Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

THYPOID DI RAWAT INAP PUSKESMAS II JEMBRANA

OLEH:

NI KOMANG NUR ADI PRIMARINI


20089142203

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh


manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis yang
tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Teori hierarki
kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow menyatakan
bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis
(makan, minum), keamanan, cinta, harga diri dan aktualisasi diri (Hidayat, 2009).
Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan dasar fisiologis bagi manusia yang tidak bisa
terlepas dari banyak faktor yang mempengaruhinya, serta implikasinya terhadap
kebutuhan dasar lain apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi. Nutrisi merupakan proses
pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan
energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh (Hidayat, 2009).
Salah satu penyakit yang sering terjadi dapat mengganggu pemenuhan
kebutuhan nutrisi yaitu thypoid. Penyakit ini megganggu sistem pencernaan sehingga
nutrisi tidak terserap dengan baik. Peran perawat untuk gangguan pemenuhan nutrisi
pada pasien thypoid adalah dengan melakukan asuhan keperawatan yaitu melakukan
pengkajian keperawatan, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat perencanaan
keperawatan, melakukan implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan( Potter
& Perry, 2012). Selain itu perawat berperan memonitor asupan nutrisi pasien thypoid
dan memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga agar pasien selalu
melaksanakan diit yang diberikan selain itu perawat juga memberikan edukasi
kesehatan kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya kebiasaan perilaku hidup
sehat dalam penyajian makanan (Smeltzer, 2015), sehingga saya tertarik melakukan
asuhan keperawatan pada pasien thypoid di Ruang Rawat Inap Puskesmas II
Jembrana..
B. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus
1 Tujuan umum.
Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien thypoid di Puskesmas II
Jembrana.
2. Tujuan Khusus.
a. Mendeskripsikan hasil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien thypoid di
Puskesmas II Jembrana.
b. Mendeskripsikan rumusan diagnosa asuhan keperawatan pada pasien thypoid di
Puskesmas II Jembrana.
c. Mendeskripsikan rencana asuhan keperawatan pada pasien thypoid di Puskesmas
II Jembrana.
d. Mendeskripsikan tindakan asuhan keperawatan pada pasien thypoid di Puskesmas
II Jembrana.
e. Mendeskripsikan evaluasi hasil asuhan keperawatan pada thypoid di Puskesmas
II Jembrana.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna, dengan gejala demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan,
gangguan kesadaran (Sodikin, 2011). Demam Thypoid adalah penyakit infeksi
akut usus halus, yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A,
salmonella paratyphi B, salmonella paratyphi C, paratifoid biasanya lebih ringan,
dengan gambaran klinis sama ( Widodo Djoko, 2009 ).

B. Etiologi
Penyebab terjadinya demam thypoid adalah bakteri Salmonella Typhi, kuman
salmonella typhi berbentuk batang, gram negative, tidak berspora, berkapsul
tumbuh baik di suhu 37oC. Manusia merupakan satu satunya natural reservoir.
Kontak langsung atau tidak langsung dengan individu yang terinfeksi merupakan
hal penting terjadinya infeksi (Ardyansyah, 2012).

C. Manifestasi Klinis
Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa
tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,
sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri,
nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis
yang biasanya di temukan, yaitu: (Lestari Titik, 2016)
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten
dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak
sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih
kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat di temukan keadaan
perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala yang juga dapat ditemukan pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan
karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama
demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadinya pada minggu kedua setelah
suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps
terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat
dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.

