Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KELOMPOK

ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS


PADA KELOMPOK REMAJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
SRAGEN KABUPATEN SRAGEN

Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan

PRAKTIK ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA REMAJA


DAN PRANIKAH, KONTRASEPSI DAN PERENCANAAN
KEHAMILAN SEHAT DAN KEBIDANAN KOMUNITAS

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN

Disusun Oleh:
1. ADE EKA SARI WIDIYANTI (P27224020558)
2. ANITA DWI HASTUTI MAHARANI (P27224020559)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2021
HALAMAN JUDUL

ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS


PADA KELOMPOK REMAJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
SRAGEN KABUPATEN SRAGEN

Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan

PRAKTIK ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA REMAJA


DAN PRANIKAH, KONTRASEPSI DAN PERENCANAAN
KEHAMILAN SEHAT DAN KEBIDANAN KOMUNITAS

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN

Disusun Oleh:
1. ADE EKA SARI WIDIYANTI (P27224020558)
2. ANITA DWI HASTUTI MAHARANI (P27224020559)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2021
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN KELOMPOK

ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS


PADA KELOMPOK REMAJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
SRAGEN KABUPATEN SRAGEN

PRAKTIK ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA REMAJA


DAN PRANIKAH, KONTRASEPSI DAN PERENCANAAN
KEHAMILAN SEHAT DAN KEBIDANAN KOMUNITAS

Disusun oleh:

1. Ade Eka Sari Widiyanti (P27224020558)


2. Anita Dwi Hastuti Maharani (P27224020559)

Tanggal Pemberian Asuhan 20-25 Agustus 2021

Disetujui:

Pembimbing Lapangan
Tanggal: ________________
Di: _____________________ Yuli Patmawati, S.Tr.Keb
NIP. 19760601 200801 2 010

Pembimbing Institusi
Tanggal: ________________
Di: _____________________ Siti Yulaikah, S.ST., M.Keb
NIP. 91978033 120180 1 201
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Asuhan
Kebidanan Komunitas. Penulisan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas
komunitas yang dilaksanakan mulai tanggal 02 Agustus – 28 Agustus 2021.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak,
laporan kasus ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Lukman Hakim selaku kepala UPTD Puskesmas Sragen, yang telah
memberikan kesempatan dalam penyusunan laporan kasus ini.
2. KH. Endah Widhi Astuti, M.Mid. selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Surakarta.
3. Dr. Sri Wahyuni, M.Mid. selaku Ketua Program Studi Profesi Kebidanan
Surakarta dan pembimbing akademik kami yang telah memberikan bimbingan,
motivasi, dan arahan dalam penyusunan laporan ini.
4. Siti Yulaikah, S.ST, M.Keb. selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, dan arahan dalam penyusunan laporan ini.
5. Yuli Patmawati, S.Tr.Keb selaku pembimbing lahan/CI yang telah banyak
memberikan pengarahan, masukan, dan nasehat dalam penyusunan laporan
kasus ini.
6. Karyawan karyawati UPTD Puskesmas Sragen yang telah banyak memberikan
pengarahan, masukan, dan nasehat dalam penyusunan laporan kasus ini.
7. Para remaja di wilayah UPTD Puskesmas Sragen yang telah ikut melaksanakan
kegiatan dalam penyusunan laporan kasus ini.
8. Semua pihak yang turut membantu terselesainya laporan kasus ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Demikian penulis berharap semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Sragen, 23 Agustus 2021


DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... i


Halaman Persetujuan ........................................................................................... ii
Kata Pengantar .................................................................................................... iii
Daftar Isi............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
BAB III KARYA INOVASI ..................................................................................
BAB IV PENUTUP ...............................................................................................
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan pada usia yang


terlalu muda. Usia muda artinya, usia yang belum matang secara medis dan
psikologinya. Usia menikah ideal untuk perempuan adalah 2035 tahun dan 25-
40 tahun untuk pria (BKKBN, 2011). Penyebab terjadinya pernikahan dini
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, di antaranya adalah rendahnya tingkat
pendidikan mereka yang mempengaruhi pola pikir mereka dalam memahami dan
mengerti hakekat dan tujuan pernikahan serta orang tua yang memiliki ketakutan
bahwa anaknya akan menjadi perawan tua. Pernikahan dini bisa terjadi karena
keinginan mereka untuk segera merealisasikan ikatan hubungan kekeluargaan
antara kerabat mempelai laki-laki dan kerabat mempelai perempuan. Faktor
ekonomi lebih banyak dilakukan dari keluarga miskin dengan alasan dapat
mengurangi beban tanggungan dari orang tua (Himsyah, 2011).
Pernikahan dini yang tinggi ada korelasinya dengan kehamilan yang
tidak diinginkan (KTD) di kalangan remaja. KTD berhubungan dengan
pernikahan dini lantaran mayoritas korban KTD terpaksa memilih pernikahan
sebagai solusinya (BKKBN, 2010).
Hasil survey di beberapa negara menunjukkan bahwa pernikahan muda
menjadi kecenderungan di berbagai negara berkembang. Berdasarkan United
Nations Development Economic and Social Affairs (UNDESA), Indonesia
merupakan negara ke-37 dengan jumlah pernikahan dini terbanyak di dunia.
Hasil data Riskesdas 2010 menunjukkan 41,9% usia kawin pertama di
Indonesia adalah 15-19 tahun dan 4,8% usia 10-14 tahun sudah menikah. Hal
itu menempatkan Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan
muda tinggi di dunia (rangking 37) dan tertinggi kedua di ASEAN setelah di
Kamboja (Kemenkes, 2010).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk provinsi Jawa Tengah
tahun 2018 sebanyak 34.490.835 jiwa dengan 24,08 persen merupakan
penduduk dalam kategori remaja (umur 10-24 tahun). jumlah remaja ini akan
terus meningkat seiring dengan perubahan struktur usia penduduk. Jumlah
remaja yang banyak merupakan potensi bagi pembangunan di Jawa Tengah,
asalkan diimbangi dengan peningkatan kualitas. Kualitas dari sisi pendidikan
dan ketrampilan dalam menyongsong perubahan-perubahan yang terjadi.
Sebaliknya remaja yang tidak berkualitas hanya menjadi beban pembangunan.
Faktanya remaja tidak lepas dari berbagai permasalahan. Salah satunya
