kali jumlah
serum atau plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
l) Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik
jarum. Tekan kapas beberapa sat lalu plester selama kira-kira 15
menit. Jangan menarik jarum sebelum turniket dibuka.
2. Pengambilan darah kapiler

Pengambilan darah kapiler atau dikenal dengan istilah


skinpuncture yang berarti proses pengambilan sampel darah
dengan tusukan kulit. Tempat yang digunakan untuk
pengambilan darah kapiler adalah di ujung jari tangan
(fingerstick) atau anak daun telinga. Untuk anak kecil dan bayi
diambil di tumit (heelstick) pada 1/3 bagian tepi telapak kaki atau
ibu jari kaki. Lokasi pengambilan tidak boleh menunjukkan adanya
gangguan peredaran, seperti vasokonstriksi (pucat), vasodilatasi
(oleh radang, trauma, dsb), kongesti atau sianosis setempat
(Iskandar, 2015).

Pengambilan darah kapiler dilakukan untuk tes-tes yang


memerlukan sampel dengan volume kecil, misalnya untuk
pemeriksaan kadar glukosa, kadar Hb, hematokrit
(mikrohematokrit) atau analisa gas darah (capillary method)
Prosedur pengambilan darah kapiler (Iskandar, 2015)

1) Siapkan peralatan sampling : lancet steril, kapas alcohol 70%.

2) Pilih lokasi pengambilan lalu desinfeksi dengan kapas alkohol


70%, biarkan kering.
3) Peganglah bagian tersebut supaya tidak bergerak dan tekan
sedikit supaya rasa nyeri berkurang.
4) Tusuk dengan lancet steril. Tusukan harus dalam sehingga
darah tidak harus diperas-peras keluar. Jangan menusukkan
lancet jika ujung jari masih basah oleh alkohol. Hal ini bukan
saja karena darah akan diencerkan oleh alkohol, tetapi darah
juga melebar di atas kulit sehingga susah ditampung dalam
wadah.
5) Setelah darah keluar, buang tetes darah pertama dengan
memakai kapas kering, tetes berikutnya boleh dipakai untuk
pemeriksaan.
6) Pengambilan darah diusahakan tidak terlalu lama dan jangan
diperas-peras untuk mencegah terbentuknya jendalan.
B. Teknik pengambilan sputum
1. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum biasanya diperlukan jika diduga adanya


penyakit paru. Membran mukosa saluran pernafasan merespons
terhadap inflamasi dengan meningkatkan keluaran sekresi yang
sering mengandung organisme. Dalam melakukan pemeriksaan
sputum perlu diperhatikan dan dicatat volume, konsistensi, warna dan
bau sputum. Pemeriksaan sputum meliputi:
1) Pewarnaan gram, biasanya pemeriksaan ini memberikan
cukup informasi

tentang organisme yang cukup untuk menegakkan diagnosis


presumtif.
2) Kultur sputum, mengidentifikasi organisme spesifik untuk
menegakkan diagnosis definitif. Untuk keperluan pemeriksaan ini,
sputum harus dikumpulkan sebelum dilakukan terapi antibiotik
dan setelahnya untuk
menentukan kemanjuran terapi.
3) Basil Tahan Asam (BTA), menentukan adanya Mycobacterium
tuberculosa yang setelah dilakukan pewarnaan bakteri ini tidak
mengalami perubahan warna oleh alkohol asam.

2. Jenis Pemeriksaan Sputum

1) Pewarna gram
Pemeriksaan dengan pewarnaan gram dapat memberikan infotmasi
tentang jenis

mikroorganisme untuk menegakkan diagnosis presumatif.


2) Kultur sputum
Pemeriksaan kultur sputum dilakukan untuk mengidentifikasi organisme
spesifik

guna menegakkan diagnosis definitif.


3) Sensitifitas
Pemeriksaan sensitifitas berfungsi sebagai pedoman terapi antibiotik
dengan
mengidentifikasi antibiotik yang mencegah pertumbuhan organisme yang
terdapat dalam sputum.
4) Basil Tahan Asam (BTA)
Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan adanya Mycobacterium
tuberculosa, yang setelah dilakukan pewarnaan bakteri ini tidak
mengalami perubahan warna
oleh alkohol asam.
5) Sitologi
Pemeriksaan sitologi ditujukan untuk mengidentifikasi adanya keganasan
(karsinoma) pada paru-paru. Sputum mengandung runtuhan sel dari
percabangan trakheobronkhial, sehingga mungkin saja terdapat sel-sel
malignan. Sel-sel malignan menunjukkan adanya karsinoma, tidak
terdapatnya sel ini bukan berarti tidak adanya tumor atau tumor yang
terdapat tidak
meruntuhkan sel.
6) Tes kuantitatif
Pengumpulan sputum selama 24 sampai 72 jam. Pemeriksaan kualitatif
harus sering dilakukan untuk menentukan apakah sekresi merupakan
saliva, lendir, pus, atau bukan. Jika bahan yang diekspektorat berwarna
kuning-hijau biasanya menandakan infeksi parenkim paru (pneumonia).
Untuk pemeriksaan kualitatif, klien diberikan wadah khusus untuk
mengeluarkan sekret. Wadah ini ditimbang pada akhir 24 jam. Jumlah
serta karakter isinya dicatat dan diuraikan.
3. Cara Pemeriksaan Sputum

1) Menyiapkan peralatan

a. Wadah spesimen steril dengan penutup,

b. Sarung tangan disposable (bila membantu klien),

c. Disinfektan dan alat pengusap, atau sabun cair dan air,

d. Handuk kertas,

e. Label yang berisi lengkap,

f. Slip permintaan laboratorium yang terisi lengkap, dan

g. Obat kumur.

2) Melakukan persiapan

Menentukan metode pengumpulan dan menyiapkan peralatan yang akan


digunakan.
3) Melakukan pelaksanaan
Menjelaskan kepada klien apa yang akan kita lakukan, mengapa hal
tersebut perlu dilakukan dan bagaimana klien dapat bekerja sama.
Mendiskusikan bagaimana hasilnya adakan digunakan untuk perawatan
atau terapi selanjutnya.
Memberikan informasi dan menginstruksikan pada klien.
a. Tujuan pemeriksaan, perbedaan antara sputum dan salva,
serta cara

mendapatkan spesimen sputum.


b. Jangan menyentuh bagian dalam wadah spesimen.
c. Untuk mengeluarkan sputum langsung ke dalam wadah sputum.
d. Untuk menjaga bagian luar wadah agar tidak terkena sputum.
e. Cara memeluk bantal secara kuat pada insisi abdomen bila klien
merasa

nyeri saat batuk.


f. Jumlah sputum yang diperlukan (biasanya 1-2 sendok teh 5-10 ml).
g. Cuci tangan dan observasi prosedur pengendalian infeksi lain yang
sesuai.

