Anda di halaman 1dari 16

Makalah

Berdirinya Pemerintahan Kekhilafahan dalam Islam dan Peranannnya dalam


Penyebarluasan Islam ke Berbagai Wilayah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Dr. H. Imam Ghozali Budi Harjo M.Si.

Disusun Oleh :

Syifa Fitriyani 1205020184

Utami Muna Muthmainnah 1205020189

Yusuf Maulana 1205020197

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWt atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Menulis Karya Ilmiah. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah
pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi penyusun.

Penyusun sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Bandung Barat, 20 September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................................3

BAB 1................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.............................................................................................................4

1.1 Latar Belakang...................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4

1.3 Tujuan................................................................................................................4

BAB 2................................................................................................................................5

PEMBAHASAN................................................................................................................5

2.1 Peradaban Islam Periode Al-Khulafa’ Al-Rasyidin.............................................5

2.2 Peradaban Islam pada masa Kekhalifahan/Daulah Umayyah..............................8

BAB 3..............................................................................................................................15

PENUTUP.......................................................................................................................15

3.1 Kesimpulan........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW posisi sebagai Rasulullah tidak
dapat diganti oleh siapapun (khatamul anbiyai wal mursalin), tetapi jabatan beliau
yang kedua sebagai pemimpin kaum muslimin harus ada penggantinya. Seseorang
itulah yang dinamakan “Khalifah” yang artinya menggantikan Rasulullah Saw
menjadi pimpinan bagi umat muslim dalam memberikan petunjuk ke jalan yang
benar dan menjadi kepala pemerintahan. Dialah yang menegakkan keadilan diatas
kebenaran.

Kekhalifahan dimulai seiring dibaiatnya Abu Bakar sebagi pemimpin umat


Islam tepat setelah meninggalnya Nabi Muhammad SAW pada tahun 632. Abu Bakar
dan tiga penerusnya, semuanya sahabat Nabi dan memiliki hubungan kekerabatan
dengan Nabi Muhammad, dikelompokkan sebagai Khulafaur Rasyidin atau
Kekhalifahan Rasyidin. Pemilihan keempat khalifah pertama ini didasarkan melalui
musyawarah dan kepantasan pribadi calon sehingga Kekhalifahan Rasyidin kerap
dipandang sebagi bentuk awal demokrasi Islam.

Setelah perang saudara pertama di penghujung masa Kekhalifahan Rasyidin,


Hasan bin Ali’menyerahkan tampuk kekuasaan kepada Mu’awiyah yang kemudian
mengubah bentuk kekhalifahan menjadi monarki-dinasti, menandai dimulainya masa
Kekhalifahan Umayyah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana peradaban Islam pada masa Khulafaur Rasyidin

2. Bagaimana peradaban Islam pada masa Kekhalifahan atau Daulah Umayyah

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui peradaban Islam pada masa Khulafaur Rasyidin

2. Untuk mengetahui peradaban Islam pada masa Kekhalifahan atau Daulah


Umayyah
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Peradaban Islam Periode Al-Khulafa’ Al-Rasyidin.


Nabi Muhammad SAW wafat pada tanggal 12 Rabiulawal tahun 11 H atau
tanggal 8 Juni 632 M. Sesaat setelah beliau wafat, situasi di kalangan umat Islam
sempat kacau. Hal ini disebabkan Nabi Muhammad SAW tidak menunjuk calon
penggantinya secara pasti. Dua kelompok yang merasa paling berhak untuk
dicalonkan sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW adalah kaum Muhajirin dan
Anshar. Terdapat perbedaan pendapat antara kaum Muhajirin dan Anshar karena
kaum Muhajirin mengusulkan Abu Bakar as Shiddiq, sedangkan kaum Anshar
mengusulkan Sa’ad bin Ubadah sebagai pengganti nabi Muhammad SAW.

a. Pengertian Khilafah

Khilafah dalam bahasa Indonesia disebut kepemimpinan, khilafah


Islamiyah,berarti kepemimpinan Islam atau sistem kepemimpinan Islam, dalam
perspektif umat Islam merupakan sesuatu yang harus ditaati dan bersifat pasti sebagai
bentuk pemerintahan tertinggi. Khalifah maupun khilafah, diambil dari kata bahasa
Arab, yaitu khlif yang berarti pengganti.Istilah tersebut dapat dirujukkan kepada al-
khalifah ba’da al-Nabi, yaitu pengganti sesudah Muhammad SAW., walaupun dalam
kenyataan politiknya, Nabi tidak menunjuk langsung siapa pun untuk
menggantikannya.

