Anda di halaman 1dari 62

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KELOMPOK KEPERAWATAN KOMUNITAS LANJUT


AGREGAT USIA ANAK SEKOLAH DENGAN PERILAKU KEKERASAN DAN
PENGGUNAAN OBAT TERLARANG

NAMA KELOMPOK HG 3 KELAS KOMUNITAS

Andi Pranata 2006609752


Fahri Gunawan 2106774370
Fransiska Quaesita Qory Lorenz 2006507933
Ni Wayan Putriana Dewi Agustina 2106774540
Syarifah Nazifah 2106774736

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji serta sukur penulis panjatkan kepada tuhan yang Maha Esa atas limpahan
berkah dan rahmat nya yang tak terhingga, sehingga kami dapat menyusun dan
menyelesaikan tugas makalah Mata Kuliah Keperawatan Komunitas Lanjut : Agregat
Usia Anak Sekolah Dengan Perilaku Kekerasan Dan Penggunaan Obat Terlarang
dengan optimal dan tepat waktu. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
pemenuhan satu tugas dalam Mata Kuliah Keperawatan Komunitas Lanjut dalam
Keperawatan pada Program Studi Magister Keperawatan Spesialis Komunitas, Fakultas
Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada koordinator Mata Kuliah Mata
Kuliah Keperawatan Komunitas Lanjut dalam Keperawatan Dr. Henny Permatasari,
MKep., Sp.Kom, Dosen Pembimbing Agregat Usia Sekolah Dr. Widyatuti,
SKp.,M.Kep., Sp.Kom dan Dwi Cahya Rahmadiyah, SKp., MKep., Sp.Kep.Kom yang
telah memberikan dukungan, bimbingan, masukan serta arahan dalam proses pembuatan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan bagi yang membaca.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam proses penulisan makalah kami,
kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk menyempurnakan tulisan
makalah Agregat Usia Anak Sekolah Dengan Perilaku Kekerasan Dan Penggunaan
Obat Terlarang.

Depok, Maret 2022

PENULIS

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... 1


Kata Pengantar ...................................................................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................
1.2 Tujuan .......................................................................................................

BAB II TINJAUAN LITERATUR


2.1 Teori, Konsep, Model Pelayanan Keperawatan Sekolah........................... 10
2.2 Prinsip Comprehensive School Health Model .......................................... 10
2.3 Pilar Comprehensive School Health Model .............................................. 10
2.4 Teori Konsep Comprehensiveness ............................................................ 11
2.5 School Drug Education and Road Aware (SDERA) ................................ 15
2.6 Tahap Perkembangan Usia Sekolah ......................................................... 22
2.7 Pengkajian Usia Sekolah .......................................................................... 25
2.8 Masalah Kesehatan pada Usia Sekolah .................................................... 27
2.9 Diagnosa dan Intervensi pada Usia Sekolah ............................................. 33
2.10 Peran Perawat Generalis dan Spesialis pada Pelayanan Keperawatan
di Usia Sekolah.......................................................................................... 36
2.11 Program Pelayanan Keperawatan di Usia Sekolah di Dalam Negeri dan
di Luar Negeri ........................................................................................... 42

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Paparan Kasus pada Agregat Usia Anak Sekolah dengan Perilaku
Kekerasan dan Penggunaan Obat Terlarang.............................................. 49
3.2 Identifikasi Masalah .................................................................................. 49

3
3.3 Pengkajian Masalah .................................................................................. 50
3.4 Diagnosa dan Pengukuran Evaluasi........................................................... 57
3.5 Intervensi Level Pencegahan pada Agregat Usia Remaja di Sekolah
dengan Perilaku Kekerasan dan Penggunaan Obat Terlarang ..................
3.6 Peran Perawat Pada Kasus dengan pada Agregat Usia Anak Sekolah
dengan Perilaku Kekerasan dan Penggunaan Obat Terlarang ..................

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ...............................................................................................
4.2 Saran .........................................................................................................
REFERENSI .........................................................................................................

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Disadari bahwa pendidikan merupakan suatu investasi pembangunan sumber daya
manusia yang amat diperlukan dalam pembangunan ekonomi pendidikan kini semakin
terbuka dan merata bagi setiap orang. Sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional yang tertuang dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003
tentang system pendidikan nasional pasal 3 menyatakan, bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
dan menjadi warga yang demokrasi dan bertanggung jawab.
Remaja adalah rentangan kehidupan manusia, yang berlangsung sejak
berakhirnya masa kanak-kanak sampai awal dewasa. Oleh karena itu sering juga disebut
masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Batasan dan pengertian
usia remaja yaitu 13-21 tahun. Sebagaimana halnya tahapan perkembangan pada setiap
fase, remaja pun memiliki karakteristik yang membedakannya dengan masa-masa yang
lain (Hawi, 2008)
Sedangkan pengertian masa remaja banyak yang memberikan penjelasan dengan
pengertian sama dengan masa pubertas, masa adolesence, masa kegoncangan, masa
oleng, masa belum menemukan nilai kebenaran. Yang berarti pada masa remaja tersebut
sesuai dengan perkembangan psikisnya yang juga ditentukan oleh perkembangan
fisiknya maka pada remaja tersebut perlu diberikan atau pengarahan yang betul-betul
harus bijak dan tepat agar para remaja tersebut tidak berkembang kearah yang tidak
diharapkan (Hawi,2008)
Jadi remaja adalah berakhirnya masa anak-anak sampai awal dewasa, usia
remaja 13-22 tahun sebagai mana tahap perkembangan. Masa remaja adalah masa
pancaroba penuh dengan kegelisahan serta kebimbangan untuk menemukan jati diri
sesungguhnya yang ada didalam dirinya (Hawi,2008).

5
Menurut data BKKBN (2011), jumlah penduduk berusia remaja di Indonesia
berjumlah 63,4 juta jiwa. Sedangkan berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota
(BPS) (2020), didapatkan data kelompok remaja yang berusia 10-14 tahun sebanyak
73.549 jiwa, kelompok usia 15-19 tahun sebanyak 93.128 jiwa dan kelompok usia 20-
24 tahun sebanyak 115.597 jiwa.
Kenakalan remaja atau delinquency anak-anak yang merupakan istilah lain dari
juvenile delinquency, adalah salah satu problem lama yang senantiasa muncul di
tengah-tengah masyarakat. Masalah tersebut hidup, berkembang dan membawa akibat
tersendiri sepanjang masa, seusia kelompok masyarakat manusia terbentuk.
Delinkwensi anak-anak sebagai salah satu problem sosial sangat mengganggu
keharmonisan, juga keutuhan segala nilai dan keutuhan segala nilai dan kebutuhan dasar
kehidupan sosial. Dalam kenyataan delinquency anak-anak atau kenakalan remaja
merupakan nilai-nilai moral, nilai-nilai susila, nilai-nilai luhur agama dan beberapa
aspek pokok yang terkandung di dalamnya, serta norma-norma hukum yang hidup dan
tumbuh didalamnya baik hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis
(Wahab,2015)
Di samping nilai-nilai dasar kehidupan sosial, juga dasar kehidupan sosial tidak
luput dari gangguan delinquency anak-anak. Kenakalan anak-anak adalah ungkapan
seorang anak dari orang yang kaya dan berpangkat, mencuri atau melakukan kejahatan-
kejahatan tertentu, maka kejahatan atau kenakalan yang dilakukan oleh anak itu
bukanlah karena ia kekurangan uang dari orang tuanya, akan tetapi adalah ungkapan
dari rasa tidak puas, kecewa atau rasa tertekan, merasa kurang mendapat perhatian,
kurang merasa kasih sayang orang tua dan sebagainya (Sudarsono,2012)
Suatu perbuatan itu disebut delinquency apabila perbuatan-perbuatan tersebut
bertentangan dengan norma-norma yang ada pada masyarakat di mana ia hidup, suatu
perbuatan yang anti sosial dimana didalamnya terkandung unsur-unsur anti normatif.
Juvenile delinquency (kenakalan remaja) bukan hanya merupakan perbuatan anak yang
melawan hukum semata akan tetapi juga termasuk didalamnya perbuatan yang
melanggar norma masyarakat. Dewasa ini sering terjadi seorang anak digolongkan
sebagai delinquency jika pada anak tersebut nampak adanya kecendrungan-
kecenderungan anti sosial yang sangat memuncak sehingga perbuatan-perbuatan

6
tersebut menimbulkan gangguan-gangguan terhadap keamana, ketentraman dan
keterlibatan masyarakat, misalnya pencurian, pembunuhan, penganianyaan, penipuan,
penggelapan dan glandangan serta perbuatan-perbuatan lain yang dilakukan oleh anak
remaja yang meresahkanmasyarakat (Sudarsono,2012)
Jadi kenakalan remaja suatu sikap yang tidak terpuji, perbuatan yang super
interaktif yang akan berdampak kearah yang negatif, kearah yang bias menghancurkan
masa depan, seperti mencuri, minum-minuman keras, merokok dan tawuran yang akan
merugikan masa depan. Kenakalan remaja juga akan menghancurkan masa depan,
menghancurkan cita-cita yang di impi-impikan dan menghancurkan harapan bangsa
(Kartini,2003)
Kenakalan remaja yang sering terjadi didalam masyarakat bukanlah suatu keadaan
yang berdiri sendiri. Kenakalan remaja tersebut timbul karena adanya beberapa sebab
dan tiap-tiap sebab dapat ditanggulangi dengan cara-cara tertentu (Wahab,2015)
Kondisi social yang patologis telah menyebabkan kontrol orang dewasa terhadap
para remaja dan adolesens jadi semakin berkurang. Maka sumber utamanya pada
hakikatnya bukanlah masalah yang patologisnya, akan tetapi factor kecepatan
perubahan sosial (bahkan ada percepatan perubahannya), sehingga terjadi banyak
kelabilan pada sektor politik, ekonomi, pendidikan, lingkungan keluarga dan lembaga-
lembaga sosial ditengah masyarakat. Karena itu norma, kontrol dan sanksi sosial
menjadi semakin melemah, yang membawa akibat anak- anak dan para remaja menjadi
brutal tidak terkontrol dan tidak terkendali (Sudarsono,2012).
Menurut data dari BPS, tren kenakalan dan kriminalitas remaja mulai
dari kekerasan fisik, kekerasan seksual dan kekerasan psikis menunjukkan
angka peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2019, tercatat 3145 remaja
usia ≤ 18 tahun menjadi pelaku tindak kriminal, tahun 2018 dan 2019 meningkat
menjadi 3280 hingga 4123 remaja (BPS, 2019). Pada pertengahan tahun 2020, telah
terjadi 147 tawuran antar pelajar (Lukmansyah & Andini, 2013). Dan tahun 2019 terjadi
sebanyak 255 kasus tawuran pelajar (Komnas Perlindungan Anak, 2019). Selain itu
kasus pelajar pengguna narkoba dari tahun 2018 sampai 2020 yaitu sebanyak 654 tahun
2018, 635 kasus tahun2019, 531 kasus tahun 2020 (BPS,2020).

7
Kekaburan yang dialami para remaja dan dorongan masyarakat yang tidak
berfungsi positif menyebabkan timbulnya krisis identitas bagi remaja. Remaja
menemukan dirinya mengenai apa yang harus dilakukan kapan dan bagaimana harus
dilakukan, berarti remaja tersebut telah mampu menunjukkan identitas yang sebenarnya
dan dia akan mudah melakukan perannya dimasyarakat, tetapi bila ia gagal menemukan
identitas dirinya maka ia memiliki identitas negatif dan akan merasakan kesulitan
didalam melakukan peran ditengah masyarakat (Wahab,2015)
Untuk itu, peran orang tua masih mutlak diperlukan oleh remaja. Orang tua harus
tetap memberikan bimbingan keagamaan dengan remaja. Kondisi keluarga yang tidak
harmonis, ataupun orang tua yang tidak memberikan kasih sayang yang utuh dan
berteman dengan kelompok sebaya yang kurang menghargai nilai-nilai Agama, maka
remaja pun akan bersikap kurang baik atau asusila. Misalnya free sex, minuman keras,
membuat onar, menghisap ganja dan sebagainya. Fenomena lain yang kerap muncul
adalah suatu kondisi lain yang sebenarnya akibat dari kasus tertentu, dalam hal ini dapat
diambil contoh adanya hak anak-anak sekolah yang berasal dari keluarga yang kurang
mengutamakan dan mementingkan anak dalam belajar. Biasanya anak-anak tersebut
bersikap acuh erhadap tugas-tugas sekolah dan kehilangan rasa tanggung jawab di
dalamnya, sikap tersebut biasanya (Sudarsono,2015).
Di tengah-tengah kehidupan masyarakat sering muncul keresahan karena
kejahatan, seperti: tindakan-tindakan kekerasan, pemerkosaan, pencurian dan penipuan.
Kejahatan-kejahatan tersebut dilakukan oleh penjahat dari tingkatan umur yang sangat
heterogen, sebab terdiri dari kelompok umur lanjut usia, kelompok dewasa dan tidak
ketinggalan anak remaja. Bagi kelompok umur remaja sebagian pendorong keinginan
untuk berbuat jahat tersebut muncul karena bacaan, pengaruh film dan gambar-gambar
porno lainnya. Hal yang perlu dilakukan ialah eksistensi orang tua dalam menekankan
sejak dini, pengaruh lingkungan sekitar terhadap pola sikap dan tingkah laku yang
tertanam pada diri anak. Sebab lingkungan memberi pengaruh sangat kuat terhadap
perilaku anak-anak (Zuhdiyah,2012).

