ABORTUS
Disusun Oleh :
Ilham Fajar Islamy 120810027
Pembimbing :
dr. Riza Rivani Machfudz, Sp.FM
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan refrat yang berjudul “Traumatologi”. Referat ini
ditulis untuk menambahkan pengetahuan dan wawasan dan merupakan salah satu
syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran UGJ Cirebon.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dokter pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan
memberikan pengarahan dalam penyusunan referat ini dari awal hingga selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan yang membangun dan
saran demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga Referat ini dapat
berguna bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2.2. Epidemiologi
Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan banyak tidak
dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus spontan kadang-
kadang hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik
tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai terlambat haid.
Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat
mencapai angka 50% bila diperhitungkan mereka yang hamil sangat dini,
terlambat haid beberapa hari, sehingga wanita itu sendiri tidak mengetahui
bahwa ia sudah hamil. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-
tahun. Dengan demikian setiap tahun 500.000-750.000 abortus spontan.
Jatipura dkk memperoleh 31,4% abortus per 100 kehamilan di RSCM selama
1972-1975 2,3
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 15-50% kematian ibu
disebabkan oleh abortus. Didunia angka kematian ibu dan bayi tertinggi
adalah di Asia Tenggara, Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun
diperkirakan sebanyak 2,5 juta kasus pada tahun 2010. laporan awal Survey
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menyebutkan angka kematian
ibu (AKI) adalah 248/1.00.000 kelahiran hidup.9
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) persentase
kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi. Sekitar 15-40% kejadian
abortus diketahui pada saat ibu sudah dinyatakan positif hamil dan 60-70%
kejadian abortus terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu (Lestari
Ningsih, 2010).10
Di perkotaan abortus dilakukan 24-57% oleh dokter,16-28% oleh
bidan/ perawat, 19-25% oleh dukun dan 18-24% dilakukan sendiri.
Sedangkan di pedesaan abortus dilakukan 13-26% oleh dokter, 18-26% oleh
bidan/perawat, 31-47% oleh dukun dan 17-22% dilakukan sendiri. 3
Survei yang dilakukan di beberapa klinik di Jakarta, Medan, Surabaya
dan Denpasar menunjukkan bahwa abortus dilakukan 89% pada wanita yang
sudah menikah, 11% pada wanita yang belum menikah dengan perincian:
45% akan menikah kemudian, 55% belum ada rencana menikah. Sedangkan
golongan umur mereka yang melakukan abortus: 34% berusia antara 30-46
tahun, 51% berusia antara 20-29 tahun dan sisanya 15% berusia di bawah 20
tahun. 3
2.3. Klasifikasi
Secara umum abortus dapat dibagi atas 2 macam, yaitu : 1) Abortus
alami (natural, spontan), merupakan 10-12% dari semua kasus abortus; dan
2) Abortus buatan (provocation), merupakan 80% dari semua kasus abortus.
Selanjutnya dikenal dua bentuk abortus provokatus yaitu: 1) abortus
provokatus terapetikus (legal); dan 2) abortus provokatus kriminalis. 1,2,3
Menurut proses terjadinya abortus dapat dibagi menjadi empat macam tipe,
yaitu : 2
1. Abortus yang terjadi secara spontan atau natural
Hal mana dapat disebabkan karena adanya kelainan dari mudigah atau
fetus maupun adanya penyakit pada ibu. Diperkirakan antara 10-20%
dari kehamilan akan berakhir dengan abortus secara spontan, dan secara
yuridis tidak membawa implikasi apa-apa. Sekitar 1/3 dari fetus yang
dikeluarkan tersebut perkembangannya normal tidak terdapat kelainan.
2. Abortus yang terjadi akibat kecelakaan
Seorang ibu yang sedang hamil bila mengalami rudapaksa, khususnya
rudapaksa di daerah perut, akan dapat mengalami abortus; yang
biasanya disertai dengan perdarahan yang hebat. Kecelakaan yang dapat
terjadi karena si ibu terpukul, shock atau rudapaksa lain pada daerah
perut, hal mana biasanya jarang terjadi kecuali bila si-ibu mendapat luka
yang berat. Abortus yang demikian kadang-kadang mempunyai
implikasi yuridis, perlu penyidikan akan kejadiannya.
3. Abortus provokatus medicinalis atau abortus terapeutik
Yaitu penghentian kehamilan dengan tujuan agar kesehatan si-ibu baik
agar nyawanya dapat diselamatkan. Abortus yang dilakukan atas dasar
pengobatan (indikasi medis), biasanya baru dikerjakan bila kehamilan
mengganggu kesehatan atau membahayakan nyawa si ibu, misalnya bila
si ibu menderita kanker atau penyakit lain yang akan mendatangkan
bahaya maut bila kehamilan tidak dihentikan.
