Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah Sastra Indonesia
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Nurlinah M. Ag
Oleh :
M. Syafieq Hisyam 1205020111
Shella Febrianti 1205020175
Sinta Nurmala 1205020177
Kelompok 5/ Kelas 3E
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Angkatan periode 70”
untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sastra Indonesia. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Sastra Indonesia,
yaitu Dr. Hj. Nurlinah M. Ag yang telah memberikan pengetahuan serta wawasan mengenai
mata kuliah ini. Terima kasih juga kepada teman-teman yang telah memberikan dukungannya
kepada kami.
Makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin. Namun tidak lepas dari itu,
kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupu
n dari segi lainnya. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran kepada para pembaca d
emi kesempurnaan penulisan makalah yang telah kami buat ini. Terlepas dari kekurangan ma
kalah ini, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR··················································································2
DAFTAR ISI······························································································3
BAB I PENDAHULUAN··············································································4
A. Latar Belakang···················································································4
B. Rumusan Masalah················································································4
C. Tujuan·····························································································4
BAB II PEMBAHASAN···············································································5
A. Sejarah Lahirnya Angkatan ‘70································································5
B. Ciri-Ciri Sastra Angkatan ‘70·································································6
C. Sastrawan Dan Karya Sastra Angkatan ‘70··················································7
D. Peristiwa-Peristiwa Penting····································································8
E. Analisis Karya Sastra Angkatan ‘70··························································9
BAB III···································································································17
PENUTUP·······························································································17
A. KESIMPULAN·················································································17
B. Saran·····························································································17
DAFTAR PUSTAKA··················································································18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini banyak masyarakat yang belum bahkan tidak mengenal
sastrawan di negerinya sendiri. Mereka hanya mengetahui nama tanpa mengetahui
latarbelakang sastrawan tersebut.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Lahirnya periode angkatan ’70 ini disebabkan karena adanya pergeseran sikap
berpikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan
sebuah karya sastra yang bercorak baru entah itu di bidang puisi, drama ataupun
prosa. Pergeseran ini mulai terlihat setelah kegagalan kudeta G 30 SPKI. Dalam
periode ini para sastrawan (pengarang) berusaha untuk melakukan eksperimen untuk
mencoba batas-batas berupa kemungkinan bentuk baik puisi, prosa drama semakin
tidak jelas.
Istilah Angkatan 70 ini pertama kali diperkenalkan oleh Dami. N Toda dalam
sebuah kertas kerjanya yaitu “Peta-peta perpuisian Indonesia 1970-an dalam sketsa”
yang pada saat itu diajukan dalam sebuah diskusi sastra memperingati hari lahir
Majalah Tifa Sastra 1 Fakultas Sastra UI (25 Maret 1997) yang sudah mencapai 5
tahun. Kemudian sastra Indonesia modern pada tahun 1970-an ini dinamai dengan
sastra periode 70 oleh Abdul Hadi W.M dan Dami Toda. Namun, Korrie Layuan
Rampan menamai sastra Indonesia setelah Angkatan ’45 dengan nama angkatan ’80.
Perbedaan keduanya hanya pada nama saja karena keduanya pun memiliki kesamaan,
yaitu :
Mereka tidak mengakui adanya angkatan ’66 yang di cetus oleh HB. Jassin.
Mereka meyakini bahwa adanya pergeseran wawasan estetik sesudah
angkatan ’45.
Keduanya memiliki persamaan pandangan tentang tokoh-tokoh pembaruan
sastra Indonesia.
Pada angkatan ’70 ini, para penulis menggunakan media buku, majalah
maupun koran untuk mempublikasikan karya-karyanya. Angkatan ini ditandai
dengan terbitnya sebuah Majalah Horison. Semangat avant garde sangat menonjol
pada angkatan ’70 ini. Banyak karya sastra pada angkatan ’70 ini yang sangat
beragam dalam aliran sastra, munculnya karya satra beraliran surrealistik, arus
kesadaran, artikep, absurd dan lain sebagainya.
B. Ciri-Ciri Sastra Angkatan ‘70
Pada Angkatan ’70 ini para pengarang sangat bebas bereksperimen dalam
penggunaan bahasa dan bentuk.
1. Puisi
a. Struktur Fisik
Puisi bergaya mantera menggunakan sarana kepuitisan berupa ulangan,
kata, frase atau kalimat.
Gaya Bahasa paraleisme dikombinasikan dengan gaya hiperbola untuk
memperoleh efek yang sebesar-besarnya serta menonjolkan tipografi.
