Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

PROBIOTIK PADA PENYAKIT NEURODEGENERATIF

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Stase di Bagian Bedah Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Oleh :
Yulin Arditawati
22041818320003

Pembimbing :
dr. Yuriz Bakhtiar, PhD, Sp.BS

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS GIZI KLINIS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


DAFTAR TABEL ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 2
2.1. Mikrobiota usus dan Gut-Brain Axis................................................................ 2
2.2. Peran Disbiosis Mikrobiota pada Penyakit Neurodegeneratif ......................... 5
2.3. Peran Probiotik pada Penyakit Neurodegeneratif ............................................ 8
BAB III SIMPULAN ............................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Efek probiotik terhadap gangguan neurologi ............................................ 9


Tabel 1. Efek probiotik terhadap gangguan neurologi (lanjutan........................... 10
Tabel 2. Mekanisme aksi potensial probiotik pada penyakit neurodegeneratif .... 15

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi mikrobiota usus ....................................... 2


Gambar 2. Pengaruh mikrobiota usus terhadap penyakit neurodegeneratif ........... 3
Gambar 3. Gut-brain axis ........................................................................................ 5
Gambar 4.Mekanisme terapi probiotik terhadap sinyal neurologi ........................ 12
Gambar 5. Jalur potensial SCFA untuk memodulasi fungsi otak ......................... 13

iii
DAFTAR SINGKATAN

5HT : serotonin
Ach : acetylcholine
AD : Alzheimer’s Disease
ALS : Amyloid Lateral Sclerosis
BBB : blood-brain barrier
CFU : colony forming unit
CRMP2 : collapsin response mediator protein family
DA : dopamine
DHA : docosahexaenoic acid
DMV : dorsal motor nukleus vagus
EC : enterochromaffin cell
ENS : enteric nervous system
EPA : eicosapentaenoic acid
ETC : electron transport chain
FFAR : free fatty acid receptor
GABA : gamma- aminobutyric acid
GIT : gastrointestinal tract
His : histamine
HOMA-IR : Homeostatic Model Assessment for Insulin Ressistance
HPA : hypothalamic–pituitary–adrenal
hs-CRP : high sensitivity C-reactive protein
IB : intestinal barrier
IFN- : interferon gamma
IL : interleukin
IPA : indole-3-propionic acid
LPS : lipopolysaccharide
MDA : malondialdehid
NA : noradrenalin

iv
PD : Parkinson’s Disease
PRX : peroxiredoxin
PYY : peptide YY
QUICKI : the quantitative insulin sensitivity check index
ROS : reactive oxygen species
SCFA : short chain fatty acid
SSP : Sistem Saraf Pusat
TG : trigliserida
TNF- : tumor necrosis factor
Trp : triptofan
Trx : thioredoxin
VLDL : very low density lipoprotein
WHO : World Health Organization

v
BAB I

PENDAHULUAN

Jutaan orang mengalami penyakit neurodegeneratif di seluruh dunia.


Penyakit degeneratif, seperti penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer
menunjukkan gambaran yang heterogen di mana didapatkan gangguan pada sistem
saraf pusat dan/ atau sistem saraf perifer yang berefek pada kurang lebih 1% dan
8% populasi untuk masing-masing penyakit tersebut. WHO memprediksi pada
tahun 2040 penyakit neurodegeneratif akan melewati kanker dan menjadi penyebab
kematian kedua di dunia.1
Mikrobiota usus sangat penting untuk kesehatan dan baru-baru ini menjadi
target bioterapi sel bakteri hidup untuk berbagai penyakit kronis termasuk sindrom
metabolik, diabetes, obesitas, dan penyakit neurodegeneratif. Bioterapi probiotik
diketahui dapat menciptakan lingkungan usus yang sehat dengan menyeimbangkan
populasi bakteri dan mendukung aksi metabolisme yang menguntungkan
mikrobiota tersebut. Secara khusus, saluran gastrointestinal berkomunikasi dengan
sistem saraf pusat melalui gut–brain axis untuk mendukung pengembangan dan
pemeliharaan saraf sementara disbiosis usus bermanifestasi pada penyakit
neurologis.2
Ada tiga mekanisme dasar yang memediasi komunikasi antara usus dan
otak: komunikasi neuronal langsung, mediator pensinyalan endokrin, dan sistem
kekebalan. Bersama-sama sistem ini menciptakan jaringan komunikasi molekuler
yang sangat terintegrasi yang menghubungkan ketidakseimbangan sistemik dengan
perkembangan neurodegenerasi termasuk regulasi insulin, metabolisme lemak,
penanda oksidatif dan pensinyalan imun. Usia adalah faktor umum dalam
perkembangan penyakit neurodegeneratif dan probiotik mencegah banyak efek
berbahaya dari penuaan seperti penurunan kadar neurotransmiter, peradangan
kronis, stres oksidatif dan apoptosis (semua faktor yang terbukti memperparah
penyakit neurodegeneratif).2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikrobiota usus dan Gut-Brain Axis


Mikrobiota usus terdiri dari komunitas beragam spesies bakteri di GIT
yang bersimbiosis dengan inang manusia. Mayoritas mikrobiota termasuk dalam
filum Firmicutes (~51%) termasuk kelompok Clostridium coccoides dan
Clostridium leptum serta genus Lactobacillus dan filum Bacteroidetes (~48%) yang
terkenal termasuk genus Bacteroides dan Prevotella. Sisanya 1% dibentuk oleh
filum lain yang kurang padat, termasuk Proteobacteria, Actinobacteria (termasuk
genera Bifidobacteria), Fusobacteria, Spirochaetes, Verrucomicrobia, dan
Lentisphaerae. Teknologi pengurutan modern mengidentifikasi minimal 1000
spesies dan lebih dari 7000 strain bakteria yang membentuk 1013-1014
mikroorganisme dari mikrobiota. Terdapat variasi populasi mikrobiota usus yang
tinggi diantara individu tetapi fungsi secara keseluruhan dipertahankan sebagai inti
dari mikrobiota usus yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi fisiologis
dasar. Mikrobiota usus dapat dianggap sebagai organ pada dirinya sendiri dan
bertanggung jawab atas berbagai aktivitas fisiologis termasuk metabolisme inang,
perkembangan neurologis, homeostasis energi, regulasi kekebalan, sintesis vitamin,
dan pencernaan. Faktor- faktor yang mempengaruhi mikrobiota usus dapat dilihat
pada gambar 1.2,3

Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi mikrobiota usus3

2
3

Komposisi mikrobioma usus dipengaruhi oleh pengalaman anak usia dini,


stres, usia, penggunaan obat-obatan, dan terutama kebiasaan diet jangka panjang.
Konsumsi refined sugar dan lemak hewani yang tinggi berkorelasi dengan
peradangan dan neurodegenerasi. Diet kaya protein dan lemak menginduksi
peningkatan tingkat Bacteroides, sementara diet tinggi serat merangsang enterotipe
Prevotella. Diet Barat berenergi tinggi mengubah profil mikrobioma dengan
meningkatkan populasi Firmicutes. Diet tinggi fruktosa dilaporkan menginduksi
peradangan saraf hipokampus, kehilangan saraf, dan gliosis.3
Faktor lain yang mempengaruhi mikrobioma usus adalah penggunaan
antibiotik dan infeksi yang dapat merugikan inang. Pengobatan antibiotik jangka
pendek dapat menyebabkan disbiosis jangka panjang dengan eksaserbasi penyakit.
Mikroflora usus juga dipengaruhi oleh sistem kekebalan dan disbiosis yang
disebabkan oleh sinyal kekebalan yang terjadi selama kanker, penyakit radang usus,
dan penyakit autoimun. Kebiasaan diet individu merupakan masalah utama,
mempengaruhi gut-brain axis dan mikrobiota usus.3

Gambar 2. Pengaruh mikrobiota usus terhadap penyakit neurodegeneratif2


Gut-Brain Axis adalah sistem neuroendokrin dua arah dinamis yang
menggambarkan hubungan antara GIT dan sistem saraf. Ada banyak faktor regulasi
umum antara sistem saraf enterik dan system saraf pusat. Banyak hormon dan
metabolit yang disekresikan oleh mikrobiota usus dan Enterochromaffin Cell (EC)
yang bersinggungan dengan jalur biokimia yang mempengaruhi proses SSP dalam
4

menciptakan sarana komunikasi langsung antara lingkungan eksternal yang kontak


dengan mikrobiota usus dan otak yang diisolasi dari lingkungan sawar darah otak.2
Gut-Brain Axis terdiri dari seluruh mikrobiota usus, sistem saraf enterik, sistem
saraf parasimpatis dan simpatis, SSP, koneksi neuroendokrin, jalur humoral,
sitokin, neuropeptida dan molekul pensinyalan. Ada tiga cara utama komunikasi
antara usus dan otak, yaitu (1) pesan saraf yang dibawa oleh aferen vagal, (2) pesan
endokrin yang dibawa oleh hormon usus, dan (3) pesan imun yang dibawa oleh
sitokin (Gambar 2). Pada gambar, garis lurus mewakili jalur yang dikonfirmasi dan
garis putus-putus mewakili jalur yang belum sepenuhnya terbentuk. Dampak
mikrobiota usus pada otak sangat besar dan telah diketahui mempengaruhi perilaku
(kecemasan, depresi, pembelajaran dan memori, kemampuan bersosialisasi),
aktivitas mikroglial, integritas Blood Brain Barrier (BBB), neurogenesis, dan
produksi neurotransmitter. Baru-baru ini, telah diakui bahwa cedera otak dan
keadaan psikologis yang berbeda juga dapat mempengaruhi komposisi mikrobiota
usus dan mungkin memicu penyakit.2
Jalur kunci dalam gut-brain axis (Gambar 3), metabolit kunci dari mikroba
usus termasuk asam lemak rantai pendek (SCFA), seperti asetat dan butirat, yang
dapat memainkan peran penting dalam mengatur otak dan perilaku melalui reseptor
berpasangan protein G. Sitokin yang diproduksi oleh sel imun usus dapat mengatur
otak dengan mengaktifkan aksis hypothalamic-pituitary adrenal (HPA) dan
melepaskan kortisol. Saraf vagus memediasi komunikasi dua arah antara mikroba
usus dan otak. Sinyal dari otak ditransmisikan kembali ke sistem saraf enterik
melalui sumsum tulang belakang atau saraf vagus untuk mengontrol usus. Mikroba
usus juga dapat mensekresi neurotransmiter (seperti norepinefrin, GABA,
serotonin, dan dopamin, dll.) yang dapat berkomunikasi dengan otak. Sel endokrin
usus dapat mengeluarkan hormon usus dan bekerja di otak.
5