8
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang
penyebab dari kenakalan anak Sekolah dan remaja serta peran perawat dalam pelayanan
keperawatan pada usia anak sekolah dan remaja

1.2.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mendapatkan informasi tentang penyebab dari kenakalan anak
sekolah dan remaja.
2. Perkembangan anak sekolah
3. Permasalahan Kesehatan anak sekolah
4. Peran perwat dalam Pelayanan Keperawatan di Usia Sekolah

9
BAB II
TINJAUAN LITERATUR

2.1 Teori, Konsep, Model Pelayanan Keperawatan Sekolah


Comprehensive School Health Model adalah kerangka yang diakui secara
internasional untuk mendukung peningkatan hasil pendidikan siswa sambil menangani
kesehatan sekolah dengan cara yang terencana, terintegrasi dan holistik (Sahar et al.,
2019)
2.2 Prinsip Comprehensive School Health Model menurut Sahar et al. (2019)
1. Mengakui bahwa siswa yang sehat akan belajar lebih baik dan berprestasi le
bih tinggi
2. Mengerti bahwa sekolah dapat secara langsung mempengaruhi Kesehatan
dan perilaku siswa
3. Mendorong pilihan gaya hidup sehat, dan mendorong Kesehatan dan
kesejahteraan siswa
4. Menggabungkan Kesehatan ke dalam semua aspek sekolah dan
pembelajaran
5. Menghubungkan masaah dan sistem Kesehatan dan Pendidikan
6. Membutuhkan partisipasi dan dukungan keluarga dan masyarakat luas
2.3 Pilar Comprehensive School Health Model menurut Sahar et al. (2019)
1. Lingkungan Sosial dan Fisik
a. Lingkungan Sosial
 Kualitas hubungan antara dan antar staf dan siswa disekolah
 Kesejahteraan emosional siswa
 Dipengaruhi oleh hubungan dengan keluarga dan masyarakat luas
b. Lingkungan Fisik
 Bangunan, lapangan, tempat bermain dan peralatan didalam dan
sekitar sekolah
 Fasilitas dasar seperti sanitasi dan kebersihan udara

10
 Mengajar dan Belajar
 Sumber daya, kegiatan dan kurikulum provinsi/ wilayah dimana siswa
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman sesuai usia, membantu
membangun keterampilan untuk memperbaiki Kesehatan dan
kesejahteraan mereka
2. Kebijakan Sekolah Sehat
Praktik Manajemen, proses pengambilan keputusan, peraturan, prosedur dan
kebijakan di semua tingkat yang mempromosikan Kesehatan dan
kesejahteraan dan membentuk lingkungan sekolah yang ramah dan peduli
3. Kemitraan dan Layanan
a. Kemitraan
 Hubungan antara keluarga sekolah dan siswa
 Hubungan kerja yang mendukung di sekolah, antara sekolah, dan
antara sekolah dan oraganisasi masyarakat lainnya
 Kesehatan, Pendidikan dan sector lain yang bekerja sama untuk
memajukan kesehehatan sekolah
b. Layanan
 Layanan berbasis masyarakat dan sekolah yang mendukung dan
meningkatkan Kesehatan dan kesejahteraan siswa dan staf
2.4 Teori Konsep Comprehensiveness
Nader (1990) mengatakan sekolah merupakan lokus dari berbagai kegiatan
keseahatan dan pendidikan yang dilakukan oleh kelompok tenaga kesehatan dan
pendidikan yang berbasis di masyarakat dan di sekolah. Pada model ini memberikan
menekankan bahwa sekolah, masyarakat dan keluarga merupakan tiga sistem penting
yang mendukung status kesehatan dan pendidikan anak. Selanjutnya adalah media
seperti media pendidikan, elektronik dan cetak. Berdasarkan model ini langkah
pengembangnya adalah membangun hubungan masyarakat dan melakukan penilaian
kebutuhan dan sumber daya masyarakat. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan dan
perluasan pelayanan kesehatan sekolah, pendidikan kesehatan sekolah dan lingkungan
sekolah yang sehat.

11
2.4.1 Elemen dalam konsep Comprehensiveness meliputi
1. Program kesehatan yang terdokumentasi, tercana dan berurutan instruksi
untuk untuk siswa dari Taman Kanak Kanak sampai SMA
2. Kurikulum yang membahas dan mengintegrasikan pendidikan tentang
berbagai masalah kesehatan
3. Kegiatan yang membantu remaja mengembangkan keterampilan yang harus
dihindari
4. Pedoman untuk waktu pembelajaran dalam kelas
5. Manajemen dan koordinas oleh professional pendidikan
6. Keterlibatan orang tua, tenaga keseahtan dan anggota masyarakat
2.4.2 Standar Program Kesehatan Sekolah yang Komprehensif
1. Konten kesehatan yang diperkenalkan di kelas awal dan diperkuat dikelas
selanjutnya
2. Penilaian siswa yang mengukur perolehan keterampilan serta pengetahuan
3. Penggunaan indikator kinerja yang mendefinisikan tentang siswa dan
kelasnya
4. Penyediaan pendidikan kesehatan minimal 50 jam di setiap kelas
2.4.3 Perencanaan Program Kesehatan Sekolah yang Komprehensif
1. Membuat komite penasihan pendidikan yang komprehensif yang mencakup
perwakilan orang tua
2. Mengadakan sosialisasi bagi dewan sekolah, staf sekolah dan anggota
masyarakat
3. Menyusun rencana pendanaan yang melibatkan staf, keluarga, siswa,
lembaga masyarakat terkait
2.4.4 Komponen
1. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah kegiatan akademis yang meningkatkan
kesehatan individu, keluarga dan masarakat. Terdapat 10 bidang pendidikan
kesehatan yaitu kesehatan masyarakat, kesehatan konsumen, kesehatan
lingkungan, kesehatan kelaurga, kesehatan mental dan emosional,
pencegahan dan keselamatan dari cedera, nutrisi, kesehatan individu dan

12
pencegahan dari penggunaan dan penyalahgunan zat terlarang. Beberapa
topic yang dianjurkan pada pendidikan kesehatan anak sekolah seperti
pencegahan kecelakaan, pencegahan penyalahgunaan alcohol dan narkoba,
pencegahan HIV, nutrisi dan perlaku diet yang sehat, aktivitas fisik dan
kebugaran, pencegahan kehamilan, pencegahan Infeksi Menular Seksual,
bunuh diri dan pencegahan merokok.
2. Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani yang dianjurkan adalah aktivitas fisik. Aktivitas fisik
yang secara teratr dapat menurunkan angka kematian dini dan risiko
penyakit kronis.
3. Pelayanan Kesehatan jiwa dan sosial
Model pelayanan kesehatan yang dilakukan perawat bervariasi tergantung
kebutuhan siswa dan sumber daya yang tersedia di sekolah dan masyarakat.
Fungsi dari pelayanan kesehatan sekolah adalah
a. Perawatan klien langsung seperti skrining, diagnosis, pengobatan,
perawatan gawat darurat dan layanan kesehatan mental
b. Koordinasi perawatan termasuk rujukan dan komunikasi antara staf
sekolah dan keluarga
c. Pendidikan promosi kesehatandan pencegahan penyalot
4. Pelayanan Gizi
Nutrisi sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak dan
remaja termasuk diantaranya perkembangan intelektual dan oencegahan
masalah kesehatan terkait gizi seperti obesitas, anemia defisiensi besi, karies
gigi dan gangguan makan. Fungsi dari layanan gizi adalah untuk
menyediakan fasilitas yang memadai terkait makanan yang sesuai dengan
gizi. Layanan gizi harus terintegrasi disekolah yang mana mendorong
komunikasi antara layanan kesehatan dan kantin
5. Layanan Konseling, Psikologis dan Sosial
Kesehatan mental dapat mempengaruhi kesehatan fisik secara kesleuruhan
serta prestasi akademik. Gangguan kesehhatan yang utama dialami oleh
anak usia sekolah dan remaja adalah gangguan mood dan kecemasan.

13
Layanan konseling dan kesehatan mental diintegrasikan didalam sekolah
sehingga dapat membantu anak yang mengalami masalah kesehata jiwa
serta untuk membantu mengurangi stigma terkait pengobatan dalam
masalah kesehatan mental.
6. Lingkungan yang sehat dan aman
Lingkungan sekolah yang sehat terdiri dari aspek fisik dan psikososial.
Lingkungan meliputi kondisi fisik seperti kebisingan, sanitasi, suhu, dan
pencahayaan. Lingkungan psikososisal sekolah mencakup keamanan fisik
dan psikologis seperti pengurangan konsumsi rokok, kekerasan disekolah
dan hal yang menganggu keamanan siswa.
7. Keterlibatan keluarga dan Masyarakat
Dalam meningkatkan kesehatan siswa diperlukan pendekatan yang terpadu
dengan bekerja sama dengan keluarga. Dukungan untuk program kesehatan
sekolah melalui dukungan ketua yayasan sekolah atau dewan penasehat
sekolah serta program- program yang dapat meningkatkan interaksi antara
keluarga dan masyarakat di sekolah.
8. Kesehatan Staf
Promosi Kesehatan staff sangat perlu dilakukan oleh Perawat. Kegiatan
Promosi kesehatan dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan moral
staf, mengurangi ketidakhadirann dan menguranig biaya asuransi kesehatan.
Staff sekolah yang sehat merupakan panutan bagi siswa disekolah. Beberapa
contoh kegiatan promosi kesehatan adalah menyediakan buku di
perpustakaan terkait promosi kesehatan, mengadakan kelas berenti merokok
dan pertolongan perteama serta resusitasi jantung paru (Maurer & Smith,
2013).

14
2.5 School Drug Education and Road Aware (SDERA)
School Drug Education and Road Aware (SDERA) di dirikan pada tahun 1997.
SDERA merupakan organisasi yang didanai pemerintah yang berfokus pada menduking
sekolah, dan pusat pembelajaran masyarakat di Australia. SDERA memberikan layanan
berbasis penelitian disekolah untuk pendidikan narkoba dan kesalamatan dijalan. Pada
Program SDERA dapat mengembangakn rencana pendidikan kesehatan disekolah untuk
meningaktkan kesadaran dan tindakan yang tepat terkait narkoba dan merokok. Dalam
program SDERA terdapat 2 fokus edukasi yang akan diberikan yaitu
2.5.1 School Road Safety Education Model
Prinsip praktek terbaik terkait keselamatan untuk anak sekolah adalah dengan
meningkatkan Pendidikan Kesehatan disekolah. Pendidikan keselamatan jalan raya
yang efektif memberikan kesempatan untuk meningkatkan perilaku dan pengurangan
trauma dijalan bagi anak dan remaja. Pendidikan Kesehatan lebih efektif ketika
disekolah. Orang tua dan masyarakat berkerja sama untuk memberikan dukungan yang
komprehensif tentang masalah anak disekolah. Prinsip dalam School Road Safety
Education Model :

15
Prinsip School Road Safety Education Model sebagai berikut :
1. Strategi Meningkatkan peran orang tua Menerapkan program dan inisiatif
Pendidikan keselamata jalan berbasis bukti disekolah termasuk penelitian
lokal dan undang – undang jika tersedia
Prinsip ini menekankan pentingnya penggunaan data berbasis bukti saat
mengembangkan program Pendidikan keselamatan jalan. Penelitian yang
ada lebih mungkin untuk efektif.

2. Menanamkan program Pendidikan keselamatan jalan dalam kerangka


kurikulum sehingga memberikan Pendidikan keselamatan jalan yang tepat
waktu sesuai dengan perkembangan dan bekelanjutan untuk semua tahun
Pendidikan keselamatan jalan sebaiknya dimasukan kedalam kurikulum
disemua sekolah dan pentingnya kedasaran dan pengetahuan guru tentang
Pendidikan keselamatan jalan.

16
3. Manajemen sekolah mendukung guru untuk menerapkan Pendidikan
keselamatan jalan raya secara efektif dengan memastikan akses ke sumber
daya yang tersedia dan kesempatan belajar professional
4. Gunakan strategi interaktif yang berpusat pada siswa untuk
mengembangkan pengetahuan utilitass, keterampilanm sikap, motivasi dan
perlaku tentang keselamatan berlalu lintas
5. Libatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan keterampian yang
berfokus pada mengidentifikasi dan merspon secara aman terhadap situasi
risiko
6. Memberikan informasi kepada orang tua/ wali yang akan mendorong
mereka untuk memperkuat dan memperaktekan keterampilan keselamatan
dijalan raya di lingkungan jalan nyata
7. Dorong siswa untuk mendukung dan mempengaruhi rekan rekan mereka
sebagai cara untuk memperbaiki perilaku kesalamatan dijalan raya
Pembelajaran sosial menyatakan bahwa individu belajar dengan mengamati
perilaku orang lain. Teman sebaya sering menjadi panutan yang paling
berpengaruh pada siswa
8. Konsultasikan dengan komunitas dsekolah yang lebih luas ketika
mengembangkan pedoman dankebijakan keselamatan jalan dan kemudian
menyebarkan informasi ini kepada kelaurga
9. Manajemen sekolah secara aktif mempromosikan Pendidikan keselamatan
jalan dengan mendukung staf untuk merencakana dan melaksanakan
Pendidikan keselamatan jalan dalam kurikulum dan program dan inisatif
sekolah lainnya.
Sekolah perlu memiliki pengembangan kapasitas strategi dalam mendukung
implementasi yang sudah direncanakan. Perlunya melibatkan manajemen
sekolah yang secara aktif memberikan kepemimpinan dan dukungan kepada
sekolah terkait usahanya. Komitmen kepala sekolah yang sangat penting
untuk mensukseskan program dengan melibatkan staf disekolah.

