Sering menjadi pertanyaan penderita penyakit jantung, apakah saya aman berpuasa?
Bagaimana dengan obat rutin yang saya minum? Makanan apa sajakah yang sebaiknya
saya konsumsi saat berpuasa? Bolehkah saya berolahraga? Akan saya bahas disini,
utamanya terkait penyakit jantung.
Seperti yang kita ketahui, ibadah puasa itu menyehatkan. Nabi Muhammad SAW bersabda,
“berpuasalah kalian, niscaya kalian akan sehat” (HR. Abi Nu’aim). Puasa memiliki banyak
manfaat dan dapat menurunkan faktor risiko penyakit jantung. Hal tersebut karena orang
yang berpuasa secara rutin akan dapat mengendalikan diri terhadap apa yang ingin
dimakan dan diminumnya. Berikut adalah manfaat dari puasa :
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa terdapat perubahan dari profil lemak dan
perbandingan lemak baik dan lemak jahat selama puasa di bulan Ramadan, dimana
kadar kolesterol total menurun dari 193.4±51 mg/dl menjadi 184.3±42 mg/dl setelah
Ramadan, begitu pula dengan kadar trigliserida menurun dari 4.5±1 mg/dl menjadi 3,9±1
mg/dl dan juga penurunan LDL. Sebaliknya didapatkan peningkatan lemak baik yaitu
HDL setelah puasa Ramadan sebesar 30-40% pada penderita penyakit jantung.
Pada kondisi tekanan darah tinggi, jantung harus bekerja lebih keras dalam memompa
darah dibanding dengan orang normal. Hal ini bisa menyebabkan jantung kelelahan,
dapat terjadi pembesaran dan penebalan otot jantung, yang akhirnya terjadi gagal
jantung. Dalam suatu penelitian selama bulan Ramadan, terdapat penurunan tekanan
darah sistolik dari 132.9±16 mmHg menjadi 129.9±17 mmHg.
Manfaat puasa lainnya adalah membuat tubuh lebih bijak dalam menggunakan gula,
sehingga ini bisa menghindari tubuh mengalami resistensi insulin yang berujung jadi
diabetes melitus. Jika kondisi metabolisme gula terkontrol dengan baik, maka tubuh
akan jauh dari risiko terjadinya penyakit jantung.
Selain itu, sebuah penelitian menunjukkan bahwa perubahan pola makan menjadi dua
kali sehari selama bulan Ramadan dapat memperbaiki kondisi resistensi insulin pada
penderita diabetes.
Obesitas merupakan salah satu faktor terjadinya sindroma metabolik, yang dapat
meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah serta diabetes melitus.
Berpuasa dapat menahan makan sehingga berat badan bisa terkontrol dengan baik,
dengan demikiankemungkinan terjadinya penyakit jantung pun semakin kecil.
Suatu penelitian di Qatar yang dilakukan selama 10 tahun, sebanyak 2.160 pasien yang
mengalami gagal jantung diperhatikan kondisi fisiknya selama berpuasa. Hasil penelitian
tersebut menyatakan bahwa berpuasa tidak memiliki dampak buruk bagi fungsi jantung
maupun kesehatan organ lainnya.
Rami dkk melakukan penelitian observasional prospektif mengenai efek puasa Ramadhan
pada pasien dengan gagal jantung kronis dengan fraksi ejeksi kurang dari 40 persen. Fraksi
ejeksi adalah pengukuran darah yang dipompa keluar dari ventrikel, normalnya lebih dari 50
persen. Terdapat 249 penderita dengan gejala gagal jantung yang melakukan rawat jalan di
tiga klinik. Dari 249 penderita, 227 pasien menjalani ibadah puasa selama Ramadhan.
Peneliti mengamati kepatuhan peserta dalam membatasi cairan dan garam serta
mengonsumsi obat sejak sebelum, selama, dan sesudah Ramadhan. Hasilnya, 209 pasien
(92%) tidak mengalami perubahan atau gejala gagal jantung membaik, sementara 18 pasien
(8%) kondisinya memburuk, disebabkan oleh ketidakdisiplinan mengikuti aturan pembatasan
cairan dan garam, juga kurang patuh mengonsumsi obat-obatan.
Walaupun puasa tidak menimbulkan efek samping yang buruk pada penderita penyakit
jantung, ada beberapa hal yang sebaiknya penderita tersebut tidak berpuasa, diantaranya
adalah sering mengalami nyeri dada berulang dalam waktu dekat, sering mengalami
kelelahan, sesak napas, atau perlu minum obat diuretik lebih dari 3 kali sehari, baru
mengalami serangan jantung atau operasi jantung, atau mengalami gangguan irama jantung
yang menyebabkan penderita tersebut harus mengonsumsi rutin obat anti aritmia. Namun
demikian, bagi penderita gangguan jantung yang ingin menjalani ibadah puasa disarankan
untuk berkonsultasi dulu dengan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah. Penderita
dengan tekanan darah tinggi dapat ikut berpuasa, selama tidak memiliki komplikasi serius,
tentu saja tetap minum rutin obat-obatan.
