Anda di halaman 1dari 3

membayar biaya perkara

Pihak-pihak yang dikalahkan dalam suatu perkara, wajib untuk membayar


biaya perkara, jika dalam perkara tersebut sampai diajukan ke pengadilan.
Seperti yang disebutkan pada pasal 181 ayat 1 H.I.R “Barang siapa dikalahkan
dengan keputusan hakim, akan dihukum pula membayar biaya perkara” .

pasal 1267 KUH Perdata disebutkan dalam hal terjadinya wanprestasi atau
tidak terpenuhinya isi perjanjian oleh salah satu pihak, maka: Pihak yang tidak
dipenuhi perikatannya dapat memaksa pihak yang lain untuk memenuhi isi
perjanjian atau menuntut pembatalan perjanjian tersebut ke pengadilan
dengan membebankan penggantian biaya, kerugian dan bunga.

terdapat 3 cara debitor membela diri, jika dia dianggap lalai.


1. dengan mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa.
yaitu pihak debitur menunjukkan bahwasannya apa yang telah
dijanjikan/tertulis di kontrak tidak terealisasikan dan disebabkan oleh peristiwa
yang datang diluar dugaan. hal ini juga telah disebutkan di pasal 1244 KUH
Perdata, disebutkan bahwa debitur tidak akan dihukum untuk membayar ganti
rugi jika ia membuktikan bahwa hal tidak dilaksanakannya perjanjian tersebut
disebabkan oleh keadaan memaksa (force majeur).
2. mengajukan bahwa si kreditur juga telah lalai.
dalam hal ini, setiap perjanjian timbal balik dianggap suatu asas bahwa
kedua belah pihak harus sama-sama melakukan kewajibannya.
3. pelepasan hak
ini merupakan sikap kreditur, yang mana pihak debitur boleh
menyimpulkan bahwa si kreditur sudah tidak menuntut ganti rugi.

hapusnya perikatan
terdapat 10 cara penghapusan suatu perikatan sesuai dengan syarat-syarat
yang telah diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata, yaitu :
1. pembayaran, merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela.
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
Jika kreditur menolak pembayaran dari debitur, maka debitur berhak
melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya tersebut, dan apabila
kreditur menolaknya, maka debitur menitipkan pembayaran tersebut di
pengadilan negeri.
3. pembaruan utang
4, perjumpaan utang / kompensasi
5. percampuran utang
Percampuran utang diatur dalam Pasal 1436 dan Pasal 1437 KUH
Perdata.
6. pembebasan utang
Pembebasan utang diatur dalam Pasal 1438-1443 KUH Perdata. Dalam
pembebasan utang, perlu diperhatikan bahwa pembebasan suatu harus
dibuktikan. Artinya, seorang debitur baru dapat dikatakan dibebaskan dari
utangnya jika secara nyata dibebaskan oleh kreditur. Jika hanya tidak ditagih
dalam waktu lama, tidak bisa dikatakan dibebaskan dari utangnya.
7. Musnahnya barang yang terutang
Musnahnya barang yang terutang diatur dalam Pasal 1444 dan Pasal
1445 KUH Perdata. Merujuk pada kedua pasal tersebut, dapat disimpulkan
bahwa jika barang yang menjadi objek perikatan musnah atau hilang, maka
hapuslah perikatan tersebut, jika memenuhi syarat:
- Musnahnya barang tersebut bukan karena kelalaian debitur;
- Debitur belum lalai menyerahkannya kepada kreditur.
8. Kebatalan atau pembatalan
Kebatalan atau pembatalan perikatan diatur dalam Pasal 1446-1456 KUH
Perdata.
9. Berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab kesatu KUH Perdata.
10. Lewatnya waktu
MOU
memorandum of understanding atau biasa disebut dengan nota kesepakatan.
merupakan sebuah dokumen legal yang menjelaskan persetujuan antara dua
pihak atau lebih dan biasanya hanya berisikan hal-hal inti saja. Syarat-syarat
sah suatu perjanjian telah diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, menyebutkan
terdapat 4 syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:
1. Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab yang halal.

Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak telah diatur dalam Pasal 1338
Ayat 1 KUH Perdata.

Anda mungkin juga menyukai