Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

ABORTUS

Disusun Oleh :
Ilham Fajar Islamy 120810027
Pembimbing :
dr. Riza Rivani Machfudz, Sp.FM

KEPANITERAAN KLINIK RSUD WALED


ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan refrat yang berjudul “Traumatologi”. Referat ini
ditulis untuk menambahkan pengetahuan dan wawasan dan merupakan salah satu
syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal di Fakultas Kedokteran UGJ Cirebon.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dokter pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan
memberikan pengarahan dalam penyusunan referat ini dari awal hingga selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan yang membangun dan
saran demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga Referat ini dapat
berguna bagi kita semua.

Cirebon, Maret 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam pengertian medis, abortus adalah gugur kandungan atau
keguguran dimana keguguran itu sendiri berarti berakhirnya kehamilan,
sebelum fetus dapat hidup sendiri di luar kandungan. Batas umur kandungan
yang dapat diterima didalam abortus adalah ada yang mengatakan sebelum 28
minggu dan berat badan fetus yang keluar kurang dari 1000 gram, ada juga
yang mengatakan sebelum 20 minggu dan berat badan fetus kurang dari 500
gram. 1,2,3
Abortus adalah penghentian atau berakhirnya suatu kehamilan pada usia
20 minggu dan berat janin masih kurang dari 500 gr. Abortus merupakan
salah satu masalah kesehatan “Unsafe Abortion“ menimbulkan angka
kesakitan dan kematian ibu yang tinggi. Angka Kematian Ibu (AKI)
merupakan salah satu Indikator keberhasilan layanan kesehatan disuatu
Negara.4,5,6 Pasal 75 pada UU no 36 tahun 2009 Tentang kesehatan, ayat 1
menjelaskan bahwa Setiap orang dilarang melakukan aborsi. Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan indikasi
kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.7,8
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 15-50% kematian ibu
disebabkan oleh abortus. Didunia angka kematian ibu dan bayi tertinggi
adalah di Asia Tenggara, Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun
diperkirakan sebanyak 2,5 juta kasus pada tahun 2010. laporan awal Survey
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menyebutkan angka kematian
ibu (AKI) adalah 248/1.00.000 kelahiran hidup.9
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) persentase
kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi. Sekitar 15-40% kejadian
abortus diketahui pada saat ibu sudah dinyatakan positif hamil dan 60-70%
kejadian abortus terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu (Lestari
Ningsih, 2010).10
Abortus provokatus sendiri terbagi menjadi dua yaitu abortus
provokatus artifisial terapeutik dan abortus provokatus kriminalis. Abortus
provokatus artifisial terapeutik adalah pengguguran kandungan menggunakan
alat-alat medis dengan alasan kehamilan membahayakan dan dapat membawa
maut bagi ibu, misalnya karena ibu mempunyai penyakit berat tertentu.
Abortus terapeutik diizinkan menurut ketentuan profesional seorangdokter
atas indikasi untuk menyelamatkan sang ibu. Jika ditinjau dari aspek hukum
dapat digolongkan ke dalam Abortus buatan legal. Sedangkan abortus
provokatus kriminalis adalah pengguguran kandungan tanpa alasan medis
yang sah dan dilarang hukum karena jika ditinjau dari aspek hukum dapat
digolongkan ke dalam abortus buatan ilegal. Termasuk dalam abortus jenis ini
adalah abortus yang terjadi atas permintaan pihak perempuan, suami,atau
pihak keluarga kepada seorang dokter untuk menggugurkan kandungannya.11
Aborsi dikategorikan sebagai tindak pidana terhadap nyawa, sehingga
kepada pelaku dan orang yang membantu melakukannya dikenai hukuman
yang berat. Menurut Pasal Pasal 229 KUHP: “Barang siapa dengan sengaja
mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan
diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah”.12
Kasus aborsi masih banyak ditemukan di masyarakat, namun yang
diproses di tingkat Pengadilan hanya sedikit sekali, antara lain disebabkan
para penegak hukum masih menemui kesulitan dalam mencari dan
mengumpulkan bukti-bukti di lapangan yang berpengaruh pada upaya
penegakan hukum di Indonesia. Banyak pelaku aborsi di Indonesia yang lolos
dari jeratan hukum karena tidak didukung bukti-bukti yang cukup. Dalam
persidangan perkara pidana, tanpa adanya alat bukti maka hakim tidak akan
dapat mengetahui dan memahami apakah suatu tindak pidana telah terjadi dan
apakah terdakwa yang dihadapkan pada persidangan benar-benar telah
melakukan tindak pidana tersebut dan dapat bertanggung jawab atas peristiwa
itu. Adanya alat bukti mutlak dibutuhkan dan harus ada diajukan di dalam
pemeriksaan persidangan sehingga hakim dapat dengan pasti menemukan
kebenaran materiil.11
Peranan dokter ahli untuk menemukan kebenaran materiil dalam
perkara hukum pidana khususnya memegang peranan penting dan
menentukan. Hal ini didasarkan karena tidak semua ilmu pengetahuan
dikuasai oleh hakim, dalam hal ini seorang dokter mampu dan dapat
membantu mengungkapkan keadaan barang bukti yang dapat berupa tubuh
atau bagian dari tubuh manusia.11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Abortus


