Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM

TENTANG
MASA PEMERINTAHAN AL KHULAFA AL RASYIDIN

DI SUSUN OLEH :
ABDUS SALIM : 2130103001
AYU FITRI WULANDARI : 2130103015
FERRY NALDO : 2130103029

DOSEN PENGAMPU:
PISDONI MARDIANTO,M. HUM

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)
BATUSANGKAR
2021/2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi allah SWT, shalawat dan salam semoga dilimpahkan atas
nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, shabat dan sekaqlian umatnya yang
bertaqwa .
Atas berkat dan rahmat dan hidayah allah SWT, penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ PERADABAN ISLAM MASA
KHULAFAURRASYIDIN “ ini dengan lancar tanpa halangan satu apapun.
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari bapak
dosen pengampu pada mata kuluiah “ sejarah peradaban islam” yang telah
memberikan tugas ini,sehingga tugas ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang pemaklah tekuni. Apabila masih
terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini, semoga di maafkan dan di
perlukan juga kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, guna
memperbaiki untuk pembuatan makalah selanjutnya.

Batusangkar, 16 Maret 2022

Pemakalah
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejarah peradaban islam memiliki arti yang sangat penting dan
tidak bisa kita abaikan begitu saja, begitu banyak ibrah dan hikmah
yang dapat kita pelajari dari sejarah tersebut. Dengan adanya sejarah
maka kita bisa mengetahui peristiwa dan apa yang terjadi pada masa
sebelumnya serta mengerti bagaimana pemerintahan setelah wafatnya
nabi Muhammad SAW. Yang digantikan oleh khulafaur rasyidin
sebagai pemimpin Negara.
Khulafaurrasyidin ialah para sahabat-sahabat terdekat nabi
Muhammad SAW. Mereka ialah terdiri dari Abu Bakar (632-634M),
Umar Bin Khattab(634-644M), Ustman Bin Affan(644-656M), dan
Ali Ibnu Abi Thalib(656-661M)
Namun di makalah ini pemakalah hanya menguraikan tentang dua
khalifah saja yakni Abu Bakar dan Umar bin Khattab yang akan
dibahas secara lebih lanjut.

