Tugas Kuliah Metode Perkembangan Sosial Emosional
Tugas Kuliah Metode Perkembangan Sosial Emosional
Kegiatan Belajar 2
Adakah hubungan antara perkembangan sosial emosional pada anak dengan aktivitas dan
kehidupannya? Mencermati penjelesan sebelumnya, ternyata cukup kuat hubungan antara
perilaku emosi-sosial dengan berbagai kegiatan yang terkait dengan kehidupannya. Secara
umum, Positif-negatif dari perkembangan emosi-sosial anak akan mempengaruhi tinggi-rendah
kadar aktivitas yang dapat dilakukan oleh anak dalam kehidupannya. Masih ingatkah Anda
pernyataan bahwa reaksi dari emosi seorang anak membantu penyiapan kondisi tubuhnya (fisik,
Mental, Psikologis) untuk melakukan tindakan.
Kesiapan tubuh untuk “beraktivitas fisik, mental, maupun aktivitas psikologis atau yang
melibatkan ketiganya secara terkoordinasi dalam satu tindakan yang bersamaan sangat
dipengaruhi oleh kondisi individu anak yang sedang menjalaninya. Kenyataan tersebut
menggiring kita pada suatu fomena yang tidak bisa dibantah bahwa emosi memang
mempengaruhi kesiapan tubuh seseorang dalam melakukan tindakan (Hurlock, 1999).
Efek positif, seperti suasana yang menyenangkan akan meningkatkan aktivitas dan
respons kehidupan yang positif pula, seperti tumbuhnya motivasi, kinerja yang tinggi, partisipasi
yang tinggi yang berdampak pada produktivitas kerja yang tinggi pula. Sedangkan efek negatif
dari luapan emosi yang tidak menggembirakan akan berpengaruh pada rendahnya minat dan
motivasi dalam kegiatan, seperti partisipasi yang tidak penuh, serta berpengaruh pada proses dan
hasil kerja. Dengan kata lain, konteks negatif dari emosi akan mengakibatkan hal-hal yang
merugikan baik bagi dirinya maupun bagi kelompoknya di mana anak beraktivitas dan mengisi
kehidupannya.
Pertanyaannya adalah bagaimanakah pendidik dapat mengenali dengan Cepat dan akurat
fenomena emosi seorang anak agar tidak berdampak buruk krhadap aktivitas dalam
kehidupannya? Kemampuan ini penting dikuasai Oleh pendidik agar dapat secara dini mencegah
dan memberikan tepat sehingga pengaruh negatif dari emosi tersebut tidak berdampak lebih jauh
pada anak. Jika seorang guru melihat salah seorang yang sebelumnya selalu bersemangat
melakukan kegiatan menggambar, tetapi saat itu seperti asal-asalan dan semaunya, segeralah
mencari tahu dan rekam penyebabnya. Tanyakan pada anak mengapa hari ini tidak bersemangat,
lihatlah cara kerjanya, teliti hasil karyanya, dan sebagainya. Kecepatan guru mengenali dan
menemukan berbagai gejala emosi sebagai penyebab akan membantu semakin cepat
mengembalikan anak pada kegiatan yang semestinya, tetapi jika sebaliknya akan mengakibatkan
hal yang fatal. Jika sebelumnya anak menyukai kegiatan menggambar latu karena adanya
ketidakpedulian guru, kegiatan menggambar mungkin dihentikannya, bahkan ditinggalkannya.
Akibatnya, kemampuan dalam melukis tidak tergali, bahkan mungkin menjadi rusak. Mengapa
dampaknya bisa tragis seperti itu? Hal ini disebabkan kemampuan anak mengendalikan emosi
masih terbatas. Akhir dari pertentangan emosi biasanya anak akan memilih dan bergerak pada
cara pemenuhan emosi yang dianggapnya paling dapat memenuhi emosinya saja (Hurlock, 1999)
dan tentu akibatnya akan menjadi fatal dan membawa kerusakan pada anak.
Siapa yang bersalah jika terjadi kondisi seperti itu? Untuk hal tersebut tidak tepat apabila kita
mencari kambing hitam. Tindakan yang paling baik adalah mengupayakan bagaimana caranya
agar kita mengenali berbagai gejala, fenomena, serta berbagai pengaruh dari kondisi-kondisi
yang digambarkan di atas. Cara yang paling umum, adalah dengan mendekatkan diri pada anak
dan aktivitasnya. Akan lebih baik bila kita menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari mereka.
Namun demikian, pendidik perlu didukung oleh kemampuan khusus. Kemampuan-kemampuan
sederhana yang dapat membantu pendidik mengenali perilaku sosial emosional anak, terutama
berkaitan dengan pengaruh terhadap aktivitas dan kehidupan anak, di antaranya berikut ini.