4) Memberikan privasi klien


5) Memberikan bantuan yang diperlukan untuk mengumpulkan spesimen.
a. Membantu klien mengambil posisi berdiri atau duduk (misal posisi
Fowler- tinggi atau semi atau pada tepi tempat tidur atau
kursi). Posisi
ini
memungkinkan ventilasi dan ekspansi paru yang maksimum.
b. Meminta klien untuk memegang bagian luar wadah sputum dan
untuk klien yang tidak dapat melakukannya, pasang sarung tangan
dan pegang bagian
luar wadah tersebut untuk klien.
c. Meminta klien untuk bernafas dalam dan kemudian membatukan
sekresi. Inhalasi yang dalam memberikan udara yang cukup untuk
mendorong
sekresi keluar dari jalan udara ke dalam faring.
d. Memegang wadah sputum sehingga klien dapat mengeluarkan
sputum ke dalamnya, pastikan sputum tidak kontak dengan bagian
luar wadah.

Memasukan sputum ke dalam wadah akan mencegah


penyebaran

mikroorganisme ke tempat lain.


e. Membantu klien untuk mengulang batuk sampai terkumpul jumlah
sputum

yang cukup.
f. Menutup wadah segera setelah sputum berada di dalam wadah.
Menutup wadah akan mencegah penyebaran mikroorganisme
secara tidak sengaja ke
tempat lain.
g. Membersihkan bagian luar dengan disinfektan, bila sputum
mengenai bagian luar wadah. Beberapa institusi menganjurkan untuk
membersihkan seluruh bagian luar wadah dengan sabun cair dan
air dan kemudian
mengeringkannya dengan handuk kertas.
h. Melepas dan buang sraung tangan.

6) Memastikan klien merasa nyaman.


a. Membantu klien untuk membersihkan mulutnya dengan obat
kumur, bila

dibutuhkan.
b. Membantu klien mengambil posisi nyaman yang memungkinkan
ekspansi paru secara maksimal, bila diperlukan.

7) Memberi label dan membawa spesimen ke laboratorium.


a. Memastikan informasi yang benar tertulis pada label dan slip
permintaan laboratorium. Tempelkan label dan lampirkan
perimintaan laboratorium pada wadah spesimen. Identifikasi
dan/atau informasi yang tidak akurat
pada wadah spesimen dapat membuat kesalahan diagnosis atau
terapi.
b. Atur agar spesimen dikirim segera ke laboratorium atau di
dinginkan. Kultur bakteri harus segera dimulai sebelum organisme
yang mengkontaminasi tumbuh dan berkembang baik sehingga
memberikan hasil positif palsu.

8) Mendokumentasikan semua informasi yang relevan.


Mendokumentasikan pengumpulan spesimen sputum pada catatan klien.
Pendokumentasian meliputi jumlah, warna, konsistensi (kental,
lengket, atau encer), adanya hemoptisis (darah pada sputum), bau
sputum, tibdakan yang perlu dilakukan untuk mendapatkan sputum
(misal drainase postural), jumlah sputum yang dihasilkan secara
umum, adanya ketidaknyamanan yang dialami klien.

9) Pengambilan Spesimen
Pengumpulan sputum yang terbaik adalah sputum pagi hari atau
sputum semalam dengan jumlah yang terkumpul sebanyak 3-5 ml
setiap wadah
penampung sputum.
 Cara pengambilan sputum :
Pasien berkumur dengan air garam dahulu, kemudian di beri wadah
yang bermulut lebar, mempunyai tutup berulir, suci hama, tidak
mudah pecah, tidak bocor, sekali pakai dibuang (disposible). Pasien
dalam posisi berdiri, jika tidak memungkinkan dapat dengan duduk
agak membungkuk. Pagi hari setelah bangun tidur biasanya
rangsangan batuk sangat kuat, tetapi penderita di anjurkan untuk
menahanya dan menarik nafas dalam-dalam. Kemudian segera di
suruh batuk sekuat-kuatnya sehingga merasakan dahak yang
dibatukkan keluar dari tenggorokan. Sputum yang keluar di tampung
dalam wadah yang di sediakan, mulut wadah penampung dibersihkan
dari tetesan dahak lalu di tutup. Wadah diberi label yang yang
berisi nama, alamat,
tanggal pengambilan serta nama pengirim.
 Pembuatan Sediaan
- Pembuatan Preparat
Gelas kaca di beri nomor kode, nomor pasien, nama pasien,
pada sisi kanan kaca obyek baru. Pilih bagian sputum yang kental,
warna kuning kehijauan, ada pus atau darah, ada perkejuan. Ambil
sedikit bagian tersebut dengan menggunakan ose yang
sebelumnya dibakar dulu sampai pijar, kemudian didinginkan.
Ratakan diatas kaca obyek dengan ukuran + 2-3 cm. Hapusan
sputum yang dibuat jangan terlalu tebal atau tipis. Keringkan dalam
suhu kamar. Ose sebelum dibakar dicelupkan dulu kedalam botol
berisi campuran alkohol 70% dan pasir dengan perbandingan 2 : 1
dengan tujuan untuk melepaskan partikel yang melekat pada ose
(untuk mencegah terjadinya percikan atau aerosol pada waktu ose
dibakar yang dapat menularkan kuman tuberkulosis).
Rekatkan/fiksasi dengan cara melakukan melewatkan preparat
diatas lidah api dengan cepat sebanyak 3 kali selama 3-5 detik.
Setelah itu sediaan langsung diwarnai
dengan pewarna Ziehl Neelsen.
- Pembuatan Ziehl Neelsen