Dalam pengertian medis, abortus adalah gugur kandungan atau
keguguran dimana keguguran itu sendiri berarti berakhirnya kehamilan,
sebelum fetus dapat hidup sendiri di luar kandungan. Batas umur kandungan
yang dapat diterima didalam abortus adalah ada yang mengatakan sebelum 28
minggu dan berat badan fetus yang keluar kurang dari 1000 gram, ada juga
yang mengatakan sebelum 20 minggu dan berat badan fetus kurang dari 500
gram. 1,2,3
Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di
luar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi
karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500
gram dapat hidup terus, maka oleh karena itu abortus dianggap sebagai
pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau usia
kehamilan kurang dari 20 minggu. 3
Dalam obstetrik klinik untuk berakhirnya suatu kandungan ada
beberapa sebutan : 2
1. Abortus, lahir dibawah umur 20 minggu (sebelum minggu ke-16),
masih berbentuk embrio (mudigah), berat kurang dari 500 gram.
2. Partus Immaturus, lahir sebelum 28 minggu, berat badan di bawah
1500 gram berbentuk janin (foetus), harapan untuk hidup kecil sekali.
3. Partus Prematurus, lahir sebelum bayi cukup umur dengan berat di
bawah 2500 gram, harapan hidup lebih baik walaupun tanpa perawatan
khusus.
4. Partus Maturus (aterm), cukup umur, 36-40 minggu, berat dari 2500-
3500 gram atau lebih, panjang 15-50 cm.
5. Partus Serotinus, umur lebih dari 40 minggu. Bila lebih dari 42
minggu, kesehatan plasenta kembali menurun dan bayi harus
dikeluarkan, bila tidak bisa mengancam kehidupannya, dengan
memberikan obat pada ibu untuk memicu kontraksi rahim, his.
Secara klinis di bidang medis dikenal istilah-istilah abortus sebagai berikut :2
a) Abortus Imminens, atau keguguran mengancam. Pasien pada umumnya
dirawat untuk menyelamatkan kehamilannya, walaupun tidak selalu
berhasil.
b) Abortus Insipiens, atau keguguran berlangsung atau dalam proses
keguguran dan tidak dapat dicegah lagi
c) Abortus Incompletus, atau keguguran tidak lengkap. Sebagian buah
kehamilan telah dilahirkan tetapi sebagian lagi belum, biasanya ari-ari
masih tertinggal dalam rahim
d) Abortus Completus, atau keguguran lengkap. Apabila seluruh buah
kehamilan telah dilahirkan secara lengkap
e) Missed Abortion, atau keguguran tertunda, ialah keadaan dimana janin
telah mati di dalam rahim sebelum minggu ke-22 kemudian tertahan di
dalam selama 2 bulan atau lebih
f) Abortus Habitualis, atau keguguran berulang, ialah abortus yang telah
berulang dan terjadi tiga kali berturut-turut

Pengertian pengguguran kandungan menurut hukum ialah tindakan


menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran,
tanpa melihat usia kandungannya. Juga tidak dipersoalkan, apakah dengan
pengguguran kehamilan tersebut lahir hidup atau mati (yurisprudensi Hoge
Raad HR 12 April 1898). Yang dianggap penting adalah bahwa sewaktu
penngguguran kehamilan dilakukan, kandugan tersebut masih hidup (HR 1
November1897, HR 12 April 1898). Pengertian penguguran kandungan
menurut hokum tentu saja berbeda dengan pengertian pengertian abortus
menurut kedokteran, yaitu adanya factor kesengajaan dan tidak adanya faktor
usia kehamilan. 1

2.2. Epidemiologi
Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan banyak tidak
dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus spontan kadang-
kadang hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik
tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai terlambat haid.
Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat
mencapai angka 50% bila diperhitungkan mereka yang hamil sangat dini,
terlambat haid beberapa hari, sehingga wanita itu sendiri tidak mengetahui
bahwa ia sudah hamil. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-
tahun. Dengan demikian setiap tahun 500.000-750.000 abortus spontan.
Jatipura dkk memperoleh 31,4% abortus per 100 kehamilan di RSCM selama
1972-1975 2,3
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 15-50% kematian ibu
disebabkan oleh abortus. Didunia angka kematian ibu dan bayi tertinggi
adalah di Asia Tenggara, Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun
diperkirakan sebanyak 2,5 juta kasus pada tahun 2010. laporan awal Survey
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menyebutkan angka kematian
ibu (AKI) adalah 248/1.00.000 kelahiran hidup.9
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) persentase
kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi. Sekitar 15-40% kejadian
abortus diketahui pada saat ibu sudah dinyatakan positif hamil dan 60-70%
kejadian abortus terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu (Lestari
Ningsih, 2010).10
Di perkotaan abortus dilakukan 24-57% oleh dokter,16-28% oleh
bidan/ perawat, 19-25% oleh dukun dan 18-24% dilakukan sendiri.
Sedangkan di pedesaan abortus dilakukan 13-26% oleh dokter, 18-26% oleh
bidan/perawat, 31-47% oleh dukun dan 17-22% dilakukan sendiri. 3
Survei yang dilakukan di beberapa klinik di Jakarta, Medan, Surabaya
dan Denpasar menunjukkan bahwa abortus dilakukan 89% pada wanita yang
sudah menikah, 11% pada wanita yang belum menikah dengan perincian:
45% akan menikah kemudian, 55% belum ada rencana menikah. Sedangkan
golongan umur mereka yang melakukan abortus: 34% berusia antara 30-46
tahun, 51% berusia antara 20-29 tahun dan sisanya 15% berusia di bawah 20
tahun. 3
2.3. Klasifikasi
Secara umum abortus dapat dibagi atas 2 macam, yaitu : 1)  Abortus
alami (natural, spontan), merupakan 10-12% dari semua kasus abortus; dan
2) Abortus buatan (provocation), merupakan 80% dari semua kasus abortus.
Selanjutnya dikenal dua bentuk abortus provokatus yaitu: 1) abortus
provokatus terapetikus (legal); dan 2) abortus provokatus kriminalis. 1,2,3
Menurut proses terjadinya abortus dapat dibagi menjadi empat macam tipe,
yaitu : 2
1. Abortus yang terjadi secara spontan atau natural
Hal mana dapat disebabkan karena adanya kelainan dari mudigah atau
fetus maupun adanya penyakit pada ibu. Diperkirakan antara 10-20%
dari kehamilan akan berakhir dengan abortus secara spontan, dan secara
yuridis tidak membawa implikasi apa-apa. Sekitar 1/3 dari fetus yang
dikeluarkan tersebut perkembangannya normal tidak terdapat kelainan.
2. Abortus yang terjadi akibat kecelakaan
Seorang ibu yang sedang hamil bila mengalami rudapaksa, khususnya
rudapaksa di daerah perut, akan dapat mengalami abortus; yang
biasanya disertai dengan perdarahan yang hebat. Kecelakaan yang dapat
terjadi karena si ibu terpukul, shock atau rudapaksa lain pada daerah
perut, hal mana biasanya jarang terjadi kecuali bila si-ibu mendapat luka
yang berat. Abortus yang demikian kadang-kadang mempunyai
implikasi yuridis, perlu penyidikan akan kejadiannya.
3. Abortus provokatus medicinalis atau abortus terapeutik
Yaitu penghentian kehamilan dengan tujuan agar kesehatan si-ibu baik
agar nyawanya dapat diselamatkan. Abortus yang dilakukan atas dasar
pengobatan (indikasi medis), biasanya baru dikerjakan bila kehamilan
mengganggu kesehatan atau membahayakan nyawa si ibu, misalnya bila
si ibu menderita kanker atau penyakit lain yang akan mendatangkan
bahaya maut bila kehamilan tidak dihentikan.
Dengan adanya kemajuan di dalam dunia kedokteran, khususnya
kemajuan pengobatan maka kriteria penyakit yang membahayakan atau
dapat menyebabkan kematian si ibu akan selalu mengalami perubahan,
hal mana tentunya akan memberi pengaruh didalam penyidikan
khususnya perundang-undangan pada umumnya, demikian pula dengan
definisi sehat menurut WHO dimana selain sehat dalam arti
jasmani/fisik juga termasuk sehat dalam arti kata rohani dan keadaan
sosial-ekonomi dari si ibu. Dengan demikian didalam menghadapi kasus
semacam ini penyidik harus memahami permasalahan, bila perlu
penyidik meminta bantuan kepada organisasi proteksi yang
bersangkutan.
4. Abortus provokatus kriminalis atau abortus kriminalis
Yaitu tindakan abortus yang tidak mempunyai alasan medis yang
dapat dipertanggungjawabkan atau tanpa mempunyai arti medis yang
bermakna. Jelas tindakan penguguran kandungan di sini semaa-mata
untuk tujuan yang tidak baik dan melawan hukum. Tindakan abortus
tidak bisa dipertanggungjawabkan secara medis, dan dilakukan hanya
untuk kepentingan si-pelaku, walaupun ada kepentingan juga dari si-ibu
yang malu akan kehamilannya. Kejahatan jenis ini sulit untuk
melacaknya oleh karena kedua belah pihak menginginkan agar abortus
dapat terlaksana dengan baik (crime without victim, walaupun
sebenarnya korbannya ada yaitu bayi yang dikandung).