1. Kemampuan mendekati anak dalam keadaan apa pun, maksudnya adalah pendidik
hendaklah dapat melakukan gerak yang cukup dekat bahkan menyatu dengan lingkungan
anak sehingga gerak, dinamika, dan berbagai ekspresi anak berada dalam wilayah dan
jangkauan mereka.
2. Kemampuan mengamati atau mengobservasi berbagai karakter emosi dan perilaku sosial
anak, terutama yang diekspresikan melalui aktivitas, sikap dan tindakan-tindakannya.
3. Kemampuan dan keterampilan dalam merekam, mencatat, dan membuat prediksi-prediksi
tentang perbuatan apa yang akan menyertainya. Bila memungkinkan pencatatan,
perekaman bahkan penanganannya tidak mengalami penundaan. Untuk itu ada baiknya
setiap observer, terutama guru senantiasa menyimpan kertas kecil dan alat tulis dalam
sakunya sehingga sewaktu-waktu dapat mencatat ekspresi emosi dan sosial anak.
piperlukannya kesegeraan dalam menangani anak, didasarkan atas pertimbangan bahwa
pada usia TK, berbagai ekspresi anak domina? bersifat spontan.
4. Untuk mendukung kemampuan tersebut, sebaiknya pendidik bersifat objektif, bertindak
sesuai kadar, dan tingkatan ekspresi yang ditampilkan anak. Pendidik harus mampu
menjaga perlakuan yang adil dan bijaksana terhadap semua anak sehingga tidak
menimbulkan perilaku emosi dan sosial yang lebih kompleks pada anak-anak.
Gambaran tentang pola atau bentuk hubungan dan pengaruh emosi terhadap kehidupan
seorang anak dapat digambarkan secara umum melalui ilustrasi berikut.
Pertama, emosi yang melekat pada seorang anak akan mewarnai pandangannya terhadap
kehidupan dan dimensi-dimensinya. Cara-cara anak melihat perannya dalam kehidupan dan
kedudukannya dalam kelompok sosial sangat dipengaruhi oleh emosi yang dimilikinya. Persepsi
tentang rasa malu, takut, agresif, ingin tahu atau bahagia, dan sebagainya mengikuti pola tertentu
sesuai dengan pola yang berkembang dalam kelompok sosial dan kehidupannya. Dengan
demikian, kita dapat menemukan berbagai reaksi dan ekspresi yang beragam dari setiap anak
tergantung lingkungan sebelumnya yang pernah ia tempati. Ekspresi rasa malu dari seorang anak
mungkin dengan cara menutupi mukanya, berlindung dibalik penghalang/dinding, melarikan diri
atau dengan cara yang lebih terkendali, misalnya dengan meminta maaf, Begitu pula ekspresi
kebahagiaan dari seorang anak, mungkin ada yang menyalurkannya dalam bentuk berucap
syukur (hamdalah), membagi kudapan (makanan) pada teman, melompat, bersorak, berteriak,
menangis, dan sebagainya. Ekspresi tersebut banyak tergantung dari kondisi hngkungan dalam
kehidupannya. Sebab bagaimanapun, secara alamiah pilihan ekspresi individu akan mengarah
pada kemampuannya menilai dan harapan/keinginannya diterima dalam kelompoknya.
Kedua, emosi akan sangat mempengaruhi interaksi sosial seorang anak. semua emosi,
baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, mendorong terjadinya interaksi
sosial. Melalui emosi, belajar cara mengubah perilaku agar dapat menyesuaikan diri dengan
tuntutan dan ukuran sosial. Jadi, perlu diingat betapa dekat hubungan ln dengan perilaku sosial.
Dengan kata “lain, bentuk-bentuk emosi menentukan bentuk-bentuk perilaku sosial seorang
anak. Bentuk emosi menyenangkan akan mendorong anak semakin intens (lekat) untuk Menjadi
bagian dari kelompok interaksi sosial tertentu. Tetapi sebaliknya, refleksi dari emosi kekecewaan
akan mengakibatkan anak mengurangi peran sosialnya bahkan mungkin akan menyebabkan
mereka menarik diri dari kelompok interaksinya. Dengan pandangan yang lebih positif, dapat
dinyatakan bahwa melalui emosi anak belajar cara mengubah perilaku agar dapat menyesuaikan
diri dengan tuntutan dan ukuran sosial. Rangsangan lingkungan secara alamiah akan membawa
anak pada dorongan melakukan refleksi tentang ketepatan perilaku emosinya (internal learning-
natural learning). Dalam hai ini secara umum peran pendidik adalah bersikap proaktif
menciptakan kondisi yang mendorong ke arah mencintai perilaku berinteraksi yang positif dan
dapat menekan perilaku interaksi yang negatif.