Pada dasarnya prinsip pewarnaan mycobacterium yang dinding


selnya tahan asam karena mempunyai lapisan lemah atau lilin
sehingga sukar ditembus cat. Oleh pengaruh phenol dan
pemanasan maka lapisan lemak dapat ditembus cat basic fuchsin.
Pada pengecatan Ziehl Neelsen setelah BTA mengambil warna dari
basic fuchshin kemudian dicuci dengan air mengalir, lapisan lilin
yang terbuka pada waktu dipanasi akan merapat kembali karena
terjadi pendinginan pada waktu dicuci. Sewaktu dituangi dengan
asam sulfat dan alkohol 70% atau HCI alkohol, warna merah dari
basic fuchsin pada BTA tidak akan dilepas/luntur. Bakteri yang
tidak tahan asam akan melepaskan warna merah, sehingga
menjadi pucat atau tidak bewarna. Akhirnya pada waktu dicat
dengan Methylien Blue BTA tidak mengambil warna biru dan
tetap merah, sedangkan bakteri yang
tidak tahan asam akan mengambil warna biru dari Methylien Blue.
 Cara Pengecatan Basil Tahan Asam
Letakkan sediaan diatas rak pewarna, kemudian tuang larutan Carbol
Fuchsin sampai menutupi seluruh sediaan. Panasi sediaan secara
hati-hati diatas api selama 3 menit sampai keluar uap, tetapi jangan
sampai mendidih. Biarkan selama 5 menit (dengan memakai pinset).
Cuci dengan air mengalir, tuang HCL alkohol 3% (alcohol asam)
sampai warna merah dari fuchsin hilang. Tunggu 2 menit. Cuci
dengan air mengalir, tuangkan larutan Methylen Blue 0,1% tunggu 10-
20 detik. Cuci dengan air mengalir, keringkan di rak
pengering.
 Cara Melakukan Pemeriksaan
Setelah preparat terwarnai dan kering, dilap bagian bawahnya dengan
kertas tissue, kemudian sediaan ditetesi minyak imersi dengan 1 tetes
diatas sediaan. Sediaan dibaca mikroskop dengan perbesaran kuat.
Pemeriksaan dimulai dari ujung kiri dan digeser ke kanan kemudian
digeser kembali ke kiri (pemeriksaan system benteng). Diperiksa 100
lapang pandang (kurang lebih 10 menit). Pembacaan dilakukan
secara sistematika, dan setiap lapang pandang dilihat, kuman BTA
berwarna merah berbentuk batang lurus atau
bengkok, terpisah, berpasangan atau berkelompok dengan latar
belakang biru.
 Pembacaan hasil pemeriksaan
Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan sputum dilakukan dengan
menggunakan skala International Union Against Tuberculosis
(IUAT).

Pemeriksaan sputum untuk Basil Tahan Asam (BTA) biasanya


dilakukan pemeriksaan terhadap sputum sewaktu, sputum pagi dan
sputum sewaktu (SPS). Hasil yang positif ditandai dengan sekurang-
kurangnya 2 dari 3 spesimen sputum sewaktu, sputum pagi dan
sputum sewaktu adalah positif ditemukannya Basil Tahan Asam
(BTA). Pemeriksaan mikroskopis BTA ini digunakan untuk membantu
diagnosis penyakit tuberkulosis. Metode yang dipakai ini biasanya
dengan pengecatan langsung (metode pewarnaan Ziehl Nelsen), dan
metode penghitungan BTA dengan skala IUAT yaitu dalam 100
lapang pandang tidak ditemukan BTA disebut negatif. Ditemukan:
a. 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang

ditemukan.
b. 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + atau (1+).
c. 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ atau (2+).
d. > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ atau (3+).

4. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pemeriksaan Sputum

Pengambilan sputum sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dimana


kemungkinan untuk mendapat sputum bagian dalam lebih besar.
Waktu yang diperlukan untuk pengambilan sputum adalah 3 kali
pengambilan sputum dalam 2 kali kunjungan, yaitu Sputum sewaktu (S) yaitu
ketika penderita pertama kali datang, Sputum pagi (P) yaitu keesokan harinya
ketika penderita datang lagi dengan membawa sputum pagi (sputum pertama
setelah bangun tidur), dan Sputum sewaktu (S), yaitu saat penderita tiba di
laboratorium, penderita diminta mengeluarkan sputumnya lagi.
Pengambilan sputum pada pasien tidak boleh menyikat gigi. Agar
sputum mudah dikeluarkan, dianjurkan pasien mengonsumsi air yang banyak
pada malam sebelum pengambilan sputum. Sebelum mengeluarkan sputum,
pasien disuruh untuk berkumur-kumur dengan air dan pasien harus melepas
gigi palsu (bila ada). Sputum diambil dari batukkan pertama (first cough). Cara
membatukkan sputum dengan Tarik nafas dalam dan kuat (dengan pernafasan
dada) batukkan kuat sputum dari bronkus trakea mulut wadah penampung.
Wadah penampung berupa pot steril bermulut besar dan berpenutup (Screw
Cap Medium).
Periksa sputum yang dibatukkan, bila ternyata yang dibatukkan adalah
air liur/saliva, maka pasien harus mengulangi membatukkan sputum.
Sebaiknya pilih
sputum yang mengandung unsur-unsur khusus seperti darah dan unsur-unsur
lain. Bila sputum susah keluarkan lakukan perawatan mulut. Perawatan mulut
dilakukan dengan obat glyseril guayakolat (expectorant) 200 mg atau dengan
mengonsumsi air teh manis saat malam sebelum pengambilan sputum.
Teknik lain untuk mengeluarkan sputum bila sputum juga tidak bisa
didahakkan, sputum dapat diambil secara:
a. Aspirasi transtracheal (transtracheal aspirasi atau cuci transtracheal).

Teknik untuk mengumpulkan sampel dari eksudat bronkial untuk


pemeriksaan histologis dan mikrobiologi. Sebuah jarum dimasukkan
melalui kulit di atasnya trakea dan melalui ligamentum krikotiroid. Sebuah
kateter dimasukkan ke dalam trakea dan diteruskan ke tingkat bifurkasi
trakea. Indikasinya adalah:
Injeksi Transtracheal dilakukan untuk memblokir saraf laring
berulang untuk laringoskopi terjaga, serat optik dan atau intubasi
retrograd. Penghapusan tanggapan gag refleks atau hemodinamik untuk
laringoskopi atau bronkoskopi. Digunakan untuk membantu menghindari
Valsava seperti tegang yang dapat mengikuti yang lain "terjaga" intubasi
(pasien dibius dan ventilasi spontan).
b. Bronchial lavage (Bronchoalveolar lavage)
Bronchoalveolar lavage (BAL) merupakan prosedur medis dimana
bronkoskop dilewatkan melalui mulut atau hidung ke paru-paru dan cairan
yang disemprotkan ke bagian kecil dari paru-paru. Biasanya dilakukan
untuk mendiagnosa penyakit paru- paru. Secara khusus, umumnya
digunakan untuk mendiagnosa infeksi pada orang dengan masalah sistem
kekebalan tubuh, pneumonia pada orang pada ventilator, beberapa jenis
kanker paru-paru, dan jaringan paru pada paru-paru (penyakit paru
interstitial). cara paling umum untuk sampel komponen cairan lapisan epitel
(ELF) dan untuk menentukan komposisi protein saluran udara paru, dan
sering digunakan dalam penelitian imunologi sebagai sarana sel sampling
atau tingkat patogen di paru-paru. Contoh ini termasuk sel T dan tingkat
populasi
virus influenza.
c. Lung biopsy
Biopsi paru adalah prosedur untuk mendapatkan sampel kecil jaringan
paru- paru untuk pemeriksaan. Jaringan biasanya diperiksa di bawah
mikroskop, dan dapat dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk kultur.
Pemeriksaan

mikroskopis dilakukan oleh ahli patologi. Biopsi adalah pengambilan


jaringan tubuh untuk pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan jaringan
tersebut bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit atau mencocokkan
jaringan organ sebelum melakukan transplantasi organ. Resiko yang dapat
ditimpulkan oleh kesalahan proses biopsi adalah infeksi dan pendarahan.
Jaringan yang akan diambil untuk biopsi dapat berasal dari bagian tubuh
manapun, di antaranya kulit, perut, ginjal, hati dan paru- paru.

