Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PPKN

“NILAI-NILAI PADA PANCASILA”


Dosen pengampu :
ADEB DAVEGA PRASNA S.H., M.H

Disusun oleh :
Kelompok 4
Pira Soviana Ulfa (11210490000005)
Ovianti (11210490000018)
Muhammad Rizqi Aditiya (11210490000044)
Ossy Kamal (11210490000050)
Tegar Yulistyo (11210490000056)
Azhima Wafda (11210490000063)
Muhammad Adlil Hikam (11210490000111)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLOH JAKARTA

2021

Jl. Ir H.Juanda No.95, Cempaka.Putih, Kec. Ciputat, Tanggerang Selatan 15412

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah memberi rahmat dan
inayah nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang
berjudul“nilai-nilai pada pancasila” ini sesuai deadline waktu yang telah
diberikan. Tak lupa kami haturkan shalawat serta salam kepada Nabi Agung
Muhammad SAW yang dimana syafa’at nya lah yang kita nantikan pada hari
akhir kelak.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna


disebabkan karena terbatasnya kemampuan pengetahuan baik teori maupun
praktek. Dengan demikian kelompok ini mengahrapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari pembaca guna memperbaiki dan
menyempurnakan panulisan makalah ini.

Kiranya yang Maha Kuasa tetap menyertai kita sekalian, dengan


harapan pula agar karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkannya

Tangerang, 20 September 2021

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................... 2
DAFTAR ISI ....................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG ............................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................... 5
C. TUJUAN PENULISAN ............................................................. 5
BAB 2 PEMBAHASAN ....................................................................... 6
1. NILAI RELIGIUITAS ............................................................... 6
2. NILAI HUMANITAS ................................................................ 7
3. NILAI NASIONALIS ...................................................... …….8
4. NILAI PERMUSYAWARATAN DAN PERWAKILAN ....... 12
5. NILAI KEADILAN SOSIAL ................................................... 16
BAB 3 PENUTUPAN ......................................................................... 20
1. KESIMPULAN ........................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 22

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia dan di jadikan


pedoman dalam segala aspek penyelengaraan pemerintahan negara
Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan. Pancasila dianggap
satuan yang mendasar dan semua warganya harus menghafal dan mematuhi
isi nilai-nilai pancasila tersebut. Tetapi sebagian warganya hanya
menganggap pancasila sebagai ideologi saja tanpa mempedulikan makna
dan manfaat dalam kehidupan. Sebagian manusia tidak sadar akan manfaat
dari nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.

Pancasila mempunyai banyak nilai yang terkandung di dalamnya.


Dimana dari keseluruhan nilai tersebut terdapat lima garis besar nilai dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan,
nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai yang terkandung
ini menjadi tolak ukur bagi bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan
bernegara.

Pancasila membuat Indonesia tetap teguh dan bersatu di dalam


keberagamaan budaya. Menjadikan pancasila sebagai dasar kebudayaan
yang menyatukan budaya dengan yang lain. Indonesia memiliki
keberagaman, baik itu suku, bangsa, budaya dan agama. Dari semua itu,
Indonesia berdiri dalam suatu keutuhan. Menjadi kesatuan dan bersatu di
dalam persatuan yang kokoh di bawah naungan pancasila dan
semboyannya, Bhineka Tunggal Ika.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa makna religiuitas dalam Pancasila ?
2. Apa makna humanitas dalam Pancasila ?
3. Apa makna nasionalis dalam Pancasila ?
4. Apa makna permusyawaratan dalam Pancasila ?
5. Apa makna keadilan sosial dalam Pancasila ?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui makna religiuitas yang ada dalam Pancasila
2. Mengetahui makna humanitas yang ada dalam Pancasila
3. Mengetahui makna nasionalis yang ada dalam Pancasila
4. Mengetahui makna permusyawaratan dan perwakilan yang
ada dalam Pancasila
5. Mengetahui makna keadilan sosial yang ada dalam pancasila

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Nilai religius
Menurut KBBI kata religius memiliki makna sesuatu yang bersifat
keagamaan atau kepercayaan. Makna religius dalam Pancasila sangatlah
kental dikarenakan latar belakang Pancasila sendiri dibuat atas asas
ketuhanan. Menurut Kaelan, kata Pancasila sudah dijumpai pada
kepustakaan Budha yang berisi moral-moral yang harus ditaati1. Ajaran-
ajaran tersebut tercermin dalam tradisi islam di jawa yang dikenal dengan
“lima larangan”2.