17
10. Manajemen sekolah secara aktif mendorong staf untuk mencontohkan
perilaku dan sikap keselamatan jalan yang sesuai dengan pedoman
keselamatan jalan sekolah.
Interaksi yang positif antara guru dan siswa dapat meningkatkan
keterhubungan siswa kesekolah serta mengurangi perilaku yang bermasalah
dan meningkatkan kehadiran dan prestasi akademik. Guru merupakan
panutan yang memiliki perilaku yang cukup besar pada anak- anak
11. Mendorong dan mempromosikan partisipasi sekolah-masyarakat dalam
program keselamatan jalan di sekolah.
12. Tinjau dan perbarui jika perlu, dalam kemitraan dengan otoritas ekseternal,
lingkungan jalan sekolah untuk mendorong dan mendukung orang tua dan
wali untuk mempraktikkan keterampilan keselamatan jalan yang lebih aman
13. Berikan orang uta dan wali dengan informasi yang akan membantu mereka
untuk memperkuat pesan dan keterampilan keselamatan jalan raya yang
tepat (termasuk pedoman dan kebijakan sekolah) di rumah.
14. Memberikan pelatihan on-road yang praktis, oportunistik dan terencana
kepada orang tua dan wali untuk model perilaku yang tepat untuk anak-anak
merak
15. Membangun dan memelihara hubungan dan melibatkan Lembaga
masyarakat dan pemerintah daerah ddala penyempaikan pesan keselamatan
dijalan raya yang melengkapi dan mendukung keselamatan dijalan
16. Libatkan, latih staf layanan Kesehatan sekolah untuk melengkapi dan
mendukung keselamata jlan dalam program di sekolah
Perencanaan yang kolaboratif unutk prmosi keselamatan jalan perlu
dorongan antara orang tua layanan penitipan anak, sector Pendidikan,
organisasi terkait serta pemerintah (SDERA, 2009)
Strategi meningkatkan peran orang tua dalam model ini adalah sebagai berikut :
1. Menyediakan materi cetak seperti brosur untuk orang tua
2. Menghubungkan kegaitan dengan pekerjaan rumah

18
3. Mengorganisir pembicaraan dan pertunjukan disekolah untuk meningkatkan
kesadaran dan pemahaman oran gtua tentang Pendidikan keselamatan jalan
raya
4. Menempatkan materi Pendidikan keselamatan jalan di area sekolah
2.5.2 School Drug Education
Pendidikan narkoba disekolah merupakan pendekatan tersetruktur dalam
memberikan informasi dan dukungan dan mengembangkan keterampilan yang bertujuan
untuk mengurangi risiko bahaya siswa dari penggunaan narkoba. Pendidikan narkoba
disekolah bertujuan untuk mengatasi penyebab potensial penggunaan narkoba pada
siswa serta berusaha mencegah akibatnya dengan melakukan prmosi kesehatan dan
kesejahteraan fisik dan emosional. Berikut merupakan model School Drug Education
ducation yang efektif yang dikembangkan oleh SDERA pada tahun 2010. Model ini
menunjukan tentang 12 Prinsip untuk Pendidikan Narkoba disekolah dalam tiga bidang
kerangka Promosi Kesehatan di Sekolah.

19
1. School Pratice based in evidence
Pendidikan narkoba harus didasar dari evidence based yang sudah terbukti.
Praktik berbasis bukti didalam sekolah melibatkan staf dan melakukan
survey untuk melihat program mana yang sesuai dengan siswa dengan
memperhatikan praktik berdasarkan kurikulum yang efektif, menerapkan
profesionalisme untuk mengimplemnetasikan dan evaluasi hasil program
2. A Whole school approach
Memberikan pendidikan terkait narkoba dengan pendekatan yang
komprehensif. Memberikan pendidikan kesehatan terkait narkoba jika hanya
didalam kelas tidak efektif sehingga diperlukan kegiatan pendidikan
kesehatan narkoba dan dipraktekan diseluruh sekolah dengan dukungan
penuh secara komprehensif diharapkan dapat meningkatkan kesehatan
3. Clear Education
Sekolah menepatkan tujuan dan hasil yang disepekati terkait pendidikan
narkoba sehingga mereka memiliki pemahaman sayang sama untuk
melakukan pendidikan secara konssitensi dan terkoordinasi Tujuan dan hasil
tentunya jelas dan realistis yang dapat mendukung sekolah dalam mencapai
target
4. Safe and Supportive environment (Ethos and Environtment)
Lingkungan sekolah yang aman dan mendukung merupakan proteksi pada
siswa dari berbagai risiko terkait kesehat termasuk diantaranya narkoba.
Suasana yang positif didalam dan diluar kelas mendorong pembelajaran
siswa. Sekolah yang baik memiliki peraturan terkait siswa, staf, keluarga
dan komunitas yang lebih luas sehingga terhubunga dan terlibat dalam
pembelajaran dan mengambil keputusan.
5. Positive and collaborative relationship (Parent and Communty )
Sekolah yang melakukan kolaborasi antara siswa, staf, keluarga dan
masyarakat lebih cenderung memberikan Pendidikan narkoba yang relevan
dan responsip
6. Culturrally appropriate and targeted drug education (Ethos and
Environtment)

20
Pendidikan narkoba harus relevan dengan seluruh siswa. Dalam
menyediakan program sekolah harus memperhatikan latar belakang budaya
dan pengalaman siswa Seperti gender, budaya, Bahasa, status sosial
ekonomi dan tahap perkembangan. Sehingga dapat memilih program yang
sesuai dengan kebutuhan siswa
7. Recognition of risk and protective factors (Ethos and Environtment)
Pendidikan narkoba harus didasari pada pemahanan tentang risiko dan
faktor lan yang mempengaruhi kesehatan siswa. Sekolah yang memiliki
masalah yang kompleks terkait narkoba harus memberikan Pendidikan
Kesehatan narkoba yang relevan
8. Consistent polity and practice (Ethos and Environtment)
Sekolah harus disipom dalam melindungi keselamatan dan kesejahteraan
siswa dan staf. Kebijakan dan porsedur terkait narkoba harus melalui
konsultasi dan koordinasi seluruh pihak sekolah
9. Timely programs within a curriculum framework
Program pendidikna narkoba sebaiknya termasuk dalam kurikumlum
pembelajaran sehingga menjadi capaian bagi hasil belajar siswa. Masalah
narkoba harus ditangani dalam konteks Kesehatan yang lebih luas dan
relevan dengan mempertimbangan perkembangan siswa. Pendidikan
Kesehatan harus dilakukan sebelum siswa mulai membuat keputusan
tentang penggunaan nakroba sehingga perlu diperhatikan tahap
perkembangan siswa
10. Program delivered by teachers
Guru merupakan orang yang paling tepat dalam memberikan Pendidikan
narkoba. Pengembangan dan dukungan professional yang efektif
meningkatkan keterampilan guru dalam memberikan informasi dan
sumberdaya yang akurat
11. Inetractive strategies and skill development
Pengembangan keterampilan merupakan komponen yang penting dalam
program Pendidikan narkoba. Strategi pengajran harus inklusif dan
interaktif merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan

21
dan keterampilan serta sikap siswa terkait narkoba. Strategi ini membantu
siswa untuk mengembangkan keterampilan pemecahhan masalah,
pengambilan keputusan, ketegasan dan pencarian bantuan
12. Crediable and meaningful learning activities
Siswa memerlukan informasi yang kredibel dan relevan tentang narkoba.
Mereka perlu mendapatkan informasi terkait pengaruh sosial, dampak
penggunaan narkoba (SDERA, 2010)

2.6 Tahap Perkembangan Usia Sekolah


Identifikasi Perkembangan Fisik Kelompok Usia Sekolah
1. Perkembangan tulang dan otot : Peningkatan berat badan disebabkan oleh
peningkatan ukuran sistem kerangka dan otot, serta ukuran beberapa organ
tubuh, massa dan kekuatan otot meningkat secara bertahap peningkatan
tonus otot yang disebabkan oleh faktor keturunan dan olahraga, jumlah sel
otot yang lebih besar, sehingga memiliki kekuatan yang meningkat.
2. Perkembangan Otak : Peningkatan mielinisasi, yang meningkatkan
kecepatan pemrosesan informasi dan komunikasi di daerah otak yang lebih
tinggi. Aktivasi beberapa area otak meningkat, dikaitkan dengan kemajuan
dalam kontrol kognitif, yang melibatkan kontrol yang fleksibel dan efektif
di sejumlah area untuk memusatkan perhatian, mengurangi pikiran yang
mengganggu, menghambat tindakan motorik, dan fleksibel dalam beralih.
3. Perkembangan motorik: Perkembangannya jauh lebih lancer dan
terkoordinasi, ketrampilan fisik yang terus berkembang yang melibatkan
aktivitas otot besar dan memerlukan prinsip latihan dan aktif secara
berkelanjutan.
Identifikasi Perkembangan Kognitif Kelompok Usia Sekolah berdasarkan Teori
Perkembangan Kognitif Piaget
1. Pola berpikir secara konkrit : Pada tahap ini sudah dapat berpikir
menggunakan nalar secara logis dengan menerapkan penalarannya pada
contoh-contoh yang spesifik dan nyata

22
2. Pola perkembangan kognitif pada usia ini juga sangat dipengaruhi oleh
budaya dan pendidikan yang diterima
3. Peningkatan kemampuan untuk mempertahankan dan mengontrol perhatian,
memperhatikan rangsangan yang relevan dengan tugas dengan lebih
melibatkan memori, proses berpikir dan metakognisi (cara memikirkan,
mengetahui kapan dimana untuk belajar memecahkan masalah)
Identifikasi Perkembangan Sosial Kelompok Usia Sekolah
1. Terdapat banyak perubahan pada sosial dan emosional anak-anak
2. Perkembangan konsep diri, emosi, penalaran moral, dan perilaku gender
mereka berubah secara signifikan. Transformasi dalam hubungan mereka
dengan orang tua dan teman sebaya juga terjadi, serta sekolah juga
3. Tahap ini, akan menggambarkan diri dalam karakteristik dan sifat
psikologis lebih konkrit seperti anak popular, anak pintar, dsb, serta lebih
mengenali aspek sosial dirinya.
4. Telah dapat melakukan evaluasi diri dalam banyak bidang kehidupan
mereka—akademik, atletik, penampilan, dan sebagainya, Kepercayaan
dirinya mengacu pada penilaian dirinya secara umum dan konsep diri untuk
evaluasi bagian yang lebih khusus. Bagi kebanyakan anak, Kepercayaan diri
dan konsep diri yang positif adalah aspek penting dari kesejahteraan
mereka.
5. Peningkatan kapasitas untuk mengatur diri sendiri dengan mengelola
perilaku, emosi dan pikiran sehingga dapat meningkatkan kompetensi dan
prestasi sosial.
Identifikasi Perkembangan Emosional Kelompok Usia Sekolah
1. Peningkatan pemahaman secara emosional (perasaan bangga atau malu)
2. Peningkatan pemahaman bahwa lebih dari satu emosi dapat dirasakan secara
bersamaan (kecemasan dan kegembiraan bisa bersamaan)
3. Peningkatan kecenderungan menyadari reaksi emosional bisa timbul dari
suatu peristiwa (sedih saat temannya pindah)
4. Kemampuan menekan atau menyembunyikan reaksi emosional yang negatif
(menahan diri saat kesal)

23
5. Memiliki rasa empati yang tulus (merasa simpati pada orang yang sedih atau
tertekan)
6. Mulai belajar mengatasi stress (koping)
Pada remaja dengan usia sekolah, sejumlah faktor genetik, biologis, lingkungan,
dan sosial berinteraksi dalam perkembangan remaja. Selama dekade pertama kehidupan
mereka, remaja mengalami ribuan jam interaksi dengan orang tua, teman sebaya, dan
guru, tetapi sekarang mereka menghadapi perubahan biologis yang dramatis,
pengalaman baru, dan tugas perkembangan baru. Hubungan dengan orang tua
mengambil bentuk yang berbeda, momen dengan teman sebaya menjadi lebih intim, dan
kencan terjadi untuk pertama kalinya, seperti halnya eksplorasi seksual dan
kemungkinan hubungan seksual. Pemikiran remaja lebih abstrak dan idealis. Perubahan
biologis memicu peningkatan minat pada citra tubuh. Masa remaja memiliki kontinuitas
dan diskontinuitas dengan masa kanak-kanak.
Identifikasi perkembangan fisik pada remaja:
1. Percepatan pertumbuhan, perubahan hormonal, dan pematangan seksual
yang datang dengan pubertas.
2. Di awal masa remaja, perubahan terjadi di otak yang memungkinkan untuk
berpikir lebih maju, Juga pada saat ini, remaja mulai begadang di malam
hari dan tidur lebih larut di pagi hari.
Identifikasi Perkembangan Kognitif pada remaja
1. Peningkatan pemikiran abstrak, idealis, dan logis.
2. Remaja mulai berpikir dengan cara yang lebih egosentris, sering merasa
bahwa mereka berada di atas panggung, unik, dan tak terkalahkan.
Identifikasi Perkembangan Sosioemosional pada remaja
1. Pencarian kemandirian, konflik dengan orang tua, dan keinginan untuk
menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman sebaya.
2. Percakapan dengan teman menjadi lebih intim dan mencakup lebih banyak
pengungkapan diri.
3. Prestasi menjadi suatu hal yang dipandang lebih serius, dan tantangan
akademik meningkat.