5. Interpretasi Pemeriksaan Sputum

Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya dapat


dievaluasi sumber, warna, volume, dan konsistensinya karena kondisi sputum
biasanya memperlihatkan secara spesifik proses kejadian patologik pada
pembentukan sputum itu sendiri.
Interpretasi untuk penyakit TBC, berdasar hasil pemeriksaan sputum
(BTA), TB paru dibagi atas:
1) Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen sputum menunjukkan hasil
BTA

positif.
b. Hasil pemeriksaan satu spesimen sputum menunjukkan BTA positif

dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.


c. Hasil pemeriksaan satu spesimen sputum menunjukkan BTA positif
dan

biakan positif.
2) Tuberkulosis paru BTA (-) adalah:
a. Hasil pemeriksaan sputum 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran

klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif.


b. Hasil pemeriksaan sputum 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan

M. tuberculosis positif.

6. Manfaat dari Sputum

Pemeriksaan sputum bersifat mikroskopik dan penting untuk diagnosis


etiologi berbagai penyakit pernapasan. Pemeriksaan mikroskopik dapat
menjelaskan organisme penyebab penyakit pada berbagai pneumonia
bacterial, tuberkulosa, serta berbagai jenis infeksi jamur. Pemeriksaan sitologi
eksfoliatif pada sputum dapat membantu diagnosis karsinoma paru-paru.
Sputum dikumpulkan untuk pemeriksaan dalam mengidentifikasi organisme
patogenik dan menentukan apakah terdapat sel-sel malignan atau tidak.

Aktifitas ini juga digunakan untuk menkaji sensitivitas (di mana terdapat
peningkatan eosinofil). Pemeriksaan sputum secara periodik mungkin
diperlukan untuk klien yang mendapat antibiotik, kortikosteroid, dan medikasi
imunosupresif dalam jangka panjang, karena preparat ini dapat menimbulkan
infeksi oportunistik. Secara umum, kultur sputum digunakan dalam
mendiagnosis untuk pemeriksaan sensitivitas obat dan sebagai pedoman
pengobatan. Jika sputum tidak dapat keluar secara spontan, klien sering
dirangsang untuk batuk dalam dengan menghirupkan aerosol salin yang sangat
jenuh, glikol propilen yang mengiritasi, atau agen lainnya yang diberikan
dengan nebulizer ultrasonik
C. Teknik pengambilan feses

1.  Indikasi Pemeriksaan
a.  Adanya diare dan konstipasi                         
b.  Adanya ikterus
c.   Adanya gangguan pencernaan                       
d.  Adanya lendir dalam tinja
e.  Kecurigaan penyakit gastrointestinal             
f.    Adanya darah dalam tinja
2.  Syarat pengumpulan feces
a.  Tempat harus bersih, kedap, bebas dari urine, diperiksa 30 – 40 menit sejak dikeluarkan. Bila pemeriksaan
ditunda simpan pada almari es.
b.  Pasien dilarang menelan  Barium, Bismuth, dan Minyak dalam 5 hari sebelum pemeriksaan.
c.   Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan.
d.  Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher.
e.  Pasien konstipasi dapat diberikan saline cathartic terlebih dahulu.
f.    Pada Kasus Oxyuris dapat digunakan metode schoth tape & object glass.
g.  Untuk mengirim tinja, wadah yang baik ialah yang terbuat dari kaca atau sari bahan lain yang tidak dapat
ditembus seperti plastik, bermulut lebar, bertutup ulir. Kalau konsistensi tinja keras,dos karton berlapis paraffin
juga boleh dipakai.
h.  Oleh karena unsur -unsur patologik biasanya tidak dapat merata, maka hasil pemeriksaan mikroskopi tidak dapat
dinilai derajat kepositifannya dengan tepat, cukup diberi tanda –(negatif),(+),(++),(+++) saja.
i.    Hal – hal yang perlu diperhatikan
 Penyimpanan
Feses tahan < 1 jam pada suhu ruang
Bila 1 jam atau lebih gunakan media transpot yaitu Stuart’s medium, ataupun Pepton water
Penyimpanan < 24 jam pada suhu ruang, sedangkan > 24 jam pada suhu 4°C
 Pengiriman
Pengiriman < 1 jam pada suhu ruang
Bila tidak memungkinkan, gunakan media transport atau kultur pada media Tetra Thionate Broth
3.  Waktu Pengambilan Feses
Pengambilan dilakukan setiap saat, terutama pada gejala awal dan sebaiknya sebelum pemberian anti biotik.
Feses yang diambil dalam keadaan segar.
4.  Alat-alat Pengambilan Feses
 Sarung tangan
 Spatel steril
 Vasseline
 Lidi kapas steril
 Pot tinja
 Bengkok
 Perlak pengalas
 Tissue
5.  Cara kerja
a.  Prosedur pengambilan feses pada dewasa :
 Jelaskan prosedur pada ibu dan meminta persetujuan tindakan
 Menyiapkan alat yang diperlukan
 Meminta ibu untuk defekasi di pispot, hindari kontak dengan urine
 Cuci tangan dan pakai sarung tangan
 Dengan alat pengambil feses, ambil dan ambil feses ke dalam wadah specimen kemudian tutup dan bungkus
 Observasi warna, konsistensi, lendir, darah, telur cacing  dan adanya parasit pada sampel
 Buang alat bekas mengambil feses dengan benar
 Cuci tangan
 Beri label pada wadah specimen dan kirimkan ke labolatorium
 Lakukan pendokumentasian dan tindakan yang sesuai
b.  Prosedur pengambilan feses pada dewasa dalam keadaan tidak mampu defekasi sendiri:
 Mendekatkan alat
 Jelaskan prosedur pada ibu dan meminta persetujuan tindakan
 Mencuci tangan
 Memasang perlak pengalas dan sampiran
 Melepas pakaian bawah pasien
 Mengatur posisi dorsal recumbent
 Memakan hand scoon
 Telunjuk diberi vaselin lalu dimasukkan ke dalam anus dengan arah keatas kemudian diputar kekiri dan kekanan
sampai teraba tinja
 Setelah dapat , dikeluarkan perlahan – lahan lalu dimasukkan ke dalam tempatnya.
 Anus dibersihkan dengan kapas lembab dan keringkan dengan tissue.
 Melepas sarung tangan
 Merapikan pasien
 Mencuci tangan
c.   Prosedur pengambilan feses pada bayi :
 Jelaskan prosedur pada ibu bayi dan meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan pada bayinya
 Menyiapkan alat yang diperlukan
 Memantau feses yang dikeluarkan oleh bayi di popoknya, hindari kontak dengan urine
 Cuci tangan dan pakai sarung tangan
 Dengan alat pengambil feses, ambil dan ambil feses ke dalam wadah specimen kemudian tutup dan bungkus
 Observasi warna, konsistensi, lendir, darah, telur cacing dan adanya parasit pada sampel
 Buang alat dengan benar
 Cuci tangan
 Beri label pada wadah specimen dan kirimkan ke labolatorium
 Lakukan pendokumentasian dan tindakan yang sesuai