Nilai religius Pancasila pada dasarnya sudah tercermin jauh sebelum


adanya agama-agama yang masuk di nusantara. Hal tersebut berbentuk
kepercayaan terhadap benda-benda atau tempat-tempat sakral yang dikenal
dengan animisme . Dan juga terhadap roh-roh yang bergentayangan atau
yang disebut dengan dinamisme. Kepercayaan-kepercayaan tersebut begitu
teguh dipegang oleh masyarakat pada masa itu, hingga mereka rela
mengeluarkan sebagian hartanya untuk membuat bentuk pemujaan yang
dinamakan sesajen.

Setelah beberapa abad kemudian barulah masuk agama-agama ke


Nusantara yang dibawa oleh para saudagar atau pedagang dari negara lain.
Adapun agama yang pertama masuk yaitu Hindu dan Buddha, kemudian
Islam dan pada masa penjajahan barulah agama Kristen masuk di nusantara.
Dari agama-agama tersebut, agama islamlah yang berkembang sangat pesat
hingga menjadi agama mayoritas di Indonesia.

1
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila,demokrasi,HAM,dan masyarakat madani, Jakarta:
ICCE UIN Syarif Hidayatulloh, 2017, hal. 35
2
ibid

6
Nilai-nilai kepercayaan tersebut yang menjadikan bangkitnya
semangat juang masyarakat nusantara untuk menjalani kehidupan sehari-
hari ataupun untuk mempertahankan NKRI. Bahkan pihak penjajah
mengakui bahwa jika ingin mengalahkan Indonesia maka hilangkan terlebih
dahulu semangat keagamaannya. Dari sejarah dan semangat itulah sila
pertama terbentuk yaitu “ketuhanan yang maha esa”.

Sila pertama tersebut menjadi pedoman bahwa Indonesia mengakui


adanya kepercayaan-kepercayaan dalam bentuk agama. Dan agama menjadi
pedoman penting bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal tersebut
dicantumkan pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memluk agamanya dan
kepercayaannya. Maka dari itu, warga negara yang baik adalah warga
negara yang menjalankan kewajiban keagamaannya dengan baik juga.
Namun perlu diperhatikan bahwa kita adalah bangsa Indonesia, maka
beragamalah dengan tetap menjaga nilai-nilai kebudayaan bangsa yang
baik.

2. Nilai Humanitas
Niilai humanitas dalam Pancasila memiliki arti yakni manusia
berhak diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya.
Sebagai mahluk yang sama hak dan kewajiban asasinya, tanpa membeda
bedakan ras, suku, agama, jenis kelamin, dan kedudukan sosial. Oleh karena
itu perlu dikembangkannya sikap saling mencinta sesama manusia, sikap
tenggang rasa dan tepa selira, serta sikap tidak semena mena terhadap orang
lain.

Manusia Sebagai Makhluk Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia


didudukkan sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya. Manusia
dikaruniai oleh Tuhan berbagai disposisi atau kemampuan dasar untuk

7
mendukung misi yang diembannya. Disposisi tersebut adalah kemampuan
untuk berfikir, merasakan, berkemauan dan berkarya.

Sebagai akibat dari kemampuan tersebut manusia mengalami


perkembangan dan kemajuan dalam hidupnya. Dengan kemampuan-nya
tersebut manusia menghasilkan karya-karya, baik yang bersifat nampak
(tangible) maupun yang tidak nampak (intangible), terakumulasi dalam
kehidupannya, dipelihara dan dijadikan kiblat dan acuan bagi hidupnya
sehingga berkembanglah budaya dan peradaban. Disebabkan oleh
pengalaman sejarah hidup berbeda yang dialami oleh masing-masing
komunitas atau kelompok masyarakat, maka setiap kelompok masyarakat
memiliki budaya dan peradabannya sendiri-sendiri.