Puisi konkret sebagai eksperimen
Banyak menggunakan kata-kata daerah untuk memberi kesan
ekspresif.
Banyak menggunakan permainan bunyi
Gaya penulisan yang prosais
Menggunakan kata yang sebelumnya tabu.
b. Struktur Tematik
Protes terhadap kepincangan masyarakat pada awal industrialisasi
Kesadaran bahwa aspek manusia merupakan subjek dan bukan objek
pembangunan.
Banyak mengungkapkan kehidupan batin religius dan cenderung
mistik.
Cerita dan pelukisan bersifat alegoris dan parabel.
Kritik sosial terhadap sikuat yang sewenang-wenang terhadap mereka
yang lemah dan kritik terhadap penyelewengan.
Perjuangan hak asasi manusia, kebebasan, persamaan, pemeratan dan
terhindar dari pencemaran teknologi modern.
2. Prosa Dan Drama
a. Struktur Fisik
Melepaskan ciri konvensional menggunakan pola sastra “absurd”
dalam tema, alur, tokoh maupun latar.
Menampakan ciri latar kedaeraan “warna lokal”.
b. Struktur Temantik
Sosial, politik, kemiskinan dan sebagainya.
Kejiwaan
Metafisik.
1. Iwan Simatupang
Beliau lahir pada tanggal 18 Januari 1928 di Sibolga, Sumatera Utara dan
meninggal 4 Agustus 1970 di Jakarta. Beliau pernah berkuliah di Fakultas
Kedokteran di Surabaya, memperdalam antropologi dan drama di Belanda, serta
belajar Filsafat di Paris. Karya-karya iwan diantaranya Merahnya Merah (Roman),
Kering (Roman), Ziarah (Roman) dan Kooong (Roman).
2. Putu Wijaya
Putu Wijaya lahir di Puri Anom Tabanan, Tabanan Bali 11 April 1944. Ia
dikenal sebagai sastrawan yang serba bisa. Karya-karyanya adalah Orang-orang
mandiri (Drama), Lautan Bernyanyi (Drama), Aduh (Drama), Hah (Novel),
Stasiun (Novel), Keok (Novel), Dadaku adalah perisaiku (Kumpulan Sajak), Tak
cukup sedih (Novel).
Beliau lahir pada 23 April 1938 di Garut, Jawa Barat. Karyanya ditulis
dalam bahasa Indonesia dan Sunda. Puisi-puisinya juga dimuat dalam antologi
sastra karya Ajip Rosidi yaitu Laut Biru Langit Biru.
8. Goenawan Mohamad
Lahir di Solo 1930 dan meninggal di kota itu pula pada tahun 1990.
Simfoni puisi (bersama D.S Moeljanto, 1945) dan buku puisi (1973).
10. Sapardi Djoko Darmono, karyanya yaitu Dukamu Abadi (1969), Mata Pisau
(1974), Akuarium (1974), Perahu Kertas (1984), Sihir Hujan (1989), Hujan
Bulan Juni (1984) dan Ayat-Ayat Api (2000).
11. Sutardji Calzoum Bachri
Lahir 24 juni 1941 di Riau. Karya-karyanya kumpulan puisi berjudul O, Amuk
kapak (1981).
D. Peristiwa-Peristiwa Penting
1. Tahun 1970 H.B Jassin diadili karena majalah yang dipimpinnya dituduh memuat
cerita pendek yang menghina agama Islam.
2. Pada tahun 1973, Sutardji Calzoum Bachri mengumumkan kredo puisinya. Masih
pada tahun ini muncul istilah aliran Rawamangun dan M.S Hutagalung.
3. September 1974 diselenggarakan pengadilan di Bandung. Dan pada bulan dan
tahun yang sama diselenggarakan pula “jawaban atas pengadilan puisi” yang
dilangsungkan di Jakarta.
4. Tahun1975 diselenggarakan “Diskusi besar cerita pendek Indonesia” di Bandung.
5. Tahun 1977 muncul istilah angkatan ’70 yang dilontarkan oleh Dami N Toda.
6. Tahun 1980 nobel Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa karya Pramoedya
Ananta Toer dilarang oleh pemerintah. Demikian pula untuk novel-novel lainnya.
7. Agustus 1982 diadakan seminar “Peranan Sastra dalam perubahan Masyarakat”
yang diselenggarakan di Jakarta.