Dengan adanya kemajuan di dalam dunia kedokteran, khususnya
kemajuan pengobatan maka kriteria penyakit yang membahayakan atau
dapat menyebabkan kematian si ibu akan selalu mengalami perubahan,
hal mana tentunya akan memberi pengaruh didalam penyidikan
khususnya perundang-undangan pada umumnya, demikian pula dengan
definisi sehat menurut WHO dimana selain sehat dalam arti
jasmani/fisik juga termasuk sehat dalam arti kata rohani dan keadaan
sosial-ekonomi dari si ibu. Dengan demikian didalam menghadapi kasus
semacam ini penyidik harus memahami permasalahan, bila perlu
penyidik meminta bantuan kepada organisasi proteksi yang
bersangkutan.
4. Abortus provokatus kriminalis atau abortus kriminalis
Yaitu tindakan abortus yang tidak mempunyai alasan medis yang
dapat dipertanggungjawabkan atau tanpa mempunyai arti medis yang
bermakna. Jelas tindakan penguguran kandungan di sini semaa-mata
untuk tujuan yang tidak baik dan melawan hukum. Tindakan abortus
tidak bisa dipertanggungjawabkan secara medis, dan dilakukan hanya
untuk kepentingan si-pelaku, walaupun ada kepentingan juga dari si-ibu
yang malu akan kehamilannya. Kejahatan jenis ini sulit untuk
melacaknya oleh karena kedua belah pihak menginginkan agar abortus
dapat terlaksana dengan baik (crime without victim, walaupun
sebenarnya korbannya ada yaitu bayi yang dikandung).
b. Obat-obatan Abortifasien
Dalam masyarakat penggunaan obat tradisional seperti nenas
muda, jamu peluntur dan lain-lain sudah lama dikenal. Melalui iklan
promosi obat di media elektronik beberapa obat peluntur ditawarkan
secara terselubung, misalnya obat terlambat datang bulan; dilarang
untuk wanita hamil dan lain-lain. Abortivum, obat yang sering dipakai
di masyarakat awam untuk pengguguran dapat dibagi dalam beberapa
golongan: 1,4,5
1. Emmenogogues: obat yang merangsang atau meningkatkan aliran
darah menstruasi (obat peluruh haid) seperti apiol, minyak pala,
oleum rutae.
2. Ecbolics: obat ini membuat kontraksi uterus seperti derivat ergot,
kinina, ekstrak pituitari, estrogen sintetik dan strychnine. Obat-
obatan ini, untuk tujuan abortivum harus dipergunakan dalam
dosis tinggi sehingga dapat menimbulkan bahaya.
3. Obat yang bekerja pada traktus gastrointestinal yang
menyebabkan muntah (emetikum) seperti asam tartar, obat ini
menyebabkan eksitasi uterus untuk berkontraksi dengan adanya
kontraksi paksa dari lambung dan kolon serta juga dapat
menyebabkan hyperemia.
4. Obat yang bekerja melalui traktus digestivus bekerja sebagai
pencahar (purgative) seperti, castor oil, croton oil dan magnesium
sulphate dan lain-lain, menyebabkan peredaran darah di daerah
pelvik meningkat, sehingga mempengaruhi hasil konsepsi.
5. Obat-obat bersifat iritan pada traktus genitourinarius yang
mempengaruhi refleks kontraksi uterus seperti Tansy oil,
turpentine oil, ekstrak cantharidium (dalam dosis besar
menyebabkan inflamasi pada ginjal dan albuminuria), kalium
permanganas (120-300 ml per vaginam) menyebabkan inflamasi
dan perdarahan oleh karena erosi pembuluh darah.
6. Obat-obat iritan yang bersifat racun, seperti (i) iritan inorganic
metalik seperti timah, antimony, arsenik, fosforus, mercuri, (ii)
iritan organic seperti ppepaya, nenas muda, bubuk beras dicampur
lada hitam, akar Plumago rosea dan jus calotropis, (iii) Abortion
pill F-6103 yang dikembangkan di Swedia yang mengandung
diphenyl-ephylene dan juga pil berbahaya lainnya.
2.7. Komplikasi
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 15-50% kematian ibu
disebabkan oleh abortus. Komplikasi abortus berupa perdarahan atau
infeksi dapat menyebabkan kematian. Ada 3 penyebab klasik kematian
ibu yaitu perdarahan, keracunan kehamilan dan infeksi. Angka
Kematian lbu (AKI) di Indonesia masih tinggi. Menurut Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI 1994).