Nilai humanitas ini menghendaki agar negara mengakui adanya hak


dan kewajiban yang sama pada setiap warga negara Indonesia, dan
mengharuskan kepada negara untuk memperlakukan manusia Indonesia dan
manusia lainnya secara adil dan tidak sewenang wenang. Di samping itu
negara juga harus menjamin kedudukan hukum dan pemerintah yang sama
terhadap setiap warga negara. Negara juga wajib menciptakan suasana
bermasyarakat yang berbudi luhur dan sesuai dengan harkat dan martabat
manusia.

3. Nilai Nasionalis

Pancasila adalah dasar negara,ideologi bangsa dan falsafah serta


pandangan hidup bangsa, yang di dalamnya terkandung nilai dasar, nilai
instrumental dan nilai praksis. Selain itu Pancasila sebagai ideologi terbuka
setidaknya memiliki dua dimensi nilai-nilai, yaitu nilai-nilai ideal dan
aktual. Namun nilai-nilai itu kondisinya dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
dibawa globalisasi, sehingga berdampak terjadinya pergeseran peradaban,
yang juga membawa perubahan pemaknaan dan positioning Pancasila.

8
Pancasila yang memiliki semboyan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an,
dengan pluralisme dan multikulturalisme yang harus disatukan oleh “rasa
bersama” dalam idiom nation-state berikut semangat nasionalisme yang
menyertainya. Sri Edi Swasono berpendapat, nasionalisme menegaskan
bahwa kepentingan nasional harus diutamakan, tanpa mengabaikan
tanggung jawab global. Dengan demikian Pancasila memiliki makna yang
berbeda akan tetapi tetap satu, banyak ragam tetapi tetap mewujudkan
persatuan.
Nasionalisme berasal dari kata “nation‟ yang berarti bangsa.
Terkadang kata “nasionalisme” itu sendiri telah sering disalahartikan oleh
masyarakat. Nasionalisme sering diartikan sebagai sebagai paham
chauvinisme yang berarti paham yang merendahkan bangsa lain dan
menjunjung tinggi bangsa sendiri dengan cara yang berlebihan. Persepsi
yang salah tentang kata “nasionalisme” perlu mendapat tanggapan dari
masyarakat itu sendiri karena nasionalisme dapat menghantarkan dan
menjadikan suatu bangsa tersebut menjadi bangsa yang besar. Seperti
pepatah mengatakan “Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat
menghargai jasa-jasa pahlawannya”. Pepatah tersebut menjelaskan arti kata
“nasionalisme” yang sebenarnya, apapun tantangan dan hambatanya bangsa
dan negara sendiri yang utama. Nasionalisme yang benar mengutamakan
kepentingan nasional tanpa mengabaikan tanggung jawab global.
Pancasila sejak masa Orde Baru runtuh sampai sekarang ini
dianggap sebelah mata oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena
penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah dan telah melanggar nilai-
nilai dari Pancasila. Penyimpangan terbesar dan yang paling sulit untuk
dibasmi adalah masalah KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), masalah
yang seolah-olah sudah menjadi penyakit mendarah daging di Indonesia ini.
KKN dilakukan karena kurang adanya rasa nasionalisme dalam bangsa
Indonesia tersebut, dan tidak mengamalkan Pancasila dengan baik dan
benar. Sebagai bangsa yang baik harus dapat menentukan mana sesuatu
yang baik dan mana yang buruk. Dalam kata lain, tidak boleh melanggar

9
nilai-nilai yang terdapat pada Pancasila. Demikian juga bagi generasi muda,
Pancasila yang mulai kehilangan pamornya di kalangan generasi muda
diharapkan akan muncul kembali kejayaannya jika generasi muda mulai
sadar dan memahami fungsi Pancasila serta melaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari.

Semangat nasionalisme dan patriotisme di kalangan generasi muda


mulai menurun. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya generasi muda yang
menganggap bahwa budaya barat lebih modern dibanding dengan budaya
sendiri. Generasi muda terutama di kalangan mahasiswa pelajar, banyak
mengekor budaya barat dari pada budaya sendiri. Hal ini bisa dilihat dari
cara bersikap, berpakaian, berbicara sampai pola hidup yang cenderung
meniru budaya asing dari pada budayanya sendiri. Hal ini terjadi di hampir
seluruh pelosok bukan hanya di kota-kota besar akan tetapi sudah
merambah ke pelosok-pelosok desa.