D. Patofisiologi
Kuman Salmonella Typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal akan ditelan
oleh sel-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa. Sebagian dari Salmonella
Typhi ada yang dapat masuk melalui usus halus mengadakan invaginasi ke
jaringan limfoid usus halus. Kemudian Salmonella Typhi, masuk melalui folikel
limpa ke saluran limpatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia.
Bakterimia pertama-tama menyerang system retikulo endothelial (RES)
selanjutnya akan di kolonisasi melalui saluran limfe. Limfe yang mengalir duktus
torasikus menghantarkan organisme masuk melalui aliran darah, dari sini terjadi
desminasi ke seluruh organ jauh. Sel retikulo di sumsum tulang, hati, dan limpa
meamakan bakteri yang menyebar secara hematogen, yang kadang menimbulkan
fokus infeksi. Organisme yang menyebar melalui darah kemudian selanjutnya
mengenai seluruh organ didalam tubuh seperti di sitem saraf pusat, ginjal, dan
jaringan limpa. (Rudholph, 2014).
E. Pathway

Bakteri Salmonella thypi & Salmonella paratypi

Berkembang biak di usus


Imunitas humoral (Imunoglobulin A) Makanan dan minuman
Nyeri akut
kurang baik Dimusnahkan oleh asam lambung

Menembus sel epitel Berkembang biak di lamina propia Gejala nyeri dan demam Mati

Ditelan (makrofag) sel fagosif Melepas sintokin reaksi inflamasi sistemik Perdarahan

Plaques payeri makrofag hiperaktif hipeerplasi Erosi Pem. darah plaques payeri Perdarahansal cerna

Kelenjar getah bening masenterika dan nekrosis jaringan Lapisan otot Lapisan serosa usus perforasi

Sirkulasi darah Bakteremia II Symtomatik


Nyeri akut
Bakterimia asymtomatik Metabolisme meningkat Anoreksia, mual, muntah

Organ retikuloendotelial hati & limpa Nyeri otot, lemah


Hipertermi Ketidakseimbangan
Berkembang biak di luar sel
nutrisi kurang dari
Splenomegali, Hepatomegali kebutuhan tubuh

Penurunan mobilitas usus


Resiko kekurangan
Penurunanan peristaltik usus volume cairan

Konstipasi
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Padila (2013) pemeriksaan penunjang dari demam tifoid adalah
sebagai berikut:
1. Uji widal
Uji widal adalah satu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody (aglutinin).
Aglutin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan tifoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasi. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang telah dimatikan dan
diolah dilaboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang di sangka menderita tifoid. Akibat
infeksi oleo salmonella thypi, klien membuat anti body atau aglutinin yaitu:
a. Aglutinin o, yang dibuat karaena rangsangan antigen O ( berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi(berasal dari simpai
kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutidin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita tifoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) dan SGPT (Serum
Glutamic Pyruvate Transaminase) pada demam tifoid seringkali meningkat
tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya thyfoid .
Pemeriksaan leukosit di dalam beberapa literature dinyatakan bahwa thypoid
terdapat leukopenia dan limpositosis relatif tetapi kenyataanya leukopenia
tidak sering dijumpai .pada kebanyakan kasus demam thyfoid, jumlah leukosit
pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang
terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder oleh
karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
thyfoid.
Bila biakan darah positif hal itu menendakan tifoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam tifoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor.
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium. Hasil pemeriksaan satu laboratorium
berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan
teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang
baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat 19 bakteremia
berlangsung. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
2) Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu- minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam thypoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif. Pengobatan dengan obat anti mikroba. Bila klien
sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.

G. Komplikasi
1. Komplikasi intestinal :
Perdarahan usus, perporasi usus dan ilius paralitik.
2. Komplikasi extra intestinal :
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia dan syndroma uremia
hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis, dan
arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatonia. (Lestari
Titik, 2016).
H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Berdasarkan Lestari Titik, 2016, penatalaksanaan pada demam typhoid yaitu:
1. Perawatan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila
ada komplikasi perdarahan.
2. Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
b. Pada penderita yang akut dapat diberikan bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.
3. Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit typhoid. Waktu
penyembuhanbisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika,
seperti ampicilin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole dan
ciproloxacin sering digunakan untuk merawat demam typhoid di negara-negara
barat. Obat-obatan antibiotik adalah:
a) Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari,
terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14
hari.
b) Bilamana terdapat kontra indikasi pemberian kloramfenikol, diberikan
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam3- 4 kali.
Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
c) Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/ hari, terbagi dalam3-4 kali.
Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
d) Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral, selama 14 hari.
e) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 m/kgBB/hari dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sehari sekali, intravena
selama 5-7 hari ) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan
antibiotika adalah meropenem, azithromisin, dan fluoroquinolon. Bila tak
terawat, demam typhoid dapat berlangsung selama tiga minggu sampai
sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30 % dari kasus yang tidak
terawat.
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan
manifestasi nerologik menonjol, diberi deksamethason dosis tinggi dengan
dosis awal 3 mg/kgBB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian
disusul pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6
sampai 7 kali pemberian. Tatalaksanaan bedah dilakukan pada kasus-kasus
dengan penyulit perforasi usus.