pernikahan dini. Pasca perubahan batasan usia menikah, permohonan dispensasi
kawin di Jawa Tengah meningkat. Data Pengadilan Agama Jawa Tengah tahun
2019 terjadi peningkatan dispensasi sebesar 286,2 persen (F&N, 2019) Data
tahun sebelumnya menurut Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), tahun 2016 ada
30.128 perempuan di bawah umur mengajukan dispensasi untuk
melangsungkan pernikahan, dari jumlah tersebut yang disetujui hanya sekitar
2.900 anak. Berarti ada sekitar 30.000 anak melangsungkan pernikahan dengan
cara menuakkan umur atau di bawah tangan (Saputra, 2017). Data Perwakilan
BKKBN Provinsi Jawa Tengah mencatat hal yang serupa ada 30 ribuan kasus
pernikahan dini, dari angka tersebut yang diberi dispensasi oleh kantor
Pengadilan Agama hanya 10 persennya, atau hanya tiga ribu (Premana, 2019).
Di Sragen angka pernikahan anak dibawah umur pada 2020 terbilang
tinggi. Jumlahnya mencapai 374 pernikahan atau 5,17% dari total pernikahan di
Sragen yang sebanyak 7.229. Jika dibandingkan dengan 2019, angka
perkawinan anak di bawah umur sebanyak 582 atau 7,15% dari total
perkawinan sebanyak 8.145 perkawinan.
Data yang dihimpun dari KUA di 20 kecamatan tersebut dipilah dan
dikelompokkan untuk usia anak. Yakni 18 tahun ke bawah. Mengeluarkan data
yang berumur 19 tahun meskipun dalam pernikahannya juga mendapatkan izin
dispensasi dari Pengadilan Agama (PA) karena umur 19 tahun tidak masuk
kategori anak.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) mencatat 20
persen kematian ibu hamil (bumil) dalam 17 bulan terakhir disumbang oleh
mereka yang terinfeksi virus corona (Covid-19). Di era pandemi, kematian
bumil dengan Covid-19 menyumbangkan 20 persen pada angka kematian bumil
di Indonesia. Bulan Juli meningkat tiga kali lipat. Sekitar 536 bumil yang
dilaporkan terinfeksi virus corona. Dari jumlah itu, 52 persen atau sekitar 278
orang bumil di antaranya positif Covid-19 dengan status tanpa gejala (OTG).
Berdasarkan fenomena di atas maka dalam asuhan komunitas ini,
penulis mengadakan kelas remaja dengan harapan menekan angka pernikahan
dini. Tentunya dengan tidak melupakan tujuan utama dari asuhan kebidanan
dalam melayani wanita sepanjang daur kehidupan. Pernikahan dini dapat
berujung pada kehamilan dini di era pandemi, yang juga akan meningkatkan
angka kematian ibu akibat terpajan virus covid-19.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana pemberian asuhan kebidanan pada Kelompok Remaja
dengan Kelas Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Ngrampal Kabupaten
Sragen?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Memberikan pengalaman belajar dan keterampilan kepada mahasiswa
agar memperoleh hasil yang efisien, efektif, dan optimal dalam
memperoleh, mengolah, menganalisis dan atau informasi serta
menginterpretasikan hasilnya saat intervensi kepada masyarakat.
b. Mahasiswa mampu mengamati, mempelajari, memahami, dan
menerapkan teori terkait kebidanan komunitas dengan teknik problem
solving dan pendekatan kerjasama.