Gambar 3. Gut-brain axis4


2.2. Peran Disbiosis Mikrobiota pada Penyakit Neurodegeneratif
Disbiosis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan perubahan kuantitatif
dan kualitatif dalam komposisi mikrobiota, yang hasilnya mungkin berbahaya bagi
inang. Perubahan kuantitatif terdiri dari adanya lebih sedikit mikrobiota yang
menguntungkan, dan kualitatif dalam variasi spesies mikrobiota yang lebih rendah.
Bakteri agresif yang umum adalah Enterobacteriacee, sebuah family bakteri yang
termasuk bakteri komensal usus seperti, Escherichia, Shigella, Proteus, dan
Klebsiella. Disbiosis dapat meningkatkan kondisi inflamasi karena i) penurunan
populasi bakteri anti-inflamasi (Lactobacillus dan Bifidobacterium), ii) produksi
molekul berbahaya yang berlebihan, atau iii) disfungsi Intenstinal Barrier (IB) dan
BBB. Mikrobiota berubah secara spontan sepanjang hidup dan selama penuaan
rasio antara bakteri Gram-positif dan Gram-negatif terbalik. Bukti menunjukkan
bahwa mikrobiota usus, terutama ketika dalam keadaan disbiosis, dapat
mempengaruhi perkembangan penyakit neurologis dan bahkan memulai onset
6

penyakit. Ada juga kesadaran yang berkembang bahwa berkurangnya keragaman


dalam mikrobiota usus yang menua mungkin menjadi faktor utama dalam
perkembangan neurodegenerasi. Salah satu mekanisme utama yang
menghubungkan mikrobiota dengan penyakit terkait usia adalah peradangan saraf.
Mikrobiota usus memainkan peran kunci dalam aktivasi mikroglia dan telah
disarankan bahwa manipulasi mikrobioma usus, terutama dengan bakteri penghasil
asam lemak rantai pendek (SCFA), dapat memodulasi aktivasi neuroimun. Telah
dilaporkan bahwa pada beberapa penyakit neurodegeneratif terjadi penurunan
konisisten dari SCFA, kadar Aβ dan LPS yang tinggi, dan kadar GABA yang
rendah. LPS yang berasal dari mikrobiota-usus, serta limfosit infiltrasi, ditemukan
di otak pasien Alzheimer. Hubungan ini dapat menjelaskan tingginya persentase
gangguan gastrointestinal yang menyertai penyakit neurodegeneratif termasuk
disbiosis mikroba, konstipasi, diare, defisiensi vitamin, obesitas dan diabetes.
Prevalensi komorbiditas ini tidak dapat disangkal, menunjukkan konsekuensi
fungsional yang kuat dari gut-brain axis pada neurodegenerasi.2,5
Penyakit neurodegeneratif umumnya memiliki patologi sporadis yang
berarti bahwa penyakit ini dipicu oleh akumulasi interaksi yang berbahaya dan acak
dengan lingkungan. Misalnya, Parkinson’s Disease (PD) dan Alzheimer’s Disease
(AD) keduanya terkait dengan paparan racun lingkungan, seperti herbisida,
fungisida dan pestisida, selain kebiasaan gaya hidup seperti diet dan stres.
Khususnya, sebagai respons terhadap stresor lingkungan seperti stres oksidatif,
keseimbangan relatif populasi mikrobiota, dan akibatnya ekspresi metabolik dan
genomiknya diubah dengan menerapkan perubahan fisiologis yang luas dalam
metabolisme, pensinyalan endokrin, dan persarafan pada inang manusia. Lebih
lanjut, banyak gejala awal penyakit neurodegeneratif berada di GIT, menunjukkan
bahwa disbiosis bahkan dapat memicu penyakit neurodegeneratif.2
AD, PD, multiple sclerosis (MS) dan amyloid lateral sclerosis (ALS)
dikategorikan sebagai penyakit neurodegeneratif. Meskipun masing-masing
penyakit ini memiliki manifestasi fisiologis yang berbeda, mereka memiliki etiologi
yang mendasari umum yang menghubungkan patologi mereka, yang sebagian besar
terkait dengan penuaan normal. Menariknya, mikrobiota usus dan efektor hilirnya
7

secara luas berpotongan dengan banyak jalur ini, menunjukkan bahwa pengelolaan
mikrobiota dapat memiliki potensi terapeutik untuk pencegahan dan pengobatan
penyakit neurodegeneratif.2
Kerusakan oksidatif dan peradangan adalah dua kondisi sistemik utama
yang memperburuk neurodegenerasi dan kedua keadaan tersebut dipicu oleh
penurunan fisiologis normal yang terjadi seiring bertambahnya usia. Generasi
reactive oxygen species (ROS) terutama terjadi di mitokondria di mana 0,4-4%
elektron berjalan melalui electron transport chain (ETC) melarikan diri dan
bereaksi dengan molekul oksigen untuk menciptakan radikal superoksida.
Biasanya, radikal yang lolos ini diubah menjadi spesies yang tidak berbahaya oleh
sistem pertahanan sel anti-oksidan; namun, seiring bertambahnya usia, hilangnya
pertahanan seluler secara progresif menyebabkan akumulasi kerusakan seluler,
genetik dan membran dan akhirnya kematian sel. Otak sangat sensitif terhadap
kerusakan oksidatif karena neuron memiliki kebutuhan energi yang tinggi dan
hampir secara eksklusif merupakan sel pasca-mitosis yang membuat membran kaya
asam lemak tak jenuh ganda lebih sensitif terhadap kerusakan peroksidatif yang
diinduksi ROS. Memang, kerusakan oksidatif pada PD dan AD merupakan faktor
utama dalam perkembangannya, terutama mengingat daerah yang terkena
degenerasi secara selektif sensitif terhadap stres oksidatif, terutama pada AD.
Akumulasi ROS yang lambat dalam neuron merangsang pelepasan sitokin dan
akibatnya aktivasi mikroglial dan peradangan saraf. Patologi kerusakan oksidatif
dan peradangan menciptakan lingkaran setan yang secara kumulatif dikenal sebagai
‘inflamm-aging’, yang didefinisikan sebagai keadaan proinflamasi sistemik kronis
tingkat rendah yang ditandai dengan peningkatan sitokin dan mediator inflamasi
tanpa penyebab yang dipresipitasi. Inflamm-aging menggambarkan dasar umum
untuk spektrum yang luas dari patologi terkait usia, termasuk neurodegenerasi.
Baru-baru ini, metabolisme energi yang terganggu, seperti yang terjadi pada
diabetes dan obesitas, telah dikaitkan dengan perkembangan dan prognosis
penyakit neurodegeneratif.2
8

2.3. Peran Probiotik pada Penyakit Neurodegeneratif


Probiotik didefinisikan sebagai suplemen yang berisi mikroba hidup yang
menunjukkan efek menguntungkan pada inangnya dan menghasilkan peningkatan
keseimbangan mikroba usus. Probiotik yang paling umum digunakan adalah bakteri
asam laktat, terutama Lactobacilli, Streptococci, Pediococcus, Enterococcus, dan
Bifidobacteria dan beberapa jenis yeast seperti Saccharomyces boulardii. Namun,
tidak semua mikroorganisme dapat menjadi probiotik, karena mereka perlu strain-
spesifik. Ada banyak jalur hormonal dan biokimia yang saling terkait yang
menghubungkan kesehatan GIT ke otak yang menciptakan potensi terapeutik yang
kuat untuk penggunaan probiotik melawan neurodegenerasi. Salah satu tema umum
yang menghubungkan mikrobiota spesifik dengan pencegahan neurodegenerasi
adalah tindakan anti-inflamasi yang luas dan kuat. Tertanam dalam jaringan lamina
propria subepitel dari GIT adalah sel imun bawaan yang menyajikan antigen
termasuk sel dendritik dan makrofag. Posisi ini menempatkan sel-sel kekebalan di
dekat mikrobiota usus, menyerang patogen dan antigen yang menembus
penghalang epitel pelindung yang memungkinkan komunikasi imunologis yang
efisien antara lingkungan eksternal dan sistem kekebalan sistemik. Toll-like
receptors (TLRs) and NOD- like receptors (NLRs) pada sel-sel ini mengenali
microbe- associated molecular patterns (MAMPs) dari bakteri dan mikroba lain,
yang memicu kaskade pensinyalan yang mengarah ke sangat signifikan karena
peradangan saraf sangat berkorelasi dengan neurodegenerasi, perilaku dan defisit
neurologis lainnya. Selain itu, melalui produksi metabolit sekunder, mikrobiota
dapat mengatur beberapa tingkat komunikasi dengan fisiologi inang termasuk
kontrol insulin, lipogenesis, apoptosis, pensinyalan neuronal dan hormonal. Berikut
adalah ringkasan berupa tabel yang menunjukkan efek probiotik terhadap gangguan
neurologi dari beberapa penelitian yang telah dilakukan (Tabel 1).2,6
9

Tabel 1. Efek probiotik terhadap gangguan neurologi2


10

Tabel 2. Efek probiotik terhadap gangguan neurologi (lanjutan)2

Mikrobiota usus berdampak pada penyakit neurologis melalui tiga


modalitas utama: (1) faktor saraf, (2) jalur endokrin, dan (3) sinyal imunologi
(Gambar 4). Mikrobiota yang ada di lumen usus memainkan peran khusus dalam
mempengaruhi ketiga jalur ini. Jalur pertama, bakteri individual dapat
menghasilkan neurotransmiter tertentu seperti DA dan ACh sementara yang sama
dan dalam waktu bersamaan dapat merangsang produksi neurotransmiter melalui
EC sekretori seperti 5HT dan GABA. Sel EC juga dapat menghasilkan beberapa
faktor neuroaktif termasuk PYY, Typ dan His. Neurotransmitter dan molekul
neuroaktif memasuki sirkulasi darah dan melintasi BBB sehingga mempengaruhi
pensinyalan SSP. Beberapa komponen neuroaktif juga melangkah lebih jauh untuk
merangsang produksi hormon usus di SSP seperti ghrelin dan IPA yang memiliki
peran ganda dalam SSP termasuk neuroproteksi. Selanjutnya, spesies mikrobiota
individu dapat langsung merangsang sinyal listrik di ENS, sehingga menyebarkan
sinyal melalui saraf vagus untuk merangsang DMV. Akhirnya, mikrobiota melalui
11

produksi SCFA dan pensinyalan FFAR, melepaskan glukosa yang juga


menyebarkan sinyal melalui ENS.2
Jalur kedua, mikrobiota usus secara langsung dan tidak langsung
menghasilkan sekumpulan molekul pemberi sinyal endokrin. SCFA, termasuk
propionat, butirat dan asetat yang merupakan molekul pemberi sinyal utama yang
diproduksi oleh mikrobiota dan memiliki banyak peran termasuk stimulasi sintesis
neurotransmitter di perifer dan sentral, menghambat produksi ROS dengan
meningkatkan regulasi transkripsi FoxP+ dan menghambat apoptosis melalui
kaskade kaspase. Mekanisme utama yang dipicu oleh mikrobiota usus adalah
stimulasi aksis HPA dan pelepasan kortisol sebagai konsekuensinya. Kortisol
menekan respon inflamasi dan mempengaruhi sejumlah proses neurologis. Asam
ferulat adalah molekul kunci lain yang diproduksi langsung oleh mikrobiota yang
memiliki berbagai fungsi termasuk penekanan ROS baik secara langsung maupun
tidak langsung oleh pensinyalan PRX/Trx, penekanan apoptosis dengan
menghambat ekspresi CRMP2 dan caspase 3 dan baik secara langsung maupun
tidak langsung, menekan respon inflamasi.2
Jalur ketiga, mikrobiota usus yang sehat menekan peradangan, baik kronis
maupun patologis. MAMP seperti LTA dan SlpA pada permukaan mikrobiota
secara langsung merangsang reseptor (masing-masing TLR dan ICAM) pada sel
imunologis seperti DC. Interaksi ini menyebarkan respon anti inflamasi dengan
peningkatan regulasi faktor anti inflamasi (IL-10 dan IL-4) sambil menekan sitokin
proinflamasi (TNFa, IL-1, dan IL-6). Selain itu, beberapa mikrobiota juga secara
langsung menekan sitokin proinflamasi seperti aksi B.animalis pada IL-6.
Akhirnya, mikrobiota usus mempengaruhi produksi musin, gel kimia penghambat
yang menghalangi penetrasi patogen melalui usus.2
12