Secara lebih khusus, Yusuf (2001) menyatakan bahwa perubahan emosi akan mengakibatkan
beberapa perilaku tertentu, di antaranya berikut ini.
1. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah
dicapai.
2. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak
dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustrasi).
3. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami
ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam
berbicara.
4. Mengganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati.
5. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan
mempengaruhi sikapnya di kemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap
orang lain.
Cara yang biasanya dilakukan seseorang untuk bereaksi sebagian besar bergantung pada
faktor yang memberikan kepuasan padanya, pada perilaku yang dapat diterima secara sosial,
dan pada perilaku yang tidak menimbulkan penolakan dari orang-orang yang berarti baginya.
Dengan demikian, agar setiap anak memenuhi pernyataan tersebut secara positif maka
fisik, mental, dan psikologis untuk bertindak sesuai, perlu dipersiapkan secara memadai.
Pada tingkatan anak prasekolah hal ini menjadi semakin penting karena mereka berada pada
periode yang masih tinggi fleksibilitasnya. Kesalahan memfasilitasi akan menggelincirkan
anak pada bentuk perilaku emosi yang keliru dan permanen, sedangkan ketepatan dalam
membimbing akan membawa anak kepada kesiapan dalam mengisi kehidupannya.
Tugas pendidik adalah mengarahkan emosi anak ke pola hubungan yang bersifat positif,
artinya yang dapat mengembangkan emosi anak ke arah kesanggupan (keterampilan) sosial
untuk beraktivitas dan mengisi kehidupannya menjadi lebih sempurna dan diterima
lingkungan sosialnya. Lebih khusus lagi, pendidik hendaknya dapat mengarahkan semua
anak belajar tentang bagaimana cara menyalurkan energi emosional yang berlebihan agar
mereka tidak menderita kerusakan fisik dan psikologis terlalu besar apabila sewaktu-waktu
diperlukan pengendalian emosi. Tindakan pendidik dalam membantu mengarahkan anak agar
dapat menyalurkan energi emosionalnya secara tepat di antaranya dengan cara berikut ini.
1. Membantu menyibukkan diri anak dalam kegiatan sehari-hari, baik melalui bermain
maupun dengan bekerja.
2. Membantu menjalin hubungan emosional yang akrab, paling tidak dengan salah seorang
anggota keluarga. Orang tua dapat membantu anak mengembangkan pandangan yang
lebih matang terhadap masalah mereka
3. Membantu menemukan seorang teman yang bisa menjadi akrab Untuk anak
menceritakan kesulitan dan mengadu. Mungkin anak akan mengemukakan kesulitan
permasalahannya pada teman yang lebih tua. Dapat juga membantu agar anak bersedia
membicarakan masalahnya dengan seseorang yang menurutnya bersikap simpatik, sebab
sebagian besar anak tidak dapat berbicara bebas tentang segala sesuatu, termasuk masalah
mereka, kecuali apabila mereka didorong untuk melakukannya.
4. Hal yang terpenting adalah membantu mereka mengenali dirinya sendiri termasuk
pentingnya tertawa, humor, tersenyum, juga termasuk memilik rasa takut, dan
sebagainya.
Kunci utama cara membantu atau mengarahkan anak adalah den memberikan kasih-sayang
secara benar. Jika tidak mendapat kasih sayang maka mungkin akan berakibat sebagai berikut.
Dampak yang ditimbulkan bisa berjangka panjang dan berlangsung lama, dan cenderung
menimbulkan malasuai (maladjustment) apabila disertai kondisi lain yang tidak menyenangkan,
misalnya menjadi hidup tidak bahagia. Begitu pula jika terlalu berlebihan memberikan kasih
sayang (sehingga muncul kekhawatiran tinggi & demonstratif), akibatnya akan menghalangi
penerimaan mereka sebagai teman, anak tidak menaruh minat pada orang lain dan menaruh
sedikit saja kasih sayang pada mereka. Hal ini, akan mendorong anak memusatkan kasih sayang
secara mencolok kepada satu atau dus orang saja. Akibatnya, anak akan merasa cemas dan tidak
tenteram apabila orang-orang itu tidak ada atau apabila perilaku mereka pada suatu saat
mengesankan bahwa hubungan mereka terancam. Keadaan itu akan menimbulkan perasaan sunyi
dan tersiksa karena kesal terhadap kegembiraan yang dialami teman sabaya.