D. Teknik pengambilan urin


Hasil pemeriksaan urine tidak hanya dapat memberikan informasi tentang ginjal dan saluran kemih, tetapi juga
mengenai faal berbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu, pancreas, dsb. Namun, untuk mendapatkan hasil pemeriksaan
yang akurat, diperlukan specimen yang memenuhi syarat. Pemilihan jenis sampel urine, tehnik pengumpulan sampai dengan
pemeriksaan harus dilakukan dengan prosedur yang benar.
Jenis pengambilan sampel urine $

a. Urine sewaktu/urine acak (random)

Urine sewaktu adalah urine yang dikeluarkan setiap saat dan tidak ditentukan secara khusus. Mungkin sampel encer,
isotonik, atau hipertonik dan mungkin mengandung sel darah putih, bakteri, dan epitel skuamosa sebagai kontaminan. Jenis sampel
ini cukup baik untuk pemeriksaan rutin tanpa pendapat khusus.

b. Urine pagi

Pengumpulan sampel pada pagi hari setelah bangun tidur, dilakukan sebelum makan atau menelan cairan apapun. Urine
satu malam mencerminkan periode tanpa asupan cairan yang lama, sehingga unsur-unsur yang terbentuk mengalami pemekatan.
Urine pagi baik untuk pemeriksaan sedimen dan pemeriksaan rutin serta tes kehamilan berdasarkan adanya HCG (human chorionic
gonadothropin) dalam urine.

c. Urine tampung 24 jam

Urine tampung 24 jam adalah urine yang dikeluarkan selama 24 jam terus-menerus dan dikumpulkan dalam satu wadah.
Urine jenis ini biasanya digunakan untuk analisa kuantitatif suatu zat dalam urine, misalnya ureum, kreatinin, natrium, dsb. Urine
dikumpulkan dalam suatu botol besar bervolume 1.5 liter dan biasanya dibubuhi bahan pengawet, misalnya toluene.

Hal-hal yang perlu di infeksi dalam pemeriksaan urine:


1. Volume urine

Banyaknya urine yang dikeluarkan oleh ginjal dalam 24 jam. Dihitung dalam gelas ukur. Volume urine
normal : 1200-1500 ml/24 jam. Volume urine masingmasing orang bervariasi tergantung pada luas permukaan
tubuh, pemakaian cairan, dan kelembapan udara / penguapan.

2. Bau

Bau urine yang normal, tidak keras. Bau urine yang normal disebabkan dari sebagian oleh asam- asam
organik yang mudah menguap.

3. Buih

Buih pada urine normal berwarna putih. Jika urine mudah berbuih, menunjukkan bahwa urine tersebut
mengandung protein. Sedangkan jika urine memiliki buih yang berwarna kuning, hal tersebut disebabkan oleh
adanya pigmen empedu(bilirubin) dalam urine.

4. Warna urine

Warna urine ditentukan oleh besarnya dieresis. Makin besar dieresis, makin muda warna urine itu.
Biasanya warna urine normal berkisar antara kuning muda dan kuning tua. Warna itu disebabkan oleh
beberapa macam zat warna, terutama urochrom dan urobilin. Jika didapat warna abnormal disebabkan
oleh zat warna yang dalam keadaan normal pun ada, tetapi sekarang ada dalam jumlah besar.
Kemungkinan adanya zat warna abnormal, berupa hasil metabolism abnormal, tetapi mungkin juga
berasal dari suatu jenis makanan atau obat-obatan. Beberapa keadaan warna urine mungkin baru berubah
setelah dibiarkan.

5. Kejernihan

Cara menguji kejernihan sama seperti menguji warna yaitu jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh.
Tidak semua macam kekeruhan bersifat abnormal. Urine normal pun akan menjadi keruh jika dibiarkan atau
didinginkan. Kekeruhan ringan disebut nubecula dan terjadi dari lender, sel-sel epitel, dan leukosit yang lambat
laun mengendap.
A. Proses Pengambilan Urine.
Persiapan alat

• Botol yang telah disterilkan(tempat penampung spesimen)

• Label spesimen

• Sarung tangan sekali pakai

• Larutan anti septik

• Kapas sublimat

• Formulir Laboratorium

• Urinal (Pispot) jika klien tidak dapat berjalan

• Baskom air hangat

• Waslap

• Sabun

• Handuk

Prosedur plaksanaan
o Beritahu klien tujuan prosedur pelaksanaan

o Untuk klien yang dapat berjalan


Antar klien ke kamar kecil
Antar klien untuk membasuh dan mengelap daerah ginetal dan parineal dengan sabun dan air

Untuk klien wanita


Bersihkan daerah parineal dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas desinfektan steril hanya sekali pakai

Untuk klien laki - laki


- Tarik perlahan kulit penis sehingga saluran penis tertarik
- Dengan gerakan memutar, bersihkan saluran kencing. Gunakan steril hanya sekali pakai kemudian buang. Bersihkan area beberapa
inci dari penis

o Untuk klien yang memerlukan bantuan

- Siapkan klien dan peralatannya


- Bersihkan daerah parineal dengan sabun kemudian keringkan
- Posisikan klien setegak mungkin jika di perbolehkan
- Buka peralatan, hati - hati jangan sampai mengontaminasi tempat sampel
- Pakai sarung tangan
- Bersihkan saluran kencing seperti yang dijelaskan di atas
o Ambil sampel dari klien yang tidak dapat berjalan atau ajarkan klien yang dapat berjalan bagaimana mengambil sampel.