Menurut Rajasa (2007), generasi muda mengembangkan karakter


nasionalisme melalui tiga proses yaitu :
1. Pembangun Karakter (character builder) yaitu generasi muda berperan
membangun karakter positif bangsa melalui kemauan keras, untuk
menjunjung nilai-nilai moral serta menginternalisasikannya pada
kehidupan nyata.
2. Pemberdaya Karakter (character enabler), generasi muda menjadi role
model dari pengembangan karakter bangsa yang positif, dengan
berinisiatif membangun kesadaran kolektif dengan kohesivitas tinggi,
misalnya menyerukan penyelesaian konflik.
3. Perekayasa karakter (character engineer) yaitu generasi muda berperan
dan berprestasi dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan, serta terlibat
dalam proses pembelajaran dalam pengembangan karakter positif
bangsa sesuai dengan perkembangan zaman.

10
Dari konsep Rajasa tersebut dapat dianalisa bahwa generasi muda
sebagai pilar bangsa memiliki peran yang sangat penting. Masa depan
bangsa tergantung dari para generasi muda dalam bersikap dan bertindak.
Menjunjung nilai-nilai moral yang baik berdasarkan nilai-nilai Pancasila
dan melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari sangat penting dilakukan.
Rasa nasionalisme yang harus ditumbuhkan di kalangan generasi muda
bukan nasionalisme yang sempit, akan tetapi nasionalisme yang
menjunjung tinggi bangsa dan negara sendiri serta menghargai bangsa lain,
Pancasila berperan besar dalam menumbuhkan rasa nasionalisme
dan patriotisme di kalangan generasi muda. Apapun langkah tindakan yang
dilakukan harus selalu didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Pancasila yang
memiliki lima sila yang antara sila satu dan yang lain saling menjiwai dan
dijiwai dan menunjukan satu kesatuan yang utuh, memiliki makna yang
sangat dalam untuk menjadi landasan bersikap bertindak dan bertingkah
laku. Berbagai tantangan sudah dialami bangsa Indonesia untuk
menggantikan ideologi Pancasila tidak menggoyahkan keyakinan kita
bahwa Pancasila yang cocok sebagai dasar negara dan sebagai ideologi
sejati di negara Indonesia.
Secara nyata dapat dilihat bila berbicara Pancasila sebagai dasar
negera, maka yang terjadi seharusnya adalah bagaimana negara ini berusaha
dengan berbagai upaya untuk menegakkan masyarakat yang berketuhanan,
adil dan bermoral, mempunyai jiwa ukhuwah (persaudaraan) atau
kebersamaan, demokrasi, dan menciptakan kemakmuran masyarakat sesuai
dengan cita-cita para pendiri bangsa ini. Pertanyaannya sudahkah semua itu
terlaksana, atau adakah usaha penegakan terhadap terlaksananya nilai-nilai
Pancasila dengan sebenar-benarnya. Atau, bahkan sebaliknya banyak
kalangan baik itu para pejabat atau masyarakat secara umum menjadi orang
yang “munafik” dan berprilaku tidak sesuai dengan cita-cita para pendiri
bangsa ini, yaitu menjadi manusia yang mengingkari Pancasila.
Jadi, sudah menjadi suatu keharusan apabila bangunan nasionalisme
yang ditegakkan, baik sekarang maupun ke depan sampai waktu yang tidak

11
terbatas, adalah tetap berpegang pada nilai-nilai nasionalisme yang telah
diperjuangkan oleh para pendiri bangsa ini. Selanjutnya, perlu dikemukakan
bahwa jika menengok ke belakang, nasionalisme yang digunakan sebagai
alat pemersatu oleh para pendiri bangsa ini adalah nasionalisme yang
mentauladani sifat-sifat Tuhan, cinta akan keadilan, egaliter, dan
menghargai hak asasi manusia. Inilah bentuk perwujudan dari nilai-nilai
Pancasila. Sekarang, sebagai kritik apa yang telah dilakukan oleh
masyarakat bangsa ini, perlu dilihat apakah pengamalan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila sudah tercapai.
Dalam hal ini, nilai-nilai Pancasila harus benar-benar dijadikan
spirit moralisme untuk merekonstruksi desain negara bangsa yang penuh
keadaban dan bermartabat. Tampaknya, sekarang ini konsep nasionalisme
harus segera direka ulang sesuai dengan karakteristik kebangsaan Indonesia
mutakhir dengan tetap berpegang pada nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Desain isi nasionalisme Indonesia harus dimaknai bahwa
nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang menolak segala bentuk
diskriminasi, kedholiman, penjajahan, penindasan, ketidakadilan, serta
pengingkaran atas nilai-nilai ketuhanan, sebagaimana yang terkandung
dalam Pancasila.