I. Pengkajian keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien terkait nama, jenis kelamin, umur, agama, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan terakhir, alama, no. CM, diagnosa medis
b. Penanggung jawab terkait : nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Pasien
Riwayat Penyakkit Sekarang
1) Keluhan utama : pasien thypoid dengan gangguan nutrisi memiliki
manifestasi klins tidak nafsu makan, mual, muntah, lidah kotor.
2) Kronologi penyakit saat ini :
Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa.
Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui
makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama
masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
3) Pegaruh penyakit terhadap pasien
Thypoid dapat menyebabkan klien tidak nafsu makan, metabolisme
meningkat sehingga demam dan lemas
4) Harapan pasien dari pelayanan kesehatan
Klien mencari pertolongan kesehatan guna membantu proses
penyembuhannya.
5) Penyakit masa anak-anak
Penyakit yang terjadi pada masa anak- anak dapat menimbulkan trauma
hospitalisasi
6) Alergi
Alergi mempengaruhi proses dalam pemberian diit
7) Pengalaman sakit/ dirawat sebelumnya
Trauma hospitalisasi dapat mempengaruhi klien dalam mencari
pertolongan kesehatan
8) Pengobatan terakhir
Pengobatan terakhir dapat membantu sampai dimana penanganan
kesehatan klien
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Anggota keluarga yang serumah dengan klien dapat membnatu dalam
proses perawatan klien saat sakit dan memonitori kondisi klien
2) Apa ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa
Makanan yang mengandung salmonella thypi dapat menyebabkan
penyakit pada orang serumah
3) Apakah ada keluarga yang mempunyai penyakit menular atau
menurun Penyakit menular dan menurun dapat memperberat kondisi
klien
c. Pengkajian Biologis
1) Rasa Aman dan Nyaman
a) Apakah ada rasa nyeri ? PQRST
Nyeri dapat terjadi akibat bakterimia yang menyebabkan peradangan
sehingga penyerapan nutrisi tidak optimal
b) Apakah mengganggu aktifitas?
Klien mengalami penurunan nafsu makan sehingga lemas yang
berdampak mengganggu aktifitas
c) Apakah yang dilakukan untuk mengurangi nyeri?
Diit lunak dapat menurukan kerja usus,mempercepat penyerapan
nuttrisi sehingga mampu mengurangi nyeri
d) Apakah ada riwayat pembedahan?
Riwayat pembedahan dapat memperberat kondisi pasien dalam proses
penyembuhan
2) Aktifitas Istirahat - Tidur
a) Aktifitas
 Apakah klien selalu berolahraga ?
Olahraga mampu menjaga kesehatan dan melancarkan sirkulasi
darah, klien yang rajin berolahraga memiliki tubuh yang bugar.
 Apakah ada gangguan aktifitas?
Peningkatan metabolisme tubuh akibat bakterimia menyebabkan klien
demam, penurunan nafsu makan sehingga mempengaruhi aktifitas
klien
 Bagaimana aktifitas klien saat sakit sekarag ini?
Thypoid dimana demam naik turun dan penurunan nafsu makan
menyebabkan klien lemas, pusing sehingga nggan beraktifitas
b) Istirahat
 Kapan dan berapa lama klien beristirahat?
Kondisi demam fluktuatif menyebabkan gangguan dalam beristrihat
 Apa saja kegiatan untuk mengisi waktu luang?
Klien yang mengalami demam, pusing dan penurunan nafsu makan
lebih dianjurkan untuk mengurangi aktifitas dan beristirahat di tempat
tidur.
 Bagaimana istirahat klien saat sakit sekarang?
Klien dengan thypoid mengalami kelelahan, lemas, dan pusing
c) Tidur
 Bagaimana pola tidur klien ?
Demam thypoid dimana suhu bandan fluktuatif mempengaruhi pola
tidur klien, klien merasa tidak nyaman.
 Apakah kondisi saat ini mengganggu klien?
Kondisi demam yang fluktuatif dan tidak nafsu makan dapat
mempengarhi tidur klien
 Pernahkah mengalami gangguan tidur? Jenisnya apa?
Insomnia dapat terjadi pada klien thypoid akibat demam yang
fluktuatif, kelelahan dan nyeri.
 Apa hal yang ditimbulkan akibat gangguan tersebut?
Kelelahan, mual, muntah dan nyeri dapat menganggu kualitas tidur
pasien
3) Cairan
a) Berapa banyak klien minum perhari?
Klien dengan keluhan mual muntah cenderug enggan untuk minum
b) Apakah terbiasa minum alkohol?
Alkohol dapat mempengaruhi proses penyembuhan
c) Bagaimana pola pemenuhan cairan perhari?
Pemenuhan cairan sesuai berat badan sangat penting
d) Adakah program pembatasan cairan?
Klien dengan thypoid tidak ada pembatasan cairan
4) Nutrisi
a) Apa yang bisa dimakan klien tiap hari?
Diit lunak dapat meringankan kerja usus
b) Bagaimana pola pemenuhan nutrisi klien? Berapa kali perhari?