Secara terminologis, khalifah adalah jabatan keagamaan yang dipegang oleh


imam a’zham (pengusa tertinggi atau kepala negara) dalam mengurus beberapa
urusan dan menjalankan syari’at Allah. Khalifah dapat juga diartikan dengan
menggunakan (kekuasaan) orang lain untuk mewujudkan kemashalatan umat,
adakalanya yang akan diganti meninggal atau berpergian atau karena
ketidamampannya dalam memimpin.

b. Sistem Pemilihan Khalifah


Persoalan pertama yang muncul ke permukaan setelah Nabi Muhammad
wafat, adalah persoalan suksesi. Siapa yang akan menggantikan kedudukan beliau
sebagai pemerintahan. Karena sejak Rasulullah menjadi pemimpin politik dan
pemerintahan di Madinah, tidak pernah sedikit pun membicarakan siapa yang berhak
menjadi penggantinya, apalagi menunjuk penggantinya kelak. Bahkan dalam
menjalankan sistem pemerintahan Rasulullah saw menyarankannya kepada umat
Islam. Tetapi ada satu prinsip dasar yang diajarkan Nabi Muhammad dalam
bermasyarakat dan bernegara, yaitu musyawarah atau syura. Prinsip musyawarah ini
dianut oleh para sahabat, dibuktikan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
setiap pergantian pemimpin Islam seperti khulafaur rasyidin.

Empat khalifah ini dipilih dengan cara pengangkatan yang berbeda beda
seperti, Abu Bakar memangku jabatan khalifah berdasarkan pilihan yang berlangsung
secara demokratis dalam pertemuan di tsaqifah Bani Sa’dah.

Umar bin Khattab diangkat dan dipilih oleh pemuka masyarakat dan disetujui
oleh pemuka masyarakat dan disetujui secara aklamasi oleh umat Islam. Proses
pengangkatan ini diawali dengan ijtihad Abu Bakar yang meminta Umar bin Khattab
bersedia menggantikan kedudukannya kelak, jika ia meninggal dunia.

Usman bin Affan dipilih dan diangkat oleh dewan yang terdiri dari enam
orang sahabat. Dewan ini dibentuk khalifah Umar bin Khattab ketika khalifah sedang
sakit. Prosedur ditempuh guna memaksimalkan potensi yang ada di masing-masing
sahabat, selain masih tetap mempertahankan prinsip syura, yang diajarkan Nabi
Muhammad saw.

Beberapa hari setelah pembunuhan Usman, stabilitas keamanan kota


Madinah menjadi rawan. Gafiqy ibn Harb memegang keamanan ibu kota Islam
selama kira-kira lima hari sampai terpilihnya khalifah yang baru. Kemudian Ali ibn
Abi Thalib tampil menggantikan Usman,menerima sumpah setia (baiat) dari sejumlah
kaum muslimin.

Khulafaur Rasyidin yang terdiri atas empat sahabat Nabi Muhammad SAW
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Khalifah Abu Bakar as-Sidiq
mempunyai karakter lembut dan tegas. Dalam suasana negara yang kacau, pemimpin
berkarakter seperti Khalifah Abu Bakar as-Sidiq sangat diperlukan. Dengan
kelembutannya, khalifah Abu Bakar as-Sidiq dapat menginsyafkan orang-orang yang
terbujuk berbuat makar. Sementara itu, orang-orang yang bersikap merongrong
dihadapi secara tegas oleh Khalifah Abu Bakar as-Sidiq.