B. Rumusan masalah
1. Sistem politik pemerintahan pada masa awal khulafa ar rasyidin.
2. Sistem pergantian kepala negara al khulafa ar rasyidin.
3. Tentangkhalifah amir al mukmianain dan imam al khulafa ar
rasyidin.
4. Memukakan biografi khalifah abu bakr.
5. Masalah yang muncul pada masa abu bakar.
6. Usaha usaha abu bakr dalam hal pemeliharaan sumber ajaran.
agama, dalam politik, sosial kemasyarakatan dan pemerintahan.
7. Biografi khalifah uar ibn al khattab.
8. Proses pengangkatan umar menjadi khalifah.
9.
C. Tujuan
A. Al khulafa al rasyidin
A. Sistem politik pada masa awal al khulafa al asyidin
1. Abu bakar al shidiq (politik konsolidasi)
Nama lengkapnya Abdullah ibn abi quhafaty at tamimi. Pada
zaman sebelum islam, ia bernama Abdullah ka’bah, kemudian oleh nabi
di ganti dengan Abdullah. Ia di juluki pula dengan abu bakar ( pelopor
pagi hari ) sehingga nama ini yang banyak yang di gunakan, karena ia
menjadi pelopor masuk islam saat masyarakat makkah masih dalam
kegelapan jahiliyah. Gelar al shidiq di perolehnya karena ia segera
membenarkan nabi dalam berbagai peristiwa, terutama tentang peristiwa
isra’ mi’raj ]Abu Bakar adalah pilihan yang paling ideal,dialah yang
semenjak awal telah mendampingi nabi dan paling paham tentang
risalah Nabi Muhammad SAW.
Masa kekhalifahan Abu Bakar yang berlangsung selama 2
tahun,11-13 H (632-634 M0,diawali dengan pidato yang memberi
komitmen bahwa dirinya diangkat menjadi pemimpin umat Islam
sebagai khalifah rasulillah,yaitu menggantikan Rasul melanjutkan tugas-
tugas kepemimpinan agama dan kepemimpinan
pemerintahan.Penegasan ini membawa implikasi bahwa Abu Bakar akan
selalu menjadikan nilai dasar Islam yang dibawa rasul sebagai dasar dari
kepemimpinannya.
Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah,pada satu sisi
memberikan keuntungan tersendiri bagi berlanjutnya pemerintahan
negara Madinah,namun pada sisi lain munculnya penolakan orang-orang
Arab,terutama orang-orang yang baru masuk Islam.
Penentangan terhadap negara Madinah yang dilakukan oleh suku-
suklu Arab merupakan sebuah realitas bangsa Arab yang sangat sulit
menerima kebenaran,sangat sulit untuk tunduk pada ajaran yang
baru,yang tidak umum berkembang pada lingkungan mereka.
Gerakan oposisi dan penetangan mereka yang disebut Riddah dibagi
menjadi :
(1). Gerakan melepas kesetiaan kepada ajaran Islam,kembali kepada
kepercayaan semula. Gerakan Riddah ini secara politik merupakan
pembangkangan terhadap lembaga kekhalifahan.
(2). Gerakan menolak membayar zakat. Penolakan mereka membayar
zakat disebabkan pandangan salah mereka tentang zakat yang dikira
pajak.
(3). Gerakkan yang mengangkat diri mereka menjadi nabi: seperti yang
dilakukan Musailamah al Khazzab (pendusta) yang menyatakan bahwa
nabi telah mengangkat dirinya sebagai mitra di dalam kenabian. Di
Yaman muncul orang-orang yang mengaku nabi,yaitu Aswad Ansi dan
Sajjah ibn Haris.
(4). Gerakan dari nsuku-suku pembangkang yang mengklaim bahwa
Islam adalah agama bangsa Arab semata. Mereka berusaha meraih
kembali kemerdekaan.
Melihat kondisi bangsa Arab dalam wilayah kekuasaan Islam yang
menolak terhadap kekhalifahan Abu Bakar,bahkan penolakan terhadap
Islam,maka orientasi politik yang dijalankannya pertama kali adalah
melakukan konsolidasi, mempersatukan masyarakat Arab dalam
kekuasaannya dan dalam keagamaan Islam serta tetap dalam
menjalankan ajaran agama.
Terhadap gerakan Riddah,kembali ke ajaran nenek moyang
mereka, Abu Bakar melancarkan operasi pembersihan terhadap mereka
dengan melakukan tekanan dan ajakan kembali ke jalan Islam,namun
ketika mereka menolak baru dilakukan peperangan. Begitu juga ketika
menghadapi orang yang tidak mau membayar zakat dan nabi-nabi
palsu,tindakan Abu Bakar adalah melakukan pembersihan,menumpas
serta memerangi mereka.
Perang riddah melawan kemurtadan yang berjalan alot berhasil
dimenangkan oleh pemerintah Abu Bakar di bawah pimpinan Khalid ibn
Walid. Namun,di samping itu semua ,banyak dari penghafal Al Qur’an
yang tewas dalam perang tersebut. Melihat suasana ini Umar merasa
cemas,dan mengusulkan kepada Abu Bakar untuk membukukan Al
Qur’an.Abu Bakar pada awalnya tidak menyetujui usulan ini karena
tidak ada otoritas dari Nabi untuk membukukan Al Qur’an,namun