Klien thypoid dengan gangguan pemenuhan nutrisi akan mengalami


penurunan nafsu makan, bibir kering, mulut bau, lidah kotor.
c) Apakah ada makanan kesukaan, makanan yang dipantang?
Klien thypoid mengurangi makanan berminyak / gorengan, pedas dan
bergas
d) Apakah ada riwayat alergi terhadap makanan?
Alergi terhadap makan dapat mempengaruhi proses penyembuhan

e) Apakah ada kesulitan menelan atau mengunyah?


Umumnya kesadaran pada pasien menurun, yaitu apatis sampai
samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit
berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
f) Apakah menggunakan alat bantu dalam makan? Seperti sonde, infus?
Pasien dengan intae nutrisi dan cairan yang kurang dapat dibantu
pemenuhan nutisis dan cairan melalui infus.
g) Apakah ada yang menyebabkan gangguan pencernaan?

Thypoid menyerang usus sehingga akan terjadi gangguan pencernaan


dimana mual, muntah, tidak nafsu makan.
h) Bagaimana kondisi gigi geligi klien? Jumlah gigi? Gigi palsu?
Kekuatan gigi?
Kondisi gigi mempengaruhi kesehatan sistem pencernaan, bakteri
berasal dari mulut yang bersama makanan masuk sistem pencernaan.
i) Adakah riwayat pembedahan dan pengobatan yang berkaitan dengan
sistem pencernaan?
Riwayat pembedahan mepengaruhi penyembuhan, dimana jika terjadi
perforasi maka akan dilakukan tidakan pembedahan.
5) Eliminasi : urine dan feses
a) Eliminasi feses
 Bagaimana pola klien dalam defekasi? Kapan, pola dan
karakteristik feses?
Klien thypoid dapat mengalami diare atau konstipasi bahkan BAB
normal.
b) Eleminasi urine :
 Apakah BAK klien teratur?
Klien thypoid dapat tidak ada masalah dengan pola BAK
6) Kebutuhan oksigenasi
Klien thypoid yang terjadi komplikasi dapat mengalami gangguan
pernafasan.
7) Kardiovaskuler
Klien thypoid yang terjadi komplikasi dapat mengalami gangguan
jantung
8) Personal Hygine
a) Bagaimana pola personal hygine? Berapa kali mandi, gosok gigi?
Keluhan nyeri kepala, pusing, lemah, mual, muntah dapat
mengganggu personal hygine klien sehingga memerlukan bantuan.
b) Berapa kali klien terbiasa cuci rambut?
Keluhan nyeri kepala, pusing, lemah, mual, muntah dapat
mengganggu personal hygine klien sehingga memerlukan bantuan.
c) Apakah klien memerlukan bantuan dalam melakukan personal
hygine?
Keluhan nyeri kepala, pusing, lemah, mual, muntah dapat
mengganggu personal hygine klien sehingga memerlukan bantuan.
9) SEX
a) Apakah ada kesulitan dalam hubungan seksual?