Gambar 4.Mekanisme terapi probiotik terhadap sinyal neurologi2

Jalur potensial yang dilalui asam lemak rantai pendek (SCFA) memodulasi
fungsi otak dapat dilihat pada gambar 5. Setelah diproduksi oleh mikrobiota usus,
SCFA diserap oleh kolonosit dan setiap sel yang dapat diakses melalui H+-
dependent monocarboxylate transporters (MCTs) atau sodium-dependent
monocarboxylate transporters (SMCTs), atau berikatan dengan G protein coupled
receptors (GPCRs) seperti reseptor 2 dan 3 asam lemak bebas (FFAR2 dan
FFAR3), GPCR109A and GPCR164. SCFA intraseluler dapat menghambat
aktivitas histon deasetilase, mencegah deasetilasi histon dan menyebabkan
kromatin yang lebih aktif secara transkripsi; atau SCFA dapat meningkatkan
aktivitas histon asetiltransferase, menghasilkan asetilasi histon dan ekspresi gen.
SCFA mempengaruhi komunikasi antara usus dan otak, serta fungsi otak, baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui jalur humoral, imun, endokrin, dan
vagal. Melalui rute humoral, SCFA dapat melewati sawar darah atau sawar darah
otak (BBB) melalui MCT yang terletak pada sel endotel dan mempengaruhi
13

integritas BBB dengan meningkatkan regulasi ekspresi proteim tight-juntion.


SCFA juga dapat memodulasi faktor neurotropik, seperti nerve growth factor
(NGF), brain-derived neurotrophic factor (BDNF), and glial cell line-derived
neurotrophic factor (GDNF), dan dengan demikian mengatur sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi. Melalui jalur imun, SCFA dapat mempengaruhi imunitas mukosa
usus dengan mengaktifkan FFAR atau dengan menghambat deasetilasi histon.
SCFA juga dapat meningkatkan integritas penghalang usus dengan meningkatkan
ekspresi protein persimpangan ketat dan menambah hambatan listrik transepitel.
Selain itu, SCFA dapat mengatur neutrofil, dendritic cell (DC), makrofag dan
monosit, dan sel T, dan dengan demikian mempertahankan homeostasis. Melalui
jalur endokrin, SCFA dapat berinteraksi dengan reseptornya pada sel
enteroendokrin untuk menginduksi sekresi hormon usus seperti glucagon-like
peptide 1 (GLP1) dan peptide YY (PYY), sehingga mendorong pensinyalan tidak
langsung ke otak melalui sirkulasi sistemik atau jalur vagal. SCFA juga dapat
mempromosikan pensinyalan langsung ke otak melalui rute vagal.4

Gambar 5. Jalur potensial SCFA untuk memodulasi fungsi otak4


14

Ada banyak neurometabolit yang disekresikan langsung dari mikrobiota


dan diproduksi oleh aksi stimulasi mikrobiota pada sel epitel sekretori.
Neurometabolit ini termasuk neurotransmiter yang bekerja langsung pada kaskade
pensinyalan SSP dan melalui efektor biokimia lainnya yang memiliki implikasi
langsung atau tidak langsung pada kesehatan SSP. Misalnya, strain Lactobacillus
dan Bifidobacterium dapat menghasilkan GABA dalam jumlah besar dengan
adanya substrat yang sesuai. Neurometabolit yang diturunkan dari usus
berkomunikasi dengan SSP melalui stimulasi lokal aferen vagal dan melalui aksi
endokrin distalnya setelah diserap ke dalam aliran darah. Variasi tingkat
neurotransmitter ini bermanifestasi dalam perubahan perilaku, seperti peningkatan
aktivitas motorik spontan dari peningkatan kadar dopamin, noradrenalin dan
serotonin di striatum. Hal ini penting dalam pengelolaan penyakit neurodegeneratif
karena sering terjadi disregulasi produksi neurotransmitter dalam kondisi ini yang
pada akhirnya memicu perkembangan penyakit. Daftar neurotransmiter yang
langsung disekresikan oleh berbagai probiotik tercantum dalam tabel 2.2
Peradangan dan oksidasi adalah dua faktor mendasar yang memicu
neurodegenerasi melalui perlambatan fungsi fisiologis normal. Penyakit Alzheimer
adalah bentuk demensia neurodegeneratif yang paling umum yang ditandai dengan
penurunan bertahap dalam memori, pemikiran, dan respons penalaran. Mekanisme
patologis yang tepat dari AD belum dikonfirmasi, tetapi ada beberapa faktor yang
terlibat dalam patogenesis sistematis. Ini termasuk peningkatan permeabilitas
penghalang usus, produksi sitokin proinflamasi yang lebih tinggi, dan gangguan
fungsi mitokondria, yang menyebabkan jumlah spesies oksigen reaktif dan oksidasi
yang berlebihan. Penelitian ilmiah yang luas menunjukkan bahwa mikrobiota usus
memainkan peran penting dalam mekanisme neurodegeneratif AD. Senyawa
neuroaktif seperti dopamin, melatonin, serotonin, dan γ-aminobutyric acid (GABA)
diproduksi oleh mikrobiota usus. Namun, bakteri usus tertentu mensintesis
lipopolisakarida dan peptida amiloid yang merugikan, menginduksi peradangan
pada pasien AD. Ketidakstabilan fungsi penghalang usus juga berkontribusi
terhadap peradangan saraf melalui kontak mikrobiota usus dengan jaringan
limfoid.7
15