kemudian ia setuju dan memberikan tugas tersebut kepada Zaid bin
Tsabit untuk menuliskannya.
Perilaku politik lain yang dijalankan Abu Bakar adalah melakukan
ekspansi. Ada dua ekspansi yang dilakukan pemerintahan Abu
Bakar,yaitu :
(1). Ekspansi ke wilayah Persia di bawah pimpinan Khalid ibn Walid.
Dalam ekspansi ini (thn 634 M),pasukan Islam dapat menguasai dan
menaklukkan Hirah,sebuah kerajaan Arab yang loyal kepada Kisra di
Persia.
(2). Ekspansi ke Romawi di bawah empat panglima perang,yaitu
Ubaidah,Amr ibn Ash,Yazid ibn Sofyan,dan Syurahbil. Ekspansi yang
dilakukan oleh keempat panglima perangnya ini dikuatkan lagi dengan
kehadiran Khalid ibn Walid untuk menguasai wilayah tersebut,karena
kemenangan atasnya akan sangat besar artinya bagi penguasaan daerah-
daerah lain di barat dan utara.Akhirnya pasukan Islam di bawah
panglima Khalid dapat mengalahkan pasukan Romawi dalam
peperangan Ajnadain pada tahun 634 M.
Ketika pasukan Islam sedang menghadapi peperangan di Front
Sirian Damascus,Baalbek,Homs,Hama,Yerussalem,Mesir dan
Mesopotamia, Abu Bakar meninggal dunia,Senin 23 Agustus 634
M,setelah menderita sakit selama beberapa hari. Dalam menjalankan
politik pemerintahannya selama 2 tahun 3 bulan dan 11 hari,Abu Bakar
mengedepankan aspek musyawarah untuk menyelesaikan berbagai
persoalan,sehingga secara internal kondisi pemerintahnnya stabil.
2. Umar ibn khattab (politik ekspansi)
Umar ibn Khattab ibn Nufail ibn Abd.Al Uzza merupakan
keturunan dari ‘Adi,salah satu suku bangsa Quraisy yang terpandang
mulia. Ia lahir lebih muda 4 tahun dari Rasulullah di Makkah. Umar
dibesarkan dalam lingkungan yang meskipun kecil dan tidak kaya,tapi
menonjol di bidang ilmu,karena itu kabilah ini sering dipercaya untuk
menyelesaikan berbagai perselisihan dalam suku Quraisy,seperti pernah
dilakukan oleh kakenya Nufail ibn al uzza yang sukses menyelesaikan
persengketaan antara Abd al Muttahlib dengan Hazid ibn Umayyah.[13]
Umar menjabat sebagai khalifah selama 10 tahun,dari tahun 13-23
H (634-644 M). Dalam masa pemerintahannya Umar melakukan
beberapa langkan politik. Langkah politik ekspansi merupakan langkah
yang paling populer selama pemerintahan Umar. Langkah ini harus
dilakukan karena pasukan Islam sudah menyebar ke beberapa wilayah
yang dikirim oleh pemerintahan Abu Bakar,mau tidak mau dia harus
meneruskan langkah tersebut. Umar sangat tahu sekali kondisi psikologi
pasukan Islam yang punya semangat dakwah yang sangat tinggi untuk
menyerukan ajaran-ajaran agama ke seluruh penjuru dunia,selain karena
bangsa Arab (kaum Badui) terbiasa dengan kehidupan berpindah-pindah
(nomad) dan suka berperang. Penyatuan antara kedua aspek
dakwah,nomad dan suka berperang dari pasukan Islam,akhirnya
digunakan untuk melakukan ekspansi dan dengan cepat dapat
menundukkan wilayah kekuasaan Romawi dan Persia satu peratu.
Kemenangan besar yang didapat pasukan Islam dalam peperangan
dengan pasukan Romawi di Suriah dan Mesir serta pasukan Sasania di
Persia disebabkan pula oleh ; (1). Kondisi internal kedua kerajaan
tersebut yang secara militer telah lemah akibat peperangan di antara
mereka,atau perang melawan pasukan Islam sebelumnya. (2). Perilaku
kedua kerajaan ini terhadap rakyatnya. Kondisi ini mengakibatkan
mereka bergabung dengan pasukan Islam bahkan mereka lebih memilih
untuk menerima penguasa baru dalam kekuasaan pemerintahan Umar
ibn Khattab.
Langkah politik kedua sebagai akibat dari penyerbuan pasukan
Islam ke daerah bekas kekuasaan Romawi dan Sasania adalah
mengkonsentrasikan pasukan Islam hanya digunakan untuk menjalankan
penaklukan dan untuk membentengi wilayah yang telah ditundukkan.
Langkah politik ketiga yang dilakukan Umar ibn Khattab adalah
pasukan islam tidak diperbolehkan memaksakan warga taklukan untuk
memeluk agama Islam. Prinsip ini sudah pernah dijalankan pada masa
Rasulullah yang memberi izin kepada pemeluk Yahudi dan Kristen tetap
berpegang pada agamanya,dengan catatan mereka haruus membayar
upeti. Gubernur yang dikirim hanya ditugasi untuk menangani
pengumpulan pajak dan upeti,mengawasi distribusi pajak sebagai gaji
tentara dan memimpin peperangan serta pelaksanaan shalat jama’ah.
Namun dalam perkembangannya ada perubahan dalam pengaturan
terkait dengan urusan sosial dan administrasi kenegaraan,meskipun