24
4. Peningkatan pematangan seksual menghasilkan minat yang jauh lebih besar
dalam hubungan lawan jenis. Mengalami perubahan suasana hati yang lebih
besar daripada ketika mereka masih anak-anak.
5. Masa remaja lebih kompleks dan multidimensi, yang melibatkan perubahan
dalam berbagai aspek kehidupan individu.
2.7 Pengkajian Usia Sekolah
Pada program kesehatan sekolah yang terintegrasi dengan baik, memerlukan
intergrasi dengan baik mengenai edukasi kesehatan, edukasi fisik, layanan kesehatan di
sekolah, kesehatan mental dan sosial, layanan kesehatan gizi, lingkungan yang sehat dan
aman, pengaruh keterlibatan keluarga dan komunitas serta kesehatan staf di sekolah itu
sendiri (Maurer & Smith, 2013). Pendekatan pengkajian pada kelompok remaja
(Allender et al., 2014 ; Pender et al., 2015 ; Kementerian Kesehatan RI, 2015)dengan
menilik proses perkembangan usia sekolah dan remaja. Hal yang perlu dikaji dari
kelompok usia sekolah dan remaja dari sudut pandang :
1. Fisik, kognitif, psikologis, sosial.
2. Individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
3. Faktor resiko dan permasalahan remaja ; penyakit kronis, kebiasaan dan
pola belajar, cedera, nutrisi, lingkungan, sosiokultural, penganiayaan,
disabilitas.
Pengkajian pada usia sekolah dan remaja pada sudut pandang fisik, kognitif dan
sosial (Pender et al., 2015 ; Santrock, 2016) memperhatikan hal sebagai berikut :
1. Pengkajian fisik menyeluruh kepala hingga kaki, termasuk maturitas
seksual, perubahan hormonal yang dialami, tes kebugaran dan status nutrisi
termasuk pola makan, resiko-resiko kesehatan yang muncul yang
berhubungan dengan gaya hidup anak sekolah dan remaja.
2. Pengkajian kemampuan kognitif, melihat kemampuan verbal, visual,
rasionalisasi, kemampuan mengingat, kecepatan mencerna informasi, dapat
berupa IQ Test, tes modalitas belajar
3. Pengkajian kemampuan mengelola emosi, menghadapi dan menyelesaikan
masalah, dengan menggunakan Kuisoner SDQ pada pemeriksaan berkala
sesuai umur

25
Pengkajian pada usia sekolah dan remaja pada sudut pandang sebagai individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat. (Pender et al., 2015) memperhatikan hal sebagai
berikut :
1. Pengkajian Individu melihat faktor resiko kesehatan, tingkat emosional dan
tingkat kesejahteraan, keyakinan, budaya dan sikap, hambatan komunikasi,
perilaku Kesehatan, asuransi Kesehatan, dan akses transportasi yang
digunakan sehari-hari dalam mobilitas. Lebih spesifik akan dilihat Pola
Kesehatan fungsional (riwayat Kesehatan, karakteristik individu dan
keluarga, penyakit turunan, pemeriksaan fisik), kebugaran fisik, komposisi
tubuh, status nutrisi, pola dan kebiasaan makan, bagaimana tingkat stress
dan respon serta kopingnya, spiritual serta support sosialnya, bagaimana
keyakianan dan gaya hidup yang berkaitan dengan Kesehatan yang
dilakukan individu tersebut.
2. Pengkajian Keluarga melihat kondisi rumah, kondisi keluarga, keamanan
lingkungan, dukungan keluarga, dukungan emosional keluarga, dan
dukungan finansial, kemampuan dan ketergantungan dalam perawatan
kesehatan, ketahanan keluarga, ketersediaan sumberdaya baik fisik atau
sosial, keeratan keluarga dan kemampuan dalam meningkatkan kesehatan,
management stress dalam keluarga, tanggung jawab kesehatan.
3. Pengkajian Masyarakat melihat dukungan masyarakat, akses layanan
kesehatan dan sistem kesehatan yang tersedia, ketersediaan bimbingan
emosional dan konseling, sarana dan prasarana publik, kondisi lingkungan
secara fisik dan psikologis, taraf sosial lingkungan yang ditinggali,
kebiasaan penduduk sekitarnya,
Pengkajian pada usia sekolah dan remaja pada sudut pandang faktor resiko dan
permasalahan remaja, penyakit kronis, kebiasaan dan pola belajar, cedera, nutrisi,
lingkungan, sosiokultural, penganiayaan, disabilitas. (Allender et al., 2014 ; Pender et
al., 2015) memperhatikan hal sebagai berikut :
1. Pengkajian Riwayat Penyakit Kronis diantaranya diabetes, asma, autism,
spina bifidia, cystic fibrosis, penyakit neuromuscular, juvenile rheumatoid

26
arthritis, riwayat kejang, penyakit PTM, TB Paru, hemofilia, CHD,
gangguan pemusatan perhatian, kanker, HIV/AIDS, dan lain sebagainya.
2. Pengkajian Kebiasaan dan Pola Belajar diantaranya kemampuan belajar,
kesulitan belajar (membaca, menulis, bahasa, matematika, kemampuan
gerak), konsentrasi dan atensi, kondisi emosional, kenakalan remaja,
depresi, pergaulan dan disabilitas fisik & kognitif.
3. Pengkajian Sosial dan Ekonomi diantaranya kondisi lingkungan, pekerjaan
orangtua, status ekonomi orangtua, tingkat pendidikan orangtua, kondisi
finansial, dan dukungan finansial.
4. Pengkajian Cedera dan Kematian diantaranya resiko jatuh, keracunan, luka
bakar, kecelakaan lalu lintas, bunuh diri, permaian atau aktivitas yang
membahayakan, kekerasan, penggunaan obat terlarang, seks bebas dan
kehamilan pada remaja, penyakit menular seksual
Pengkajian Riwayat Kesehatan Lainnya diantaranya ISPA, Mumps, Varicella,
penyakit yang diakibatkan ketidaklengkapan status imunisasi, diare, kutu rambut,
masalah-masalah nutrisi seperti obesitas atau sebaliknya kurang nutrisi, alergi, karies
gigi, kebiasaan kurang gerak, kehamilan dan aktivitas seksual pada remaja, jerawat,
merokok, resiko penyalahgunaan obat-obat terlarang dan minum minuman keras.
2.8 Masalah Kesehatan pada Usia Sekolah
Masalah kesehatan pada anak usia sekolah sangatlah bervariasi. Prevalensi dan
tingkat keparahannya pun cenderung mengalami peningkatan. Adapun masalah-
masalah kesehatan tesebut dapat di kategorikan sebagai berikut : masalah psikososial,
masalah fisik, masalah perkembangan, masalah yang dipengaruhi oleh budaya dan
masalah lingkungan. Berikut ini identifikasi masalah-masalah kesehatan pada anak usia
sekolah :
1. Masalah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
Usia sekolah merupakan fase awal anak mampu mengembangkan perilaku
hidup bersih dan sehat. Namun pemahaman mengenai perilaku hidup bersih
dan sehat pada anak usia sekolah masih tergolong rendah, sehingga sangat
berisiko mengalami gangguan kesehatan seperti diare, gatal-gatal, kutu
kepala, infeksi telinga, dll. Anak usia sekolah berada pada tahap di mana

27
mereka lebih suka berpartisipasi dalam kegiatan di luar rumah dan bermain
dengan teman sebayanya. Anak usia sekolah yang kurang berperilaku hidup
bersih dan sehat rentan terhadap peningkatan risiko mengalami berbagai
gangguan kesehatan. Kebersihan lingkungan bermain tidak mereka
perhatikan disaat bermain. Mereka senang bermain di area luar rumah
dimana kontak tubuh dengan kotoran lebih sering, mereka masih belum
melakukan cuci tangan dengan benar, belum mengetahui cara menggosok
gigi dengan benar, belum bisa menggunting kuku. Peran perawat kesehatan
sekolah tentu perlu didukung para pendidik di sekolah juga orang tua dalam
pendidikan PHBS pada anak. Jumlah anak yang menderita diare sekitar 20%
dari total 10 juta anak yang meninggal setiap tahunnya. Berdasarkan usia,
prevalensi diare pada usia 5-14 tahun adalah 6,2% dengan angka diare
3,0%. Salah satu daerah yang mengalami endemis diare adalah Kabupaten
Banyumas dengan kejadian terbanyak terjadi di Kabupaten Purwokerto
Selatan dari survei terhadap 41 anak usia sekolah di wilayah tersebut
menunjukkan 22 anak (53,7%) memiliki riwayat diare dalam tiga bulan
terakhir (Kusumawardani et al., 2018).
2. Gangguan Dermatologis
Masalah kulit juga menjadi focus pada praktik Kesehatan sekolah. Penting
bagi perawat sekolah dan anggota staf lainnya untuk mengenali kepekaan
siswa mengenai kelainan-kelainan kulit yang dapat mempengaruhi
penampilan fisik mereka dan menyebabkan mereka mengalami krisis
percaya diri sampai berhenti sekolah atau bahkan dikeluarkan dari sekolah.
Perawat sekolah memberi dukungan emosional kepada siswa, membantu
siswa dan keluarga untuk menjalani perawatan medis dan menghilangkan
kekhawatiran pihak sekolah tentang penularannya (Maurer & Smith, 2013).
Penyebab dermatologis antara lain :
a. Infeksi Jamur
Jamur pathogen menyerang kulit secara superfisial. Invasi kulit
superfisial paling sering pada anak usia sekolah karena berbagi benda
seperti topi, sisir, kaus kaki dan sepatu. Infeksi jamur yang dangkal

28
mempengaruhi kulit, rambut dan kuku. Jenis-jenis infeksi jamur ini
antara lain : tinea corporis; tinea kapitis. Tinea corporis awalnya berupa
lingkaran merah kecil, tidak berwarna lalu membesar, pusat lingkaran
sembuh saat area meluas, batas lingkaran terlihat lebih tinggi, bersisik,
kering / lembab dan berkerak, terasa nyeri. Tinea kapitis atau kurap pada
kulit kepala, paling sering pada anak laki-laki usia 3 – 7 tahun.
b. Infeksi Bakteri
Impetigo merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus atau streptococcus beta hemolitik grup A yang
dapat muncul setelah trauma ringan atau lesi kulit lainnya. Infeksi ini
menular ditandai dengan adanya pruritus dengan lesi berwarna madu, lesi
cenderung menyebar ke perifer.
c. Infeksi Virus
Beberapa infeksi virus yang paling sering terjadi pada anak usia sekolah
adalah : kutil (veruka), herpes simpleks, herpes zoster, rubella (campak 3
hari), rubeola (campak 10 hari), varicella zoster (cacar air), pada masa
kanak-kanak dan remaja juga sering terjadi ruam karena infeksi virus
d. Kondisi Alergi
Disebut dermatitis atopik (eksim) merupakan peradangan kronis pada
kulit dimulai pada masa bayi. Gejala utama adalah pruritus dan edema
epidermal dan dermal akut dengan vesikel di wajah, kulit kulit kepala,
dan anggota badan, kemudian kulit kering akan terkelupas dan timbul
fisura sekunder. Dermatitis kontak adalah reaksi inflamasi pada kulit
akibat kontak langsung dengan bahan kimia yang menimbulkan
hipersessitivitas alergi. Kedua jenis dermatitis ini dapat diperbaiki /
dicegah dengan mengurangi paparan alergen yang dicurigai.
3. Kondisi Pernapasan
Kondisi akut pada saluran pernapasan juga menjadi salah satu penyebab
umum masalah kesehatan anak usia sekolah. Sebagian besar infeksi saluran
pernapasan atas disebabkan karena virus dan dapat sembuh sendiri. Namun
infeksi sekunder seperti otitis media, bronchitis akut, influenza, asma dan

29
pneumonia dapat menyebabkan komplikasi serius. Asma sering dipicu oleh
faktor lingkungan dimana sekolah merupakan lingkungan yang sulit
dikendalikan karena suhu udara, kelembapan, jamur, bau parfum, minyak
rambut dan bahan kimia lainnya yang beragam dari anggota sekolah
(Maurer & Smith, 2013).
4. Masalah Gizi
Faktor makanan berhubungan dengan 4 dari 10 penyebab utama kematian :
penyakit jantung coroner, kanker, stroke, dan diabetes, dislipidemia,
hipertensi sehingga tindakan preventif untuk mengubah perilaku yang
berkaitan dengan makanan di mulai sejak usia sekolah. Masalah gizi yang
dapat dialami anak usia sekolah antara lain :
a. Kegemukan / Obesitas dapat disebabkan oleh :
 Pola hidup : penurunan aktivitas fisik, konsumsi junk food
 Pengaruh budaya : makanan yang manis-manis
 Genetik
Berbagai akibat yang dapat dialami di kemudian hari seperti diabetes,
dislipidemia, HT, osteoarthritis, kerusakan sosial, resiko buliyng, dll.
b. Anoreksi
Sering terjadi pada anak perempuan yang umumnya mengalami disfungsi
keluarga atau bahkan riwayat pelecehan seksual. Anoreksia memiliki
tingkat kematian tertinggi dari semua gangguan psikiatri. Di lingkungan
sekolah, siswa anoreksia dapat diidentifikasi sebagai orang yang
mengalami gangguan terhadap citratubuh tetapi menganggap penampilan
mereka normal, berusaha menyembunyikannya dengan mengenakan
baju-baju yang besar.
c. Bulimia
Makan berlebihan lalu diikuti metode untuk mencegah kenaikan BB
(menggunakan obat pencahar, muntah yang diinduksi, dll)
Anoreksia dan bulimia merupakan gangguan makan yang paling yang
paling sulit diobati pada remaja. Pendekatan yang digunakan harus
multidisiplin dengan dokter, psikiater, perawat sekolah, ahli gizi, anggota

