Sebelumnya, maaf semisalnya saya hilang timbul. Kartu Simpati memang gak akan pernah
bersimpati.
Baik. Untuk judul malam ini, sesuai dengan yang di banner: Membangun Psikologis Penulis yang
Kokoh pada Era (Industri) 4.0
Untuk isi materi sendiri sebenarnya tidak akan terlalu terpaku ke yang namanya psikologi/mental
terlalu dalam. Sudah banyak judul seminar saya di tempat-tempat lain yang juga mengusung tema
psikologi, jadi untuk materi malam ini akan saya buat lebih berbeda dengan memberikan fokus lebih
kepada profesi penulis.
Kita mulai saja dengan membicarakan profesi atau gelar penulis, but deeper.
Kata penulis yang saya mention ini bukan penulis seperti seorang sekretaris yang mencatat keuangan
organisasi, atau contoh simpelnya—seperti siswa yang menulis tugasnya di dalam buku tulis. Tanpa
saya jelaskan seperti apa 'penulis' yang saya sebutkan itu, saya yakin Anda pasti mengerti. Namun,
tetap, mau bagaimanapun, jika Anda telah menulis, Anda tetap layak disebut sebagai seorang penulis.
Kata penulis sendiri bisa ditafsirkan bermacam-macam, jadi, memang agak salah rasanya jika menilai
seseorang layak-tidak layak sebagai penulis hanya dalam satu arah pandang.
Di dalam KBBI sendiri, ada dua makna penulis yang akan saya kaitkan di pembahasan kali ini.
Yakni:
2. Pengarang: ~ naskah
Lalu, kembali lagi ke pertanyaan utama; "Kapan seseorang bisa disebut sebagai penulis?
Sebenarnya, (dengan pemahaman non-spekulatif) gelar penulis ini tidak seketat dokter, profesor,
peneliti, doktor, insinyur, atau gelar lainnya. Ada sebagian orang yang menganggap bahwa penulis
adalah seseorang yang menulis—sesimpel itu. Tentu saja tidak ada salahnya, karena dalam artian
bahasa sendiri sudah sejalan dengan apa yang orang-orang itu nyatakan. Ada pula sekelompok orang
yang menganggap bahwa gelar penulis ini lebih kompleks dari pada orang yang menulis. Mereka
menganggap bahwa seseorang yang layak disebut sebagai penulis adalah orang yang telah memiliki
sifat dan mental penulis—bukan hanya di situ, mereka juga menilai kualitas, dan interpretasi (pribadi)
mereka sendiri yang lalu 'dicampur' untuk menilai apakah orang ini sudah layak dirinya sebut penulis
atau tidak.
Lalu bagaimana dengan tipe kedua? Sama konsepnya seperti tipe pertama tadi, mereka salah jika
jatuh terlalu dalam. Ada oknum yang memang 'terlalu selektif' dalam memilih bacaan, sehingga
mengkritik (dalam konteks negatif) sebuah karya yang seharusnya bisa berkembang sehingga
membuat mental si penulis jatuh.
Saya pribadi adalah penganut pemikiran kedua. Walau terkadang di mata orang lain sifat 'pemilih'
saya terkesan rude, tapi saya yakin bahwa otak saya telah menyesuaikan dirinya sendiri—alias, tetap
bersifat fleksibel dan dapat melihat segala sesuatu dari perspektif lain pun tidak jatuh dalam
pemikiran saya sendiri.
Namun, ini tidak menghalangi seseorang untuk disebut sebagai penulis. Pada dasarnya, kamus sendiri
yang secara gamblang mengatakan bahwa seseorang yang menulis (ini telah dalam konteks seni)—
mau karya itu cacat atau tidak, enak dibaca atau tidak, populer atau tidak—tetap dianggap sebagai
penulis.
Yang menjadi poinnya di sini adalah bagaimana cara publik menganggap profesi/gelar penulis itu
seperti apa. Kita tidak dapat memaksakan orang lain untuk mengakui diri kita sendiri. Seperti yang
kalian tahu juga, poin pengertian nomor dua dalam kata 'penulis' juga terdapat pengertian bahwa
penulis ini adalah seseorang yang mengarang—simpelnya, seperti kalian yang menulis di platform
(jangan bawa-bawa pertanyaan tapi non-fiksi 'kan bukan karangan, Kak? dulu, saya bisa tenggelam).
Ya ..., beda tafsiran beda anggapan. Kembali lagi ke kalimat 'semua orang bebas berpendapat'. Mau
ada oknum yang nganggap bahwa penulis itu adalah orang yang corat-coret diari, ya gak salah juga.
Mau ada oknum yang mengartikan bahwa penulis itu adalah sosok selevel J.K Rowling, ya mau
bagaimana lagi, mungkin dia haus akan kualitas.