Pada masa khalifah Umar bin Khatab, situasi negara lebih aman. Dalam
kondisi itu, perlu pemimpin yang mempunyai karakter seperti Khalifah Umar bin
Khatab, yaitu cerdas, tegas dan mengutamakan kepentingan rakyat. Kecerdasan Umar
bin Khatab sangat diperlukan untuk membangun dasar-dasar kemasyarakatan yang
islami.

Situasi negara pada masa Khalifah Usman bin Affan benar-benar sudah
aman. Kemakmuran sudah tercapai di segenap lapisan masyarakat. Dalam kondisi
seperti itu, karakter pemimpin yang saleh, penyantun, dan sabar sangat diperlukan.
Dengan karakter seperti Khalifah Usman bin Affan tersebut, kemakmuran rakyat
dapat tercapai, baik jasmani maupun rohani.

Pada masa peralihan kekuasaan dari Khalifah Usman bin Affan kepada
Khalifah Ali bin Abi Thalib, kekacauan kembali terjadi. Dalam kondisi negara seperti
itu, karakter pemimpin yang tegas dan mengutamakan kebenaran sangat diperlukan.
Khalifah Ali bin Abi Thalib mempunyai karakter yang tepat. Ketegasan khalifah Ali
bin Abi Thalib dalam membela kebenaran mirip dengan khalifah Umar bin Khatab.

Secara umum mereka dapat berhasil dalam memimpin negara berprinsip pada
beberapa hal yaitu:

1. Mereka adalah pribadi ulama yang umara dan umara yang ulama. Artinya
kepribadian dan sifat ulama yang ada pada para pemimpin bangsa dan
kepribadian pemimpinyang ada pada seorang ulama. Abu Bakar adalah
pemimpin sekaligus ulamanya kaum muslimin. Jauh hari sebelum menjadi
khalifah, ia dikenal sebagai ulama yang negarawan. Begitu juga Umar bin
Khatab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Talib. Tidak mengherankan jika
mereka menjadi khalifah juga sekaligus imam masjid dan gurunya kaum
muslimin dalam urusan agama dan dunia.

2. Kekuasaan adalah sarana pemberi hidayah. Para khalifah tersebut tidak


menjadikan kekuasaanya untuk kepentingan dirinya dan keluargaanya atau
kelompoknya. Mereka hanya menjadikan kekuasaanya untuk menyeru manusia
agar menyembah Allah SWT menyerukan kebaikan dan mencegah kemunkaran.

3. Pemerintah berdasarkan musyawarah atau demokrasi. Keempat khalifah dalam


memutuskan perkara berkaitan dengan pengaturan pemerintah dan undang-
undang berdasarkan prinsip musyawarah dengan para cendekiawan dan para
ulama.

4. Tegaknya keadilan bagi seluruh manusia.

5. Amanat terhadap Baitul Mal. Baitul Mal adalah lembaga penyimpan kekayaan
kaum muslimin. Pada masa khulafaurrrasyidin, mereka sangat berhati-hati dalam
menggunakan Baitul Mal, takut bercampur dengan kepentingan pribadi.

6. Pemerintahan tanpa fanatisme kesukuan atau kekeluargaan. Jika penguasa atau


pejabat mengangkat saudara atau kerabatnya menjadi pejabat sudah menjadi
kebiasaan. Tetapi khalifah Abu Bakar , Umar, Ali tidak pernah menunjuk
kerabatnya menjadi pejabat negara. Bahkan Umar melarang anaknya menjadi
hakim pada hal atas usul sahabat terkemuka dan Abdullah bin Umar sendiri
seorang ulama yang terkenal keilmuan dan ketakwaaannya.

7. Kekuasaan Undang-Undang diatas kekuasaan pemimpin.

8. Tegaknya demokrasi. Artinya terwujudnya kemerdekaan untuk memberi nasehat


dan mengkritik serta mengeluarkan pendapat. Para khalifah tidak pernah menutup
diri dari rakyat,tetapi sering kali mereka duduk bersama anggota ahli
musyawarah dan biasa mendengarkan kritik rakyat. Para khalifah juga imam
masjid dan bisa berjamaah di masjid lima waktu.