Tabel 3. Mekanisme aksi potensial probiotik pada penyakit neurodegeneratif2


16

Neuropatologi AD ditandai dengan deposisi amiloid  (A), diikuti oleh


pembentukan hiperfosforilasi protein yang membentuk plak dan neurofibrillary
tangles. Deposit ini dapat memicu peradangan saraf, yang menyebabkan hilangnya
sinaps dan kematian neuron. Telah dihipotesiskan bahwa beberapa komponen
mikrobiota usus, seperti B. subtilis dan E. coli, mensekresikan sejumlah besar
lipopolisakarida dan protein amiloid yang secara langsung dapat melintasi sawar
usus atau sawar darah-otak yang rusak akibat penuaan atau penyakit, dan/atau
memberikan efek tidak langsung untuk melewati penghalang fisiologis protektif ini
oleh sitokin yang diinduksi lipopolisakarida/amiloid atau molekul kecil pro-
inflamasi lainnya, yang mengarah pada perkembangan AD. Mikrobioma orang tua
dengan AD menunjukkan proporsi yang lebih rendah dari bakteri yang mensintesis
butirat yang berkontribusi pada aktivitas antiinflamasi dan regulasi kekebalan, serta
melimpahnya taxa yang lebih besar yang diketahui menyebabkan keadaan
proinflamasi. Oleh karena itu, terapi potensial AD adalah untuk memodulasi
homeostasis usus dengan mengurangi inflamasi, dan meningkatkan metabolisme
mikroba anti-inflamasi.4
Ciri khas AD yang paling umum adalah defisit kognitif yang dapat
ditingkatkan melalui pemberian spesies lactobacilli dan bifidobacteria,
sebagaimana dibuktikan dalam studi in vivo baru-baru ini. Namun, Sun Z. et al
melakukan investigasi in vivo yang komprehensif dengan menggunakan probiotik
C. butyricum untuk menghambat peradangan saraf. Intervensi probiotik sangat
mencegah gangguan kognitif, neurodegenerasi, stimulasi mikroglia, akumulasi Aβ,
dan produksi biomarker tumor (TNF-α dan IL-1β). Modulasi mikrobiota usus dan
butirat metabolik juga merupakan fenomena kunci yang diamati dalam penelitian
ini. Dalam sebuah uji klinis menilai efikasi intervensi kefir berbasis probiotik
selama 3 bulan pada pasien AD yang mengalami gangguan kognitif. Biomarker
utama adalah tingkat stres oksidatif, tingkat sitokin, gangguan kognitif, dan
kerusakan sel darah. Hasil menunjukkan peningkatan yang memuaskan dalam
memori dan fungsi kognitif dasar pasien AD melalui pengurangan peradangan,
oksidasi dan kerusakan sel. Ibrahim dkk. mengusulkan strategi kombinasi
suplementasi olahraga dan probiotik yaitu B. longum, L. acidophilus lysates,
17

vitamin, dan asam lemak omega 3 terhadap AD. Dalam studi in vivo tersebut,
pengurangan defisit kognitif terkait dengan regulasi mikrobiota usus, peningkatan
butirogenesis, dan penurunan tingkat plak beta-amiloid. Penyerapan glukosa
serebral dan gangguan metabolisme terbukti sangat terkait dengan patogenesis AD.
Mekanisme ini baru-baru ini disorot pada tikus. Pemberian oral SLAB51
menginduksi modifikasi cepat mikrobiota usus, dengan mengacu pada metabolisme
energi dan siklus glikolisis melalui modulasi transporter glukosa dan reseptor faktor
pertumbuhan insulin-1. Perbaikan gangguan kognitif didukung oleh modulasi
siklus proteolitik, pengurangan plak amiloid, dan peningkatan konsentrasi hormon
neuroprotektif mikrobiota usus.7
Data yang dipublikasikan juga menunjukkan bahwa suplementasi
probiotik yang kaya bakteri Gram-positif meningkatkan kognisi pada pasien
dengan penyakit Alzheimer dan diet telah terbukti mencegah atau mengurangi
risiko pengembangan gangguan kognitif pada hewan dan manusia. Pada manusia,
diet tinggi lemak dan kaya kolesterol meningkatkan risiko penyakit Alzheimer,
sedangkan diet Mediterania dan Asia dapat melindungi terhadap penurunan
kognitif dan menunda timbulnya penyakit Alzheimer. Hasil penelitian lain
menunjukkan bahwa suplementasi probiotik multispesies penderita penyakit
Alzheimer mempengaruhi komposisi bakteri usus serta metabolisme triptofan
dalam serum. Korelasi antara konsentrasi Kyn/Trp dan neopterin menunjukkan
aktivasi makrofag dan/atau sel dendritik.5,8
Penyakit parkinson adalah gangguan neurodegeneratif kompleks kedua
yang paling umum, dan hal tersebut terjadi karena disfungsi sistem motorik yang
memicu kerusakan neuron dopaminergik di substansia nigra. Levodopa adalah obat
yang paling umum digunakan untuk melawan PD tetapi obat ini memiliki
keterbatasan tertentu terhadap disbiosis gastrointestinal dan degenerasi neuron
dopaminergik. Pasien PD menunjukkan permeabilitas penghalang usus yang lebih
tinggi serta akumulasi sinuklein- usus untuk meningkatkan peradangan dan stres
oksidatif di usus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian probiotik secara
teratur secara substansial menurunkan gangguan motorik dalam pola gait, fungsi
18