2. Tujuan Khusus
Setelah selesai mengikuti Praktik Asuhan kebidanan Komunitas di lapangan
mahasiswa:
a. Mampu mengumpulkan informasi sesuai kebutuhan.
b. Mampu memprioritaskan masalah.
c. Mampu menghasilkan rencana intervensi pemecahan masalah yang
terjadi.

D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Dengan diadakannya Praktik Kebidanan Komunitas ini lebih meningkatkan
pemahaman mahasiswa mengenai kebidanan komunitas itu sendiri,
mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang telah di dapatkan sebelumnya
kepada masyarakat langsung, mahasiswa dapat memahami bagaimana cara
pengumpulan data yang baik sampai dilakukannya intervensi terhadap
masalah yang ditemukan, mahasiswa lebih bisa memahami situasi kesehatan
sebenarnya yang ada di tengah masyarakat, mahasiswa juga belajar
bagaimana caranya untuk menggerakan masyarakat dalam melakukan
program yang diadakan.
2. Bagi Institusi
Dengan adanya Praktik Kebidanan Komunitas menjadi nilai tugas akhir
individu dalam praktek kebidanan komunitas dan sebagai bahan masukan
dalam praktek kebidanan komunitas.
3. Bagi Masyarakat
Dengan diadakannya Praktik Kebidanan Komunitas, masyarakat dapat
mengetahui hal-hal yang belum mereka ketahui khusunya dalam hal
kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Reproduksi Remaja
1. Remaja
a. Pengertian Remaja
Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat
pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat
ia mencapai kematangan seksual (Sarwono, 2011). Masa remaja disebut
juga sebagai masa perubahan, meliputi perubahan dalam sikap, dan
perubahan fisik (Pratiwi, 2012). Remaja pada tahap tersebut mengalami
perubahan banyak perubahan baik secara emosi, tubuh, minat, pola
perilaku dan juga penuh dengan masalah-masalah pada masa remaja
(Hurlock, 2011).
Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya daerah
setempat. WHO membagi kurun usia dalam 2 bagian, yaitu remaja awal
10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Batasan usia remaja Indonesia
usia 11-24 tahun dan belum menikah (Sarwono, 2011). Menurut Hurlock
(2011), masa remaja dimulai dengan masa remaja awal (12-24 tahun),
kemudian dilanjutkan dengan masa remaja tengah (15-17 tahun), dan
masa remaja akhir (18-21 tahun).
b. Tahapan Remaja
Menurut Sarwono (2011) dan Hurlock (2011) ada tiga tahap
perkembangan remaja, yaitu :
1) Remaja awal (early adolescence) usia 11-13 tahun
Seorang remaja pada tahap ini masih heran akan perubahanperubahan
yang terjadi pada tubuhnya. Remaja mengembangkan pikiran-pikiran
baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara
erotis. Pada tahap ini remaja awal sulit untuk mengerti dan dimengerti
oleh orang dewasa. Remaja ingin bebas dan mulai berfikir abstrak.
2) Remaja Madya (middle adolescence) 14-16 tahun
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan teman-teman. Remaja
merasa senang jika banyak teman yang menyukainya. Ada
kecendrungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan
menyukai teman-teman yang mempunyai sifat yang sama pada
dirinya. Remaja cendrung berada dalam kondisi kebingungan karena ia
tidak tahu harus memilih yang mana. Pada fase remaja madya ini
mulai timbul keinginan untuk berkencan dengan lawan jenis dan
berkhayal tentang aktivitas seksual sehingga remaja mulai mencoba
aktivitas-aktivitas seksual yang mereka inginkan.
3) Remaja akhir (late adolesence) 17-20 tahun
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa yang
ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu :
(a) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
(b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang
dan dalam pengalaman-pengalaman yang baru.
(c) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
(d) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri.
(e) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self)
dan publik.
c. Karakteristik Perkembangan Sifat Remaja
Menurut Ali (2011), karakteristik perkembangan sifat remaja yaitu:
1) Kegelisahan.
Sesuai dengan masa perkembangannya, remaja mempunyai
banyak angan-angan, dan keinginan yang ingin diwujudkan di masa
depan. Hal ini menyebabkan remaja mempunyai angan-angan yang
sangat tinggi, namun kemampuan yang dimiliki remaja belum
memadai sehingga remaja diliputi oleh perasaan gelisah.