2.4. Abortus Provokatus Terapeutik


Indikasi untuk melakukan abortus terapeutik di rumah sakit yang
perlengkapannya moderen adalah lebih terbatas atau lebih sempit dari
rumah sakit daerah atau puskesmas. Dalam melakukan abortus
terapeutik dokter tidak dipidanakan karena alasan pemaaf tersebut
dalam KUHP pasal 48. 2,3
Di luar negeri indikasi dilakukan aborsi terapeutika antara lain: (i)
indikasi obstetri: (a) eklampsia berat, kelainan hipertensi (konvulsi dan
koma), (b) kondisi psikiatri seperti depresi, kecenderungan bunuh diri
dan keadaan skizofrenik, (c) kehamilan yang tidak diinginkan pada
wanita dengan kelainan mental, (ii) kondisi keganasan: karsinoma
serviks yang invasif, karsinoma ovarium dan kanker payudara dengan
metastasis, (iii) kondisi kardiovaskular: penyakit katub jantung, gagal
jantung, penyakit jantung kongenital, fibrilasi atrium dan hipertensi, (iv)
kondisi respiratorik: insufisiensi respiratorik pada penyakit paru seperti
bronkitis kronis dan asma, (v) kondisi saluran pencernaan: ulkus
peptikum, kolitis ulseratif dengan perforasi dan perdarahan, pankreatitis
dan hepatitis akut, (vi) kondisi renal: sindroma nefrotik, (vii) kondisi
endokrin dan metabolik: diabetes mellitus, tumor paratyroid dan
osteomalasia, (viii) kondisi neurologis:tumor spinal dan serebral,
epilepsi rekuren, paraplegia spastik herediter dan myasthenia gravis, (ix)
kondisi psikologis dan emosional: (a) ketika anak tersebut tidak
diinginkan dan merupakan hasil dari incest dan pemerkosaan (b) ketika
pasien menderita neurosis berat dan kecenderungan untuk bunuh diri,
(x) kondisi yang menyebabkan abnormalitas fetal: (a) kondisi infeksi
(Rubella, Mumps), (b) ibu yang terpapar obat-obatan berbahaya
(Thalidomide, androgens dan estrogen), (c) inkompatibilitas rhesus, (d)
Down’s syndrome (Mongolism). 4
Pada trimester pertama metode yang digunakan dapat menggunakan
obat-obatan maupun melalui terapi bedah. Obat-obatan yang digunakan
adalah: (i) prostaglandin, PGE1 dan PGE2 efektif dalam menimbulkan
kontraksi uterus, (ii) Antiprogesteron dengan menghambat reseptor
progesteron, sehingga menghambat efek biologis progesteron pada
uterus, obat yang efektif digunakan seperti Mifepristone (RU-486).
Untuk terapi surgikal dapat dilakukan (i) aspirasi vakum, (ii) Dilatasi
dan Kuretase. 4,5
Pada trimester kedua, metode medis yang digunakan adalah salah satu
atau kombinasi dari instilasi intrauteri dari larutan saline hipertonik
(NaCl 20%) atau urea atau rivanol dan prostaglandin melalui berbagai
rute. Larutan ini dapat dimasukkan ke dalam kantung amnion dari fetus
ataupun ke ruang ekstraovular (extra-amnion). Metode bedah yang
dilakukan dapat termasuk: (i) Dilatasi dan kuretase, (ii) Histerotomi, (iii)
Histerektomi. 4,5

2.5. Abortus Provokatus Kriminalis


Abortus kriminalis adalah tindakan pengguguran yang sengaja
dilakukan untuk kepentingan si pelaku, orang hamil dan yang membantu
tanpa adanya indikasi terapeutik. Secara hukum tindakan ini melanggar
ketentuan yang berlaku.2
Abortus kriminal dapat dilakukan oleh wanita itu sendiri atau dengan
bantuan orang lain (dokter, bidan, perawat, dukun beranak dan lain-
lain). Tindakan ini biasanya dilakukan sejak yang bersangkutan
terlambat datang bulan dan curiga akibat hamil. Biasanya kecurigaan ini
datang pada minggu ke-5 sampai minggu ke-10. Pada waktu ini
mungkin disertai gejala mual pagi hari (morning sickness). Sekarang
kecurigaan adanya kehamilan dapat diketahui lebih dini karena sudah
ada alat tes kehamilan yang dapat mendiagnosa kehamilan secara pasti.
2,4