Obat-obatan jantung harus tetap dikonsumsi secara rutin selama bulan puasa untuk
menurunkan risiko terjadinya komplikasi akibat penyakit jantung. Ada beberapa obat-obatan
yang perlu penyesuaian, tentunya harus konsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
3. Diuretik
Saat berpuasa, obat diuretik seperti furosemid bisa jadi dikurangi dosisnya selama
berpuasa, tentu saja harus konsultasi dengan dokter jantung dan pembuluh darah
yang mengetahui riwayatnya terlebih dahulu. Furosemide sebaiknya diminum saat
berbuka puasa untuk menghindari dehidrasi dan lemas bila diminum saat pagi hari.
Pembatasan cairan pada penderita gagal jantung juga penting sesuai dengan
rekomendasi dokter.
European Heart Journal (2018) menyebutkan minum obat tekanan darah tinggi di
malam hari lebih baik daripada pagi hari. Ahli dari Spanyol tersebut meneliti 19.000
penderita hipertensi yang rutin minum obat anti tekanan darah tinggi dari tahun 2008
sampai 2018. Hasilnya, pasien yang minum obat sebelum tidur, risiko serangan
jantung turun 44%, peluang gagal jantung turun 42%, risiko stroke turun 49%, dan
risiko kematian karena penyakit kardiovaskular turun 45%. Dengan catatan ritme
tidur yang teratur, seperti bangun tidur di pagi hari dan tidur malam tidak terganggu.
Namun kembali lagi, pemberian obat anti hipertensi kadang pula individual, bisa juga
diminum pagi hari dan dipilih monodrug atau sekali sehari pada waktu yang sama.
Untuk pemberian bisoprolol penyerapan lebih baik pada pagi hari, jadi diberikan saat
sahur. Penyesuaian obat selama berpuasa sebaiknya dikonsultasikan kepada
dokter.
Saat sahur dan berbuka, sebaiknya mengonsumsi sayuran dan buah-buahan, karena
mengandung kalium yang dapat mengurangi efek natrium atau garam pada tekanan darah.
Beberapa jenis makanan yang mengandung banyak kalium adalah pisang, jeruk, melon,
blewah, terong, mentimun, dan sayuran hijau. Namun makanan tinggi kalium juga harus
diwaspadai pada penderita gagal ginjal kronik.
Pada penderita dengan hipertensi, tidak dianjurkan untuk mengonsumsi makanan
yang kandungan garamnya tinggi, baik saat sahur maupun berbuka karena garam dapat
memicu kenaikan tekanan darah secara cepat. Pembatasan asupan garam dalam makanan
setidaknya 2 gram per hari, atau sekitar satu sendok teh.
Gandum utuh atau biji-bijian yang utuh adalah sumber serat yang sangat baik yang
berperan mengatur tekanan darah dan kesehatan jantung. Sehingga bisa menjadi pilihan
menu makanan saat sahur dan berbuka.
Mengurangi konsumsi lemak jenuh dan lemak trans saat berbuka dan sahur sangat
penting untuk membantu mengurangi kolesterol di dalam tubuh. Tingginya kadar kolesterol
bisa menimbulkan plak di pembuluh darah yang bisa meningkatkan risiko penyakit jantung
atau stroke. Sebaiknya mengonsumsi sumber lemak yang dapat meningkatkan HDL
(kolesterol baik) seperti alpukat, almond, minyak zaitun, minyak canola.
Sumber protein rendah lemak seperti daging tanpa kulit atau lemak, ikan, telur,
kacang kedelai, tahu, tempe, susu skim atau rendah lemak dapat dipilih untuk mencegah
meningkatnya kolesterol.
Pada penderita hipertensi sebaiknya membatasi konsumsi minuman berkafein,
seperti kopi, teh, dan minuman bersoda.
Selama bulan puasa, sebaiknya konsumsi makanan secukupnya, porsi kecil, dan tidak
melakukan “balas dendam” saat berbuka puasa. Kurangi makanan berlemak dan banyak
garam, seperti gorengan atau makanan cepat saji. Perbanyak sayuran dan buah-buahan,
makanan berserat seperti gandum atau biji-bijian. Luangkan waktu untuk beristirahat dan
tidur yang cukup, minum air setidaknya 8 gelas sehari, kecuali bila dokter menyarankan
pembatasan cairan pada kondisi gagal jantung. Dan yang terpenting adalah periksakan diri
ke dokter bila terdapat keluhan atau konsultasi terhadap obat-obatan rutin yang dikonsumsi.
Semoga puasa di bulan suci Ramadan membawa berkah dan manfaat, menjadikan tubuh
lebih sehat dan terhindar dari penyakit yang tidak kita inginkan.