30
keluarga dan teman sebaya. Fokus pada pemulihan nutrisi, resolusi pola
interaksi keluarga yang terganggu, psikoterapi individu untuk memperbaiki
defisit dan distorsi psikologis.
5. Masalah Kesehatan Gigi
Masalah kesehatan gigi yang paling sering terjadi adalah karies. Paparan
yang sering dan konsisten terhadap carbohydrates dalam makanan ringan
dan minuman ringan, permen, makanan yang menempel pada gigi dan
kelalaian dalam menyikat gigi. Pendidikan kesehatan sangat penting
diajarkan saat usia sekolah.
6. Penyalahgunaan Napza
Penyalahgunaan Napza berhubungan erat dengan masalah kesehatan yang
terjadi di sekolah seperti kecelakaan saat berkendara, cedera dan perilaku
kekerasan. Beberapa faktor risiko penggunaan narkoba pada remaja
termasuk kegagalan akademis, kurang aktif dalam kegiatan sekolah dan
harapan orang tua yang rendah terhadap penggunaan alkohol dan/atau
narkoba pada remaja (Maurer & Smith, 2013). Mulyani dkk, 2016 dalam
Sahar, et.al., 2019 mengatakan zat terlarang yang paling umum digunakan
adalah ganja (57%), shabu (23%), ekstasi (15%). Dalam sebuah penelitian
yang dilakukan kolaborasi antara UI dan BNN tahun 2016 ditemukan anak
usia 8 tahun sudah memakai ganja. Usia 10 tahun sudah lebih beragam
penggunaan Napza seperti ganja, heroin, inhalan, morfin. Adapun masalah
kesehatan yang dapat terjadi karena penyalahgunaan Napza antara lain
gangguan ginjal, kanker hati, jantung tekanan darah tinggi, perubahan
fungsi seksual, pembesaran klitoris, mempercepat pubertas.
7. Perilaku Merokok
Menurut data Unicef tahun 2021 jumlah remaja yang menghisap rokok
dengan sebanyak 18,8% usia 13-15 tahun, baik laki-laki maupun perempuan
mengalami peningkatan dimana pada tahun 2014 remaja perempuan
sebanyak 2,5% menjadi 2,9% di tahun 2019, sedangkan pada remaja laki-
laki sebanyak 33,9% menjadi 35,5% (Unicef, 2021). Perilaku merokok pada
remaja umumnya disebabkan oleh : status ekonomi yang rendah, tekanan

31
teman sebaya, perilaku orang tua yang juga perokok, persepsi yang salah
mengenai rokok dan keterlibatan dalam geng (Sahar, et.al., 2019)
8. Penyakit Menular Seksual (PMS)
Faktor lingkungan, ekonomi dan sosial menyebabkan remaja yang aktif
melakukan hubungan seksual mengalami PMS dan kehamilan. Jenis PMS
pada remaja antara lain kutil kelamin, herpes genital, trkomoniasis vagina,
vaginitis lainnya dan radang panggul. Sebagian besar infeksi HPV dapat
sembuh sendiri tanpa gejala klinis tetapi infeksi persisten dengan jenis
onkogenik dapat menyebabkan kanker serviks pada wanita. Sejak tahun
2018 laporan persentase infeksi HIV pada kelompok umur 5-14 tahun
sebesar 1% dan usia 15-19 tahun sebesar 3,3% (Kemenkes RI, 2021).
Dengan adanya infeksi HIV pada usia remaja, mereka menjadi rentan
terhadap infeksi-infeksi oprtunistik termasuk PMS.
9. Kehamilan Remaja
Melahirkan anak selama masa remaja merupakan konsekuensi lain yang
dapat terjadi akibat perilaku seksual beresiko. Kehamilan remaja akan
berpengaruh terhadap tingginya angka putus sekolah, risiko Tindakan aborsi
karena kehamilan tidak diinginkan, risiko kelahiran prematur, berat badan
lahir rendah, perdarahan persalinan yang meningkatkan kematian ibu dan
bayi. Persalinan pada ibu usia 20 tahun berkontribusi tinggi terhadap angka
kematian neonatal, bayi dan balita. SDKI 2012 mencatat bahwa angka
kematian neonatal, post neonatal, bayi dan balita lebih tinggi dibanding ibu
yang berusia 20 – 39 tahun (Pusdatin, 2015)
10. Perilaku Kekerasan
Kekerasan adalah masalah kesehatan masyarakat yang signifikan.
Kekerasan dalam usia sekolah terkait tawuran diantara pelajar, pemukulan
kepada teman, mendorong, menampar dengan sengaja. Kekerasan seksual
juga berpotensi pada usia sekolah dimana remaja laki-laki ataupun
perempuan dipaksa untuk melakukan hubungan seksual dengan
pasangannya. Penganiayaan anak secara fisik, psikologis, penelantaran dan
pelehan seksual juga merupakan bentuk lain dari kekerasan. CDC, 2010

32
mencatat prevalensi bullying lebih tinggi pada perempuan sebesar 21,2%
dibandingkan laki-laki 18,7%. Data di Indonesia menurut Unicef, 2021
prevalensi perundungan mengalami penurunan pada remaja laki-laki usia
13-15 55,3% di tahun 2007 menjadi 23,7% ditahun 2015. Sedangkan pada
remaja perempuan di tahun 2007 sebesar 44,7% menjadi 19% di tahun 2015
(Unicef, 2021).
11. Gangguan Kesehatan Mental
Gangguan kesehatan mental yang paling sering pada usia sekolah antara lain
gangguan mood, depresi, kecemasan, attention deficit / hyperactivity
disorder (ADHD), gangguan makan, penyalahgunaan zat, kekerasan fisik
dan seksual, agresif/perilaku menyakiti diri sendiri, dan konflik orientasi
seksual dan perilaku seksual. Faktor risiko bunuh diri meliputi gangguan
mental, gangguan depresi dan penyalahgunaan zat, perselisihan keluarga,
pertengkaran dengan pacar, masalah sekolah, putus asa (Maurer & Smith,
2013). Unicef mencatat penyebab tertinggi DALYs (Disability-Adjusted
Life Years) pada usia 10-19 tahun di Indonesia tahun 2016 adalah gangguan
perilaku pada anak dan gangguan kecemasan. Masing-masing berada
diurutan ke 3 dan 5. Dari kedua gangguan tersebut yang serius
mempertimbangkan percobaan bunuh diri usia 13-15 tahun mengalami
peningkatan dari tahun 2007 ke tahun 2015. Pada remaja laki-laki dari 3,2%
menjadi 4,0%, sedangkan pada remaja perempuan dari 4,8% menjadi 6,2%
(Unicef, 2021).
2.9 Diagnosa dan Intervensi pada Usia Sekolah
Diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada Usia Sekolah menurut NANDA
(Herdman et al., 2021) :
Domain 1 : Promosi Kesehatan
1. Kesiapan meningkatkan literasi kesehatan (00262)
2. Gaya hidup kurang gerak (00168)
3. Perilaku kesehatan cenderung beresiko (00188)
Domain 2 : Nutrisi
1. Ketidakefektian dinamika makan remaja (00269)

33
2. Ketidakefektifan dinamika makan anak (00270)
3. Obesitas (00232)
Domain 3 : Eliminasi dan pertukaran
1. Diare (00013)
Domain 4 : Aktivitas / istirahat
1. Insomnia (00095)
2. Kesiapan meningkatkan perawatan diri (00182)
Domain 5 : Persepsi/kognisi
1. Kontrol emosi labil (00251)
Domain 6 : Persepsi diri
1. Keputusasaan (00124)
Domain 7 : Hubungan peran
1. Disfungsi proses keluarga
Domain 8 : Seksualitas
1. Resiko ketidakefektifan proses kehamilan – melahirkan (00227)
Domain 9 : Koping/toleransi stres
1. Ansietas (00146)
2. Pelemahan koping keluarga (00074)
3. Risiko sindrom putus zat (00259)
Domain 11 : Kemanan / perlindungan
1. Risiko infeksi (00004)
2. Kerusakan gigi (00048)
3. Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (00138)
4. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (00140)
5. Resiko perilaku bunuh diri (00289)

Intervensi Keperawatan yang dapat dilakukan pada anak usia sekolah :


1. Preventif Primer
Pencegahan primer terjadi ketika perawat berfokus pada pencegahan
masalah-masalah kesehatan yang umum terjadi pada anak usia sekolah,
seperti :

34
a. Pendidikan kesehatan seperti PHBS ( CTPS, cara menggosok gigi yang
benar, edukasi personal hygiene), pendidikan seks, pendidikan jasmani,
program pendidikan gizi
b. Melakukan analisis epidemiologi masalah-masalah kesehaatan pada usia
sekolah
c. Program kesehatan seperti imunisasi, pemenuhan nutrisi, pemberian obat
cacing 6 bulan sekali, dll
d. Evaluasi program
e. Memberikan bimbingan dan dukungan
f. Menyiapkan standar untuk kesehatan dan keselamatan
g. Pengendalian penyakit menular
h. Mengembangkan keterampilan belajar kesehatan
i. Memfasilitasi pemanfaatan layanan dan sumber daya untuk pencegahan
j. Melakukan advokasi lintas sektor dan lintas program untuk mendukung
kegiatan pencegahan masalah-masalah kesehatan usia sekolah
2. Preventif Sekunder
Pencegahan sekunder melibatkan penemuan kasus untuk diagnose lebih
dini, mendukung / memfasilitasi intervensi untuk pemecahan masalah dan
pencegahan komplikasi dan membatasi kecacatan
a. Wawancara Kesehatan
b. Pengkajian fisik seperti pemeriksaan berkala untuk fungsi penglihatan,
fungsi pendengaran, Pemeriksaan personal hygiene, pemeriksaan tekanan
darah, pemeriksaan Hb, pemeriksaan cacing
c. Skrining, contoh melakukan skrining posisi tubuh (inspeksi visual dari
belakang)
d. Observasi
e. Latihan-latihan fisik
f. Pertolongan pertama, pelayanan emergensi
g. Komunikasi
h. Konseling
i. Melakukan follow up

35
j. Modifikasi lingkungan, pelayanan dan program
k. Mendefenisikan dan mengkomunikasikan manajemen perencanaan,
3. Preventif Tersier
Pencegahan tersier merupakan layanan rehabilitatif untuk anak usia sekolah
dan membantu adaptasi yang maksimal bagi anak usia sekolah. Contoh
intervensi keperawatan pada pencegahan tersier seperti membantu anak /
remaja dalam rehabititasi pasca penggunaan narkoba termasuk membuat
rujukan yang sesuai ke jasa rehabilitasi untuk membantu diri remaja pulih
setelah melewati perawatan.

2.10 Peran Perawat Generalis dan Spesialis pada Pelayanan Keperawatan di Usia
Sekolah
2.10.1 Perawat Generalis Kesehatan Sekolah
Perawat sekolah merupakan praktik khusus keperawatan professional yang
membantu meningkatkan kesejahteraan, keberhasilan akademik, prestasi dan kesehatan
siswa. Untuk itu, perawat sekolah perlu memfasilitasi respon siswa dalam
perkembangan normalnya, meningkatkan kesehatan dan keselamatan, termasuk
lingkungan yang sehat, pemberian asuhan keperawatan pada masalah kesehatan aktual
dan potensial, menyediakan layanan manajemen kasus, dan secara aktif berkolaborasi
dengan pihak lain untuk membangun siswa dan kapasitas keluarga untuk adaptasi,
manajemen diri, advokasi diri, dan belajar.
Pedoman Perawat Sekolah Menurut NASN (2013) dalam A.Nies & McEwen
(2015):
1. Benar diterima, disimpan dan diberi label perhitungan lebih dan resep obat
2. Persetujuan orang tua untuk perawat berkomunikasi dengan penyedia
perawatan primer
3. Pemberian obat tanpa melanggar ketetapan perintah, kebijakan sekolah dan
standar praktik keperawatan
4. Pemeliharaan kerahasiaan siswa
5. Pengawasan personil tanpa izin

36
Ada Beberapa Peran Perawat Sekolah menurut Loschiavo (2015) yaitu
sebagai berikut:
1. Manager pelayanan Kesehatan dalam Program Kesehatan sekolah:
berpartisipasi dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program
Kesehatan sekolah
2. Penyedia layanan kesehatan: untuk memberikan layanan kesehatan yang
diperlukan kepada sistem klien menggunakan proses sistematis untuk
menilai kebutuhan, merencanakan intervensi, dan mengevaluasi hasil
sehingga kesejahteraan tingkat tinggi dapat dicapai
3. Advokasi untuk hak kesehatan anak-anak: bertindak sebagai advokat untuk
hak-hak kesehatan anak-anak dan keluarga mereka dalam lingkup sekolah
dan antara sekolah dan masyarakat.
4. Penasihat untuk masalah kesehatan anak-anak, keluarga, dan staf: untuk
menyediakan konseling dan bimbingan kesehatan bagi sistem klien secara
individu atau dalam situasi kelompok.
5. Pendidik untuk masalah kesehatan di sekolah/masyarakat: untuk berperan
serta dalam kegiatan program pendidikan kesehatan bagi anak-anak, remaja,
personel sekolah, dan masyarakat.
6. Perawat sekolah memfasilitasi perkembangan normal dan respon positif
siswa terhadap intervensi. Perawat sekolah mengembangkan rencana
perawatan siswa berdasarkan proses keperawatan.
7. Perawat sekolah menyediakan kepemimpinan dalam meningkatkan
kesehatan dan keselamatan, termasuk lingkungan yang sehat. Perawat
sekolah adalah seorang pemimpin dalam pengembangan rencana keamanan
sekolah untuk mengatasi penindasan, kekerasan di sekolah, dan semua
keadaan darurat yang mungkin terjadi di sekolah.
8. Perawat di sekolah menyediakan perawatan kesehatan yang bermutu dan
keikutsertaan dalam menghadapi problem kesehatan actual dan potensial.
Siswa sering kali memiliki beberapa kebutuhan yang hendaknya diperiksa
agar siswa tersebut berhasil