Keluhan nyeri kepala, pusing, lemah, mual, muntah dapat
mengganggu kegiatan hubungan sex klien.
b) Apakah penyakit sekarang mempengaruhi/ mengganggu fungsi
seksual?
Keluhan nyeri kepala, pusing, lemah, mual, muntah dapat
mengganggu kegiatan hubungan sex klien.
10) Pengkajian psikososial dan spiritual
a) Psikologi
 Status emosi
Apakah klien dapat mengekspresika perasaannya?
Klien thypoid dengan gangguan pemenuhan nutrisi dimana
klien cenderung lemas, kepala pusing dapat menujukkan dari
ekspresi wajahnya.
 Konsep diri
Bagaimana klien memandang dirinya?
Klien thypoid dengan gangguan pemenuhan nutrisi dimana
klien cenderung lemas, kepala pusing dianjurkan imobilisasi
5- 7 hari sehingga merasa diri tak berdaya.
b) Hubungan sosial :
Keluarga sangat berperan penting dalam proses penyembhan klien.
c) Spiritual
Klien thypoid dengan gangguan pemenuhan nutrisi dimana klien
cenderung lemas, kepala pusing cenderung pasrah.

d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum :
 Keadaan fisik : apatis, lesu, lemah
 Tanda-tanda vital : hipertermi, hipotensi
 Berat badan : obesitas, kurus (underweight).
2) Pemeriksaan cepalo kaudal
 Kepala
Bentuk tidak ada lesi, kulit kepala bersih,
Rambut: kusam, kering, pudar, kemerahan, tipis, pecah/patah-patah.
Kulit: kering, pucat, iritasi, petekhie, lemak disubkutan tidak ada.
Bibir: kering, pecah-pecah, bengkak, lesi, stomatitis, membrane
mukosa pucat.
Gusi: pendarahan, peradangan.
Lidah: edema, hiperemis.
Gigi: karies, nyeri, kotor.
Mata: konjungtiva pucat, kering, exotalmus, tanda-tanda infeksi.
 Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri saat menelan
 Dada
Inspeksi : toraks dan paru, bentuk dada simetris
Tidak ada nyeri dada pada jantung, irama
jantung teratur, CRT < 2 detik.
Auskultasi : paru tidak ada, wheezing dan ronchi.
jantung tidak ada gallop, murmur
Perkusi : paru : sonor
jantung : tak teraba membesar
Palpasi : paru : getaran paru kanan kiri sama
jantung : HR 60-100 x/menit
 Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi,
Auskultasi: bising usus 5-30x/menit
Perkusi : : timpani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa, dan tidak ada
pembesaran hepar.
 Genetalia, anus, rektum
Inspeksi : tak tampak kelainan pada genetalia, tak tampak adanya
hemoroid
Palpasi : tak teraba hemoroid
 Ekstremitas :
Bawah : Otot: flaksia/lemah, tonus kurang, tenderness, tidak mampu
bekerja.
Atas : Otot: flaksia/lemah, tonus kurang, tenderness, tidak mampu
bekerja.