2.6. Metode Abortus Buatan


Terdapat berbagai metode yang sering dipergunakan dalam abortus
provokatus kriminalis yang perlu diketahui, oleh karena berkaitan
dengan komplikasi yang terjadi dan bermanfaat di dalam melakukan
penyidikan serta pemeriksaan mayat untuk menjelaskan adanya
hubungan antara tindakan abortus itu sendiri dengan kematian yang
terjadi pada ibu.
a. Kekerasan mekanik 4,5
(1) Umum: Metode ini dilakukan secara langsung pada uterus atau
tidak langsung dengan menyebabkan kongesti dari organ-organ
pelvis dan menyebabkan perdarahan diantara uterus dan
membrane pelvis. Metode ini seperti penekanan berat pada
abdomen seperti pemukulan, penendangan, pengurutan dan
melompat-lompat, aktifitas berlebihan seperti mengenderai
sepeda, berkendara pada jalanan yang rusak berat, meloncat dari
ketinggian, mengangkat benda berat, mengurut uterus pada
dinding abdomen
(2) Lokal yaitu kekerasan yang dilakukan dari dalam dengan
manipulasi vagina dan uterus. Manipulasi vagina dan serviks uteri,
misalnya dengan penyemprotan air sabun atau air panas pada
porsio, pemasangan laminaria stif atau kateter kedalam serviks,
manipulasi serviks dengan jari tangan, manipulasi uterus dengan
melakukan pemecahan selaput amnion atau penyuntukan ke dalam
uterus.

b. Obat-obatan Abortifasien
Dalam masyarakat penggunaan obat tradisional seperti nenas
muda, jamu peluntur dan lain-lain sudah lama dikenal. Melalui iklan
promosi obat di media elektronik beberapa obat peluntur ditawarkan
secara terselubung, misalnya obat terlambat datang bulan; dilarang
untuk wanita hamil dan lain-lain. Abortivum, obat yang sering dipakai
di masyarakat awam untuk pengguguran dapat dibagi dalam beberapa
golongan: 1,4,5
1. Emmenogogues: obat yang merangsang atau meningkatkan aliran
darah menstruasi (obat peluruh haid) seperti apiol, minyak pala,
oleum rutae.
2. Ecbolics: obat ini membuat kontraksi uterus seperti derivat ergot,
kinina, ekstrak pituitari, estrogen sintetik dan strychnine. Obat-
obatan ini, untuk tujuan abortivum harus dipergunakan dalam
dosis tinggi sehingga dapat menimbulkan bahaya.
3. Obat yang bekerja pada traktus gastrointestinal yang
menyebabkan muntah (emetikum) seperti asam tartar, obat ini
menyebabkan eksitasi uterus untuk berkontraksi dengan adanya
kontraksi paksa dari lambung dan kolon serta juga dapat
menyebabkan hyperemia.
4. Obat yang bekerja melalui traktus digestivus bekerja sebagai
pencahar (purgative) seperti, castor oil, croton oil dan magnesium
sulphate dan lain-lain, menyebabkan peredaran darah di daerah
pelvik meningkat, sehingga mempengaruhi hasil konsepsi.
5. Obat-obat bersifat iritan pada traktus genitourinarius yang
mempengaruhi refleks kontraksi uterus seperti Tansy oil,
turpentine oil, ekstrak cantharidium (dalam dosis besar
menyebabkan inflamasi pada ginjal dan albuminuria), kalium
permanganas (120-300 ml per vaginam) menyebabkan inflamasi
dan perdarahan oleh karena erosi pembuluh darah.
6. Obat-obat iritan yang bersifat racun, seperti (i) iritan inorganic
metalik seperti timah, antimony, arsenik, fosforus, mercuri, (ii)
iritan organic seperti ppepaya, nenas muda, bubuk beras dicampur
lada hitam, akar Plumago rosea dan jus calotropis, (iii) Abortion
pill F-6103 yang dikembangkan di Swedia yang mengandung
diphenyl-ephylene dan juga pil berbahaya lainnya.

kelompok besar cara untuk melakukan abortus buatan (provokatus)


yaitu:3
1. Dengan obat-obatan :
a. Antiprogestin
Dikenal dengan nama pil RU 486. Pil ini menimbulkan abortus
dengan mencairkan corpus luteum yang berfungsi
mempertahankan kehamilan muda. Biasanya digabung dengan
prostaglandin.
b. Methotrexate.
Biasanya digabung dengan prostaglandin.
c. Prostaglandin.
Khasiatnya membuat rahim berkontraksi dan mengeluarkan
isinya.
d. Larutan garam hipertonik.
Menyebabkan tekanan dalam rahim meningkat yang pada
gilirannya menye-babkan rahim berkontraksi dan mengeluarkan
janin.
e. Oksitosin.
Khasiatnya menyebabkan rahim berkontraksi.
Saat ini banyak dipakai obat-obat yang mengandung hormon
estrogen dan progestin untuk mereka yang terlambat haid.
Sebenarnya obat-obat tersebut tidak berkhasiat menggugurkan
kandungan (abortus), tetapi hanya menimbulkan haid bila tidak ada
kehamilan. Jadi sifatnya hanya sebagam “tester”.

2. Dengan tindakan medik yaitu dengan:


a. Dilatasi dan Kuretase (D & K)
b. Penyedotan (suction curettage)
c. Dilatasi bertahap
d. Penggaraman (cairan garam hipertonik)
e. Histerotomi

3. Dengan cara tradisional yaitu seperti:


a. Melakukan kegiatan fisik yang berat/berlebihan seperti meloncat,
mengangkat barang berat.
b. Memasukkan daun atau batang tanaman tertentu ke dalam rahim.
c. Minum obat-obat tradisional seperti jamu.