- Perintah klien untuk BAK


- Tempatkan wadah di tempat aliran urine dan ambil sampel, jangan sampai wadah tersentuh penis

- Ambil ± 30 - 60 ml urine di dalam wadah


- Tutup wadah sentuh hanya dalam luar wadah
- Jika perlu, bersihkan wadah dengan disinfektan
- Untuk pengambilan urine aliran tengah anjurkan, klien kencing dulu kemudian menahannya dan kencing kembali, lalu urine
dimasukkan kedalam botol +_ 30 - 60 cc, kemudian klien di anjurkan mengeluarkan urine/ mengosongkan kandung kemih secara
keseluruhan.

o Beri label pada botol dan bawa kelaboratorium

- Pastikan pada label tertera informasi yang sesuai dan benar, letakkan pada botol
- Usahakan agar spesiment dapat dibawa ke laboratorium secepatnya

o Catat data yang bersangkutan

- Catat data seperti warna,bau, konsistensi , dan kesulitan yang di alami klien selama pengambilan sampel

o Spesimen kulit periodik(urine tampung)

- Dapatkan wadah spesimen dengan zat pengawet dari laboratorium , labeli wadah dengan identitas klien, kapan pengumpulan
dimulai dan selesai.

- Guanakan tempat yang bersih untuk mengambil sampel


- Simpan semua sampel dari setiap pengambilan sampel dalam wadah dan disimpan wadah dari lemari pendingin. Jagalah sampel
agar tidak terkontaminasi dengan kertas toilet atau feses.

- Pada akhir periode pengambilan, perintahkan klien untuk mengosongkan kantong kemih dan simpan urine sebagai bagian spesimen
, bawa semua sampel ke laboratorium

- Catat dalam dokumen sampel, waktu pengambilan dan waktu selesainya serta hasil pengamatan lain terhadap urine

o Pengambilan spesimen urine dari kateter

- Gunakan sarung tangan sekali pakai


- Jika tidak ada urine dalam kateter , jepit tabung penampung selama +_ 30 menit.hal ini menyebabkan segera terkumpul di dalam
kateter .

- Bersihkan daerah penyuntikan jarum dengan menggunakan desinfektan. Daerah penyuntikan ini sebaiknya agak jauh dari
gelembung tabung untuk mencegah tertusuknya gelembung tersebut. Dengan menyucihamakan jarum , mikroorganisme akan
menghilang pada pembukaan kateter. Jadi , cegahlah kontaminasi jarum dan masuknya mikroorganisme dalam kateter

- Masukkan jarum dengan sudut 30 - 450


- Lepaskan penjepit kateter
- Ambil sampel urin secukupnya ( 3cc untuk kultur urine dan 30cc untuk analisis urine rutin)
- Pindahkan urine kedalam wadah, pastikan jarum tidak menyenth luar wadah
- Buang jarum dan suntikkan kedalam tempat penampungan
- Tutup wadahnya
- Lepaskan sarung tangan , dan taruh pada tempat yang disediakan
- Beri label dan kirim kelaboratorium secepatnya untuk analisis atau taruh di lemari pendingin
- Catat dan dokumentasikan hasil spesimen dan pengamatan spesimen.

B. Cara Pengambilan Sampel


Bahan urin untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pagi hari. Pengambilan spesimen urine dilakukan oleh
penderita sendiri (kecuali dalam keadaan yang tidak memungkinkan). Sebelum pengambilan spesimen, penderita harus diberi
penjelasan tentang tata cara pengambilan yang benar. Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi suprapubik (suprapubic
puncture=spp), dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi
tengah yang ditampung dalam wadah bermulut lebar dan steril.
^41 Punksi Suprapubik.
Pengambilan urin dengan punksi suprapubik dilakukan pengambilan urin langsung dari kandung kemih melalui kulit dan dinding
perut dengan semprit dan jarum steril. Yang penting pada punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis yang baik pada daerah
yang akan ditusuk, anestesi lokal pada daerah yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu dijaga. Bila keadaan asepsis baik,
maka bakteri apapun dan berapapun jumlah koloni yang tumbuh pada biakan, dapat dipastikan merupakan penyebab ISK.
Kateter.
Bahan urin dapat diambil dari kateter dengan jarum dan semprit yang steril. Pada cara ini juga penting tindakan antisepsis pada
daerah kateter yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus elalu dijaga. Tempat penusukan kateter sebaiknya sedekat mungkin
dengan ujung kateter yang berada di dalam kandung kemih (ujung distal). Penilaian urin yang diperoleh dari kateter sama dengan
hasil biakan urin yang diperoleh dari punksi suprapubik.

• Urin Porsi Tengah.


Urin porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis merupakan teknik pengambilan yang paling sering dilakukan dan tidak
menimbulkan ketidaknyamanan pada penderita. Akan tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan pengambilan cukup besar. Tidak
boleh menggunakan antiseptik untuk persiapan pasien karena dapat mengkontaminasi sampel dan menyebabkan kultur false-
negatif.

Cara pengambilan dan penampungan urine porsi tengah pada wanita :


1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah vagina dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi
dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi air atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan
memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum
pembersihan daerah vagina selesai.

2. Dengan 2 jari pisahkan kedua labia dan bersihkan daerah vagina dengan potongan kasa steril yang mengandung sabun. Arah
pembersihan dari depan ke belakang. Kemudian buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah.

3. Bilas daerah tersebut dari arah depan ke belakang dengan potongan kasa yang dibasahi dengan air atau salin hangat. Selama
pembilasan tetap pisahkan kedua labia dengan 2 jari dan jangan biarkan labia menyentuh muara uretra. Lakukan pembilasan sekali
lagi, kemudian keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat
sampah.

4. Dengan tetap memisahkan kedua labia, mulailah berkemih. Buang beberapa mililiter urin yang mula-mula keluar. Kemudian
tampung aliran urin selanjutnya ke dalam wadah steril sampai kurang lebih sepertiga atau setengah wadah terisi.

5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan dinding luar wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan
identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium.

Cara pengambilan dan penampungan urine porsi tengah pada pria :


1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah penis dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan
air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air atau salin hangat dan
sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan
pula wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan selesai.

2. Tarik prepusium ke belakang dengan satu tangan dan bersihkan daerah ujung penis dengan kasa yang dibasahi air sabun. Buang
kasa yang telah dipakai ke tempat sampah.

3. Bilas ujung penis dengan kasa yang dibasahi air atau salin hangat. Ulangi sekali lagi, lalu keringkan daerah tersebut dengan
potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah dipakai ke dalam tempat sampah.
4. Dengan tetap menahan prepusium ke belakang, mulailah berkemih. Buang beberapa mililiter
urin yang keluar, kemudian tampung urin yang keluar berikutnya ke dalam wadah steril sampai
terisi sepertiga sampai setengahnya.