keseimbangan, dan koordinasi motorik. Probiotik dapat melindungi neuron


dopamin dan mencegah disfungsi motorik.7
Agregat -synuclein (-syn) merupakan penanda neuropatologis utama
PD yang terdapat di submukosa dan plexus mienterikus dari sistem saraf enterik
sebelum terdeteksi di otak, yang dapat mengindikasikan penyebaran penyakit dari
usus ke otak. Patogenesis PD mungkin juga berhubungan dengan peradangan usus.
Metabolit mikrobiota usus dapat memicu respon imun yang menginduksi
peradangan usus dan bahkan perkembangan PD. Pengurutan mikrobiota usus
menunjukkan bahwa terdapat jumlah yang relatif melimpah jenis bakteri
Enterobacteriaceae dalam tinja pasien PD sangat berkorelasi dengan tingkat
keparahan ketidakstabilan postural dan kesulitan gaya berjalan dibandingkan
dengan kontrol. Selain itu, kadar hormon ghrelin usus yang lebih rendah, yang
terlibat dalam pengaturan aktivitas dopamin nigrostriatal, dikaitkan dengan
peningkatan jumlah Lactobacillaceae dan penurunan jumlah Prevotellaceae dalam
mikrobioma usus. Gram-negatif Prevotellaceae terlibat dalam peningkatan sintesis
musin di lapisan mukosa usus. Oleh karena itu, penurunan jumlah Prevotellaceae
dapat menyebabkan penurunan sintesis musin dan peningkatan permeabilitas usus,
mengakibatkan lebih banyak paparan antigen bakteri dan endotoksin, yang dapat
memicu ekspresi -sin yang berlebihan di usus besar dan bahkan di otak. Juga,
mikrobioma pasien PD ditandai dengan penurunan jumlah bakteri penghasil butirat
dengan peningkatan jumlah Proteobacteria pro-inflamasi, yang dapat memicu
peradangan yang menyebabkan misfolding -syn [30]. Osteocalcin memperbaiki
defisit motorik dan kehilangan neuron dopaminergik pada tikus PD melalui
peningkatan potensi produksi propionat mikroba dan mengaktifkan reseptor asam
lemak bebas 3 di neuron enterik.4
ALS adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berhubungan
dengan kematian otak dan neuron motorik tulang belakang. Gambaran klinis yang
menonjol dari ALS adalah aktivasi mikroglial dan peradangan saraf kronis. Gejala
ALS termasuk kelemahan otot, kekakuan otot, kejang otot, otot berkedut, kram, dan
masalah koordinasi, yang menyebabkan kesulitan berbicara, menelan, dan
bernapas. Sebuah studi klinis pasien ALS menemukan bahwa gejala gastrointestinal
19

mendahului gejala neurologis, dan pemeriksaan tinja menunjukkan bahwa


keragaman mikrobiota usus lebih rendah pada pasien ALS dibandingkan pada
kontrol yang sehat. Studi klinis lain melaporkan perubahan komposisi mikrobioma
usus pada pasien ALS, termasuk penurunan signifikan dalam rasio
Firmicutes/Bacteroidetes bersama dengan penurunan jumlah relatif Anaerostipes,
Oscillibacter, dan Lachnospiraceae. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan
mikrobioma usus pro-inflamasi dapat mengganggu penghalang epitel usus,
meningkatkan respon imun/inflamasi, dan mengubah motilitas usus. Beberapa
peneliti telah berhipotesis bahwa disfungsi penghalang usus memfasilitasi
masuknya racun dari lumen usus ke darah, menyebabkan peningkatan
lipopolisakarida yang bersirkulasi dan respon imun bawaan, yang memainkan peran
penting dalam patogenesis ALS. Metabolit mikrobioma usus, nikotinamida,
meningkatkan gejala motorik dan pola ekspresi gen pada tikus ALS, dan
nikotinamida berkurang secara sistemik dan dalam cairan serebrospinal pada pasien
ALS.4
Huntington’s Disease (HD) adalah penyakit otak progresif yang
disebabkan oleh amplifikasi trinucleotide cytosine-adenine-guanine repeat
sequence pada gen Huntington. Mutasi ini menghasilkan protein polyglutamine-
expanded huntingtin, menyebabkan gejala neuropsikiatri, gangguan kognitif, dan
gerakan koreiform yang tidak disengaja. HD adalah salah satu penyakit
neurodegeneratif bawaan yang paling fatal tanpa pengobatan obat yang efektif.
Studi klinis telah melaporkan bahwa profil metabolik serum yang berbeda,
diperkirakan berasal dari metabolit yang diturunkan mikroba usus, terdapat pada
subjek HD pra-gejala dan subjek HD bergejala awal, dibandingkan dengan kontrol,
menunjukkan peran potensial mikrobioma dalam perkembangan HD. Analisis
integrasi multi-omics tikus HD menunjukkan bahwa mikrobioma usus memodulasi
patogenesis HD dengan mengubah metabolit plasma. Temuan ini dapat
memberikan biomarker yang berguna secara klinis untuk onset, progresi, dan
variabilitas fenotip HD.4
Penuaan manusia adalah proses fisiologis yang melekat di mana organ,
termasuk otak, usus, dan mikrobiota usus, secara bertahap menurun dari waktu ke
20