Selain itu metode-metode yang dipergunakan biasanya disesuaikan


dengan umur kehamilan, semakin tua umur kehamilan semakin tinggi
resikonya. Hal ini perlu diketahui penyidik dalam kaitannya dengan
pengumpulan barang-barang bukti.
1. Pada umur kehamilan sampai dengan 4 minggu
- Kerja fisik yang berlebihan
- Mandi air panas
- Melakukan kekerasan pada daerah perut
- Pemberian obat pencahar
- Pemberian obat-obatan dan bahan-bahan kimia
- “electric shock” untuk merangsang rahim
- Menyemprotkan cairan ke dalam liang vagina
2. Pada umur kehamilan sampai dengan 8 minggu
- Pemberian obat-obatan yang merangsang otot rahim dan
pencahar agar terjadi peningkatan “menstrual flow”, dan
preparat hormonal guna mengganggu keseimbangan hormonal
- Penyuntikan cairan ke dalam rahim agar terjadi separasi dari
placenta dan amnion, atau menyuntikkan cairan yang
mengandung karbol (carbolic acid)
- Menyisipkan benda asing ke dalam mulut rahim, seperti kateter
atau pinsil dengan maksud agar terjadi dilatasi mulut rahim
yang dapat berakhir dengan abortus
3. Pada umur kehamilan antara 12 – 16 minggu
- Menusuk kandungan
- Melepaskan fetus
- Memasukkan pasta atau cairan sabun
- Dengan instrumen ; kuret

2.7. Komplikasi
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 15-50% kematian ibu
disebabkan oleh abortus. Komplikasi abortus berupa perdarahan atau
infeksi dapat menyebabkan kematian. Ada 3 penyebab klasik kematian
ibu yaitu perdarahan, keracunan kehamilan dan infeksi. Angka
Kematian lbu (AKI) di Indonesia masih tinggi. Menurut Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI 1994).
Komplikasi yang dapat terjadi pada si-ibu adalah terjadinya
perdarahan hebat, kejang, infeksi dan kematian. Kematian dapat
berlangsung dengan cepat, hal mana disebabkan oleh karena terjadinya
syok vagal (kematian secara refleks akibat perangsangan pada daerah
rahim dan genitalia pada umumnya), pendarahan hebat dan terjadinya
emboli udara (udara masuk ke dalam pembuluh balik dari luka-luka
pada daerah rahim menuju jantung dan menyumbat pembuluh nadi paru-
paru). Adapun komplikasi-komplikasi tersebut diantaranya
dikelompokkan:4,5

a. Komplikasi Segera 4,5


(1) Syok dan Perdarahan: perdarahan akibat luka pada jalan lahir,
atonia uteri, sisa jaringan tertinggal, diastesa hemoragik dan lain-
lain. Perdarahan dapat timbul pasca tindakan, dapat pula timbul
lama setelah tindakan. Tidak seperti pada zaman dahulu,
komplikasi ini kini jarang mendatangkan kematian. Hal ini
disebabkan pengertian masyarakat tentang kesehatan yang telah
meningkat.

(2) Refleks Vagal: Komplikasi ini hampir selalu terjadi pada tindakan
abortus yang dilakukan tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan
stres, gelisah dan panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang
digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang
terlalu panas atau terlalu dingin yang mengenai serviks dan
segmen uterus bagian bawah. Refleks vagal ini dappat
menyebabkan henti jantung secara tiba-tiba.

(3) Emboli Udara: emboli udara dapat terjadi pada teknik


penyemprotan cairan ke dalam uterus. Hal ini terjadi karena pada
waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara masuk
ke dalam uterus, sedangkan di saat yang sama sistem vena
endometrium dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil
biasanya tidak dapat menyebakna kematian, sedangkan jumlah
sebanyak 70-100 mL dilaporkan sudah dapat mematikan dengan
segera (dilaporkan kolaps dalam 10 menit).
(4) Emboli cairan amnion: cairan ini mengandung skuama-skuama
fetus, lanugo, material verniks, sel-sel dari korion dan amnion,
mekonium, dan detritus seluler lainnya. Cairan ini kemudian
masuk ke dalam vena uterus dan mencapai jantung kanan dan
mengakibatkan berbagai komplikasi dengan mekanisme: (i) reaksi
anafilaksis terhadap komponen cairan amnion, (ii) Blokade
mekanik sirkulasi pulmoner pada emboli yang masif, (iii)
disseminated intravascular coagulation (DIC) akibat pembebasan
tromboplastin oleh cairan amnion, (iv) manifestasi perdarahan
akibat trombositopenia dan afibrinogenemia.

b. Komplikasi Tertunda 4,5


(1) Septikemia dan pyaemia: sepsis dapat terjadi oleh lingkungan
yang kotor, instrumen yang kotor, dan adanya perforasi, Sepsis
dapat diakibatkan oleh berbagai organisme seperti Clostridium
welchii, Clostridium tetani, E. Coli, golongan staphylococcus dan
streptococcus. Sepsis ini kemudian dapat menyebabkan terjadinya
hepatorenal failure.
(2) Tetanus: disebabkan oleh Clostridium tetani, dapat terjadi dalam 3
hari sampai 3 minggu.
(3) Komplikasi lain: seperti peritonitis dan toxaemia.

c. Komplikasi Jangka Panjang 4,5


Komplikasi ini terjadi jauh dikemudian hari seperti jaundice dan supresi
renal, endokarditis bakterial, emboli paru, pneumonia, empyema,
meningitis, efek racun obat-obatan yang digunakan untuk aborsi.