4. Nilai Permusyawaratan Dan Perwakilan

Nilai Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan


dalam Permasyawaratan dan Perwakilan, terletak pada alasan dan pokok
permohonan pengujian Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air. Para pemohon beranggapan bahwa undang-undang a quo
mengandung muatan penguasaan dan monopoli sumber-sumber daya air
yang bertentangan dengan prinsip kasai negara dan digunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat tecermin pada Pasal 6 ayat (2) dan
ayat (3) mensyaratkan proses formalitas untuk membutikan keberadaan

12
masyarakat adat dan haknya untuk mengusahakan sumber-sumber air.
Pasal 6 ayat (2) menyatakan :

Penguasaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap
mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak yang serupa
dengan itu sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 6 ayat (3), menyatakan:

Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air


sebagaimana di maksud pada ayat (2) tetap diakui sepanjang kenyataannya
masih ada dan telah dikukuhkan dengan peraturan daerah setempat.

Diterangkan lebih lanjut pada Pasal 9 undang a que melibatkan


pengusahaan sumber-sumber air oleh swasta dilakukan melalui pemberian
Hak Guna Usaha dari pemerintah dan pemerintah darah yang menyatakan:

1. Hak Guna Usaha Air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha
dengan izin dari pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
2. Pemegang Hak Guna Usaha Air dapat mengalirkan air di atas ta nah orang
lain berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas ta nah yang
bersangkutan. Persetuju sebagaimana dimaksud pada (2) dapat berupa
kesepakatan ganti kerugian atau kompensasi.

Kemudian pada pasal 26 dan 80 undang-undang a quo menyebutkan


swasta sebagai pengelola sumber air berhak memungut biaya jasa
pengelolaan sumber-sumber air tersebut kepada pengguna.

Pasal 26 ayat (7) menyatakan:

13
Pendaya gunaan sumber daya air dilakukan dengan mengutamakan
fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan dengan memperhatikan prinsip
pemanfaatan air membayar biaya jasa pengelolaan sumber daya air dan
dengan melibatkan peran masyarakat.

Pasal 80 menyatakan:

1) Pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari


dan untuk pertama rakyat tidak dibebani biaya jasa pengelolaan sumber
daya air.
2) Pengguna sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menanggung biaya jasa pengelolaan sumber daya air.
3) Penentuan besarnya biaya jasa pengelolaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada perhitungan ekonomi rasional yang
dapat dipertanggungjawabkan.
4) Penentuan nilai satuan biaya jasa pengelolaan sumber daya air untuk setiap
jenis penggunaan sumber daya air didasarkan pada pertimbangan
kemampuan ekonomi kelompok pengguna dan volume penggunaan sumber
daya air.
5) Penentuan nilai satuan biaya jasa pengelolaan sumber daya air untuk jenis
penggunaan non-usaha dikecualikan dari perhitungan ekonomi rasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
6) Pengelola sumber daya air berhak atas hasil penerimaan dana yang dipungut
dari para pengguna jasa pengelolaan sumber daya air sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (2).
7) Dana yang dipungut dari para pengguna sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) digunakan untuk mendukung terselenggaranya
kelangsungan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang
bersangkutan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa


undang-undang a quo sudah memberikan ruang seluas-luasnya bagi swasta
(badan usaha dan individu) untuk menguasai sumber daya air. Pemberian