dalam penerapan antara satu propinsi dan lainnya berbeda. Di Iraq
seluruh wilayah dikuasai dan diurusi negara Khurasan, dikuasai oleh
penguasa lokal,di Mesir menghapus otonomi kekeyaan fiskal,dan kota
mengatur afministrasi yang mandiri.
Langkah politik keempat adalah didasari oleh keberhasilan
meluaskan jajahan yang membawa implikasi pada membanjirnya harta-
harta,baik rampasan,upeti,pajak dan lainnya. Untuk memudahkan urusan
administrasi dan keuangan,maka dalam pemerintahannya dibentuk
lembaga-lembaga dan dewan-dewan, seperti Bait al Maal
(perbendaharaan negara), pengadilan dan pengangkatan hakim,jawatan
pajak,penjara,jawatan kepolisian juga membuat aturan pembagian gaji
kepada tentara dan tentara cadangan,pemberian gaji kepada guru-
guru,muadzin dan imam,pembebanan bea cukai,pemungutan pajak atas
kuda yang diperdagangkan,pungutan pajak atas orang-orang kristenbani
Tighlab sebagai ganti jizyah. Umar juga menempa mata uang dan tahun
hijrah yang dimulai dari hijrah Rasul.
Dalam keagamaan tokoh cerdas ini merupakan mujtahid yang
handal pada zamannya. Dia menghasilkan ijtihad dimana pandangan-
pandangannya berbeda dengan Nabi dalam beberapa hal,namun tidak
keluar dari komitmennya yang kuat terhadap Al Qur’an dan Sunnah
Rasulullah. Seperti peniadaan hukum potong tangan pada tindak pidana
pencurian,jatuhnya talak tiga sekaligus memasukkan lafal asshalatu
khairun min al naum dalam shalat shubuh,shalat tarawih dengan jumlah
rakaat sebanyak 20 dan lain-lain.
Pemerintahan khalifah Umar yang berlangsung selama 10 tahun,6
bulan dan 40 hari,dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang
demokratis,selain karena dia meletakkan prinsip-prinsip demokrasi
dalam pemerintahannya dengan jalan membangun jaringan
pemerintahan sipil[18] juga bersifat egaliter dengan menjamin
persamaan hak dalam bernegara,tidak membedakan antara atasan dan
bawahan, penguasa dan rakyat. Ketika akan menjalankan shalat shubuh,
seorang budak berkebangsaan Persia bernama Feros atau Abu Lu’lu’ah
secara tiba-tiba menyerang Umar dan menikam dengan pisau. Khalifah
terluka yang sangat parah,dan setelah 3 hari dari peristiwa penikaman
tersebut,Umar wafat pada tanggal 1 Muharram 23 H.
B. Sistem pergantian kepala negara
Pertemuan para sahabat pada hari saqifah merupakan pertemuan
bersejarah yang paling besar pengaruhnya terhadap perjalanan umat
Islam. Dalam pertemuan itu diputuskan adanya keharusan untuk
mendirikan kekhalifahan. Pada pertemuan itu telah diputuskan juga
sebuah prinsip yang sangat urgen bahwa pemilihan seorang khalifah
hanya terlaksana melalui prosedur pemilihan dari umat, aspirasi umat
atau wakil umat yang aspiratif dan merepresentasikan kedaulatan umat:
seperti para sahabat yang berkumpul pada hari Saqifah.
Sejarah tidak pernah menyebutkan adanya seseorang yang
mengklaim adanya teks dari Nabi yang menunjuk seseorang atau sebuah
kelompok keluarga tertentu untuk mengemban jabatan kekhalifahan.
Klaim-klaim seperti ini muncul setelah pertemuan hari Saqifah dari
golongan Syi’ah yang secara fanatik loyal (tasyayyu) kepada Ali r.a.,
serta keturunannya. Oleh karena itu, merupakan kesepakatan final bagi
kelompok Ahlus Sunnah—dan mereka merupakan kelompok mayoritas
umat Islam—dan disepakati juga pendapat mereka dalam hal ini oleh
kelompok muktazilah, murjiah, dan khawarij bahwa jalan menuju
keimamahan atau kekhalifahan yang konstitusional atau bahwa sumber
kekuasaan khalifah hanya dapat dicapai melalui prosedur pemilihan
umum oleh umat, yang dicerminkan dengan prosedur pembaiatan.
Dengan demikian, umat merupakan dasar legitimasi
kekuasaan/pemerintahan Salah satu kelompok kaum muslimin, kelompok
minoritas, berkeyakinan bahwa sebenarnya Rasulullah telah menunjuk
pengganti beliau, dan calon tersebut adalah keponakannya,’Ali[8].
Menurut mereka, penunjukan tersebut dilakukan Nabi dalam perjalanan
beliau kembali dari Haji Wada’, pada tanggal delapan belas Dzulhijjah,
tahun kesebelas hijriah (632) di suatu tempat yang bernama Ghadir
Khumm (kolam Khumn), dimana beliau membuat pernyataan bersejarah
yang telah diriwayatkan dalam berbagai versi, yang paling terkenal
diantaranya menyatakan bahwa Nabi mengatakan :”barangsiapa yang
menganggapku sebagai pemimpin (mawla), mulai saat sekarang