8. Tahun 1984 muncul masalah sastra konteksual, serta jadi topik diskusi.
Diksi
Diksi yang digunakan pada puisi ini mudah untuk dipahami, pembaca bisa me
ngerti maksud dari puisi ini bahwa menceritakan sesuatu yang akan datang. Dan kata-
kata pada puisi ini mudah dipahami karena lebih ke makna yang sebenarnya.
Majas
Pada puisi ini hanya terdapat majas metafora.Metafora adalah bahasa kiasan se
perti perbandingan, hanya tidak menggunakan kata-kata perbandingan. Yaitu pada bai
t I, II, dan III. Pada kata-kata tersebut menggunakan majas metafora karena
mengumpamakan sesuatu dengan larik dan bait dalam sajak.
Citraan
Pencitraan adalah suatu kata atau nkelompok kata yang digunakan untuk
menggunakan kembali kesan-kesan panca indera dalam penjiwaan pembaca. Citraan
yang terdapat pada puisi ini yaitu :
1. Imajeri Pandang
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya ku cari
2. Imajeri Dengar
Suaraku tak terdengar lagi
3. Imajeri Rasa
Kau takkan kurelakan sendiri
Kau akan tetap kusiasati
Amanat
Amanat dari puisi ini adalah bahwa penyair ingin menyampaikan kesetiaannya
kepada pembaca walaupun ia sudah tidak ada, pembaca tak usah sedih. Karena dia tet
ap setia dan tetap bisa menemani pembaca dengan karya-karyanya.
Verifikasi
1) Rima
Pada puisi ini semua baitnya mempunyai akhiran i yang memberikan kesan ke
setiaan, pengandaian dan rayuan terhadap sesuatu yang akan dihadapi.
2) Ritme
Pada puisi ini ritma terdapat pada bait I, II, dan III yaitu pengulangan klausa
“Pada suatu hari nanti”.
Nada
Sikap penyair pada puisi ini adalah lembut dan halus karena ia menjelaskan b
ahwa walau suatu hari nanti ia tidak ada, tapi karya-karyanya akan selalu ada menem
ani para pembaca.
Perasaan
Pada puisi ini, penyair merasa sedih karena pada suatu hari nanti ia akan meni
nggalkan sosok Kau pada puisi ini yang bisa berarti pembaca, tetapi ia pun senang kar
ena walaupun suatu hari nanti ia tiada, tapi ia tetap menemani dan keberadaannya itu
digantikan oleh larik-larik sajak dan kenangan indah semasa hidup.
Tema
Puisi Pada Suatu Hari Nanti karya Sapardi Djoko Damono mempunyai tema
kesetiaan. Kesetian terhadap Kau yang bisa berarti pembaca, walaupun Aku dalam
puisi ini tidak ada, tetapi dia akan tetap setia ada bagi pembaca.
Kata Konkret
Tema
Tema dari puisi “TAPI” Karya Sutardji Calzoum Bachri adalah “hubungan ant
ara seorang hamba dengan Tuhan-Nya”. Contoh saja pada baris pertama puisi, aku ba
wakan bunga padamu. Kata bunga, merupakan makna konotasi karena seorang hamba
tidak akan membawa hal-hal demikian saat menghadap dengan penciptanya, sama hal
nya dengan kata resah, darah, mimpi, arwah, mayat, dan duka yang terletak pada bari
s selanjutnya. Sedangkan kata bilangpada puisi merupakan makna konotasi dari firma
n karena Tuhan biasanya menggunakan kata “firman”.
Majas
Majas yang digunakan pada puisi tersebut adalah hiperbola yaitu gaya bahasa yan
g melebih-lebihkan.
Citraan
Pada puisi ini terdapat citraan gerak dalam kalimat “aku bawakan bunga padamu”.
Citraan kesedihan yang tergambar pada kalimat “ aku bawakan mayatku padamu”.
Rima
Rima yang terdapat pada puisi TAPI antara lain :
1. Rima sejajar, terletak pada seluruh baris pada puisi, dapat dilihat pada pengula
ngan kata aku, bawakan, padamu, tapi dan bilang.
2. Rima tak sempurna, terletak pada baris 13-14 pada kalimat :
Aku bawakan arwahku padamu
Diksi
Puisi “TAPI” Karya Sutardji Calzoum Bachri tersebut menggunakan beberapa
gambaran kata seperti gambaran manusia, gambaran kesakitan dan gambaran usaha.