14
hak kepada swasta untuk menguasai sumber daya air di jabarkan oleh
undang-undang ini melalui izin hak guna usaha. Hak Guna Usaha menjadi
instrumen baru yang menentukan hak pengusahaan atas sumber-sumber air
yang ada. Dengan sifat tersebut, instrumen Hak Guna Usaha merekonstruksi
penguasaan sumber-sumber air, termasuk sumber air yang telah diusahakan
bagi kepentingan bersama masyarakat. Semestinya undang-undang a quo
berpatokan pada postulat keempat "Setiap undang-undang harus
memberikan ruang keterwakilan anggota masyarakat dalam pembentukan
dan penerap annya" mengandung arti bahwa setiap undang-undang yang
dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama
presiden harus:

1. Sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Undang-


undang yang dibentuk harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat bukan
kebutuhan kelompok/golongan tertentu.
2. Dibentuk atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat.
Undang-undang dibentuk atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat
sehingga tecermin budaya gotong royong dalam pembentukan dan
penerapannya.

Dengan memberikan penguasaan dan monopoli sumber-sum ber


daya air yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air, berarti secara tidak langsung bahwa undang-undang a
quo tidak memberikan ruang kepada masyarakat untuk berperan dalam
pembentukan dan penerapan undang-undang a quo. Oleh karena itu, peneliti
sependapat dengan para pemohon yang beranggapan bahwa undang-undang
a quo bertentangan de ngan prinsip-prinsip dikuasai negara dan digunakan
untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.

Hal tersebut, senada dengan pendapat Mahkamah Konstitusi, yaitu:


"Dalam perspektif tersebut maka demokrasi ekonomi adalah demokrasi

15
yang dikonseptualisasikan berdasarkan fakta mengenai pandangan bangsa
Indonesia yang bersifat kolektif, tidak individualis tik, dan tidak liberal,
sehingga perekonomian nasional disusun sebagai usaha bersama atas dasar
kekeluargaan (vide Pasal 33 ayat (1) UUD 1945). Dengan demikian, maka
penyelenggaraan negara di bidang ekonomi sebagai upaya pencapaian
keadilan sosial sebagai tujuan neg ara haruslah didasarkan pada demokrasi
ekonomi yang memosisikan rakyat sebagai perseorangan dalam kerangka
kemasyarakatan. Terkait dengan hal tersebut maka sesungguhnya negara
dengan kekuasaan yang diberikan kepadanya adalah sarana bagi rakyat
dalam mewujudkan keadilan sosial."3

5. Nilai Sosial Keadilan

Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki banyak suku


bangsa, ras, dan agama. Hal ini yang menyebabkan sulitnya mewujudkan
keadilan yang diinginkan oleh bangsa yang majemuk seperti yang terjadi di
Indonesia, karena definisi dari adil banyak ditafsirkan berbeda antara
penafsiran oleh suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lain. Akan
tetapi bangsa Indonesia merupakan bangsa yang hidup dengan banyaknya
budaya yang dapat memunculkan aturan-aturan hukum adat, kearifan lokal,
dan kebiasaan yang menjadi pedoman atau landasan bagi terwujudnya
keadilan.4

Nilai keadilan adalah nilai yang menjunjung tinggi norma


berdasarkan ketidak berpihakan, keseimbangan, serta pemerataan terhadap
suatu hal. Pada hakekatnya adil berarti seimbangnya hak dan kewajiban.
Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan cita-
cita bernegara dan berbangsa yaitu cita hukum bangsa Indonesia. Semua itu
bermakna mewujudkan keadaan masyarakat yang bersatu, dimana setiap

3
Backy Krisnayudi, Pancasila dan undang-undang, fajar interpratama mandiri (Kencana; 2016)
hal. 247-249
4
Muhammad Ammar Imaduddin. “Problematika Keadilan Hukum Yang Lemah”. Jurnal Ilmu
Politik dan Ilmu Pemerintahan. Vol, 04 No, 02.

16
anggota masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh dan
berkembang serta belajar hidup pada kemampuan yang dimilikinya.5

Segala usaha diarahkan kepada dan untuk rakyat, memupuk


peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai secara merata
bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah yang disebut dengan nilai keadilan
berdasarkan Pancasila yaitu perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat
Indonesia dalam segala bidang yaitu ekonomi, politik, sosial budaya dan
hukum.