37
9. Perawat sekolah menggunakan penilaian klinis dalam menyediakan layanan
manajemen kasus.
10. Perawat sekolah mengembangkan rencana kesehatan individu untuk
mengarahkan pelayanan keperawatan pada siswa serta rencana perawatan
darurat untuk membimbing personel yang tidak memiliki lisensi dalam
keadaan darurat yang berhubungan dengan kesehatan.
11. Perawat sekolah secara aktif bekerja sama dengan orang lain untuk
membangun kapasitas siswa dan keluarga untuk adaptasi, manajemen diri,
advokasi diri, dan belajar

38
Praktik Standar (General) Perawat Generalis Kesehatan Sekolah (UNESCO, 2010):
JUDUL BAHASA STANDAR
STANDAR
Pengkajian Perawat sekolah mengumpulkan data yang relevant secara komprehensif untuk digunakan dalam
pelayanan Kesehatan atau situasi tertentu
Diagnosis Perawat sekolah menganalisa data pengkajian untuk menentukan diagnosis atau permasalahan

Identifikasi outcome Perawat sekolah mengidentifikasi outcome yang diharapkan pada rencana individu untuk digunakan
oleh pelayanan Kesehatan atau situasi tertentu
Planning Perawat sekolah mengembangkan rencana yang memberikan strategi dan alternatif untuk mencapai
outcome yang diharapkan
Implementasi Perawat sekolah mengimplementasi rencana yang diidentifikasi
Koordinasi pelayanan Perawat sekolah mengkoordinasikan pemberian pelayanan kesehatan

Pendidikan Kesehatan dan Perawat sekolah menggunakan strategi untuk mempromosikan kesehatan dan lingkungan yang aman,
promosi kesehatan terkhusus mengenai edukasi kesehatan

Konsultasi Perawat sekolah menyediakan konsultasi untuk mempengaruhi rencana yang diidentifikasi,
meningkatkan kemampuan orang lain, dan memberi dampak perubahan

Otoritas prescriptif dan Praktik Perawat pelaksana lanjutan menggunakan otoritas prescriptif, prosedur, penyerahan, perawatan,
perawatan dan terapi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku

Evaluasi Perawat sekolah mengevaluasi perkembangan pencapaian outcome


2.10.2 Perawat Spesialis Kesehatan Sekolah menurut A.Nies & McEwen (2015) :
1. Pendidikan Kesehatan
2. Pelayanan Kesehatan
3. Perawatan Anak Sakit
4. Anak-anak dengan kebutuhan khusus
5. Catatan Siswa
6. Delegasi Tugas
7. Konseling, Psikologis dan Pelayanan Sosial
8. Lingkungan Sekolah Yang Sehat
9. Kekerasan
10. Promosi Kesehatan Untuk Staf Sekolah
Praktik Standar Keperawatan Profesional (UNESCO, 2010)
JUDUL STANDAR BAHASA STANDAR
Etik Berlandaskan etika
Pendidikan Perawat sekolah memperoleh pendidikan dan kompetensi yang merefleksikan praktik keperawatan
terbaru
Evidence-Based Practice and Perawat sekolah mengintegrasikan Evidence-Based Practice dan penelitian terbaru dalam praktik
Research keperawatan
Kualitas Praktik Perawat sekolah berkontribusi pada kualitas praktik keperawatan
komunikasi Perawat sekolah berkomunikasi dengan efektif dalam format yang bervariasi pada area praktek

Kepemimpinan Perawat sekolah mendemonstrasikan kepemimpinan dalam setting praktik professional dan profesi

Kolaborasi Perawat sekolah berkolaborasi dengan pengguna layanan Kesehatan, keluarga, staff sekolah, dan orang
lain yang terlibat dalam praktik keperawatan
Evaluasi Praktek profesional Perawat sekolah mengevaluasi praktik keperawatannya sendiri dalam kaitannya dengan standar dan
pedoman praktik profesional, undang-undang, aturan, dan regulasi yang relevan.
Penggunaan sumber daya Perawat sekolah menggunakan sumber daya yang tepat untuk merencanakan dan memberikan
pelayanan keperawatan yang aman, efektif, dan bertanggung jawab secara finansial
Lingkungan kesehatan Praktik perawat sekolah dalam menyediakan lingkungan yang aman dan perilaku yang sehat

Program manajemen Perawat sekolah mengatur pelayanan kesehatan sekolah


kesehatan
2.11 Program Pelayanan Keperawatan di Usia Sekolah di Dalam Negeri dan di
Luar Negeri
2.11.1 Program Internasional Kesehatan Sekolah
Untuk mendapatkan penghargaan pengakuan secara nasional program sekolah
sehat, sekolah harus memenuhi persyaratan jumlah kriteria berikut:
1. Kebijakan/Sistem
2. Program Makanan Sekolah
3. Makanan & Minuman Kompetitif
4. Pendidikan kesehatan
5. Aktivitas fisik
6. Kesehatan Karyawan Sekolah
7. Pendidikan Jasmani
8. Program Sebelum dan Setelah Sekolah
Program sekolah sehat merekomendasikan agar sekolah menggunakan enam
langkah membangun lingkungan sekolah yang lebih sehat untuk menerapkan kerangka
praktik terbaik (Gobierno de Guatemala, 2010) :
1. Mengadakan Dewan Kesehatan Sekolah
2. Gunakan inventarisasi program sekolah sehat untuk menilai upaya sekolah
anda saat ini
3. Kembangkan rencana aksi berdasarkan apa yang penting dan dapat dicapai
di komunitas sekolah Anda
4. Identifikasi sumber daya yang dapat memfasilitasi implementasi rencana
aksi
5. Ambil tindakan
6. Pantau kemajuan
Dalam program kesehatan sekolah yang terkoordinasi, perawat dapat memimpin
atau memainkan peran pendukung dalam delapan komponen. Program Kesehatan
Sekolah membutuhkan tim kesehatan sekolah yang kooperatif dan kolaboratif upaya.
Peran perawat terutama sebagai manajer program pelayanan kesehatan. Daftar ini
menunjukkan beberapa dari aktivitas keperawatan yang mungkin termasuk dalam setiap
area (Education & Services, 2014):

42
1. Layanan Kesehatan Sekolah
a. Menilai, merencanakan, dan mengimplementasikan sekolah yang
terkoordinasi pelayanan kesehatan
b. Membangun dan memelihara sekolah yang komprehensif catatan
kesehatan
c. Menilai status kesehatan dan perkembangan semua siswa
d. Mengidentifikasi siswa dengan masalah kesehatan khusus dan
mengembangkan rencana perawatan kesehatan yang sesuai dengan siswa
dan keluarga
e. Membangun sistem untuk memberikan perawatan untuk penyakit dan
cedera
f. Membangun sistem untuk menyediakan administrasi obat yang aman
g. Memantau program pencegahan dan pengendalian penyakit menular –
menetapkan dan memelihara imunisasi catatan, mematuhi undang-
undang negara bagian, aturan dan peraturan mengenai persyaratan
imunisasi, pengecualian siswa dengan penyakit menular dan pelaporan
penyakit yang ditunjuk, dan berpartisipasi dalam penasehat
h. komite untuk mahasiswa dan staf dengan penyakit menular kronis
i. Menentukan prioritas program penyaringan, melakukan penyaringan,
membuat rujukan dan menyediakan menindaklanjuti
j. Menetapkan program kesehatan gigi, sesuai kebutuhan – pendidikan,
program aplikasi fluoride, dan pemutaran film
k. Menjamin pendidikan in-service untuk staf sekolah mengenai peran
mereka sebagai pelapor yang diamanatkan dalam tersangka pelecehan
dan penelantaran anak
l. Memberikan pendidikan in-service untuk personel sekolah tentang
surveilans masalah kesehatan, menular pengendalian penyakit,
pengendalian infeksi, pelaporan penyalahgunaan dan pengabaian, dll.
2. Pendidikan Kesehatan Sekolah yang Komprehensif
a. Menetapkan file sumber daya tentang topik kesehatan

43
b. Mempromosikan peringatan promosi kesehatan khusus, misalnya Bulan
Kesehatan Gigi
c. Berpartisipasi dalam komite kurikulum kesehatan untuk memberikan
masukan mengenai risiko kesehatan saat ini, jenis masalah kesehatan
siswa
d. Mendukung dan memperkuat tujuan dan sasaran instruksi kesehatan
e. Bertindak sebagai nara sumber bagi guru kelas sebagai penyaji materi
pelajaran yang berhubungan dengan kesehatan.
3. Lingkungan Sekolah yang Sehat
a. Memantau lingkungan sekolah untuk mengidentifikasi bahaya, dan
bekerja untuk memperbaiki masalah
b. Menetapkan/memantau sistem pelaporan cedera dan memastikan
tindakan diambil pada situasi yang dapat dicegah
c. Memantau kebutuhan emosional siswa dan staf
d. Mengembangkan dan mengimplementasikan rencana intervensi krisis
e. Pastikan kebutuhan darurat potensial siswa dengan masalah kesehatan
khusus ditangani
f. Berpartisipasi dalam perencanaan bencana untuk sekolah dan
masyarakat.
4. Pendidikan Jasmani
a. Mendukung upaya untuk meningkatkan aktivitas kardiovaskular selama
kelas PE
b. Berkontribusi informasi untuk merancang program PE adaptif untuk
siswa dengan masalah kesehatan khusus
c. Memberikan informasi mengenai aktivitas fisik dan kondisi penyakit
kronis
d. Berkolaborasi dengan pendidik jasmani untuk memenuhi tujuan program
PE.
5. Layanan Gizi Sekolah
a. Mendorong program sarapan pagi di sekolah

44
b. Memantau menu layanan makanan sekolah untuk kepatuhan terhadap
Pedoman Diet saat ini
c. Mendorong kehadiran makanan bergizi di mesin penjual otomatis
d. Mencegah penggunaan makanan yang tidak bergizi untuk hadiah,
kegiatan penggalangan dana
e. Membantu program pendidikan untuk staf layanan makanan sekolah
f. Membantu memantau area penyiapan makanan dalam hal sanitasi
6. Konseling Sekolah, Layanan Psikologis dan Sosial
a. Berkolaborasi dengan staf konseling untuk mengidentifikasi siswa
dengan risiko kesehatan emosional aktual atau potensial
b. Berpartisipasi dalam tim interdisipliner untuk memberikan masukan
terkait siswa yang berhubungan dengan kesehatan masalah dan
mengambil kepemimpinan untuk intervensi ketika masalah utama terkait
kesehatan
c. Pantau ketidakhadiran untuk kemungkinan faktor kesehatan.
7. Promosi Kesehatan di Lokasi Sekolah untuk Staf
a. Memelihara catatan kesehatan karyawan dan mengidentifikasi situasi
darurat yang potensial
b. Menawarkan pendidikan kesehatan/kegiatan promosi kesehatan
berdasarkan informasi penilaian risiko kesehatan
c. Memberikan pemantauan kondisi penyakit kronis atas permintaan staf
d. Menawarkan klinik imunisasi sesuai kebutuhan.
8. Keterlibatan Keluarga dan Masyarakat di Sekolah
a. Mengambil kepemimpinan dalam mengembangkan/memobilisasi
kelompok penasihat kesehatan sekolah berbasis masyarakat
b. Jaringan dengan lembaga masyarakat untuk mengidentifikasi kebutuhan
kesehatan fisik dan mental anak-anak dan keluarga dan berkolaborasi
untuk mengembangkan program untuk memenuhi kebutuhan
c. Berpartisipasi dalam kelompok penasihat berbasis masyarakat yang
menangani masalah anak-anak dan remaja.

45
Tim Kesehatan Sekolah adalah sekelompok orang di dalam sekolah yang bekerja
sama untuk memelihara dan memajukan kesehatan semua orang yang bekerja dan
belajar di sekolah. Jika tim seperti itu tidak ada, pengenalan intervensi aktivitas fisik
dapat menjadi peluang untuk membentuknya. Tergantung pada sumber daya dan staf
yang tersedia di setiap sekolah, tim kesehatan sekolah dapat terdiri dari seorang guru
pendidikan jasmani, guru lain yang berkepentingan, kepala sekolah, staf manajemen,
perawat sekolah dan perwakilan dari orang tua, anggota masyarakat, anak-anak dan
remaja. Idealnya, tim mengoordinasikan dan memantau kesehatan kebijakan dan
kegiatan promosi, seperti mencegah penggunaan tembakau, alkohol dan obat-obatan,
mempromosikan fisik aktivitas, nutrisi sehat, perlindungan matahari, dll. Tim itu sendiri
atau sub-komite dapat membantu merencanakan langkah-langkah untuk promosi
aktivitas fisik di sekolah (WHO, 2007).
2.11.2 Program Nasional Kesehatan Sekolah
Di Indonesia Kesehatan Sekolah, memiliki kebijakan kesehatan dengan program
UKS (Upaya Kesehatan Sekolah), berikut kebijakan terkait UKS :
1. Kementerian Kesehatan RI
a. UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan
b. PP No 2 tahun 2018 tentang SPM
c. PB 4 menteri tentang pembinaan dan pengembangan UKS/M
d. PMK No 39 tahun 2016 tentang penyelenggaraan program Indonesia
sehat dengan pendekatan keluarga
e. PMK No 26 tahun 2019 tentang petunjuk teknis SPM bidang kesehatan
f. PMK No 2 tahun 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dana
alokasi khusus fisik bidang kesehatan
g. PMK No 3 tahun 2019 tentang petunjuk teknis penggunaan dana alokasi
khusus non fisik bidang kesehatan
2. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
a. PMK No 12 tahun 2017 tentang penyelenggaraan imunisasi
b. PMK No 71 tahun 2015 tentang penanggulangan penyakit tidak menular
3. Kesehatan Lingkungan

46
a. Kepmenkes No 1429 tentang penyelenggaraan kesehatan lingkungan
sekolah
b. Kepmenkes No 942/2003 tentang persyaratan hygiene sanitasi makanan
jajanan
c. Kepmenkes No 1096/2011 tentang hygiene sanitasi jasaboga
d. PMK KLB No 2/2013 tentang KLB keracunan pangan
4. Kesehatan Keluarga
a. PP No 61 tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi
b. Permenko PMK No 1 tahun 2018 tentang rencana aksi nasional
kesehatan usia sekolah dan remaja
c. PMK No 25 tahun 2014 tentang upaya kesehatan anak
5. Gizi Masyarakat
a. Perpres No 83 tahun 2017 tentang kebijakan strategis pangan dan gizi
b. Perpres No 42 tahun 2013 tentang percepatan perbaikan gizi
c. PMK No 41 tahun 2014 tentang pedoman gizi seimbang
d. SE Dirjen Kesmas HK 03.03/V/0595/2016 tentang pemberian TTD pada
remaja putri dan WUS
6. Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat
a. Inpers No 1 tahun 2017 tentang gerakan masyarakat hidup sehat
b. PMK 2269 tahun 2011 tentang pedoman perilaku hidup bersih dan sehat
c. PMK 74 tahun 2015 tentang peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit
Adapun strategi yang digunakan dalam kesehatan sekolah adalah sebagai berikut:
1. Deteksi dini penyakit anak
2. Pemberian mikronutrien terarah
3. Promosi makanan sehat disekolah
4. Pencegahan dan manajemen obesitas
5. Kantin sehat dan bergizi
6. Peningkatan kebugaran anak
7. Toga dan tanaman obat disekolah
8. Promosi kesehatan disekolah

47
9. Pendidikan keterampilan hidup sehat
10. Kesehatan reproduksi remaja
11. Pencegahan penyalahgunaan NAPZA
12. Pencegahan Penyakit
13. Manajemen kecacingan
14. Manajemen sanitasi sekolah
15. Peningkatan akses dan prakte wash

48
BAB III

3.1. Paparan Kasus pada Agregat Usia Anak Sekolah dengan Perilaku
Kekerasan dan Penggunaan Obat Terlarang
Seorang anak laki-laki berusia 15 tahun, di beri hukuman pihak sekolah karena
didapati memukul temannya di sekolah. Guru sekolah menyatakan kecurigaan akan
perubahan fisik dan sosial anak tersebut dari yang sebelumnya anak tampak bersih dan
ceria, namun sekarang berubah. Guru mencurigai anak tersebut mengkonsumsi barang
terlarang, sekolah berada di dekat pasar dan sering didapatkan kasus narkoba di daerah
tersebut. Saat dilakukan pengkajian awal, pada murid tersebut di dapatkan bahwa orang
tuanya baru 2 bulan lalu bercerai, dan dia menjadi sering pergi dengan kenalannya dari
kelas lain di satu sekolah, yang memang sering berkumpul dengan kelompok yang ada
di dekat pasar tersebut. Anak tersebut awalnya hanya mencoba-coba dan ditawari
seperti bentuk rokok, dia merasa stresnya sedikit terlupakan saat setelah merokok dari
tempat tersebut.
3.2. Identifikasi Masalah
Permasalahan pada usia remaja di sekolah muncul berbagai hal, baik remaja
sebagai individu maupun bagian dari sekolah, diperlukan penanganan yang
komperhensif, baik sebagai individunya, maupun sebagai bagian dari keluarga ataupun
sekolah, kelompok dan komunitasnya. Pada ilustrasi kasus diatas akan diuraikan
identifikasi dari dua sudut pandang, identifikasi masalah dari remaja sebagai individu
dan bagaimana sekolah membuat program perencanaan agar, dapat mengatasi masalah-
masalah kesehatan dengan latar belakang ilustrasi.
Ilustrasi kasus diatas didapatkan identifikasi masalah dari remaja sebagai individu,
sebagai berikut :
1. Usia 15 tahun termasuk pada kelompok usia remaja
2. Permasalahan perilaku kekerasan pada teman sekolahnya
3. Terdapat perubahan fisik dan sosial : Tampak bersih dan ceria menjadi
berubah

49
4. Orang tuanya baru bercerai 2 bulan yang lalu
5. Mempunyai kelompok teman yang baru dari kelas lain yang sering
berkumpul di dekat pasar dimana didapatkan kasus narkoba
6. Remaja tersebut, awalnya hanya mencoba-coba dan ditawari seperti bentuk
rokok, dia merasa stresnya sedikit terlupakan saat setelah merokok dari
tempat tersebut.
Sedangkan dari sudut pandang identifikasi masalah di lingkungan sebaya di
sekolah, pada ilustrasi kasus menurut SDERA (2010) perlunya dilakukan pengkajian
yang komprehensif pada siswa di sekolah jika terdapat masalah pada siswa disekolah
tersebut. Dikarenakan teman sebaya memiliki pengaruh yang sangat besar pada
pergaulan siswa untuk mencegah terjadinya masalah yang lainnya terkait
penyalahgunaan narkoba perlunya diidentifikasi layanan Kesehatan sekolah dengan
pendekatan komprehensif sehingga dapat dilakukan intervensi yang sesuai dengan
kondsi sekolah.
3.3. Pengkajian Masalah
3.3.1. Pengkajian Individu Remaja
1. Pengkajian Fisik : Pengkajian tanda-tanda vital, berat badan dan tinggi
badan (status nutrisi), kondisi kesehatan fisik yang tampak secara umum,
kebugaran fisik, status imunisasi, kebiasaan/gaya hidup yang beresiko
seperti merokok, perubahan pola tidur dan pola aktifitas, riwayat penyakit
keluarga dan sekarang, kebiasaan pola makan, asuransi kesehatan yang
dimiliki
Setelah dilakukan pengkajian di dapatkan :
a. Tanda-tanda vital (TD: 130/85 mmHg, S: 36,1 °C, RR : 18x/m)
b. Status Nutrisi (BB : 45 kg, TB : 165 cm, terdapat penurunan berat badan
dari 3 bulan lalu sebanyak 6 kg)
c. Kondisi secara umum tampak lusuh, baju yang digunakan tidak rapi,
kuku panjang, kebersihan kurang, sebelumnya tampak bersih.
d. Status Imunisasi : Lengkap
e. Kebiasaan/ Gaya Hidup : Merokok dari usia 11 tahun, beberapa bulan
terakhir mencoba jenis rokok baru yang didapat dari kelompok teman

50
barunya di pasar, selain rokok tersebut masih merokok jenis biasa kurang
lebih 3 batang sehari. Kesulitan tidur, paling cepat tidur tengah malam
atau dini hari.
f. Riwayat penyakit keluarga : Ayah hipertensi dan perokok
g. Riwayat penyakit saat ini : Tidak ada, kesehatan reproduksi normal, tidak
pernah seks bebas.
h. Pola Makan : Jarang sarapan, makan 2 kali siang dan malam, jarang
makan sayur.
i. Asuransi kesehatan yang dimiliki : BPJS
2. Pengkajian Kemampuan Kognitif : Melakukan pengkajian dengan kuisoner
intelegensia yang terdiri pemeriksaan modalitas belajar dan dominasi otak
pada buku raport kesehatan tingkat SMP/SMA
Setelah dilakukan pengkajian di dapatkan :
a. Modalitas Belajar : Dominan tipe belajar visual dan auditorik sehingga
lebih optimal belajar dengan proses tersebut, sedangkan untuk kinestetik
belum optimal.
b. Dominasi otak kanan : Sehingga proses belajarnya acak, dan kurang
menyukai aturan.
3. Pengkajian Kemampuan Mengelola Emosi : Pengkajian menggunakan
kuisoner SDQ sesuai dengan umur di raport kesehatan di tingkat
SMP/SMA, pengkajian hambatan komunikasi, tingkat emosional/stress,
respon serta kopingnya, spiritual, dukungan keluarga dan sosialnya,
Setelah dilakukan pengkajian di dapatkan :
a. Skor SDQ : Skor masalah emosi, skor perilaku, skor masalah teman
sebaya dan skor prososial pada rentang abnormal, skor hiperaktivitas
pada rentang normal dimana hal tersebut menunjukkan perlunya rujukan
lebih lanjut ke fasilitas kesehatan wilayah agar mendapatkan penanganan
lebih lanjut, dilakukan konseling lanjutan dan dilakukan pemeriksaan
SDQ ulang setelah 3 bulan

51
b. Hambatan komunikasi : Anak tersebut, tidak banyak memiliki teman
benar-benar dekat, hanya sekedar teman berkumpul dan bersenang-
senang saja, jarang melakukan komunikasi dengan keluarga.
c. Stres dan koping : Jika ada stress, memilih diam dan mencari pengalihan
yang lain.
d. Spiritual : Jarang beribadah
e. Dukungan keluarga dan sosial : Jarang mengkomunikasikan banyak hal
dengan keluarga maupun kelompok sosialnya.
3.3.2. Pengkajian berdasarkan Nader
1. Pendidikan Kesehatan
Pada Pendidikan Kesehatan perlu diidentifikasi jenis Pendidikan Kesehatan
apa saja yang diberikan oleh sekolah kepada siswa dan siapa yang
memberikan Pendidikan Kesehatan. Contoh Pendidikan Kesehatan seperti
pada pendidikan kesehatan anak sekolah seperti pencegahan kecelakaan,
pencegahan penyalahgunaan alcohol dan narkoba, pencegahan HIV, nutrisi
dan perlaku diet yang sehat, aktivitas fisik dan kebugaran, pencegahan
kehamilan, pencegahan Infeksi Menular Seksual, bunuh diri dan
pencegahan merokok. Setelah dilakukan pengkajian Pendidikan
kesehatanyang sering diberikan adalah seperti bahaya merokok, Kesehatan
gigi dan bahaya seks bebas. Belum adanya Pendidikan Kesehatan terkait
narkoba
2. Pendidikan Jasmani
Pada Pendidikan Jasmani perlu diidentifikasi jenis aktivitas fisik yang
diajarkan disekolah dan berapa lama waktu pembelajaran terkait aktivitas
fisik, bagaiaman aktivitas fisik siswa disekolah. Setelah dilakukan
pengkajian aktivitas fisik sudah masuk dalam pembelajaran Pendidikan
jasmani dengan jam pelajaran sesuai kurikulum
3. Pelayanan Kesehatan Jiwa dan Sosial
Pada pelayanan kesehatqan jiwa dan sosial perlu diidentifikasi adanya
pelayanan yang dilakukan oleh perawat disekolah seperti layanan perawatan
skrining, diagnosis, pengobatan dan gawat darurat serta layanan Kesehatan

52
mental, bagaimana koordinasi sekolah dan fasilitas Kesehatan terkait
rujukan serta promosi Kesehatan. Setelah dilakukan pengkajian sudah
terdapat layanan terkait keluhan fisik namun belum ada layanan Kesehatan
jiwa
4. Pelayanan Gizi
Pada pelayanan gizi perlu diidentifikasi bagaimana Kesehatan kantin
sekolah, Bagaimana pengaturan gizi pada siswa disekolah, apakah ada
layanan terkait gizi disekolah, apakah terdapat masalah Kesehatan terkait
gizi seperti obesitas anemia defisiensi besi, karies gigi dan gangguan makan
5. Layanan konseling, Psikologis dan Sosial
Pada layanan konseling, psikologis dan sosial perlu diidentifikasi apakah
tersedia layanan konselingm psikologis dan sosial disekolah, bagaiaman
pemanfaatan layanan tersebut, bagaimana program dari layanan tersebut dan
apa masalah gangguan Kesehatan mental yang terjadi pada siswa seperti
gangguan mood dan kecemasan. Setelah dilakukan pengkajian didapatkan
data bahwa terdapat 3 orang siswa yang memiliki kasus yang sama.
Layanan konseling belum maksimal dikarenakan siswa yang datang hanya
konseling terkait Pendidikan disekolah saja. Berdasarkan data terdapat
beberapa siswa yang sering nakal disekolah memiliki massalah keluarga
dirumah seperti kekurangan ekonomi dan paling banyak adalah berasal dari
keluarga broken home
6. Lingkungan yang sehat dan aman
Pada lingkungan perlu diidentifikasi lingkungan berdasarkan aspek fisik
seperti kebisingan, sanitasi, suhu, pencahayaan diruang kelas, tersedianya
lingkungan hijau di sekolah, kondisi bangunan, saranan dan prasarana
sekolah. Lingkungan pada aspek psikososial adalah keamaan fisik dan
psikologi apakah terdapat staff yang merokok, pembakaran sampah dengan
asap menggunung, polusi udara dari sekitar lingkungan sekolah dan
kekerasan atau bullying yang terjadi di sekolah. Setelah dilakukan
pengkajian lingungan sekolah sehat dan sesuai dengan aturan.
7. Keterlibatan keluarga dan masyarakat