hendaklah menganggap ’Ali sebagai pemimpinnya”. Kelompok ini
terkenal dengan nama Syi’ah.
Kelompok lain yang dekat dengan mereka berpendapat warisan
kepemimpinan haruslah diserahkan kepada ’Abbas, paman Nabi, dengan
alasan bahwa jika persyaratan mutlak bagi pengganti Nabi tersebut
adalah bahwa ia harus termasuk famili beliau, maka ’Abbas, yang lebih
tua daripada ’Ali, memiliki hak yang lebih besar untuk menjadi
pengganti Nabi, berdasarkan ayat-ayat Al-Quran yang menyatakan
bahwa diantara ”mereka yang termasuk sanak kerabat,” sebagain lebih
utama dari yang lain (QS, al-Anfal, 8:75)
Tetapi, pandangan Syi’ah tidaklah semata-mata mempertimbangkan
kualitas-kualitas pribadi ’Ali. Mereka menyatakan bahwa tidaklah masuk
akal ditinjau dari sifat keadilan dan kasih sayang (luthf) Tuhan terhadap
ummat manusia jika dia membiarkan masalah kepemimpinan (imamah)
ini tanpa keputusan. Pertimbangan rasional yang membuat perlunya
Tuhan mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi juga menuntut bahwa dalam
ketidakhadiran rasul-rasul tersebut, haruslah ditunjuk pemimpin-
pemimpin yang tak bercacat untuk membimbing pengikut mereka.
Kaum Syi’ah juga berargumentasi, terutama dalam menanggapi
kritik-kritik dari pihak-pihak yang mempertahankan prinsip pemilihan
bagi penganti-pengganti Nabi—bahwa masalah kepemimpinan ummat
adalah masalah yang terlalu vital untuk diserahkan begitu saja pada
musyawarah manusia-manusia biasa yang bisa memilih orang yang salah
untuk kedudukan tersebut, dan karenanya bertentangan dengan tujuan
wahyu ilahi. Hanya Allah-lah yang bisa mengenali individu-individu
yang memiliki sifat-sifat berilmu, tak bercacat dan tak mungkin keliru
(ishmah) dan dengan demikian dapat menjamin kejayaan wahyu-wahyu-
Nya dengan menjadikan individu-individu tersebut dikenal melalui
utusan-utusannya. Disinilah masalah-masalah mengenai pribadi-pribadi
memasuki perdebatan, karena kaum Syi’ah berpendapat bahwa hanya
orang-orang yang berhubungan dekat, atau mempunyai tali kekeluargaan
dengan Nabi saja yang memiliki kualitas-kualitas seperti itu, dan orang
ini tak lain adalah ’Ali dan keturunannya
Kelompok Ahlu sunnah secara keseluruhan—yang nota bene adalah
kelompok mayoritas umat Islam—berpendapat bahwa kekhalifahan
Khulafaur Rasyidin sah dan legitamate[10] menurut prinsip-prinsip
syariat. Berangkat dari premis ini, mereka berpandangan bahwa
kekhalifahan Khulafaur Rasyidin dapat dijadikan contoh atau prototipe
yang menjadi sumber kaidah fundamental, teladan inspiratif, dan
landasan-landasan pemerintahan Islami. Tidak mengherankan, karena
fase ini merupakan periode para sahabat, yang nota bene adalah orang-
orang yang hidup semasa dengan Rasullulah saw., yang menemani beliau
dan turut serta didalam membangun negara bersama Rasullulah beserta
kaum mukmin.
Sahabat-sahabat Rasullulah adalah orang-orang yang memahami
hakikat inti ajaran Islam dan mereka adalah panutan utama dalam agama
setelah Rasullulah. Kesepakatan yang mereka lakukan adalah
kesepakatan peringkat pertama dari hukum ijma ulama, karena mereka
tentunya bersandar dalam berijma kepada apa yang mereka dengar dari
sabda-sabda Rasullulah dan yang mereka saksikan dari tingkah laku
Rasullulah, atau dari hasil ijtihad mereka didalam menginterpretasikan
Al-Qur’an dan dapat juga dari pemahaman mereka terhadap jiwa dan inti
ajaran umat Islam.
Konsep ijma merupakan salah satu sumber hukum yang disepakati
dari berbagai sumber hukum Islam berdasarkan teks Al-Qur’an dan al-
hadist. Ijma yang paling solid dan paling benar adalah ijma para sahabat
yang selalu menyertai Rasullulah. Demikian juga ketika mayoritas
sahabat bersepakat dalam satu hal, kesepakatan tersebut juga memiliki
kapasitas sebagai sumber hukum yang layak diikuti dan dijadikan bahan
pertimbangan.
C. Tentang khalifah, amir al mukminin dan imam
Dalam khazanah keilmuan islam telah dikenal istilah “khalifah”,
“amirul mukminin” dan “imam”. Ketiga ini adalah istilah syar’I dan
sebutan bagi seseorang penguasa. Dalam sejarah islam, istilah-istilah
tersebut dipakai untuk menggelari seseorang penguasa yang mengurusi
urusan kaum muslimin. Karena ketiga istilah ini memiliki sandaran dalil,
ia menjadi sebaik-baik gelar bagi seorang penguasa.