Komplikasi yang dapat terjadi pada si-ibu adalah terjadinya
perdarahan hebat, kejang, infeksi dan kematian. Kematian dapat
berlangsung dengan cepat, hal mana disebabkan oleh karena terjadinya
syok vagal (kematian secara refleks akibat perangsangan pada daerah
rahim dan genitalia pada umumnya), pendarahan hebat dan terjadinya
emboli udara (udara masuk ke dalam pembuluh balik dari luka-luka
pada daerah rahim menuju jantung dan menyumbat pembuluh nadi paru-
paru). Adapun komplikasi-komplikasi tersebut diantaranya
dikelompokkan:4,5
(2) Refleks Vagal: Komplikasi ini hampir selalu terjadi pada tindakan
abortus yang dilakukan tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan
stres, gelisah dan panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang
digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang
terlalu panas atau terlalu dingin yang mengenai serviks dan
segmen uterus bagian bawah. Refleks vagal ini dappat
menyebabkan henti jantung secara tiba-tiba.
Kalau diteliti pasal 346 KUHP ini terdiri dari beberapa unsur.
Unsur-unsur tersebut dapat dibedakan menjadi unsur yang objektif dan
unnsur yang subjektif. Unsur objektifnya meliputi unsur Yang berkaitan
dengn perbuatan yaitu adanya perbuatan berupa menggugrkan atau
mematikan kandungan. Disamping itu, perbuatan tersebut dapat pula
menyuruh orang lain melakukan penggguran atau mematikan
kandungan. Sedangkan unsur subjektifnya berkaitan dengan subjek
hukum yaitu pelaku. Dalam hal ini adalah seorang yang mempunyai niat
atau kehendak yang dikenal dengan pengertian sengaja. 8
Secara terperinci unsur-unsur pasal 346 KUHP ini adalah
sebagai berikut :
- Seorang perempuan
- Dalam keadaan mengandung
- Sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannnya
- Atau menyuruh untuk menggurkan atau mematikan kandungannya.
Seorang wanita itu baru bisa dikatakan menggugurkan
kandungan apabila adanya kesengajaan sebagaimana yang diisyaratkan
oleh pasal 346 KUHP. Sebaliknya apabila tidak ada kesengajaan, maka
hal ini tidaklah bisa dikatakan sebagai perbuatan menggugurkan. Hal ini
lazimnya disebut sebagai keguguran atau istilah medisnya dikenal
dengan abortus spontan. 8
Kalau diteliti unsur-unsur pasal 348 KUHP ini sama dengan unsur-unsur
pasal 347 KUHP, cuma dalam pasal 348 KUHP ini menyebutkan
dengan persetujuan wanita yang hamil tersebut. 8
Unsur-unsur pasal 299 ayat 1 KUHP dapat diperinci sebagai berikut : (i)
dengan sengaja merawat atau mengobati wanita yang hamil, (ii)
menyuruh melakukan atau melakukan sesuatu perbuatan terhadap
wanita yang hamil, (iii) dengan memberitahukan atau menerbitkan
harapan padanya, (iv) untuk mencegah kehamilannya. 8
Adanya pasal 299 KUHP perihal abortus, mempunyai tujuan
agar perbuatan abortus segera dapat dituntut tanpa harus menunggu
sampai terjadinya pengguguran.. 8
Pasal-pasal lain dalam KUHP yaitu seperti:
Pasal 15.
(1) Dalam keadaan darurat, sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan :
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut;
b. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya;
d. pada sarana kesehatan tertentu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana
dimaksudkan dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan
pemerintahan.
(2) Ayat 2:
Butir a
Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan
diambil tindakan medis tertentu, sebab tindakan medis tertentu itu ibu
hamil, dan atau janinnya terancam bahaya mauta
Butir b
Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah
tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya,
yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Sebelum
melakukan tindakan medis tertentu tenaga kesehatan harus terlebih
dahulu meminta pertimbangan ahli yang terdiri dari berbagai bidang
seperti medis, agama, hukum, dan psikologi.
Butir c
Hak utama memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang
bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat
memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya.
Butir d
De3Saranakesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki
tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah
ditujuk oleh pemerintah
(3) Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana dari pasal ini dijabarkan
antara lain mengenai keadaan darurat dalam meyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan, bentuk persetujuan dan sarana kesehatan yang
ditunjuk.
Pasal 80.
Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medik tertentu
terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana dengan paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
BAB III
KESIMPULAN
5. Amir, Amri. Autopsi Pada Bayi Baru Lahir. Dalam : Amir, Amri.
Autopsi Medikolegal Edisi II. Medan : USU Press, 2001. 40-44.
11. Abdul Mun’im Idries. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik (Edisi
Pertama). Jakarta. Binarupa Aksara
12. Mu’im IA. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik (1st ed). Jakarta: Binarupa
Askara, 1997; p. 323-7.