J. Diagnosa keperawatan
1. Hipertermi beerhubungan dengan proses penyakit
2. Nyeri akut berhubungan dengan d agen cedera fisiologis
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake inadekuat
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake inadekuat
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas usus
K. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Intervensi Rasional
1 Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan tindakan SIKI
dengan proses penyakit keperawatan selama .... x 24 Manajemen termoregulasi Manajemen termoregulasi
jam maka pasien mengalami 1. Observasi 1. Observasi
penurunan suhu tubuh a. Observasi vital sign tiap 6 jam a. Hipertermi dapat
dengan kriteria hasil: mempengaruhi tanda vital
 Suhu tubuh 36 - 37° C b. Observasi kemampuan asupan b. Gangguan asupan cairan
 Nadi : 60 – 100 x/menit cairan dapat menyebabkan
 Tekanan darah : dehidrasi yang dapat
Sistolik 100- 120 meningkatkan suhu tubuh.
mmHg 2. Terapeutik
Diastolik 60 – 80 a. Kompres hangat
mmHg 2. Terapeutik digunakan untuk
 Respirasi : 12-18x/ menit a. Berikan kompres hangat vasodilatasi sehingga
 Kulit lembap terjadi penurunan suhu
 Terhindar dari pusing tubuh
b. Peningkatan hidrasi
 Mampu menentukan cara
mampu menurunkan
penurunan suhu tubuh
b. Anjurkan untuk meningkatkan termoregulasi yang
yang tepat
asupan cairan BB x 30/ hari meningkat

3. Edukasi 3. Edukasi
Jelaskan pentingnya Peningkatan pengetahuan
meingkatkan asupan cairan mampu mensupport pasien
untuk meningkatkan
kesehatan
4. Kolaborasi 4. Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter Pemberian hidrasi cairan
pemberian hidrasi cairan intravena menurunkan
intravena, antiemetik dan termoregulasi yang
antibiotik meningkat, antiemetik
mencegah mual muntah,
antibiotik membasmi
kuman penyebab infeksi.
K. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Intervensi Rasional


2. Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan tindakan SIKI
cedera fisiologis keperawatan selama .... x 24 jam Manajemen nyeri Manajemen nyeri
maka nyeri pasien mengalami 1. Observasi 1. Observasi
penurunan dengan kriteria hasil: a. Identifikasi keluhan nyeri a. Pengkajian penting
 Ekspresi wajah tampak rileks pasien bedasarkan PQRST dilakukan untuk mengetahui
 Skala nyeri 1 (0-10) (pencetus, kualitas, lokasi, status nyeri pasien sehingga
 Mampu tidur 6-8 jam malam hari skala dan waktu terjadi nyeri dapat menentukan
 Mampu melakukan teknik )tiap 6 jam intervensi yang diberikan.
relaksasi b. Identifikasi respon nyeri nonb. Memvalidasi keluhan nyeri
 Mampu memilih teknik relaksasi verbal pasien tiap 6 jam pasien secara verbal dan no
untuk mengatasi nyeri verbal
c. Identifikasi faktor yang c. Faktor yang memperberat
memperberat nyeri tiap 6 jam nyeri menghambat proses
penyembuhan.

2. Terapeutik 2. Terapeutik
a. Berikan stimulasi massage a. Stimulasi massage
kinestetik kinestetik mengaktifkan
sistem saraf parasimpatis
sehingga lebih rileks

b. Ajarkan teknik pernafasan b. Pernafasan diafragma


diafragma meningkatkan oksigen ke
tingkat sel dan membuat
rileks
3. Edukasi 3. Edukasi
Jelaskan penyebab nyeri dan Meningkatkan pengetahuan
cara mengatasi nyeri pasien sehingga mampu
memilih cara penanganan
nyeri
4. Kolaborasi 4. Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter Analgetik menurunkan
pemberian analgetik sensasi rangsangan nyeri

3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan SIKI


nutrisi kurang dari keperawatan selama .....x 24 jam Manajemen nutrisi Manajemen nutrisi
kebutuhan tubuh maka nutrisi pasien meningkat 1. Observasi 1. Obserasi
berhubungan dengan kriteria hasil : Kaji nafsu makan, status Menentukan penyebab
dengan intake  Nafsu makan pasien meningkat nutrisi penurunan nafsu makan
inadekuat,  Makanan habis ¾ -1 porsi kemampuan konsumsi pasien sehingga dapat
makan tiap kali makan makanan tiap 8 jam mengatasi masalah tersebut.
 Pasien dapat menentukan
makanan yang baik dikonsumsi 2. Terapeutik 2. Terapeutik
dan yang perlu dihindari Anjurkan makan sedikit Mengurangi mual,
sedikit tapi sering meningkatkan intake
makanan dan cairan yang
masuk