Oleh:
Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muhammad ‘Abdul Hayyi al-Kattani (w. 1382
H)

‫ ﻭاﻟﻘﺎﺋﻢ ﺑﻬﺎ‬،‫ اﻟﻘﺎﺋﻤﺔ ﺑﺤﺮاﺳﺔ اﻟﺪﻳﻦ ﻭاﻟﺪﻧﻴﺎ‬،‫ ﻭاﻟﻮﻻﻳﺔ اﻟﻌﺎﻣﺔ اﻟﺠﺎﻣﻌﺔ‬،‫اﻟﺨﻼﻓﺔ ﻫﻲ اﻟﺮﻳﺎﺳﺔ اﻟﻌﻈﻤﻰ‬
‫ ﻭاﻹﻣﺎﻡ ﻷﻥ اﻹﻣﺎﻣﺔ ﻭاﻟﺨﻄﺒﺔ ﻓﻲ‬،‫ ﻷﻧﻪ ﺧﻠﻴﻔﺔ ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﻪﻠﻟا ﺻﻠﻰ ﻪﻠﻟا ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ‬،‫ﻳﺴﻤﻰ اﻟﺨﻠﻴﻔﺔ‬
‫ ﻻ ﻳﻘﻮﻡ ﺑﻬﺎ ﻏﻴﺮﻩ ﺇﻻ ﺑﻄﺮﻳﻖ‬،‫ﻋﻬﺪ اﻟﺮﺳﻮﻝ ﺻﻠﻰ ﻪﻠﻟا ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭاﻟﺨﻠﻔﺎء اﻟﺮاﺷﺪﻳﻦ ﻻﺯﻣﺔ ﻟﻪ‬
‫ ﻭﻫﻮ اﻟﻮاﻟﻲ اﻷﻋﻈﻢ ﻻ ﻭاﻟﻲ ﻓﻮﻗﻪ‬.‫ ﻭﻳﺴﻤﻰ ﺃﻳﻀﺎ ﺃﻣﻴﺮ اﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ‬،‫اﻟﻨﻴﺎﺑﺔ ﻋﻨﻪ؛ ﻛﺎﻟﻘﻀﺎء ﻭاﻟﺤﻜﻮﻣﺔ‬
‫ﻭﻻ ﻳﺸﺎﺭﻛﻪ ﻓﻲ ﻣﻘﺎﻣﻪ ﻏﻴﺮﻩ‬.