2.8. Pemeriksaan Forensik


2.8.1 Pemeriksaan Korban Hidup
Pemeriksaan pada ibu yang diduga melakukan aborsi, usaha
dokter adalah mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan dan usaha
penghentian kehamilan, pemeriksaan toksikologi, pemeriksaan
makroskopik dan mikroskopik, terhadap jaringan dan janin yang mati
serta menentukan cara pengguguran yang dilakukan serta sudah berapa
lama melahirkan.2,6
Pemeriksaan test kehamilan masih bisa dilakukan beberapa hari
sesudah bayi dikeluarkan dari kandungan, dimana serum dan urin
wanita memberikan hasil positif untuk hCG sampai sekitar 7-10 hari.
Tanda-tanda kehamilan pada wanita dapat dijumpai adanya colostrum
pada peremasan buah dada, nyeri tekan di daerah perut, kongesti pada
labia mayor, labia minor dan serviks, tanda-tanda ini biasanya tidak
mudah dijumpai bila kehamilan masih muda. Bila segera sesudah
melahirkan mungkin masih didapati sisa plasenta yang pemastiannya
perlu pemeriksaan secara histopatologi (patologi anatomi), luka,
peradangan, bahan-bahan yang tidak lazim dalam liang senggama. Pada
masa kini bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan DNA untuk
pemastian hubungan ibu dan janin.2,5
Tanda-tanda adanya pengguguran harus dicari serta cara
pengguguran tersebut. Pemeriksaan luar pada perineum, genitalia
eksternal dan vagina harus diteliti dengan baik untuk melihat adanya
tanda-tanda luka seperti abrasi, laserasi, memar dan lain-lain. Kondisi
ostium serviks juga harus diamati, dimana masih dalam keadaan dilatasi
dalam beberapa hari. Besarnya dilatasi bergantung pada ukuran fetus
yang dikeluarkan. Pada os juga bisa tampak abrasi/laserasi/memar
akibat instrumentasi. Adanya perlukaan, tanda bekas forsep ataupun
instrumen yang lainnya di sekitar genitalia harus diamati juga. Kalau
perlu karakter serta jumlah sekret vagina dapat diteliti mencari tanda-
tanda serta cara aborsi. 5
Pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk mengetahui adanya
obat/zat yang dapat mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan
pemeriksaan terhadap hasil usaha penghentian kehamilan, misalnya
yang berupa IUFD – kematian janin di dalam rahim dan pemeriksaan
mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan.1

2.8.2 Pemeriksaan Post Mortem


Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada
cara melakukan abortus serta interval waktu antara tindakan abortus dan
kematian. Abortus yang dilakukan oleh ahli yang trampil mungkin tidak
meninggalkan bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih,
maka komplikasi yang timbul atau penyakit yang menyertai mungkin
mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal.6
Pemeriksaan dilakukan menyeluruh melalui pemeriksaan luar
dan dalam (autopsi). Pemeriksaan ditujukan pada :2
1. Menentukan perempuan tersebut dalam keadaan hamil atau tidak. Untuk
itu diperiksa :
a. payudara secara makros maupun mikroskopik
b. ovarium, mencari adanya corpus luteum persisten secara mikroskopik
c. uterus, lihat besarnya uterus, kemungkinan sisa janin dan secara
mikroskopik adanya sel-sel trofoblast dan sel-sel decidua.
2. Mencari tanda-tanda cara abortus provocatus yang dilakukan.
a. Mencari tanda-tanda kekerasan local seperti memar, luka, perdarahan
pada jalan lahir.
b. Mencari tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril.
c. Menganalisa cairan yang ditemukan dalam vagina atau cavum uteri.
3. Menentukan sebab kematian. Apakah karena perdarahan, infeksi, syok,
emboli udara, emboli cairan atau emboli lemak.
Pada korban mati, dilakukan pemeriksaan luar, pembedahan
jenazah, pemeriksaan toksikologik (ambil darah dari jantung) bila
terdapat cairan dalam rongga perut atau kecurigaan lain, dan
pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya sel trofoblast,
kerusakan jaringan, dan sel radang. Pada autopsi dilihat adakah
pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi pada uterus. Periksa genitalia
eksterna apakah pucat, kongesti atau memar. Lakukan pula tes emboli
udara pada vena kava inferior dan jantung. Ambil darah dari jantung
(segera setelah tes emboli) untuk pemeriksaan toksikologi. Uterus diiris
mendatar dengan jarak antar irisan 1 cm untuk deteksi perdarahan dari
bawah. Ambil urin untuk tes kehamilan dan toksikologik. Pemeriksaan
organ lain seperti biasa. 2,6
Pada pemeriksaan dalam akan dijumpai:
(1) Uterus: Ukuran uterus harus diamati, juga dilihat apakah membesar,
lembut dan kongesti. Dinding uterus dapat menunjukkan adanya
penebalan pada pemotongan longitudinal. Rongga uterus dapat
menunjukkan adanya sebagian produk konsepsi yang tertinggal. Uterus
dari wanita tidak hamil berukuran sekitar, berat 40 g, panjang 7,0 cm,
lebar 5,0 cm dan tebal 2,0 cm. Kemudian panjang menjadi 10 cm pada
kehamilan akhir bulan ketiga, 12,5 cm pada akhir bulan keempat, 16 cm
pada akhir bulan keenam, 20 cm pada akhir bulan kedelapan dan 27 cm
pada akhir bulan kesembilan. Uterus juga dapat menunjukkan adanya
perforasi. Endometrium menunjukkan tanda-tanda dilakukannya
kuretase (penyendokan). Plasenta dapat masih tertinggal bila evakuasi
tidak bersih. Pada kasus penggunaan bahan-bahan kimia, permukaan
uterus bagian dalam dapat mengalami perubahan warna akibat warna
dari zat yang digunakan dan/atau terjadi kerusakan. Jika air sabun
digunakan, maka busa-busanya mungkin masih dapat tersisa. Juga bisa
didapatkan sisa instrument yang digunakan seperti akar tanaman. Swab
uterus diambil untuk mikrobiologi, dan jaringan dimasukkan dalam
formalin untuk diperiksa ke patologi anatomi. 5
(2) Ovarium: Kedua ovarium harus diperiksa untuk melihat adanya korpus
luteum Ovarium dapat terlihat terkongesti. Pada beberapa kasus dapat
diambil juga sampel untuk pemeriksaan laboratorium.5
(3) Jantung: Pada pembukaan jantung dicari adanya emboli udara, serta
sampel darah dikirim untuk diperiksa baik yang berasal dari vena cava
inferior dan kedua ventrikel.5