Dalam sila ke-V Pancasila yang berbunyi, “Keadilan sosial bagi


seluruh rakyat Indonesia” terkandung nilai keadilan sosial, antara lain
perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan sosial atau kemasyarakatan
meliputi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan yang dimaksud merupakan
pemberian hak yang sama rata kepada seluruh rakyat Indonesia. maksud
dari keadilan sosial berkaitan dengan kesejahteraan, jadi kesejahteraan bagi
seluruh rakyat Indonesia merupakan suatu keadilan demi kesejahteraan
masyarakat banyak.

Keadilan dalam kehidupan sosial terutama meliputi bidang-bidang


ideologi, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan pertahanan keamanan
nasional. Cita-cita masyarakat adil makmur, material, dan spiritual, yang
merata bagi seluruh rakyat Indonesia. “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia” sebagai dasar negara diimplementasikan dalam UUD 1945
mengenai penyelenggaraan negara di bidang ekonomi adalah dalam bentuk
demokrasi ekonomi dengan tujuan mewujudkan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Itulah makna inti keadlilan sosial.6 Keadilan dan
kemakmuran yang merata merupakan suatu kesejahteraan yang diinginkan
bangsa Indonesia.

5
Ferry Irawan Febriansyah, “Keadilan Berdasarkan Pancasila Sebagai Dasar Filosofis dan
Ideologi Bangsa”. Jurnal Ilmu Hukum. Vol, 13 No, 25.
6
Dr. Backy Krisnayuda, S.H., M.H. Pancasila & Undang-undang : Relasi dan Transformasi
keduanya dalam Sistem Ketatanegaraaan Indonesia, ( Jakarta, Kencana, 2016 ), hlm. 251

17
Keadilan Sosial adalah keadilan dari sila kelima dalam Pancasila.
Sila kelima ini tidak lain merupakan ujung harapan dari semua sila lainnya
yang merupakan perwujudan nilai-nilai keadilan. Sila pertama sampai
dengan sila keempat saling berkaitan satu sama lain dan tidak dapat dipisah-
pisahkan. Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Semua sila tersebut
harus menghasilkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat terutama rakyat
Indonesia.

Oleh karena itu, perumusan kelima sila itu pada Alinea IV


Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diakhiri dengan kalimat, “serta
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Prinsip
keadilan sosial itu merupakan simpul dari semua dimensi dan aspek dari ide
kemanusiaan tentang keadilan. Istilah keadilan sosial tersebut terkait erat
dengan pembentukan struktur kehidupan masyarakat yang didasarkan atas
prinsip-prinsip persamaan (equality) dan solidaritas. Dalam prinsip keadilan
sosial terkandung pengakuan akan martabat manusia yang memiliki hak-
hak yang sama yang merupakan hak asasi. Prinsip keadilan sosial berbeda
dari ide keadilan hukum yang biasa dipaksakan berlakunya melalui proses
hukum. Prinsip keadilan sosial tentu juga tidak hanya menyangkut
persoalan moralitas dalam kehidupan bermasyarakat yang berbeda-beda
dari satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya.

Sila kelima dalam Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia


mengandung makna setiap manusia Indonesia menyadari hak dan
kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Untuk itu dikembangkan perbuatannya luhur yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong royongan.
Oleh sebab itu, diperlukan sikap adil terhadap sesama, menjaga
kesinambungan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang
lain.

18
Nilai yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, serta
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan atau Perwakilan. Dalam sila ke lima tersebut terkandung
nilai-nilai yang merupakan tujuan Negara sebagai tujuan dalam hidup
bersama. Dalam sila kelima tersebut terkandung nilai keadilan yang harus
terwujud dalam kehidupan bersama. Keadilan tersebut didasari dan dijiwai
oleh hakekat keadilan manusia yaitu keadilan dalam hubungan manusia
dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan
masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan
Tuhannya.7

7
www.pusakaindonesia.org/nilai-dasar-sila-kelima-dalam-pancasila/.