53
Pada keterlibatan keluarga dan masyarakat perlu diidentifikasi apakah ada
kontribusi keluarga dalam pengambilan keputusan disekolah, apaah ada
jadwal rutin untuk pertemuan orangtua/ wali siswa dengan sekolah,
bagaimana peran organisasi diluar sekolah, apakah ada Kerjasama antara
organisasi diluar sekolah dengan lingkungan sekolah. Setelah dilakukan
pengkajian sudah terdapat kontribusi orang tua dalam pengambilan
keputusan disekolah terkait Pendidikan formal namun terkait Pendidikan
narkoba belum atau Pendidikan Kesehatan lainnya belum ada. Belum ada
Kerjasama sekolah dengan organisasi di luar sekolah.
8. Kesehatan staf
Pada Kesehatan staf perlu diidentifikasi apakah terdapat layanan Kesehatan
untuk staf disekolah, layanan Kesehatan apa saja yang tersedia untuk staf
disekolah seperti promosi Kesehatan, bagaimana efektivitas layanan
Kesehatan pada staf, bagaiamana kondisi Kesehatan staf, kaji apakah ada
dukungan sekolah terkait Kesehatan staf dan identifikasi kegiatan promosi
Kesehatan yang dilakukan staf atau diterima staf seperti mengadakan kelas
bahaya merokok dan pertolongan pertama serta resusitasi jantung paru.
Setelah dilakukan pengkajian sudah terdapat layanan Kesehatan untuk staf
sekolah, dan Pendidikan Kesehatan untuk staf sekolah terkait UKS.
3.3.3. Pengkajian berdasarkan SDERA
Pada pengkajian berdasarkan SDERA beberapa yang perlu diidentifikasi yaitu
1. Visi Misi dan tujuan Pendidikan narkoba disekolah
2. Strategi yang dilakukan untuk Pendidikan narkoba di sekolah
3. Mengidentifikasi Lembaga yang dapat berkontribusi untuk mencapai tujuan
sekolah terkait Pendidikan Narkoba
4. Mengidentifikasi berdasarkan 3 variabel dalam SDERA yaitu curriculum,
ethos and environment, parents and community
a. Curiculum
Pada variabel ini dapat kita identifikasi di Sekolah apakah sudah terdapat
pembelajaran Pendidikan narkoba yang sesuai dengan umur dan

54
dimasukan dalam kurikulum. Untuk mengidentifikasi variabel
curriculum pada sekolah. Berikut pertanyaan yang dapat diajukan
 Apakah sekolah dapat memiliki program untuk Pendidikan sekolah
dan apakah itu sesuai usia?
 Apakah sekolah memiliki sumber daya untuk menyediakan
Pendidikan narkoba?
 Apakah sekolah merasa percaya diri untuk memberikan Pendidikan
narkoba?
 Apakah orang tua siswa mengetahuai Pendidikan narkoba yang
diberikan didalam kelas?
 Apakah sekolah mengjar siswa keterampilan yang dibutuhkan untuk
meningkatkan pengetahuan dan menguranig bahaya dari penggunaan
narkoba?
 Apakah kegiatan Pendidikan narkoba yang ada disekolah berpusat
pada siswa?
 Apakah siswa memiliki kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam
Pendidikan narkoba
Berdasarkan hasil pengkajian sekolah belum memiliki program
Pendidikan narkoba baik dari sekolah sendiri maupun Kerjasama dengan
puskesmas, sekolah tidak memiliki sumber daya untuk menyediakan
Pendidikan narkoba.
b. Ethos and Environment
Pada variabel ini dapat kita identifikasi bagaimana pandangan dan
lingkungan disekolah terkait Pendidikan narkoba. Untuk
mengidentifikasi variabel ethos dan environtment pada sekolah. Berikut
pertanyaan yang dapat diajukan
 Apakah sekolah merasa bahwa Pendidikan narkoba itu penting?
 Apakah Pendidikan narkoba masuk dalam rencana pembelajaran
sekolah?

55
 Apakah komunitas dilingkungan dan sekitar sekolah dirasa aman
terkait narkoba?
 Apakah staf sekolah merasa percaya diri untuk bekerja dengan
masalah penggunaan narkoba yang muncu disekolah?
 Apakah sekolah melibatkan seluruh komunitas sekolah dalam
Pendidikan narkoba?
 Apakah Pendidikan narkoba yang ada disekolah merupakan yang
terbaik?
 Apakah layanan Kesehatan sekolah membahas Pendidikan narkoba?
 Apakah sekolah memiliki pedoman terkait Pendidikan narkoba?
 Apakah sekolah memiliki prosedur untuk manajemen jika terjadi
insiden terkait narkoba
 Apakah ada hubungan yang positif antara siswa dan staf disekolah?
Berdasarkan hasil pengkajian sekolah merasa Pendidikan narkoba sangat
penting karena banyaknya kasus narkoba saat ini apalagi disekitar
sekolah namun sampai saat ini memang belum ada Pendidikan narkoba
yang khusus, layanan Kesehatan terkait Pendidikan narkoba dan
intervensi jika ada kasus pun tidak ada.
c. Parents and Community
Pada variabel ini dapat mengidentifikasi bagaiaman peranan orang tua
dan masyarakat dalam Pendidikan narkoba di sekolah. Untuk
mengidentifikasi variabel parents dan community pada sekolah. Berikut
pertanyaan yang dapat diajukan
 Apakah orang tua siswa percaya bahwa Pendidikan narkoba itu
penting?
 Apakah orang tua siswa mengetahui dan terlibat dalam Pendidikan
narkoba disekolah ?
 Apakah ada layanan Kesehatan sekolah terkait Pendidikan narkoba
 Apakah sekolah mengetahui dan melakukan Kerjasama dengan
komunitas diluar sekolah terkait Pendidikan narkoba?

56
 Jika siswa membutuhkan Apakah ada proses penyediaan dukungan
dan rujukan dari luar sekolah?
 Apakah sekolah memberikan tips dan cara agar orang tua dapat
membahas tentang Pendidikan narkoba pada anak dirumah
 Apakah sekolah menyediakan ruang untuk keterlibatan dan partisipasi
orang tua dan masyarakat dalam Pendidikan narkoba?
Berdasarkan hasil pengkajian orangtua siswa ada yang mengatakan
Pendidikan narkoba penting ada juga yang berpendapat bahwa hal
tersebut tidak penting karena anak kecil tidak mungkin terlibat narkoba,
Orang tua tidak tahu bagaiaman berbicara yang tepat terkait narkoba
dengan anak, orang tua takut jika berbicara terkait narkoba anaknya akan
mengetahui dengan jelas dan akan mencoba, orang tua tidak tahu jika ada
atau tidak ada Pendidikan narkoba, layanan rujukan di sekolah bekerja
sama dengan puskesmas terdekat.
3.4. Diagnosa dan Pengukuran Evaluasi
3. Susun diagnosis-evaluasi keperawatan kelompok

57
3.5. Intervensi Level Pencegahan pada Agregat Usia Remaja di Sekolah dengan
Perilaku Kekerasan dan Penggunaan Obat Terlarang
Intervensi level pencegahan dapat dilakukan pada tingkat primer, sekunder dan
tersier sesuai dengan agregat pada masalah yang akan di lakukan pencegahan oleh
perawat di lingkungan sekolah. Dalam makalah ini latar belakang situasi adalah usia
remaja di sekolah dengan perilaku kekerasan dan penggunaan obat terlarang, berikut
ilustrasi level pencegahan berdasarkan Maurer & Smith (2013) :

Pencegahan Tersier
Rehabilitasi Pencegahan Primer
Promosi Kesehatan Perlindungan
dan Edukasi Kesehatan
 Memonitor kesehatan anak  Tetap melakukan  Mengedukasi guru
 Melakukan pendekatan dan koordinasi promosi kesehatan tentang bahaya
dengan anak, keluarga, petugas kebiasaan sehat dan kewaspadaan
fasyakes/dokter pribadinya untuk usia remaja, penyalahgunaan
melakukan follow up aktivitas fisik, dan obat terlarang
 Meningkatkan kewaspadaan untuk bahaya  Memonitor
memonitor kemungkinan komplikasi, penyalahgunaan pengelolaan
atau perburukan situasi terkait kondisi obat terlarang kesehatan
kesehatan fisik maupun emosional emosional
saat ini
 Penilaian Skor SDQ ulang 3 bulan
mendatang
Pencegahan Tersier
Diagnosa awal Penanganan Segera
 Pengkajian fisik dan skrining  Memfasilitasi pemanfaatan layanan
 Konseling pengelolaan emosional dan kesehatan/fasyankes yang dapat diakses
penyalahgunaan obat terlarang anak anak untuk melakukan konseling lebih
tersebut lanjut
 Melakukan kunjungan rumah untuk  Melakukan rujukan lanjut pengelolaan
mengkomunikasikan pengkajian emosional dan penyalahgunaan obat
keluarga lebih lanjut terkait terlarang anak tersebut pada fasyankes.
permasalahan saat ini
Pencegahan Primer
Promosi Kesehatan dan Edukasi Perlindungan Kesehatan
 Edukasi bahaya dan kewaspadaan  Berdiskusi dengan keluarga untuk tidak
penyalahgunaan obat terlarang menggunakan alkohol, merokok di
 Edukasi manajemen pengelolaan depan anak
emosi, stress dan koping pada remaja  Mendorong dukungan keluarga dan
sosial yang bersifat positif pada anak

58
3.6. Peran Perawat Pada Kasus dengan pada Agregat Usia Anak Sekolah dengan
Perilaku Kekerasan dan Penggunaan Obat Terlarang
.

59
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Remaja adalah rentangan kehidupan manusia, yang berlangsung sejak berakhirnya
masa kanak-kanak sampai awal dewasa. Oleh karena itu sering juga disebut masa
peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. kenakalan remaja bukan
hanya merupakan perbuatan anak yang melawan hukum semata akan tetapi juga
termasuk didalamnya perbuatan yang melanggar norma masyarakat Ada beberapa
faktor yang menyebabkan remaja melakukan kenakalan yaitu Faktor Keluarga,
Lingkungan atau tempat tinggal, stress yang berlebihan. pencegahan dapat
dilakukan pada tingkat primer, sekunder dan tersier sesuai dengan agregat pada
masalah yang akan di lakukan pencegahan oleh perawat di lingkungan sekolah.

4.2 Saran
- Apabila remaja berhasil memahami dirinya, peran-perannya, maka dia
akan menemukan jati dirinya, dalam arti dia akan memiliki kepribadian
yang sehat. Sebaliknya, apabila gagal maka dia akan mengalami
kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingungan ini
berdampak kurang baik bagi remaja.
- Orangtua harusnya memberikan perhatian yang lebih dan pendidikan
yang baik pada reamaja, karena orangtua merupakan tempat dimulainya
pendidikan anak mulai dari balita, anak-anak, hingga memasuki masa
remaja. Peran dan perhatian orangtua sangat diperlukan oleh seorang anak.
- Perlu peningkatan kerja sama antar masyarakat dengan aparat untuk
memeberantas peredaran narkoba dan mengurngi kenakalan remaja demi
membangun generasi-generasi yang berkualitas.

60
REFERENSI

A.Nies, M., & McEwen, M. (2015). Community/Public Health Nursing.


Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. (2014). Community & Public Health
Nursing Promoting The Public’s Health. In Wolters Kluwer Health | Lippincott
Williams & Wilkins (Eighth Edi).
BPS.2020.Data Jumlah Remaja dan Kenakalan Remaja.Badan Pusat Statistik:2020
Education, S., & Services, S. (2014). Manual for School Health Programs. June.
Gobierno de Guatemala. (2010). Healthy Schools Program.
Herdman, T. H., Kamitsuru, S., & Lopes, C. T. (2021). Diagnosis Keperawatan
Defenisi dan Klasifikasi 2021-2023 (Edisi 12). EGC.
Kartini, Kartono.2003. Patologi Sosial Kenakalan Remaja.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
Kemenkes RI, D. P. (2021). Laporan Perkembangan HIV AIDS & Penyakit lnfeksi
Menular Seksual (PIMS) Triwulan I Tahun 2021. 4247608(021).
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Petunjuk Teknis Penjaringan Kesehatan dan
Pemeriksaan Berkala di Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kusumawardani, L. H., Mulyono, S., & Fitriyani, P. (2018). Improving diarrheal
preventive behavior sociodramatic play in school-aged children through
therapeutic Mejora del comportamiento preventivo diarreico a través del juego
sociodramático ABSTRACT : RESUMEN : Enfermería Global; Murcia, Vol.
17(Iss. 3), 519–528. https://doi.org/DOI:10.6018/eglobal.17.3.304701
Hawi,Akmal,2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Palembang: IAIN
Raden Fatah Press,
Maurer, F. A., & Smith, C. M. (2013). Community / Public Health Nursing Practice :
Health for Families and Populations (5th Ed.). Elsevier.
Pender, N. J., Murdaugh, C. L., & Parsons, M. A. (2015). Health Promotion in Nursing
Practice (7th ed.). Pearson Education, Inc.
Pusdatin, K. R. (2015). Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja (p. 8).
Sahar, J., Setiawan, A., & Riasmini, N. M. (2019). Keperawatan Kesehatan Komunitas
dan Keluarga (1st ed.). Elsevier.

61
Sudarsono, Kenakalan Remaja.2012.Jakarta: Rineka Cipta’

SDERA. (2010). Getting It Together A Whole School Approach to Drug Education.


UNESCO. (2010). School Health Programme: A Strategic Approach for Improving
Health and Education in Pakistan. United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization, 1–19.
Unicef, U. (2021). Profil remaja 2021. 917(2016), 1–2.
Wahab, Rohmalina.2015.Psikologi Agama.Jakarta: Rajawali Press.
WHO. (2007). Promoting physical activity in schools : an important element of a health-
promoting school. WHO Information Series on School Health, document 12., 53 p.

62

Anda mungkin juga menyukai