waktu. Penuaan juga dapat dianggap sebagai keadaan pro-inflamasi kronis tingkat
rendah, yang disebut 'inflammaging', menunjukkan hubungan antara sel-sel imun
dan penuaan. Meskipun perkembangan saraf hanya sedikit atau tidak ada sama
sekali setelah masa dewasa, penuaan masih memiliki dampak penting pada sistem
saraf pusat dan fungsi usus. Penuaan dapat mempengaruhi komposisi mikrobiota
usus, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Diketahui
bahwa keragaman dan stabilitas mikroba usus semakin menurun seiring
bertambahnya usia. Meskipun anggota Firmicutes dan Bacteroidetes terus
mendominasi usus yang menua, proporsi relatif taksa bakteri ini dapat berubah. Di
usus, jumlah bakteri menguntungkan berkurang sementara populasi bakteri patogen
meningkat. Misalnya, Bifidobacterium dan bakteri penghasil butirat (misalnya,
Ruminococcus dan Faecalibacterium) berkurang jumlahnya, sementara bakteri
yang merangsang respons inflamasi (misalnya, Enterobacteriaceae dan
Clostridioides difficile) meningkat. Perubahan terkait usia dalam komunitas
mikroba usus dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang mampu mengubah
homeostasis sistem kekebalan dan keadaan inflamasi, sehingga meningkatkan
risiko penyakit . Mikrobiota yang berhubungan dengan kesehatan Bifidobacterium,
Akkermansia, dan Christensenellaceae telah ditemukan di usus orang yang sangat
tua (105-109 tahun).4
Sebuah meta-analisis menunjukkan hubungan antara suplementasi
probiotik dan peningkatan fungsi neurokognitif, meskipun didapatkan faktor
perancu usia dan tingkat keparahan neurodegenerasi. Analisis biomarker
menunjukkan bahwa suplementasi probiotik meningkatkan jalur anti-oksidatif
(penurunan MDA) dan anti-inflamasi (penurunan hs-CRP). Beberapa studi juga
menunjukkan peningkatan gejala non-neurologis seperti sensitivitas insulin
(penurunan HOMA-IR, peningkatan QUICKI), dan profil lipid (penurunan TG,
VLDL). Namun, terdapat sebuah studi intervensi yang melaporkan peningkatan
rasio kynurenine:tryptophan pasca probiotik suplementasi yang menunjukkan
aktivasi jalur inflamasi.9
Sebuah tinjauan sistematis uji coba terkontrol secara acak pada hewan dan
manusia didapatkan hasil analisis kualitatif studi saat ini B. longum, B. breve, B.
21

infantis, L. helveticus, L. rhamnosus, L. plantarum, dan L. casei paling efektif


dalam meningkatkan fungsi SSP, termasuk fungsi terkait penyakit psikiatri
(kecemasan, depresi, suasana hati, respons stres) dan kemampuan memori. Dosis
antara 109 dan 1010 CFU dan durasi 2 minggu pada hewan dan 4 minggu pada
manusia telah menunjukkan efek yang cukup.10
BAB III

SIMPULAN

Usia adalah faktor umum dalam perkembangan penyakit neurodegeneratif.


Penuaan manusia adalah proses fisiologis yang melekat di mana organ, termasuk
otak, usus, dan mikrobiota usus, secara bertahap menurun dari waktu ke waktu.
Penuaan juga dapat dianggap sebagai keadaan pro-inflamasi kronis tingkat rendah,
yang disebut 'inflammaging', menunjukkan hubungan antara sel-sel imun dan
penuaan. Keragaman dan stabilitas mikroba usus semakin menurun seiring
bertambahnya usia. Peradangan dan oksidasi adalah dua faktor mendasar yang
memicu neurodegenerasi melalui perlambatan fungsi fisiologis normal. Mikrobiota
usus berdampak pada penyakit neurologis melalui gut-brain axis, yang terdiri dari
tiga modalitas utama: (1) faktor saraf, (2) jalur endokrin, dan (3) sinyal
imunologi.2,4
Ada banyak jalur hormonal dan biokimia yang saling terkait yang
menghubungkan kesehatan GIT ke otak yang menciptakan potensi terapeutik yang
kuat untuk penggunaan probiotik melawan neurodegenerasi. Telah banyak
penelitian observasional, eksperimental, tinjauan sistematis, dan meta-analisis yang
menunjukkan manfaat pemberian probiotik terhadap perbaikan fungsi
neurokognitif pada sampel dengan penyakit neurodegeneratif. Oleh karena itu,
suplementasi probiotik diharapkan dapat menjadi salah satu terapi gizi yang
direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit neuorodegeneratif.4,10

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Peterson CT. Dysfunction of the Microbiota-Gut-Brain Axis in


Neurodegenerative Disease: The Promise of Therapeutic Modulation With
Prebiotics, Medicinal Herbs, Probiotics, and Synbiotics. J Evidence-Based
Integr Med. 2020;25:1–19.
2. Westfall S, Lomis N, Kahouli I, Dia SY, Singh SP, Prakash S. Microbiome,
probiotics and neurodegenerative diseases: deciphering the gut brain axis.
Cell Mol Life Sci. 2017;74(20):3769–87.
3. Castelli V, D’Angelo M, Quintiliani M, Benedetti E, Cifone MG, Cimini A.
The emerging role of probiotics in neurodegenerative diseases: New hope
for Parkinson’s disease? Neural Regen Res. 2021;16(4):628–34.
4. Zhu X, Li B, Lou P, Dai T, Chen Y, Zhuge A, et al. The Relationship
Between the Gut Microbiome and Neurodegenerative Diseases. Neurosci
Bull. 2021;
5. Giovannini MG, Lana D, Traini C, Vannucchi MG. The Microbiota–Gut–
Brain Axis and Alzheimer Disease. From Dysbiosis to Neurodegeneration:
Focus on the Central Nervous System Glial Cells. J Clin Med.
2021;10(11):2358.
6. Megur A, Baltriukienė D, Bukelskienė V, Burokas A. The microbiota–gut–
brain axis and Alzheimer’s disease: Neuroinflammation is to blame?
Nutrients. 2021;13(1):1–24.
7. Aponte M, Murru N, Shoukat M. Therapeutic, Prophylactic, and Functional
Use of Probiotics: A Current Perspective. Front Microbiol.
2020;11(September):1–16.
8. Leblhuber F, Steiner K, Schuetz B, Fuchs D, Gostner JM. Probiotic
Supplementation in Patients with Alzheimer’s Dementia - An Explorative
Intervention Study. Curr Alzheimer Res. 2018;15(12):1106–13.
9. Zhu G, Zhao J, Zhang H, Chen W, Wang G. Probiotics for Mild Cognitive
Impairment and Alzheimer’s Disease: A Systematic Review and Meta-
Analysis. Foods. 2021;10(7):1672.
10. Wang H, Lee IS, Braun C, Enck P. Effect of probiotics on central nervous
system functions in animals and humans: A systematic review. J
Neurogastroenterol Motil. 2016;22(4):589–605.

23

Anda mungkin juga menyukai