Amanat
Pesan moral yang dapat diambil dari puisi tersebut adalah derajat manusia tida
klah tinggi dihadapan Tuhan apabila manusia tersebut menyombongkan segala sesuat
u yang mereka punya. Dengan kata lain manusia tidak boleh merasa dirinya lebih ting
gi dari orang lain karena diatas kita masih ada langit yaitu Tuhan. Hakikatnya setiap
manusia kelak akan kembali kepada-Nya. Oleh karena itu kita sebagai manusia hanya
dapat meminta dan memohon kepada-Nya, karena tiada lagi tempat untuk meminta.
Tuhan
Kita begitu dekat
Sebagai api dengan panas
Aku panas dalam apimu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti kain dengan kapas
Aku kapas dalam kainmu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti angin dengan arahnya
Kita begitu dekat
Dalam gelap
Kini aku nyala
Pada lampu padammu
Tema
Pada puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat” penyair menggunakan tema ketuhanan,
pada puisi ini menggambarkan betapa dekatnya hubungan penyair (manusia) dengan
Tuhannya. Kata “Tuhan, kita begitu dekat” yang disebutkan beberapa kali
memperkuat bukti tersebut, bahwa penyair seperti sudah menyatu dengan Tuhan.
Perasaan
Sikap penyair dalam puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat” karya Abdul Hadi WM
adalah penyair setuju bahwa jalan kerohanian menuju kembali kepada Tuhan
berangkat dari ajaran tauhid Islam. Pada puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat” sang
penyair merasa dekat dengan Tuhan karena dalam puisi tersebut penyair
mengungkapkan betapa dekatnya dia dengan Tuhan dalam perumpamaan-
perumpamaan yang ada dalam puisi tersebut.
Nada dan Suasana
Pada puisi “Tuhan, Kita Begitu Dekat” sikap penyair terhadap pembaca
adalah tenang dan tulus karena dia mengungkapkan betapa dekatnya dia dengan
Tuhannya. Seperti pada bait ketiga yang berbunyi “Seperti angin dengan arahnya”.
Pada puisi ini, pembaca merasa damai dan tenang karena merasa dekat
dengan Tuhan seperti apa yang dirasakan oleh penyair. Seperti pada bait kedua dan
ketiga yang berbunyi “Seperti kain dengan kapas” dan “Seperti angin dengan
arahnya”.
Gaya Bahasa
Gaya Bahasa yang digunakan yaitu metafora dan personifikasi. Metafora
adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi
dalam bentuk yang singkat. Personifikasi adalah bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang seolah-olah memiliki
sifat-sifat kemanusiaan. Benda-benda mati itu seolah-olah bisa berperilaku,
berperasaan, dan memiliki karakter manusia lainnya.
Pencitraan
Dengan citraan dalam bentuk majas simile (baris ketiga) dan metafora (baris
keempat) itu pembaca lebih mudah membayangkan suasana akrab yang terbangun
antara penyair dengan Tuhan.
Amanat
Pesan yang terdapat dalam puisi “Tuhan, Kita BegituDekat” adalah hendaknya
kita selalu meningkatkan rasa keimanankepadaTuhan. Hubungan kedekatan antara
manusia dengan Tuhan dapat terjalin erat yang didasarkan pada dimensi keimanan
manusia kepada Tuhan. Hanya rasa keimananlah yang mampu mendekatkan
hubungan antara manusia dengan Tuhan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari makalah yang telah kami buat, pemakalah dapat menyimpulkan bahwa,
angkatan ’70 diperkenalkan oleh Dami N Toda. Munculnya Angkatan ’70 karena
adanya pergeseran sikap berpikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan
estetik dalam menghasilkan sebuah karya sastra yang bercorak baru entah itu di
bidang puisi, drama ataupun prosa. Ciri-ciri karya Sastra Angkatan ’70 Gaya Bahasa
paraleisme dikombinasikan dengan gaya hiperbola, Gaya penulisan yang prosais,
Menggunakan kata yang sebelumnya tabu dan Cerita dan pelukisan bersifat alegoris
dan parabel. Sastrawan Angkatan’70 antara lain yaitu Sapardi Djoko Damono, Iwan
Simatupang, Danarto, Budi Darma, Apip Musthofa, Goenawan Mohamad, Hartoyo
Andang jaya, Sapardi Djoko Darmono, Sutardji.
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik itu dala
m isi materi ataupun cara penulisan makalah ini. Maka dari itu, kami berharap kritik d
an saran dari pembaca. Semoga makalah ini dapat diterima, menmbah wawasan, juga
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA