NIM : 200200349
MK : HUK Dagang
Grup : G
RESUME JURNAL
JURNAL 1
Keberadaan yayasan di Indonesia, bukanlah sesuatu hal yang baru. Yayasan di
Indonesia telah, Pasal 900, Pasal 1680, Pasal 1852, dan Pasal 1854 Kitab Undang
Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata).Terdapat penyebutan yang
berbeda tentang yayasan,antara lain, “stichting”, “stichngen”,“gesticnen”, dan diakui
sejak zaman Belanda. Istilah yayasan dapat dijumpai dalam Pasal 365, Pasal 899
armenenrichtingen”. Sebelum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (selanjutnya
disebut UU Yayasan),belum ada undang-undang yang mengatur secara khusus tentang
yayasan di Indonesia, tetapi diatur secara sporadik diatur dalam beberapa peraturan
perundang undangan yang mengatur tentang yayasan.
Yayasan bergerak dalam berbagai aspek kegiatan diantaranya, di sektor pendidikan,
agama, dan sosial atau kemanusiaan. Keberadaan yayasan juga tidak luput dari
keinginan masyarakat untuk memiliki suatu wadah atau lembaga yang bersifat dan
bertujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Oleh Karena itu, perlu dibentuk
yayasan yang dalam menjalankan roda kegiatannya dapat memberikan manfaat dan
kesejahteraan bagi masyarakat banyak. Yayasan adalah badan hukum yang didirikan
untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
Pendirian yayasan diawali dengan pemisahan harta kekayaan pendiri untuk dimasukkan
sebagai kekayaan yayasan. Pemisahan harta kekayaan pendiri ke dalam yayasan
tersebut tidak dapat diberi makna investasi, karena secara filosofi pendirian yayasan
bersifat nirlaba.
Yayasan sebagai badan hukum mempunyai karakter yang khas. Jenis badan hukum
ini lahir karena adanya suatu perbuatan hukum, yakni pemisahan sejumlah kekayaan
dari pendiri dengan tujuan tertentu. Untuk Mencapai tujuan yayasan, diperlukan
organisasi. Dalam UU Yayasan diatur organ organ yayasan, yakni : pembina, pengurus
dan pengawas. Tiga organ inilah yang mempunyai tanggung jawab dan kewenangan
dalam pengelolaan yayasan agar tujuan yayasan tercapai sesuai dengan maksud
pendiriannya.
Di Aceh terdapat sejumlah yayasan yang bergerak dibidang sosial dan kemanusiaan,
diantaranya Yayasan Aksi Cepat tanggap, Yayasan PKPU, Yayasan Daarut Tauhiid,
dan Yayasan PAHAM, yang menghimpun dana sosial dari publik. Disamping itu, juga
terdapat yayasan yang bergerak dibidang sosial dan pendidikan, seperti pasantren atau
pendidikan dayah dan panti asuhan yang menerima dana publik, termasuk dana yang
berasal dari anggaran pemerintah daerah. Namun, kenyataaan tidak semuanya telah
secara penuh menerapkan asas keterbukaan dan akuntabilitas sesuai Alinea ke 4
(empat) Penjelasan Umum UU Yayasan yang berbunyi “Yayasan tetap dapat berfungsi
dalam usaha mencapai maksud dan tujuannya di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas”. Hal tersebut dapat
dalam tabel hasil rekapitulasi jumlah yayasan di Aceh yang belum sesuai dengan asas
keterbukaan dan akuntabilitas.
Konsep tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum (tort liability) dibagi
menjadi beberapa teori, yaitu :
1. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan dengan
sengaja (intertional tort liability), tergugat harus sudah melakukan perbuatan
sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa yang
dilakukan tergugat akan mengakibatkan kerugian.
2. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena
kelalaian (negligence tort lilability), didasarkan pada konsep kesalahan (concept of
fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum (interminglend).
3. Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa
mempersoalkan kesalahan (stirck liability), didasarkan pada perbuatannya baik secara
sengaja maupun tidak sengaja, artinya meskipun bukan kesalahannya tetap bertanggung
jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatannya.
Dalam ilmu hukum dikenal 3 katagori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai
berikut:(a) Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan; (b) Perbuatan melawan
hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian); dan (c) Perbuatan
melawan hukum karena kelalaian.
Pertanggungjawaban yang tertuang dalam Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 1366
KUHPerdata mewajibkan adanya unsur kesalahan artinya seseorang tersebut harus
bersalah (liability based on fault). Asas pertanggungjawaban secara kesalahan (fault)
didasarkan pada prinsip bahwa tidak ada pertanggungjawaban apabila tidak ada unsur
kesalahan dalam ilmu hukum disebut Tortious Liability atau Liability Based on Fault.
Dalam pertanggung jawaban perdata apabila seseorang dirugikan karena perbuatan
seseorang sedang diantara mereka itu tidak terdapat sesuatu perjanjian(hubungan
hukum perjanjian), maka berdasarkan undang undang juga timbul atauterjadi hubungan
hukum antara orang tersebut yang menimbulkan kerugian itu.
Hal tersebut diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata, sebagai berikut: “Tiap perbuatan
melanggar hukum yang membawa kerugian padaorang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu,mengganti kerugian tersebut”.
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan. Dalam rangka untuk mencapai tujuannya, yayasan mempunyai organ
yang terdiri atas Pembina, pengurus, dan pengawas. Ketentuan UU Nomor 16 tahun
2001 tentang Yayasan mengatur tentang kewajiban organ yayasan yaitu, Pembina
wajib mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam setahun dan dalam rapat
tahunan tersebut Pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban
guna pembenahan dan perkembangan yayasan (Pasal 30 UU Nomor 16 tahun 2001
tentang Yayasan).
Penyelenggaraan yayasan dilakukan oleh organ yayasan yang terdiri atas pengurus,
pengawas dan Pembina. Pasal 35 UU Yayasan mengatur bahwa; (1) Pengurus Yayasan
bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingandan tujuan
Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan.(2)
Setiap Pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab
untukkepentingan dan tujuan Yayasan.(3) Dalam menjalankan tugas sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Pengurus dapat mengangkatdan memberhentikan
pelaksana kegiatan Yayasan.(4) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan
dan pemberhentian pelaksana kegiatanYayasan diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan.
(5) Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang
bersangkutan dalammenjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran
Dasar, yang mengakibatkan kerugian yayasan dan pihak ketiga. Kemudian untuk
pengawas, yang dimaksud dengan Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas
melakukan pengawasan serta memberinasihat kepada pengurus dalam menjalankan
kegiatanyayasan supaya tidak terjadi kerugian. Pengawasdiangkat oleh pembina
berdasarkan keputusan rapatpembina selama 5 tahun, dan dapat diangkat kembali
sesuai dengan Anggaran Dasar.
Organ yayasan yang terakhir adalah Pembina. Yang dimaksud dengan Pembina
adalah organ yayasan yang tertinggi, memiliki hak veto. Kewenangan pembina yaitu: a.
Keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
b. Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas; c.
Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan; d.
Pengesahan program kerja dan rancangan tahunan yayasan; dan e. Penetapan keputusan
mengenai penggabungan atau pembubaran yayasan Pembina
adalah orang perseorangan selaku pendiri atau orang yang dinilai mempunyai dedikasi
tinggi untuk mencapai tujuan yayasan.
Pada pasal 48 UU Yayasan diatur mengenai tanggung jawab pengurus untuk
membuat laporan tahunan.
“Pengurus wajib membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berisi keteran
gan mengenai hak dan kewajiban serta hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usa ha
Yayasan. Selain kewajiban itu Pengurus wajib membuat danmenyimpan dokumen
keuangan Yayasan berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuan
gan”
Selain tanggung jawab untuk membuat laporan tahunan, pengurus Yayasan juga
mempunya tanggung jawab lain, yaitu mengumumkan laporan tahuna yayasan baik itu
dikantor yayasan maupun di surat kabar harian berbahasa Indonesia bagi Yayasan yang
memperoleh bantuan Negara, bantuan luar negeri, atau pihak lain sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih; ataumempunyai kekayaan di luar
harta wakaf sebesar Rp 20.000.000.000,00 (dua puluhmiliar rupiah) atau lebih.
Ketentuan lain yang juga harus dipenuhi adalah kewajiban audit oleh Akuntan Publik
bagi yayasan yang memperoleh bantuan atau jumlah kekayaan sesuai dengan ketentuan
diatas.
Disisi lain organ yayasan dalam melaksanakan tugasnya harus dengan itikad yang
baik serta menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan
keuangan yayasan, tetapi pada kenyataannya tidaklah demikian, sebab bisa saja salah
satu organyayasan melakukan perbuatan melawan hukum yang tentunya merugikan
pihak yayasan maupun pihak ketiga, sehingga atas perbuatan melawan hukum yang
dilakukan tersebut organ yayasan dapat dimintakan pertanggung jawaban hukum baik
secara pidana jika terdapat unsur pidana seperti penggelapan keuangan yayasan atau
tindak pidana korupsi terkait adanya sumbangan yang berasal dari negara, sanksi
perdata yang mengandung unsur ganti kerugian serta sanksi administratif berupa
pencabutan SK badan hukum yayasan.
Amanat Undang-Undang No 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jelas tertera bahwa
pengawas dalammenjalankan tugas dan kewenangannya harus beritikad baik, artinya
dalam melakukan pengawasan makapengawas harus dituntut secara objektif melakukan
pengontrolan serta memberkan nasihat yang baik dalamhal pengelolaan yayasan, hal in
diatur dalam Pasal 47 Undang-Undang No 21 Tahun 2001 Tentang Yayasan.
Dalam pengelolaan yayasan, ada yang disebut dengan pertanggung jawaban intern.
Yang dimaksud dengn pertanggung jawaban intern adalah pertanggung jawaban
yayasan terhadap tercapainya tujuan sebagaimana yang diatur dalam Anggaran
Dasarnya. Yayasan hadir untuk memebrikan kepastian hukum, ketika prinsip
akuntabilitas dan keterbukaan tidak bisa dicapai oleh yayasan, maka itu telah
melanggar tujuan pendirian yayasan dan juga melanggar Anggaran Dasar.
JURNAL 2
Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan merupakan dasar
hukum Yayasan dalam menjalankan kegiatan usaha dengan cara mendirikan suatu
badan usaha. sebagaimana penegasan tersebut berbunyi sebagai berikut : “Yayasan
dapat melakukan kegiatan usaha untuk mendukung pencapaian maksud dan tujuannya
dengan cara mendirikan badan usaha dan/ikut serta dalam suatu badan usaha”. Dan
dalam penjelasan sebagaimana diatur dalam UU No. 28 Tahun 2004 Tentang
Perubahan atas UU No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan menjelaskan bahwa
ketentuan ayat (1) dimaksud untuk mengaskan bahwa Yayasan tidak digunakan sebagai
wadah usaha dan juga tidak untuk melakukan kegiatan usaha secara langsung, namun
Yayasan dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut dengan cara mendirikan suatu
badan usaha lain dimana Yayasan mernyertakan kekayaan didalam badan usaha
tersebut.
Kegiatan usaha yang bisa dijalankan oleh Yayasan adalah kegiatan yang
memiliki kesesuaian dengan maksud dan tujuan pendirian suatu Yayasan, hal ini di
tegaskan dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2001, selain itu
undang-undang membatasi jumlah modal yang digunakan untuk penyertaan dalam
badan usaha yaitu tidak lebih dari 25% dari seluruh kekayaan yang dimiliki oleh
Yayasan. Lebih lanjut pada Pasal 8 menegaskan bahwa kegiatan usaha dari badan
usaha yang sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang - undangan
yang berlaku. Dan dalam penjelasannya menyatakan bahwa kegiatan usaha dari
badan usaha yayasan mencakup antara lain HAM, kesenian, olah raga,
perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan dan ilmu
pengetahuan.
Sebagaimana dasar hukum pengaturan Yayasan dalam kegiatan usaha
sebagaimana diatas dapat disimpulkan batas-batas sebagai berikut : 1). Yayasan
tidak boleh digunakan sebagai wadah melakukan kegiatan usaha. 2). Kegiatan
usaha dilakukan diluar Yayasan dalam wadah usaha secara terpisah yakni dengan
mendirikan badan usaha. 3). Yayasan dapat ikut serta dengan badan usaha lain di
luar Yayasan. 4). Kegiatan usaha yang diikuti oleh Yayasan adalah yang bersifat
prospektif. 5). Kekayaan yang digunakan dalam penyertaan kegiatan usaha tidak
lebih dari 25% dari seluruh kekayaan Yayasan.
Berdasarkan pada uraian diatas maka Yayasan dalam menjalankan kegiatan
usaha yayasan dapat berperan atau berkedudukan sebagai :
a. Yayasan berkedudukan sebagai Pendiri Badan Usaha.
b. Yayasan berkdudukan sebagai investor pada badan usaha lain.
D. Bentuk Badan Usaha yang Dapat Didirikan oleh Yayasan dan Legalitas
Kegiatan Usaha Yayasan yang Dijalankan atas Nama Para Organ Yayasan
Yayasan merupakan badan hukum yang didirikan atas kekayaan yang dipisahkan
dari pemiliknya dan diperuntukkan untuk maksud dan tujuan Yayasan, oleh karena itu
merujuk pada teori kekayaan bertujuan, tidak ada subyek hukum sebagai pemilik dari
kekayaan suatu Yayasan kecuali Yayasan itu sendiri. Sebagaimana hal tersebut
ditegaskan dalam ketentuan Pasal 1 butir 1 UU No. 16 Tahun 2001 juncto UU No. 28
Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yaitu
menyatakan sebagai berikut : “Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan
Yayasan dipisahkan dan diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota”.
Kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan
perkembangan kegiatan ekonomi pada khsusunya yang menyebabkan
berkembangnya dunia usaha dan perusahaan. Suatu perusahan memerlukan adanya
legalitas perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak
yang berkepentingan menganai identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha
dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan di wilayah Negara
Republik Indonesia. Legalitas suatu perusahaan atau badan usaha adalah
merupakan unsur yang terpenting, karena legalitas merupakan jati diri yang
melegalkan atau mengesahkan suatu badan usaha di tengah masyarakat.
Dengan kata lain, legalitas perusahaan harus sah menurut undang-undang dan
peraturan, dimana perusahaan tersebut dilindungi atau dipayungi dengan berbagai
dokumen hingga sah di mata hukum dari pemerintahan yang berkuasa saat itu.
Badan usaha yang dapat didirikan oleh Yayasan meliputi berbentuk PT dan
Koperasi, selebihnya tidak dapat didirikan oleh Yayasan karena seperti UD, CV, Fa
pada prinsipnya hanya dapat didirikan oleh orang per orangan, sementara Yayasan
merupakan badan hukum. Selain itu diluar yang diatur dalam hukum perusahaan,
Yayasan dapat mendirikan kegiatan usaha berdasar pada undang-undang yang
menyatakan Yayasan sebagai badan penyelenggara, misalnya bidang kesehatan
dan pendidikan. Legalitas bagi badan usaha yang didirikan atas nama salah seorang
organ Yayasan dengan menggunakan kekayaan Yayasan, maka legalitas
kepemilikan badan usaha tersebut terletak nama orang yang tercantum dalam akta
pendirian badan usaha tersebut dan bukan yayasan.
Perlu diatur payung hukum bentuk badan usaha yang lebih fleksibel dan tidak
memberatkan Yayasan yakni semacam Perseroan Terbatas Perorangan namun
khusus bagi yayasan, sehingga dengan kemudahan berusaha bagi Yayasan, selain
dapat meningkatnya sumber pendapatan dan menciptakan kemandirian Yayasan,
juga untuk mengatasi kebocoran kekayaan Yayasan sebagaimana amanat Pasal 5
Undang-undang Yayasan.
JURNAL 3
Di samping orang-orang (manusia), telah nampak pula di dalam hukum ikut sertanya
badan- badan atau perkumpulan-perkumpulan yang dapat juga memiliki hak-hak dan
melakukan perbuatan- perbuatan hukum seperti seorang manusia. Badan-badan dan
perkumpulan-perkumpulan itu, mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu
lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan dapat jug menggugat
dimuka hakim. Pendek kata diperlakukan sepenuhnya sebagai seorang manusia. Badan
atau perkumpulan yang demikian itu, dinamakan badan hukum atau rechts persoon,
artinya orang yang diciptakan oleh hukum (Subekti, 1985 : 21).
Di Indonesia setelah hampir 70 tahun merdeka baru mempunyai peraturan mengenai
yayasan, yaitu UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yang diundangkan pada
tanggal 6 Agustus 2001 dalam Lembaran Negara RI Tahun 2001 No. 112 dan
Tambahan Lembaran Negara RI No. 4132, dan mulai berlaku sejak tanggal 6 Agustus
Tahun 2002. Pemberlakuan undang-undang yayasan satu tahun setelah pengundangan
dimaksudkan agar masyarakat mengetahui dan memahami peraturannya dan dapat
mempersiapkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan yayasan. Setelah Undang-
undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 tersebut berjalan kurang lebih dua tahun,
diubah dengan UU Nomor 28 tahun 2004, yang diundangkan pada tanggal 6 Oktober
2004 dalam Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 115 dan Tambahan Lembaran
Negara RI No. 4430 dan mulai berlaku sejak tanggal 6 Oktober 2005, satu tahun setelah
diundangkan. Perubahan Undang- undang Yayasan sesuai dengan konsideran UU
Nomor 28 Tahun 2004 disebabkan karena UU Nomor 16 Tahun 2001 dalam
perkembangannya belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum
dalam masyarakat, serta terdapat beberapa sustansi yang menimbulkan berbagai
penafsiran (Supramono, 2003 : 10).
Kekayaan yayasan yang berasal dari kegiatan usaha maupun dari sumbangan
pihak ketiga, merupakan milik yayasan dan sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) dan
Pasal 5 ayat (1) tidak boleh dibagikan atau dialihkan kepada Pembina, pengurus
maupun pengawas yayasan. Aturan main yang demikian, tuajuannya untuk
menghidari agar sebuah yayasan jangan sampai disalahgunakan untuk mencari
dana atau keuntungan bagi para personel organ yayasan. Juga untuk melindungi
yayasan tetap dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan.
3. Akta pendirian diumumkan
oleh Menteri Hukum dan HAM, kemudian diumumkan dalam Berita Negara RI
(Pasal 24). Dengan pengumuman tersebut masyarakat telah dianggap mengetahui setiap
ada yayasan yang baru didirikan. Dengan mengajukan permohonan pengesahan kepada
Menteri dan mengumumkan dalam Bertia Negara, maka perbuatan tersebut dapat
dikatakan perbuatan hukum sekaligus sikap keterbukaan dari sebuah yayasan, karena
angaran dasarnya diketahui oleh pemerintah dan keberadaannya diakui oleh Negara dan
masyarakat.
4. Organ yayasan
Setiap yayasan wajib memiliki alat perlengkapan yang berupa Pembina, pengurus
dan pengawas. Kemudian setiap alat perlengkapan dapat memiliki lebih dari seorang
anggota. Untuk mengisi atau mengangkat anggota organ yayasan tersebut, tidak harus
personel yang berasal dari dalam yayasan melainkan dapat diisi oleh orang dari luar
yayasan (Pasal 28 ayat (30, Pasal 31 ayat (2), Pasal 40 ayat (3) Undang-undang
yayasan.
Setiap tahunnya pengurus yayasan mem- punyai kewajiban untuk membuat laporan
tahunan yang berisi dua hal yaitu laporan keadaan dan kegiatan yayasan dan laporan
keuangan. Laporan tersebut disahkan dalam rapat Pembina yayasan (Pasal 50 ayat (3)
Undang-undang yayasan).
Yayasan yang diduga melakukan perbuatan yang kurang atau tidak baik, yaitu
organnya: melakukan perbuatan melanggar hukum, lalai dalam menjalankan tugasnya,
perbuatan merugikan yayasan atau pihak ketiga, atau perbuatan yang merugikan
Negara, dapat dilakukan pemeriksaan berdasarkan penetapan pengadilan. Pengadilan
mengeluarkan penetapan pemeriksaan atas dasar permintaan pihak ketiga, kecuali
perbuatan yayasan yang merugikan Negara atas permintaan kejaksaan.
Dari persebaran data-data diatas dapat dianalisis bahwa pada prinsipnya perubahan
suatu undang-undang bertujuan untuk memperbaiki sekaligus menyempurnakan
undang-undang terdahulu agar sesuai dengan perkembangan zaman. Disisi lain
perubahan suatu undang-undang akan membawa pengaruh kepada masyarakat dan
semua pihak yang terkait (stakeholders). Oleh karenanya pemahaman secara dini atas
perubahan substansi suatu undang-undang menjadi hal yang penting. Masyarakat yang
terkena dampak langsung dari sebuah undang-undang harus mengetahui mana pasal-
pasal yang diubah dan mana pasal-pasal yang tetap. Biasanya pasal- pasal yang diubah
tidak berurutan, sehingga dalam mempelajari undang-undang yang mengalami
perubahan tergolong agak rumit dan harus teliti supaya terhindar dari kekeliruan.
Memang sebaiknya dengan adanya perubahan undang-undang, pemerintah atau swasta
dapat menuangkan perubahan undang-undang dalam satu naskah, sehingga masyarakat
dapat dengan mudah mempelajarinya. Dengan kata lain undang- undang yang
mengalami perubahan mudah disosialisasikan. Terkait dengan keberadaan yayasan yang
bergerak dibidang pendidikan.
Suatu pembicaraan dengan acara hukum dan masyarakat tidak dapat menghindarkan
diri dari pembahasan tentang bagaimana hukum itu berkaitan dengan perubahan-
perubahan sosial di luarnya. Sekaligus hukum itu merupakan sarana untuk mengatur
kehidupan sosial, namun suatu hal yang menarik adalah bahwa justru ia selalu dan
senantiasa tertinggal dibelakang obyek yang diaturnya. Dengan demikian akan selalu
terdapat gejala bahwa antara hukum dan perikelakuan sosial terdapat suatu jarak
perbedaan yang menyolok maupun tidak. Di dalam suatu negara modern dengan
munculnya lembaga legislatif yang mengemban fungsi yang eksklusif, maka pembuatan
peraturan-peraturan menjadi lebih lancar. Peningkatan fungsi pembuatan peraturan ini
sekaligus meningkatkan pula bekerjanya hukum secara lebih meluas dan jauh memasuki
bidang-bidang kehidupan individu maupun sosial, sehingga peraturan-peraturan itu
menjadi semakin kompleks sifatnya. Justru dengan semakin meluasnya pengaturan oleh
hukum itu, sehingga hubungan-hubungan sosial lebih banyak dituangkan ke dalam
bagan-bagan yang abstrak, maka semakin besar pula kemungkinan bagi tertinggalnya
hukum di belakang peristiwa dan pemberlakuan yang nyata (Rahardjo, 1980: 99).
Menurut Lawrence W. Friedman ada 3 (tiga) elemen hukum yang harus berjalan
dengan baik untuk mencapai terciptanya sistem hukum, yaitu: substansi hukum, struktur
hukum dan budaya hukum (legal culture). Sebagai salah satu elemen dari sistem
hukum, faktor budaya hukum masyarakat memegang peranan sangat penting. Budaya
hukum adalah sikap masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum, meliputi
kepercayaan, pandangan-pandangan, pikiran-pikiran dan harapan-harapan yang
berhubungan dengan sistem hukum tadi. Budaya masyarakat tidak hanya mengacu pada
satu budaya hukum tertentu saja, tetapi juga tergantung dari sifat masyarakat, baik kelas
maupun statusnya. Budaya hukum masyarakat terdiri dari sub kultur hukum yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: tingkat ekonomi, pendidikan dan strata sosial.
Faktor- faktor ini mungkin sedikit mudah untuk dijelaskan karena dapat diukur.