Ini semua berkaitan pula dengan personal branding (yang bukan semata-mata menganggap diri
sebagai penulis). Menulis adalah langkah personal branding untuk seorang penulis. Mereka yang
disebut penulis tidak harus mereka yang telah menerbitkan buku. Ada mereka yang sering
mengunggah tulisan di media digital tanpa kredensial: telah menerbitkan sekian buku, tetapi tentu saja
tetap layak dianggap penulis.
Personal branding adalah sekian banyak hal yang dilakukan seseorang untuk memasarkan diri dan
karir dengan merek tertentu. Sama seperti kita yang melakukan personal branding sebagai penulis
dengan menulis (pun mengetik) dadidudedo yang entah itu adalah fiksi, non-fiksi, motivasi, dan
sebagainya.
Oke selesai. Saya mau terbang ke pembahasan super pendek yang (agak) sesuai dengan judul kita
malam ini.
Pada dasarnya, seseorang yang melakukan personal branding harus siap untuk menghadapi mata-mata
merah netizen. Membuat orang-orang mengakui diri kita sebagai penulis tidak sesimpel tulis seribu
huruf lalu selesai.
Penulis harus bisa menciptakan kekonsistenan. Sifat tahan banting. Siap akan segala kritik positif dan
negatif. Siap menjadi diri sendiri hingga giat mencari ilmu baru.
Ya ... jika gagal, ya berarti gagal. Namun, jika gagal, bukan berarti harus bayar denda untuk mencoba
kembali.
Mumpung masih muda, jatah gagalnya dihabiskan dulu saja. Kalau gagal, bangkit lagi. Gagal lagi,
bangkit lagi.
Kesuksesan tidak selamanya terpaku dalam standar yang di-setting otak kalian. Penuhi diri kalian
dengan pengalaman, dan dalam mencari pengalaman, tentu saja ada suka dan duka. Dunia itu bukan
hitam putih yang mempresentasikan kegagalan atau kesuksesan. Ada banyak warna yang bisa kalian
bentuk menjadi apa saja.
Jika seseorang telah terjatuh terlalu dalam ke jurang dan mencapai keadaan yang bisa disebut titik
terendah. Yang bisa dilakukan hanyalah berjalan ke atas. Mendaki. Terbang.
It's okay kalau kalian bergerak lambat. Setidaknya kalian masih lebih baik dari mereka yang masih
duduk di sofa.
Sampai situ saja. Saya mau ngunyah. Maaf atas segala kekurangannya.
Q&A Time
Pemateri – Peserta
_____________________________________
Penanya 1;
“Perkenalkan, nama Saya Nur Eko Saputro bisa dipanggil Eko. Di sini, perkenankan saya
mengajukan pertanyaan, dan mohon maaf bila tidak tepat dengan tema pembahasan, sebab saya ini
masih pelajar MA.
1. Di Era 4.0. ini banyak generasi muda yang sulit sekali menanamkan literasi. Langkah seperti apa
yang wajib dituju untuk agar literasi dapat diminati oleh kaum milenial ini? Sebab realita yang kita
jumpai saat ini lebih cenderung menikmati games dari smartphonenya. Dan apakah kita ini wajib
untuk mempelajari semua bidang sastra? Karena aspek-aspek sastra ini banyak contohnya puisi,
cerpen, dsb. Maksud saya, apakah boleh satu hal saja yang kita kembangkan dan pelajari?
2. Sebutan author ini hanya untuk semua pengarang atau khusus ya, Kak? Misalnya sebutan
pengarang puisi ini, pengarang buku ini dsb. Atau gimana, Kak? Terima kasih.”
Sebutan author ini meluas. Saya bahas yang di dalam bahasa Indonesia saja, bahasa Inggris
dikesampingkan terlebih dahulu. Author bisa dipakai pada penulis. Bahkan, komikus tidak jarang
dipanggil author. Diterjemahkan pada bahasa Indonesia. Apa perbedaan author dan writer? Di salah
satu blog yang saya baca; bedanya adalah hasil karya. Author menghasilkan gagasan (ya bentuknya
tulisan kalau dia penulis), sedangkan writer adalah penghasil tulisan. Oke. Author juga penghasil
tulisan, tetapi author mempunyai kesan lebih free sprited, atau lebih simpelnya: mereka mengikuti
keinginan diri sendiri. Writer sendiri berorientasi pada keinginan pasar, maka dari itu banyak dari
mereka yang menjadikan skill menulis sebagai saja. Hanya karena writer adalah bahasa Inggris
penulis, bukan berarti standar untuk dianggap sebagai penulis bertambah lagi, ya.
Penanya 2;
Nama : Fitriani Alfiatunnisa
Domisili : Garut
Pertanyaan :“Sampurasun izin tanya, Kak. Apa yang dilakukan ketika jalan ceritanya mandeg atau
stuck?”
Penanya 3;
Nama :Putri intan pandini
Domisili:Sukabumi
Pertanyaan: suka heran kalau mau nulis, pas lagi santai ide selalu bermunculan. Eh, pas diseriusin
malah ga kepikiran apapun. Cara ngatasinnya gimana?
_____________________________________
Salam sastra ~ !
Salam literasi!
Opey & Arshara