2.2 Peradaban Islam pada masa Kekhalifahan/Daulah Umayyah


Bani Umayyah (bahasa Arab: Banu Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah,
adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafa al-Rasyidin yang
memerintah dari 661H sampai 750M di Jazirah Arab dan sekitarnya; serta dari 756M
sampai 1031M di Kordoba, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin
‘Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah
bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah.

A. Sejarah Berdirinya Bani Umayyah

Cikal bakal berdirinya dinasti Umayyah dimulai ketika masa khalifah Ali.
Pada saat itu Mu’awiyah yang menjabat sebagai gubernur di Damaskus yang juga
masih kerabat Utsman menuntut atas kematian Ustman.

Dengan taktik dan kecerdikannya, ia mempermainkan emosi umat islam.


mu’awiyah tidak mau menghormati ali, dan menyudutkannya pada sebuah dilema:
menyerahkan para pembunuh Utsman, atau menerima status sebagi orang yang
bertanggung jawab atas pembunuhan itu, sehingga ia harus diturunkan dari jabatan
khalifah.

Dari perselisihan tersebut terjadilah peperangan antara Ali dan Mu’awiyah.


Peperangan tersebut dikenal sebagai perang Siffin, karena terjadi di daerah bernama
Siffin.Dalam pertempuran itu hampir-hampir pasukan Muawiyyah dikalahkan
pasukan Ali, tapi berkat siasat penasehat Muawiyyah yaitu Amr bin 'Ash, agar
pasukannya mengangkat mushaf-mushaf Al Qur'an di ujung lembing mereka,
pertanda seruan untuk damai dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali
dengan strategi politik yang sangat menguntungkan Mu’awiyah.

Bukan saja perang itu berakhir dengan Tahkim Shiffin yang tidak
menguntungkan Ali, tapi akibat itu pula kubu Ali sendiri menjadi terpecah dua yaitu
yang tetap setia kepada Ali disebut Syiah dan yang keluar disebut Khawarij. Sejak
peristiwa itu, Ali tidak lagi menggerakkan pasukannya untuk menundukkan
Muawiyyah tapi menggempur habis orang-orang Khawarij.

Dengan meninggalnya Ali yang terbunuh oleh anggota Khawarij, kemudian


kedudukannya sebagai khalifah digantikan oleh anaknya yaitu Hasan selama
beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata lemah, sementara Mu’awiyah
semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat
mempersatukan umat islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah
Mu’awiyah ibn Sufyan.
Dengan meninggalnya Ali juga, hal ini menjadikan pemerintahan yang dapat
kita sebut sebagai periode ke khalifahan republic-dimulai sejak ke khalifahan abu
Bakar telah berakhir. Empat khalifah pada masa ini dikenal oleh para sejarawan Arab
sebagai al-Rasyidin. Pendiri khalifah kedua, Mua’awiyah dari keluarga Umayyah,
menunjuk putranya sendiri, Yazid, sebagai penerusnya sehingga ia menjadi seorang
pendiri sebuah dinasti. Dengan demikian, konsep pewarisan kekuasaan mulai
diperkenalkan dalam suksesi kekhalifahan, dan sejak itu tidak pernah sepenuhnya
ditinggalkan. Kekhalifahan Umayyah adalah dinasti (Mulk) pertama dalam sejarah
islam

Berikut nama-nama ke 14 khalifah Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa:

1. Muawiyah bin Abi Sufyan (41-60 H/661-680 M)

2. Yazid bin Muawiyah (60-64 H/680-683 M)

3. Muawiyah bin Yazid (64-65 H/683-684 M)

4. Marwan bin Hakam (65-66 H/684-685 M)

5. Abdul Malik bin Marwan (66-86 H/685-705 M)

6. Walid bin Abdul Malik (86-97 H/705-715 M)

7. Sulaiman bin Abdul Malik (97-99 H/715-717 M)

8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M)