Berbeda halnya dengan faktor adat istiadat yang sulit dijelaskan -karena sulit
mengukurnya- apalagi seperti Indonesia dimana antara satu daerah dengan daerah lain
berbeda-beda. Secara umum ada 2 (dua) budaya hukum masyarakat yang dikenal yaitu
budaya hukum masyarakat tradisional dan budaya hukum masyarakat industri. Dalam
masyarakat yang sederhana aturan hukum hanya terdiri dari kebiasaan dan norma, yang
apabila dilanggar akan
mendapat sanksi sosial dari komunitas masyarakat itu sendiri. Ketika masyarakat itu
berkembang, baik dari segi jumlah maupun kualitas permasalahan yang terjadi, barulah
sikap dan tingkah laku diatur dalam bentuk yang formal. Formalitas pengaturan tersebut
dapat berupa undang-undang atau keputusan pengadilan. Dalam sebagian masyarakat
hukum yang sederhana seperti Indonesia, yang komunitas masyarakatnya cenderung
bersifat sederhana dan homogen. Sedangkan di sebagian masyarakat industri hukum
cenderung bersifat kompleks dan variatif cenderung khusus yang ditandai dengan
pengaturan-pengaturan, seperti pembuatan sistem kontrak, kerjasama, joint ventura,
waralaba dan lain sebagainya. Dalam budaya hukum masyarakat Indonesia, dikaitkan
dengan kesadaran para pemangku kepentingan dibidang pendidikan, untuk
menyesuaikan status hukum yayasan (pendidikan), kecenderungannya masih realtif
rendah. Hal ini ditentukan banyak faktor, diantaranya kurangnya informasi dari
pemerintah atau rendahnya kesadaran masyarakat itu sendiri.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa sesuai dengan UU Yayasan, setiap
yayasan wajib menyesuaikan anggaran dasarnya. Namun demikian di lapangan masih
ada yayasan yang belum menyesuaikan anggaran dasarnya. Tentu ada banyak alasan
yang mungkin dikemukakan, salah satunya adalah kurangnnya sosilaisasi dari instansi
terkait. Hal ini dapat dilihat bahwa masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh
Kementerian Hukum dan HAM atas keberadaan UU Yayasan. Dari hasil penelitian 11
responden (55,00%) menjawan Kementerian Hukum dan HAM tidak pernah melakukan
sosialisasi atas keberadaan UU Yayasan. Sedangkan 8 responden (40,00%) menjawab
Kementerian Hukum dan HAM pernah mensosialisasikan UU Yayasan.
Dari 20 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini didapat data belum
semua responden menyesuaikan anggaran dasar yayasan dengan UU Yayasan.
Kecenderungan ini menunjukkan bahwa amanat Pasal 71 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun
2004 Tentang Perubahan UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan belum
sepenuhnya dapat dilaksanakan. Mayoritas responden (55,00%) menjawab baru
sebagian saja yang sudah menyesuaikan anggaran dasarnya dengan UU Yayasan.
Meskipun porsentasenya kecil, tetapi ada juga responden yang menjawab sama sekali
belum menyesuaikan anggaran dasarnya dengan UU Yayasan yaitu sebanyak 2
responden (10,00%).
Dari persebaran data-data diatas dapat dianalisis bahwa secara umum setiap yayasan
pendidikan (pendiri, pengawas dan pengurus) mengetahui keberadaan dari UU nomor
28 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.
Namun pemahaman dimaksud belum sampai kepada hal-hal yang bersifat substantif
terutama kewajiban untuk menyesuaikan anggaran dasar dan pengesahannya kepada
Kementerian hukum dan HAM.
(2) Yayasan yang telah didirikan dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dapat memperoleh status badan hukum dengan cara
menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan undang- undang ini, dan
mengajukan permohonan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu)
tahun terhitung sejak tanggal undang-undang ini mulai berlaku.
(3) Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib diberitahukan kepada
Menteri paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian.
(4) Yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
tidak dapat menggunakan kata ”yayasan” di depan namanya dan dapat dibubarkan
berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang
berkepentingan.
Kendala yang dihadapi pengurus yayasan pendidikan adanya anggapan bahwa akta
pendirian yayasan yang dikeluarkan oleh notaris adalah bentuk badan hukum. Di
samping itu adanya tarik menarik kepentingan antar pendiri yayasan, yang patut diduga,
terkait dengan aset-aset yayasan dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh
yayasan untuk menyesuaikan anggaran dasarnya.
KESIMPULAN