5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan dinding luar wadah dari
urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada wadah tersebut dan kirim segera ke
laboratorium.
Bahan urin harus segera dikirim ke laboratorium, karena penundaan akan
menyebabkan bakteri yang terdapat dalam urin berkembang biak dan penghitungan
koloni yang tumbuh pada biakan menunjukkan jumlah bakteri sebenarnya yang
terdapat dalam urin pada saat pengambilan. Sampel harus diterima maksimun 1 jam
setelah penampungan.2 Sampel harus sudah diperiksa dalam waktu 2 jam. Setiap
sampel yang diterima lebih dari 2 jam setelah pengambilan tanpa bukti telah disimpan
dalam kulkas, seharusnya tidak dikultur dan sebaiknya dimintakan sampel baru.3 Bila
pengiriman terpaksa ditunda, bahan urin harus disimpan pada suhu 40 C selama tidak
lebih dari 24 jam.

E. Teknik pengambilan transudat dan eksudat


Pemeriksaan untuk transudat dan eksudat terbagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. pemeriksaan makroskopis
b. pemeriksaan mikroskopis
c. pemeriksaan kimia
d. pemeriksaan bakterioskopi

2. Pemeriksaan makroskopis
Jumlah
Ukurlah dan catatlah volume yang didapat dengan pungsi. Jika semua cairan
dikeluarkan jumlah itu memberi petunjuk tenteng luasnya kelainan.

Warna
Mungkin sangat berbeda-beda, agak kuning, kuning campur hijau, merah jambu,
merah, putih serupa susu, dll. Bilirubin memberi warna kuning pada transudat, darah
yang menjadikannya merah atau coklat, pus memberi warna putih-kuning, chylus
putih serupa susu, B. pyocyaneus biru-hijau. Warna transudat biasanya kekuning-
kuningan, sedangkan exudat dapat berbeda-beda warnanya dari putih melalui kuning
sampai merah darah sesuaidengan causa peradangan dan beratnya radang.
Warna exudat oleh proses radang ringan tidak banyak berbeda dari warna transudat.

Kejernihan
Inipun mungkin sangat berbeda-beda dari jernih, agak keruh sampai sangat keruh.
Transudat murni kelihatan jernih, sedangkan exudat biasanya ada kekeruhan. Jika
mungkin, kekeruhan yang menunjuk kepada sifat exudat itu dijelaskan lebih lanjtu
sebagai umpamanya serofibrineus, seropurulent, serosangineus, hemoragik,
fibrineus, dll.
Kekeruhan terutama disebabkan oleh adanya dan banyaknya sel, leukosit dapat
menyebabkan kekeruhan sangat ringan sampai kekeruhan berat seperti bubur.
Eritrosit menyebabkan kekeruhan yang kemerah-merahan.

Bau
Biasanya baik transudat mupun exudat tidak mempunyai bau bermakna kecuali kalau
terjadi pembusukan protein. Infeksi dengan kuman anaerob dan oleh E. coli mungkin
menimbulkan bau busuk, demikian adanya bau mengarahkan ke exudat.

Berat jenis
Harus segera ditentukan sebelum kemungkinan terjainya bekuan. Penetapan ini
penting untuk menentukan jenis cairan. Kalau jumlah cairan yang tersedia cukup,
penetapan dapat dilakukan dengan urinometer, kalau hanya sedikit sebaiknya
memakai refraktometer. Seperti sudah diterangkan, nilai berat jenis dapat ikut
memberi petunjuk apakah cairan mempunyai cirri-ciri transudat atau exudat.

Bekuan
Perhatikan terjadinya bekuan dan terangkan sifatnya (renggang, berkeping, sanagat
halus, dll) bekuan it tersusun dari fibrin dan hanya didapat pada exudat. Kalau dikira
cairan yang dipungsi bersifat exudat, campurlah tetap cair dan dapat dipakai untuk
pemeriksaan lain-lain.

b. Pemeriksaan Mikroskopis

Menghitung jumlah sel dalam cairan eksudat atau transudat tidak


selalu
mendatangkan manfaat.
Jikalau diperkirakan akan terjadi bekuan, perlulah cairan setelah pungsi dicampur
dengan antikoagulans, umpamanya larutan Na citrate 20% untuk tiap 1 ml cairan
dipakai 0,01 ml larutan citrate itu.
Sel yang dihitung biasanya hanya leukosit (bersama sel-sel berinti lain seperti sel
mesotel, sel plasma, dbs) saja, menghitung jumlah eritrosit jarang sekali dilakukan
karena tidak bermakna.

1. Menghitung jumlah leukosit


Kalau cairan berupa purulent, tidak ada gunanya untuk menghitung jumlah
leukosit, tindakan ini baiklah hanya dilakukan dengan cairan yang jernih atau
agak keruh saja.
Pada cairan jernih pakailah pengenceran seperti dipakai untuk menghitung
jumlah leukosit dalam darah ataupun pengenceran seperti dipakai untuk
menghitung jumlah leukosit dalam cairan yang agak keruh, pilihlah
pengenceran yang sesuai.
Bahan pengenceran sebaiknya larutan NaCl 0,9%, jangan larutan turk karena
larutan turk itu mungkin menyebabkan terjadinya bekuan dalam cairan.
Cairan yang berupa transudat biasanya mengandung kurang dari 500 sel/ul.
Semakin tinggi angka itu semakin besar kemungkinan cairan tersebut bersifat
eksudat.

2. Menghitung jenis sel

Menghitung jenis sel biasanya membedakan dua golongan jenis sel, yaitu
golongan yang berinti satu yang digolongkan dengan nama “limfosit” dan
golongan sel polinuklear atau “segment”. Dalam golongan limfosit ikut trhitung
limfosit, sel-sel mesotel, sel plasma, dsb.
Perbandingan banyak sel dalam golongan-golongan itu memberi petunjuk kea rah
jenis radang yang menyebabkan atau menyertai eksudat itu.

Cara :
Sediaan apus dibuat dengan cara yang berlain-lain tergantung sifat cairan
itu:
Jika cairan jernih, sehingga diperkirakan tidak mengandung banyak sel, pusinglah
10-15 ml bahan, cairan atas dibuang dan sediment dicampur dengan beberapa tetes
serum penderita sendiri. Buatlah sediaan apus dari campuran itu
Kalau cairan keruh sekali atau purulent, buatlah sediaan apus langsung memakai
bahan itu. Jika terdapat bekuan dalam cairan, bekuan itulah yang dipakai untuk
membuat sediaan tipis
Pulaslah sediaan itu dengan Giemsa atau Wright
Lakukanlah hitung jenis atas 100-300 sel, hitung jenis itu hanya membedakan
“limfosit” dari “segment” seperti yang telah diterangkan
Catatan :
Hasil hitung jenis dapat memberi keterangan tentang jenis radang yang menyertai
proses radang akut hamper semua sel beupa segment. Semakin tengan proes itu
semakin bertambah “limfosit”nya, sedangkan radang dan rangsang menahun
menghasilkan hanya limfosit saja dalam hitung jenis.