19
BAB III
PENUTUPAN
1. Kesimpulan
• Nilai religius Pancasila pada dasarnya sudah tercermin jauh sebelum adanya
agama-agama yang masuk di nusantara. Sila pertama tersebut menjadi
pedoman bahwa Indonesia mengakui adanya kepercayaan-kepercayaan
dalam bentuk agama. Dan agama menjadi pedoman penting bagi seluruh
masyarakat Indonesia. Hal tersebut dicantumkan pasal 29 ayat 2 UUD 1945
yang menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya dan kepercayaannya.
• Nilai humanitas dalam Pancasila memeiliki arti yakni manusia berhak
diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya. Sebagai
mahluk yang sama hak dan kewajiban asasinya, tanpa membeda bedakan
ras, suku, agama, jenis kelamin, dan kedudukan sosial. Nilai humanitas ini
menghendaki agar negara mengakui adanya hak dan kewajiban yang sama
pada setiap warga negara Indonesia, dan mengharuskan kepada negara
untuk memperlakukan manusia Indonesia dan manusia lainnya secara adil
dan tidak sewenang wenang.
• Pancasila berperan besar dalam menumbuhkan rasa nasionalisme dan
patriotisme di kalangan generasi muda. Apapun langkah tindakan yang
dilakukan harus selalu didasarkan nilai-nilai Pancasila.Pancasila yang
memiliki lima sila yang antara sila satu dan yang lain saling menjiwai dan
dijiwai serta menunjukan satu kesatuan yang utuh, memiliki makna yang
sangat dalam untuk menjadi landasan bersikap bertindak dan bertingkah
laku. Berbagai tantangan sudah dialami bangsa Indonesia untuk
menggantikan ideologi Pancasila tidak menggoyahkan keyakinan kita
bahwa Pancasila yang cocok sebagai dasar negara dan sebagai ideologi
sejati di negara Indonesia.
• Makna sila ke-4 Pancasila adalah hakikat dari demokrasi yang sebenarnya.
Sila ini melambangkan bahwa pemerintahan berasal dari rakyat, oleh rakyat,

20
dan untuk rakyat. Kerakyatan adalah kekuasaan tertinggi berada di tangan
rakyat. Demokrasi menjadi suatu hal yang mutlak. Pemusyawaratan adalah
membuat keputusan secara bulat secara bersama-sama melalui jalan
kebijaksanaan. Permusyawaratan artinya menggunakan musyawarah untuk
mufakat apabila merumuskan dan memutuskan suatu hal berdasarkan
kehendak rakyat. Serta adanya Asas kerakyatan terkandung di dalamnya.
Ini merupakan bentuk rasa cinta pada rakyat. Asas ini juga memperjuangkan
cita-cita rakyat dan menumbuhkan jiwa kerakyatan. Dalam sila ini terdapat
makna musyawarah mufakat yang sebenarnya merupakan bentuk
menghargai aspirasi rakyat dala permusyawaratan. Asas ini menghargai
perbedaan pendapat serta mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa, dan
negara.
• Sila kelima dalam Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia mengandung
makna setiap manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama
untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Nilai keadilan adalah nilai yang menjunjung tinggi norma berdasarkan
ketidak berpihakan, keseimbangan, serta pemerataan terhadap suatu hal.
Pada hakekatnya adil berarti seimbangnya hak dan kewajiban. Mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan cita-cita bernegara
dan berbangsa yaitu cita hukum bangsa Indonesia. Semua itu bermakna
mewujudkan keadaan masyarakat yang bersatu, dimana setiap anggota
masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh dan
berkembang serta belajar hidup pada kemampuan yang dimilikinya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ubaedillah dan Abdul Rozak. Pancasila,demokrasi,HAM,dan masyarakat madani.


Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatulloh, 2017.

Tukiran Taniredja, dkk. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila untuk Mahasiswa.


Bandung : Penerbit Alfabeta.

Backy Krisnayudi. Pancasila dan undang-undang, fajar interpratama mandiri.


Kencana : 2016.

Muhammad Ammar Imaduddin. “Problematika Keadilan Hukum Yang Lemah”.


Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan. Vol, 04 No, 02.

Ferry Irawan Febriansyah, “Keadilan Berdasarkan Pancasila Sebagai Dasar


Filosofis dan Ideologi Bangsa”. Jurnal Ilmu Hukum. Vol, 13 No, 25.

Dr. Backy Krisnayuda. Pancasila & Undang-undang : Relasi dan Transformasi


keduanya dalam Sistem Ketatanegaraaan Indonesia. Jakarta : Kencana, 2016.

www.pusakaindonesia.org/nilai-dasar-sila-kelima-dalam-pancasila/.

22

Anda mungkin juga menyukai