2.8.3 Pemeriksaan Pada Janin


Tentukan usia bayi (janin).Usia bayi dapat ditentukan dari :7
a. Panjang bayi
Dari rumus empiris de Haas umur bayi dapat ditaksir dari panjang badan
(PB) bayi, ukuran dari puncak kepala sampai ke kaki. Untuk bayi
dibawah 25 minggu : Umur (minggu) = akar kuadrat dari PB. Untuk
bayi diatas 25 minggu: Umur (minggu) = PB/5. Oleh karena batas umur
antara korban abortus dan pembunuhan anak adalah 28 minggu (7
bulan), maka perbedaan tersebut adalah pada panjang bayi 35 cm (7x5)
cm.
b. Lingkaran kepala
Bayi 5 bulan : 38,5 – 41cm
Bayi 6 bulan : 39 – 42cm
Bayi 7 bulan : 40 – 42cm
Bayi 8 bulan : 40 – 43cm
Bayi 9 bulan : 41 – 44cm
c. Pusat penulangan
Ada 2 tempat yang lazim diperiksa yaitu pada telapak kaki dan lutut.
Pada telapak kaki pemeriksaan ditujukan kepada tulang halus, calcaneus
dan cuboid. Ketiga tulang ini dapat diperiksa melalui sayatan
(pemotongan) dari sela jari ke 3-4 ke arah tumit. Adanya pusat
penulangan di tulang talus menunjukkan bayi telah berumur 7 bulan,
tulang calcaneus 8 bulan dan tulang cuboid 9 bulan. Di lutut ditujukan
untuk memeriksa pusat penulangan di proksimal tulang tibia dan distal
femur. Untuk mencapai kedua tulang, tulang patella harus disingkirkan.
Setelah tampak tulang femur, maka tulang dipotong melintang selapis
demi selapis seperti pengiris bawang. Demikian juga pada tulang tibia.
Adanya pusat penulangan pada kedua tulang menunjukkan bayi telah
berumur 9 bulan dalam kandungan (cukup umur).
Pada pemeriksaan akibat abortus (membedakan dengan
pembunuhan anak sendiri), tidak akan didapati tanda-tanda telah
bernafas. Sering didapati sudah mengalami pembusukan. Ukuran tinggi
tumit-puncak kepala dicatat. Paling penting melihat adanya tanda-tanda
kekerasan pada tubuh bayi, misalnya akibat benda yang dimasukkan
pervaginam (alat kuret, batang kayu kecil, dll) atau bagian yang melekat
di tubuh bayi dalam usaha pengguguran dengan penyemprotan rahim
dengan bahan kimia (lisol, sabun dll). Pemeriksaan dalam tetap
dilakukan untuk melihat keadaan organ dalam. Sering uri masih
melekat/ berhubungan dengan bayi. Periksa panjang tali pusat,
permukaan plasenta dan lain-lain. 7
2.9. Aspek Medikolegal
Perihal abortus, dalam KUHP diatur dalam pasal 346 sampai
349. Kalau ditinjau unsur-unsur dari pasal-pasal perihal abortus tersebut
tidak satu pasal pun yang memberikan kelonggaran untuk bisa
dilakukannya perbutan abortus termasuk abortus dengan indikasi medis
(kesehatan). Hal ini menimbulkan problem antara hukum dan medis
dimana disatu pihak ahli medis (dokter) berkewajiban untuk
menyelamatkan nyawa si ibu, sedangkan disatu pihak undang-undang
melarang perbuatan abortus itu. 8
Problem itu dapat dilihat dari pendapat Soedjati sebagai berikut:
Bila undang-undang yang mengatur tentang abortus itu diikuti secara
ketat, termasuk di dalamnya tindakan abortus atas indikasi medis, yaitu
untuk menyelamatkan nyawa wanita ynag bersangkutan, dapat
diharapkan bahwa akan banyak dokter yang dituntut dan diajukan ke
pengadilan. Berdasarkan pendapat Soedjati, dalam kenyataan dokter
yang melakukan abortus terapetikus tdak dituntut sejauh dokter tersebut
melakukan tugas-tugas profesinya. Namun sangat disayangkan tidak
diberikannya penjelasan mengenai mengapa atau dasar apa dokter
tersebut tidak dituntut. Sedangkan KUHP jelas-jelas melarang segala
bentuk abortus termasuk abortus dengan indikasi medis. 8
Mengingat asas atau prisnsip oportunitas yang dikenal dalam
hukum pidana dan merupakan kekuasaan yang sangat penting yang
dimiliki oleh jaksa agung sebagai penuntut umum, maka prisnsip ini
dapat dipergunakan. Bahwa kalau menurut pendapat jaksa kepentingan
Negara menuntut adanya penuntutan di muka Hakim, maka Jaks
berwajib menuntu dan kalau sebaliknya untuk kepentingan Negara
sebaiknya tidak diadakan penuntutan berwajib mengenyampingkan
perkara. 8
Seperti diketahui sebelumnya perihal abortus provokatus diatur
dalam ketentuan pasal 346 sampai dengan pasal 349 KUHP. 8

KUHP Pasal 346


Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugurnya atau mati
kandungannya atau menyuruh orang lain menyebabkan itu, dihukum
dengan hukuman penjara selama 4 tahun.

Kalau diteliti pasal 346 KUHP ini terdiri dari beberapa unsur.
Unsur-unsur tersebut dapat dibedakan menjadi unsur yang objektif dan
unnsur yang subjektif. Unsur objektifnya meliputi unsur Yang berkaitan
dengn perbuatan yaitu adanya perbuatan berupa menggugrkan atau
mematikan kandungan. Disamping itu, perbuatan tersebut dapat pula
menyuruh orang lain melakukan penggguran atau mematikan
kandungan. Sedangkan unsur subjektifnya berkaitan dengan subjek
hukum yaitu pelaku. Dalam hal ini adalah seorang yang mempunyai niat
atau kehendak yang dikenal dengan pengertian sengaja. 8
Secara terperinci unsur-unsur pasal 346 KUHP ini adalah
sebagai berikut :
- Seorang perempuan
- Dalam keadaan mengandung
- Sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannnya
- Atau menyuruh untuk menggurkan atau mematikan kandungannya.
Seorang wanita itu baru bisa dikatakan menggugurkan
kandungan apabila adanya kesengajaan sebagaimana yang diisyaratkan
oleh pasal 346 KUHP. Sebaliknya apabila tidak ada kesengajaan, maka
hal ini tidaklah bisa dikatakan sebagai perbuatan menggugurkan. Hal ini
lazimnya disebut sebagai keguguran atau istilah medisnya dikenal
dengan abortus spontan. 8

KUHP Pasal 347


(1) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan
seorang perempuan tidak deengan izin perempuan itu, dihukum dnegan
hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan berakibat perempuan itu mati, ia dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.

Unsur-unsur objektif dari pasal 347 ayat 1 KUHP adalah : (i)


perbuatan pengguguran atau mamatikan kandungan seorang wanita, (ii)
kandungan tersebut adalah kandungan orang lain, (iii) tanpa persetujuan
wanita yang mengandung. 8
Unsur-unsur subjektifnya dapat diperinci sebagai berikut : (i)
dilakukan oleh seseorang, (ii) dengan sengaja.8
Kalau diteliti rumusan pasal 347 KUHP, maka yang dikenai
sanksi adalah yang melakukan perbuatan penggugguran tersebut,
sedangkan wanita yang hamil trsebut tidak dikenai sanksi pidana karena
tidak mempunyai niat untuk menggugurkan kandungannya. 8

KUHP Pasal 348


Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan
seorang perempuan dengan izin perempuan tiu, dihukum dengan
hukuman dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan

Kalau diteliti unsur-unsur pasal 348 KUHP ini sama dengan unsur-unsur
pasal 347 KUHP, cuma dalam pasal 348 KUHP ini menyebutkan
dengan persetujuan wanita yang hamil tersebut. 8

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan


kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan
salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga
dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana
kejahatan itu dilakukan

Dalam hal orang-orang tersebut dia atas melakukan kejahatan


berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas, berarti orang-orang tersebut
melakukan perbuatan pidana dengan melanggar suatu kewwajiban kasus
dari jabatannya (profesinya). Sebagaimana yang diisyaratkan oleh pasal
52 KUHP yang menyebutkan: “Bilamana seorang pejabat karena
melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari
jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai
kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diiberikan kepadanya karena
jabatannya, pidana dapat ditambah sepertiganya.”. Selain itu orang-
orang tersebut bisa dituduh melanggar kode etik. 8

KUHP Pasal 299


Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa
karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan
pidana penjara paling lama 4 tahun, atau pidana denda paling banyak
empat puluh lima ribu rupiah.

Unsur-unsur pasal 299 ayat 1 KUHP dapat diperinci sebagai berikut : (i)
dengan sengaja merawat atau mengobati wanita yang hamil, (ii)
menyuruh melakukan atau melakukan sesuatu perbuatan terhadap
wanita yang hamil, (iii) dengan memberitahukan atau menerbitkan
harapan padanya, (iv) untuk mencegah kehamilannya. 8
Adanya pasal 299 KUHP perihal abortus, mempunyai tujuan
agar perbuatan abortus segera dapat dituntut tanpa harus menunggu
sampai terjadinya pengguguran.. 8
Pasal-pasal lain dalam KUHP yaitu seperti:

KUHP Pasal 283


Barangsiapa mempertunjukkan alat/cara menggugurkan kandungan
kepada anak dibawah usia 17 tahun/dibawah umur, hukuman maksimum
9 bulan.

KUHP Pasal 535


Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana
untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau
tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan
menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat,
sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan
paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.

Selain berdasarkan KUHP, perihal abortus juga diatur dalam UU


RI No. 23/1992, Tentang Kesehatan butir-butir ang berkaitan dengan
abortus legal adalah : 8

Pasal 15.
(1) Dalam keadaan darurat, sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan :
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut;
b. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya;
d. pada sarana kesehatan tertentu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana
dimaksudkan dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan
pemerintahan.

Penjelasan dari Pasal 15 tersebut sebagai berikut :

(1) Ayat 1: Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan


alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum,
norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun, dalam
keadaan darurat dalam upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin
yang dikandungannya dapat diambil tindakan medis tertentu

(2) Ayat 2:
Butir a
Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan
diambil tindakan medis tertentu, sebab tindakan medis tertentu itu ibu
hamil, dan atau janinnya terancam bahaya mauta

Butir b
Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah
tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya,
yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Sebelum
melakukan tindakan medis tertentu tenaga kesehatan harus terlebih
dahulu meminta pertimbangan ahli yang terdiri dari berbagai bidang
seperti medis, agama, hukum, dan psikologi.

Butir c
Hak utama memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang
bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat
memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya.

Butir d
De3Saranakesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki
tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah
ditujuk oleh pemerintah

(3) Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana dari pasal ini dijabarkan
antara lain mengenai keadaan darurat dalam meyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan, bentuk persetujuan dan sarana kesehatan yang
ditunjuk.

Pasal 80.
Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medik tertentu
terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana dengan paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
BAB III

KESIMPULAN

Abortus Provokatus Kriminalis merupakan masalah yang ada namun susah


terdeteksi karena laporan yang kadang tidak sampai ke aparat hukum untuk ditindak
lebih lanjut, kadang abortus telah terjadi dan masalah itu dianggap selesai, kecuali
pelaku abortus tersebut meninggal dunia, barulah kadang ada laporan dari pihak
rumah sakit atau klinik tempat kejadian.
Sanksi hukum yang dijatuhkan untuk pelaku abortus, yang ikut membantu
melakukan dan yang berhubungan dengan abortus tersebut sudah diatur dan telah
diterapkan oleh para penegak hukum, sesuai KUHP dan UU Kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kedokteran Forensik FK UI. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta :


Bagian Kedokteran Forensik FK UI, 1997. 159-164.

2. Amir, Amri. Abortus. Dalam : Amri Amir. Ilmu Kedokteran Forensik


Edisi II. Medan : Ramadhan, 2005. 159-168.

3. Azhari. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan.


Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI. 1-19.

4. Mansjoer, Arief. Pengguguran Kandungan dan Pembunuhan Anak


Sendiri. Dalam : Mansjoer, Arief. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Media Aesculapius Badan Penerbit FK UI, 2007. 225-226.

5. Amir, Amri. Autopsi Pada Bayi Baru Lahir. Dalam : Amir, Amri.
Autopsi Medikolegal Edisi II. Medan : USU Press, 2001. 40-44.

6. Undang Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

7. WHO. Maternal mortality. 2015. http://www.who.int . Diakses 31 Mei


2016.

8. Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

9. SDKI. Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia 2012. Badan


Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional Kementerian
Kesehatan.2012

10. Lestari Ningsih, 2010. Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta : Fitramaya.

11. Abdul Mun’im Idries. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik (Edisi
Pertama). Jakarta. Binarupa Aksara

12. Mu’im IA. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik (1st ed). Jakarta: Binarupa
Askara, 1997; p. 323-7.

Anda mungkin juga menyukai