Pemeriksaan sitologik terhadap adanya sel-sel abnormal, teristimewa sel-sel ganas


sangat penting. Sitodiagnostik semacam itu tidak dapat dilakukan dengan cara seperti
diatas, melainkan mewajibkan tehnik khusus menurut Papanicolaou. Meskipun
tehnik Papanicolaou tidak diterngkan disini, perlu diketahui bahwa bahan yang
diperoleh tidak noleh membeklu, proses pembekuajn hendaknya dicegah dengan
menggunakan EDTA atau heparin.

Pemeriksaan mikroskopis didapatkan sel leukosit jenis mononuklear lebih


dominan dibandingkan polimorponuklear baik pada jenis transudat maupun eksudat.
Ini menunjukkan proses perlangsungan penyakit bersifat kronis.

c. Pemeriksaan Kimia

Pemeriksaan kimia biasanya dibatasi saja kepada kadar glukosa dan protein
dalam cairan itu. Alasannya ialah cairan rongga dalam keadaan normal mempunyai
susunan yag praktis serupa dengan susunan plasma darah tanpa albumin dan
globulin-globulin. Transudat mempunyai kadar glukosa sama seperti plasma,
sedangakan exudat itu megandung banyak leukosit.

Protein dalam transudat dan exudat praktis hanya fibrinogen saja, dalam
transudat kadar fibrinogen rendah, yakni antara 300-400 mg/dl dan dalam exudat
kadar protein itu 4-6 gr/dl atau lebih tinggi lagi.

Percobaan Rivalta
Test yang sudah tua ini tetap masih berguna dalam upaya membedakan
transudat dari exudat dengan cara yang amat sederhana.
Cara:
ke dalam silinder 100 ml dimsukkan 100 ml aquadest.
tambahkan 1 tetes asam acetate glacial dan campurkanlah.
teteskan 1 tetes cairan yang diperiksa ke dalam campuran ini, dilepaskan kira-kira 1
cm dari atas permukaan.
perhatikanlah tetesan itu bercampur dan bereaksi dengan cairan yang mengandung
asam acetat. Ada tiga kemungkinan, yaitu :
tetesan itu bercampur dengan larutan asam acetate tanpa menimbulkan kekeruhan
sama sekali, hasil test adalah negative.
tetesan itu mengadakan kekeruhan yang sanagt ringan seripa kabut halus, hasil test
positif lemah.
tetesan itu membuat kekeruhan yang nyata seperti kabut tebal ataudalam keadaan
extreme satu presipitat yang putih, hasil test positif.

Catatan :
Cara ini berdasarkan seronucin yang terdapat dalam exudat, tetapi tidak dalam
transudat. Percobaan ini hendaknya dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan hasil
yang dapat diandalkan.
Hasil positif didapat pada cairan yang bersifat exudat, transudat biasanya menjadikan
test ini positif lemah. Kalau transudat sudah beberapa kali dipungsi, maka transudat
pun mungkin menghasilkan kekeruhan serupa dari exudat juga. Cairan rongga badan
normal, yaitu yang bukan transudat atau exudat dalam arti kata klinik, menghasilkan
test negative.

Kadar Protein

Menentukan kadar protein dalam cairan rongga tubuh dapat membantu klinik dalam
membedakan transudat dari exudat. Kadar protein dalam transudat biasanya kurang
dari 2,5 gr/dl sedangkan exudat berisi lebih dari 4gr/dl cairan. Penetapan ini tidak
memerlukan cara yang teliti.

Cara:
tetapkan lebih dahulu berat jenis cairan itu.
kalau berat jenis 1010 atau kurang, adakanlah pengenceran -10 kali, kalau berat jenis
lebih dari 1010 buatlah pengenceran 20 kali.
lakukanlah penetapan menurut Esbach dengan cairan yang telah diencerkan itu,
dalam memperhitungkan hasil terakhir ingatlah pengenceran yant tadi dibuat.

Catatan :
Cara Esbach cukup teliti untuk dipakai dalam klinik. Pengenceran yang diadakan itu
bermaksud agar kadar protein dalam cairan yang diencerkan mendekati nilai 4gr/liter,
ialah kadar yang memberi hasil yang sebaik-baiknya pada cara Esbach.
Dari berat jenis cairan bersangkutan juga sudah dapat didekati nilai protein dengan
memakai rumus :

(berat jenis - 1,007) x 343 = gr protein /100 ml cairan

Perhitungan itu:
- b.d. 1,010 sesuai dengan 1 gr protein per 100 ml
- b.d. 1,015 sesuai dengan 2,5 gr protein per 100 ml
- b.d. 1,020 sesuai dengan 4,5 gr protein per 100 ml

- b.d. 1,025 sesuai dengan 26 gr protein per 100 ml


Dalam rumus dan perhitungan diatas berat jenis air sama dengan 1,000.

Zat Lemak
Transudat tidak mengandung zat lemak, kecuali kalau tercampur dengan chylus.
Dalam exudat mungkin didapat zat lemak disebabkan oleh karena dinding kapiler
dapat ditembus olehnya. Keadaan itu sering dipertlikan dengan proses tuberculosis.
Kadang-kadang dilihat cairan yang putih serupa dengan susu. Dalam hal itu
mengetahui apakah putihnya cairan itu disebabkan chylus atau oleh zat lain.

Cara :
berilah larutan NaOH 0,1 N kepda cairan sehingga menjadi lindi.
lakukanlah extraksi dengan eter. Jika cairan itu menjadi jernih, putihnya disebabkan
oleh chylus.
jika tidak menjadi jernih, putihnya mungkin disebabkan oleh lecithin dalam keadaan
emulsi. Untuk menyatakan lecithin dilakukan test sbb, yaitu : encerkanlah cairan itu
5x dengan etil alkohol 95%
panasilah berhati-hati dalam bejana air, kalau cairan itu menjadi jernih, putihnya
disebabkan oleh lecithin. Untuk lebih lanjut membuktikannya teruskanlah percobaan
saringlah cairan yang telah menjadi jernih itu dalam keadaan masih panas
filtratnya ditampung dan diuapkan di atas air panas sampai volume menjadi besar
semula (sebelum diberi etilalkohol) dan biarkan menjadi dingin lagi
menjadi keruh lagi, adanya lecithin terbukti, kekruhan itu bertambah kalau diberi
sedikit air
d. Pemeriksaan Bakterioskopi

Pakailah sediaan seperti dibuat untuk menghitung jenis sel dan pulaslah menurut
Gram dan menurut Zeihl-Neelsen.

Kalau akan mencari fungsi, letakkan satu tetes sediment atau bahan ke atas kaca
objek dan campurlah dengan sama banyak larutan KOH atau NaOH 10%. Tutup
dengan kaca penutup, biarkan selam 20 menit, kemudian periksalah dengan
mikroskop.

Anda mungkin juga menyukai