“Khilafah adalah kepemimpinan tertinggi, kekuasaan umum yang


menyeluruh (atas umat Islam, -penj.), yang berperan menjaga agama
(Islam) dan urusan dunia sekaligus. Pelaksananya disebut Khalifah,
karena dia merupakan pengganti daripada Rasulullah; disebut juga Imam
karena menjadi Imam dan Khathib di masa Rasulullah dan Khulafa`
Rasyidin adalah kelaziman baginya. Tidak ada yang boleh
menggantikannya kecuali ditunjuk untuk mewakilinya, begitu juga dalam
peradilan dan pemerintahan; dan juga disebut Amirul Mukminin. Dialah
pimpinan tertinggi (al-waliy al-a’zham), yang tidak ada pemimpin lagi di
atasnya dan tidak pula ada yang setingkat dengan kedudukannya.”

Al-Kattani, Muhammad ‘Abdul Hayyi. t.t. Nizhâm al-Hukûmah an-


Nabawiyyah al-Musammâ at-Tarâtîb al-Idâriyyah. (Beirut: Dar al-
Arqam) Cet. II, juz 1 hlm 79
2. khalifah Abu Bakar
A. Biografi khalifah Abu Bakar
Abu Bakar Ash-shiddiq dilahirkan pada tahun 573 M. Dia dilahirkan
di lingkungan sukuyang sangat berpengaruh dan suku yang banyak
melahirkan tokoh-tokoh besar. Ayahnya bernama utsman (abu kuhafah)
bin amir bin ka’ab bin saad bin laym bin mun’ah bin ka’ab bin lu’ay,
berasal dari suku quraisy, sedangkan ibunya bernama Ummu Al-khair
Salma binti sahr bin ka’ab bin sa’ad bin Taym bin Murrah. Garis
keturunannya bertemu pada neneknya, yaitu ka’ab bin sa’ad.
Abu Bakar adalah orang yang pertama kali masuk islam ketika islam
mulai didahwakan. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang
dibawakan oleh nabi Muhammad SAW. Setelah masuk islam ia tidak
segan untuk menumpahkan segenap jiwa dan harta bendanya untuk islam.
Pengorbanan abu bakar terhadap islam tidak dapat diragukan. Ia juga
pernah ditunjuk rasul sebagai penggantinya untuk mengimami shalat
ketika nabi sakit. Nabi Muhammad SAW. Pun wafat tak lama setelah
kejadian tersebut. Karena tidak ada pesan mengenai siapa penggantinya
dikemudian hari, pada saat jenazah nabi belum dimakamkan diantara
umat islam, ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat mengganti nabi
Muhammad SAW.
Abu Bakar dipilih berdasarkan aklamasi, walaupun tokoh-tokoh lain
tidak ikut membai’atnya, misalnya Ali bin abi Thalib. Kelompok lain yang
menyetujuinya ialah Anshar Saad bin Ubadah meskipun pada akhirnya
tenggelam dalam sejarah. Dengan pembai’atan Abu bakar resmi menjadi
khalifah pertama di dunia islam.

B. Masalah yang muncul pada masa Abu bakar


1. Menumpas Nabi palsu
2. Memberantas kaum murtad
3. Menghadapi kaum yang ingkar zakat
4. Mengumpulkan ayat-ayat Al-Qura’an

C. Usaha-usaha Abu bakar dalam pemeliharaan sumber ajaran agama islam,


politik, administrasi pemerintahan seperti pelimpahan wewenang pada
hakim

Anda mungkin juga menyukai