3. Edukasi 3. Edukasi
Jelaskan pentingnya supan Meningkatkan pengetahuan
nutrisi untuk proses pasien sehingga memotivasi
penyembuhan melakukan perubahan
4. Kolaborasi 4. Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi Meningkatkan kerjasama
dengan tenaga kesehatan
lainnya dan memberikan
menu yang tepat sesuai
kebutuhan

4 Resiko kekurangan Setelah dilakukan tindakan SIKI


volume cairan b/d keperawatan selama .....x 24 jam Management cairan Management cairan
kehilangan cairan maka volume cairan pasien 1. Observasi 1. Observasi
secara aktif meningkat dengan kriteria hasil : Observasi (turgor kulit, rasa Pengkajian penting
 Tekanan darah : haus, tanda vital, intake dan dilakukan untuk
Sistolik 100- 120 mmHg output cairan) tiap 6 jam/ mengetahui status cairan
Diastolik 60 – 80 mmHg hari. pasien sehingga dapat
 Nadi : 60-100 x/menit menentukan intervensi
 Respirasi : 12-18 x/ menit yang diberikan.
 Suhu : 36 – 37 °C 2. Terapeutik
 CRT < 3 detik 2. Terapeutik Peningkatan hidrasi
 SaO2 : 94-100% Anjurkan untuk mampu menurunkan
meningkatkan asupan cairan termoregulasi yang
 Turgor kulit elastis
BB x 30/ hari meningkat
 Mukosa bibir lembap

3. Edukasi
3. Edukasi Meningkatkan pengetahuan
Jelaskan peningkatan meningkatkan partisipasi
pentingnya intake pasien
4. Kolaborasi 4. Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter Memenuhi kebutuhan
pemberian cairan cairan.

5. Konstipasi Setelah dilakukan tindakan SIKI


berhubungan keperawatan selama .....x 24 jam Manajemen fekal Manajemen fekal
dengan penurunan maka defekasi pasien meningkat 1. Observasi 1. Observasi
motilitas usus dengan kriteria hasil : Pantau frekuensi,konsistensi, Menentukan gangguan
 Frekuensi BAB pasien tiap hari bau BAB tiap 24 jam eliminasi pada pasien
 Mampu melakukan tindakan sehingga menentukan
untuk mengatasi konstipasi intervensi selanjutnya.
2. Terapeutik 2. Terapeutik
Ajarkan belly massage Merilekskan otot perut dan
meningkatkan sistem
pencernaan
3. Edukasi 3. Edukasi
Jelaskan penyebab dan cara Meningkatkan pengetahuan
mengatasi konstipasi pasien
4. Kolaborasi 4. Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter Meningkatkan kerja sama
pemberian pencahar dengan tenaga medis.
Pencahar mampu mengatasi
konstipasi
DAFTAR PUSTAKA

Ardiyansyah. M. 2012.Medikal Bedah. Jakarta: diva press


Garna, Herry. 2012 .Buku Ajar Divisi Infeksi Dan Penyakit Tropis. Jakarta: Salemba
medika.
Muttaqin, .Arif dan Kumala, Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Salemba medika.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Rudholph, Abraham M, Julien I.E Hoffman, Colin D. Rudolph. 2014. Buku ajar
pediatric Rudolph volume 1. Jakarta: EGC.
Widagdo. 2011. Masalah dan tatalaksana penyakit infeksi pada anak. Jakarta: Sagung
Seto.
Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009).
Buku Ajar Keperawatan Pediatric. Jakarta: EGC.
Lestari Titik. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogjakarta: Nuha Medika.
Hidayat, Alimul Aziz A. (2009). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika.
Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika.
Sodikin. (2012). Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogjakarta: Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai