Anda di halaman 1dari 1

Press release 14 Januari 2010

Masyarakat Sipil Dukung Moratorium Hutan


Kami dari beberapa organisasi dan jaringan masyarakat sipil Indonesia memberikan apresiasi dan mendukung
upaya pemerintah Indonesia (Satgas REDD+) dalam mengupayakan keselamatan dan keberlanjutan ekosistem
hutan lewat penyusunan kebijakan moratorium konversi hutan alam dan lahan gambut. Meski demikian, kami
merasa terdapat beberapa catatan mendasar dalam draft kebijakan yang ada dan perlu disikapi agar penundaan
ini benar-benar memiliki arti penting bagi kelestarian hutan Indonesia dan memberikan penghidupan bagi jutaan
masyarakat yang hidup dan tinggal di dalam kawasan hutan.

Cakupan Moratorium
Draft kebijakan moratorium yang ada hanya memasukan moratorium konversi hutan primer dan masih
membolehkan pembukaan ijin di lahan gambut yang kurang dari tiga meter. Menurut masyarakat sipil, cakupan
moratorium harus mencakup hutan alam dan lahan gambut. Istilah hutan primer dan sekunder yang disebutkan
dalam draft kebijakan moratorium tidak memiliki dasar hukum yang jelas, sehingga harus dianggap illegal.
Sementara, istilah hutan alam sudah terdapat dalam penjelasan UU Kehutanan paragraf 11 (sebelas) yang
mengatakan sebagai berikut:

......Untuk menjaga kualitas lingkungan maka di dalam pemanfaatan hutan sejauh mungkin dihindari
terjadinya konversi dari hutan alam yang masih produktif menjadi hutan tanaman.....

Hanya dengan mencantumkan hutan alam Indonesia bisa melampaui Business As Usual (BAU). Menurut data
Departemen Kehutanan 2002, luas kawasan hutan di Indonesia adalah 133,229 juta hektar. Dari jumlah tersebut,
kawasan hutan terbagi habis dalam dalam alokasi lindung, konservasi dan produksi. Aloksi lindung sebesar 30,060jt
1
ha. Alokasi konservasi (KSA/KPA) sebesar 19,371 juta ha. Alokasi produksi (HP/HPT/HPK) sebesar 83,798 juta ha.

Sementara pengecualian moratorium terhadap bisnis dengan dasar penghitungan 3 meter sebagaimana tertuang
2
dalam Keppres No.32 tahun 1990 tidak lagi valid dan tidak didasari atas kebenaran ilmiah .

Tahapan moratorium:
Aktivitas yang dilakukan dalam dua tahun pertama kegiatan penundaan ijin:
1. Penyusunan peta dasar sebagai acuan penundaan ijin, yang mengakomodasi kepentingan semua pihak,
3
termasuk peta partisipatif yang sudah disusun oleh berbagai jaringan masyarakat sipil ;
2. Menghentikan pemberian ijin penebangan dan ijin pelepasan kawasan untuk konversi hutan alam
3. Menyusun mekanisme dan kelembagaan pendukung yang melakukan review perijinan. Kelembagaan
tersebut harus berada di luar sektor atau kementrian yang ada saat ini (institusi terpisah).
4. Menyusun dan menerbitkan cetak biru restrukturisasi industri kehutanan dan reformasi institusi kehutanan
Indonesia yang wajib dilaksanakan sebelum moratorium berakhir.
5. Menyusun dan menerbitkan laporan kegiatan penundaan pemberian ijin dan konversi setiap 6 (enam) bulan
ke publik, dan memungkinkan untuk public memberikan feed back.
6. Membuka pemantauan independen terhadap proses pelaksanaan penundaan perijinan dan konversi.
7. Semua aktivitas di atas harus diselesaikan dalam dua tahun pertama.
8. Jangka waktu kegiatan penundaan perijinan dan konversi hutan akan berhenti ketika semua kegiatan
tersebut diatas telah dilaksanakan secara keseluruhan, dan menghasilkan output sebagai berikut:
a. Penurunan laju deforestasi sebesar 50% dari angka resmi deforestasi yang saat ini dikeluarkan oleh
kementrian kehutanan sebesar 1,17juta hektar/tahun
b. Review perijinan usaha kehutanan dan sektor terkait kehutanan telah dilakukan terhadap keseluruhan ijin
yang ada (100% ijin yang telah dikeluarkan).
c. Penegakan hukum terhadap hasil dari review ijin yang dinyatakan bermasalah telah mencapai 50%.
d. Cetak biru restrukturisasi industry kehutanan dan reformasi institusi kehutanan telah dilaksanakan
sedikitnya 50% dari total rencana pembenahan yang tertuang dalam cetak biru tersebut.

Demi masa depan hutan Indonesia yang lebih baik dan perlindungan hak-hak masyarakat adat dan lokal, kami
mendesak agar moratorium ini bebas dari intervensi dan tekanan bisnis, politik dan korporasi.

1
KSA/KPA: Kawasan Suaka Alam/Kawasan Perlindungan Alam. HP: Hutan Produksi. HPT: Hutan Produksi Terbatas. HPK: Hutan Produksi
Konversi
2
Baca, Suwindo.H Limin “Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Pertanian, Tepatkah?”, Masukan untuk workshop gambut tanggal 22 November
2006
3
Pemetaan independen Greenpeace dan FWI dapat diakses melalui http://www.greenpeace.org.uk/files/maps/indonesia/index.htm , peta
hasil pemetaan indipenden Konsorsium Sistem Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan bisa diakses melalui www.sirg.kpshk.org.

Anda mungkin juga menyukai