9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724)

10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M)

11. Walid bin Yazid (125-126 H/743-744 M)

12. Yazid bin Walid (126-127 H/744-745 M)

13. Ibrahim bin Walid (127-127 H/745-745 M)

14. Marwan bin Muhammad (127-132 H/745-750 M)

B. Kemajuan Pada Masa Bani Umayyah

Terbentuknya Dinasti Umayyah merupakan gambaran awal bahwa umat


Islam ketika itu telah kembali mendapatkan identitasnya sebagai negara yang
berdaulat, juga merupakan fase ketiga kekuasaan Islam yang berlangsung selama
lebih kurang satu abad (661 - 750 M). Perubahan yang dilakukan, tidak hanya sistem
kekuasaan Islam dari masa sebelumnya (masa Nabi dan Khulafaurrasyidin) tapi juga
perubahan-perubahan lain di bidang sosial politik, keagamaan, intelektual dan
peradaban.

Pemindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus, melambangkan zaman


imperium baru dengan menggesernya untuk selama-lamanya dari pusat Arabia, yakni
Madinah yang merupakan pusat agama dan politik kepada sebuah kota yang
kosmopolitan. Dari kota inilah daulat Umayyah melanjutkan ekspansi kekuasaan
Islam dan mengembangkan pemerintahan sentral yang kuat, yaitu sebuah imperium
Arab.

Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali, dilanjutkan
kembali oleh dinasti ini. Di zaman Muawiyah,Tunisia dapat ditaklukan. Disebelah
timur, Muawiyah dapat menguasa daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan
Afghanistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke
Ibukota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah
kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik. Ia mengirim tentara menyebrangi
sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khawarizm,
Ferghana dan Markhand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai
Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Walid ibn Abdul


Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan
ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang
berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika
Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah al-
Jazair dan Maroko dapat ditaklukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam,
menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan benua Eropa, dan
mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq).

Tentara Spanyol dapat ditaklukkan. Dengan demikian Spanyol menjadi


sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordova, dengan cepat dikuasai.
Menyusul kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota
Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordova.
Di zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui
Pegunungan Pirenia. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi
usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan
pasukan diserahkan kepada Abdurahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai
menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia menyerang Tours. Namun dalam
peperangan di luar kota Tours, al-Qhafii terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke
Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut pulau-pulau yang terdapat di Laut
Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di Timur maupun


Barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas.
Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab,
Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan,
Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.

Selain keberhasilan bani Umayyah dalam ekspansi wilayah, bani Umayyah


juga menorehkan prestasi dalam bidang pembangunan fisik. Pembangunan fisik
tersebut adalah:

1. Membangun pos-pos serta menyediakan kelengkapan peralatannya.

2. Membangun jalan raya

3. Mencetak mata uang.

4. Membangun panti asuhan.

5. Membangun gedung pemerintahan.

6. Membangun masjid

7. Membangun rumah sakit.

8. Membangun sekolah studi kedokteran.

C. Kemunduran dan Runtuhnya Bani Umayyah

Dinasti Bani Umayyah mengalami masa kemunduran, ditandai dengan


melemahnya sistem politik dan kekuasaan karena banyak persoalan yang dihadapi
para penguasa dinasti ini.
Adapun sebab-sebab kemunduran dinasti Bani Umayyah adalah sebagai berikut:

1. Khalifah memiliki kekuasaan yang absolute. Khalifah tidak mengenal kompromi.


Menentang khalifah berarti mati.

2. Gaya hidup mewah para khalifah. Kebiasaan pesta dan berfoya-foya dikalangan
istana, menjadi faktor penyebab rendahnya moralitas mereka, disamping
mengganggu keuangan Negara.

3. Tidak adanya ketentuan yang tegas mengenai sistem pengangkatan khalifah. Hal
ini berujung pada perebutan kekuasaan diantara para calon khalifah.

4. Banyaknya gerakan pemberontakan selama masa-masa pertengahan hingga akhir


pemerintahan Bani Umayyah.

5. Pertentangan antara Arab Utara (Arab Mudhariyah) dan Arab Selatan (Arab
Himariyah) semakin meruncing, sehingga para penguasa Bani Umayah
mengalami kesulitan untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan serta
keutuhan Negara.

6. Banyaknya tokoh agama yang kecewa dengan kebijaksanaan para penguasa Bani
Umayah, karena tidak didasari dengan syari’at Islam.

Akhirnya pada tahun 750 M, daulat Umayyah digulingkan Bani Abbasiyah yang
bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah
terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.
Pada akhirnya daulat Bani Umayyah runtuh dan keruntuhannya menjadi pelajaran
bagi kaum muslimin.

Kronologi Bani Ummayyah

661 M – Muawiyah menjadi khalifah dan mendirikan Bani Umayyah.

670 M – Perluasan ke Afrika Utara. Penaklukan Kabul.

677 M – Penaklukan Samarkand dan Tirmiz. Serangan ke Konstantinopel.

680 M – Kematian Muawiyah. Yazid I naik tahta. Peristiwa pembunuhan Husain.

685 M – Khalifah Abdul Malik menegaskan Bahasa Arab sebagai

bahasa resmi.
700 M – Kampanye menentang kaum Barbar di Afrika Utara.

711 M – Penaklukan Spanyol, Sind, dan Transoxiana.

713 M – Penaklukan Multan.

716 M – Serangan ke Konstantinopel.

717 M – Umar bin Abdul-Aziz menjadi khalifah. Reformasi besarbesaran


dijalankan.

725 M – Tentara Islam merebut Nimes di Perancis.

749 M – Kekalahan tentara Umayyah di Kufah, Iraq terhadap tentara


Abbasiyyah.

750 M – Damsyik direbut oleh tentara Abbasiyyah. Kejatuhan Kekhalifahan Bani


Umaiyyah.

756 M – Abdurrahman Ad-Dakhil menjadi khalifah Muslim di Kordoba.


Memisahkan diri dari Abbasiyyah.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Khulafaur Rasyidin menurut bahasa artinya para pemimpin yang
mendapatkan petunjuk dari Allah SWT.Sedangkan menurut istilah yaitu para
khalifah (pemimpin umat Islam) yang melanjutkan kepemimpinan Rasulullah SAW
sebagai kepala negara (pemerintah) setelah Rasulullah SAW wafat.Pengangkatan
seorang pemimpin atas dasar musyawarah yang dilakukan secara demokratis sesudah
wafatnya Nabi inilah yang disebut Khulafaur Rasyidin. Jumlahnya ada 4 orang,
yaitu:

a) Abu Bakar as Shiddiq (11–13 H = 632–634 M );

b) Umar bin Khatab (13 – 23 H= 634 – 644 M);

c) Usman bin Affan (23 – 35 H = 644 – 656 M);

d) Ali bin Abu Thalib (35 – 40 H = 656 – 661 M)

Sesudah Ali bin Abu Thalib, para pemimpin umat Islam (khalifah) tidak
termasuk Khulafaur Rasyidin karena mereka merubah sistem dari pemilihan secara
demokratis menjadi kerajaan, yaitu kepemimpinan didasarkan atas dasar keturunan
seperti halnya dalam sistem kerajaan. Dengan wafatnya khalifah Ali, maka masa
pemerintahan Khulafaur Rasyidin telah selesai karena sesudah itu pemerintahan
Islam dipegang oleh khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan secara turun-temurun,
sehingga disebut Daulat / Bani Umayyah.
DAFTAR PUSTAKA

Zubaidah, Siti. (2016). Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana Publishing

Refileli. (2016). Peradaban Islam Periode Al-Khulafa’ Al-Rasyidin. Tsaqofah & Tarikh:
Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam, 1, 2-13.

Anda mungkin juga menyukai