2) Pertentangan
Pada umumnya, remaja sering mengalami kebingungan karena
sering mengalami pertentangan antara diri sendiri dan orang tua.
Pertentangan yang sering terjadi ini akan menimbulkan kebingungan
dalam diri remaja tersebut.
3) Mengkhayal
Keinginan dan angan-angan remaja tidak tersalurkan,
akibatnya remaja akan mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan
menyalurkan khayalan mereka melalui dunia fantasi. Tidak semua
khayalan remaja bersifat negatif. Terkadang khayalan remaja bisa
bersifat positif, misalnya menimbulkan ide-ide tertentu yang dapat
direalisasikan.
4) Akitivitas berkelompok
Adanya bermacam-macam larangan dari orangtua akan
mengakibatkan kekecewaan pada remaja bahkan mematahkan
semangat para remaja. Kebanyakan remaja mencari jalan keluar dari
kesulitan yang dihadapi dengan berkumpul bersama teman sebaya.
Mereka akan melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga
berbagai kendala dapat mereka atasi bersama.
5) Keinginan mencoba segala sesuatu
Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
(high curiosity). Karena memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, remaja
cenderung ingin berpetualang, menjelajahi segala sesuatu, dan ingin
mencoba semua hal yang belum pernah dialami sebelumnya.
d. Perkembangan Remaja
1) Perkembangan fisik
Perubahan fisik terjadi dengan cepat pada remaja. Kematangan
seksual sering terjadi seiring dengan perkembangan seksual secara
primer dan sekunder. Perubahan secara primer berupa perubahan
fisik dan hormon penting untuk reproduksi, perubahan sekunder
antara laki- laki dan perempuan berbeda (Potter & Perry, 2009).
Pada anak laki-laki tumbuhnya kumis dan jenggot, jakun dan
suara membesar. Puncak kematangan seksual anak laki-laki adalah
dalam kemampuan ejakulasi, pada masa ini remaja sudah dapat
menghasilkan sperma. Ejakulasi ini biasanya terjadi pada saat
tidur dan diawali dengan mimpi basah (Sarwono, 2011).
Pada anak perempuan tampak perubahan pada bentuk
tubuh seperti tumbuhnya payudara dan panggul yang membesar.
Puncak kematangan pada remaja wanita adalah ketika mendapatkan
menstruasi pertama (menarche). Menstruasi pertama menunjukkan
bahwa remaja perempuan telah memproduksi sel telur yang tidak
dibuahi, sehingga akan keluar bersama darah menstruasi melalui
vagina atau alat kelamin wanita (Sarwono, 2011).
2) Perkembangan emosi
Perkembangan emosi sangat berhubungan dengan
perkembangan hormon, dapat ditandai dengan emosi yang sangat
labil. Remaja belum bisa mengendalikan emosi yang dirasakannya
dengan sepenuhnya (Sarwono, 2011).
3) Perkembangan kognitif
Remaja mengembangkan kemampuannya dalam
menyelesaikan masalah dengan tindakan yang logis. Remaja dapat
berfikir abstrak dan menghadapi masalah yang sulit secara efektif.
Jika terlibat dalam masalah, remaja dapat mempertimbangkan
beragam penyebab dan solusi yang sangat banyak (Potter & Perry,
2009).

4) Perkembangan psikososial
Perkembangan psikososial ditandai dengan terikatnya remaja
pada kelompok sebaya. Pada masa ini, remaja mulai tertarik dengan
lawan jenis. Minat sosialnya bertambah dan penampilannya menjadi
lebih penting dibandingkan sebelumnya. Perubahan fisik yang
terjadi seperti berat badan dan proporsi tubuh dapat menimbulkan
perasaan yang tidak menyenangkan seperti, malu dan tidak
percaya diri (Potter & Perry, 2009).
2. Perilaku
a. Pengertian perilaku
Perilaku adalah reaksi seseorang terhadap rangsangan dari luar.
Perilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman serta
interaksi manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
tindakan (Pratiwi, 2012). Perilaku adalah totalitas dari penghayatan
dan reaksi seseorang yang langsung terlihat atau tidak terlihat.
Timbulnya reaksi perilaku akibat interelasi stimulus internal dan
eksternal yang diproses melalui kognitif, afektif dan motorik (Ardiani,
2014).
b. Macam-macam perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup.
Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang
terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum
dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2) Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus sudah jelas dalam
bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati
dan dilihat oleh orang lain. Proses pembentukan perilaku dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, aspek dalam diri individu
yang sangat berpengaruh dalam perilaku adalah persepsi,
motivasi dan emosi. Persepsi adalah pengamatan kombinasi dari
penglihatan, pendengaran, penciuman, serta pengalaman masa
lalu. Motivasi adalah dorongan untuk melakukan suatu tindakan
yang memuaskan. Dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam
bentuk tindakan (Sarwono, 2011).
c. Faktor-faktor yang menentukan perilaku
Menurut Green dalam penelitian Pratiwi (2012), perilaku
ditemukan dalam tiga faktor, yaitu :
1) Faktor predisposisi (predisposing factor) yaitu faktor-faktor
yang dapat mempermudah terjadinya perilaku.
2) Faktor pendukung (enabling factor) meliputi semua
karakter lingkungan dan semua sumber daya atau fasilitas yang
mendukung atau memungkinkan terjadinya suatu perilaku.
3) Faktor pendorong (reinforcing factor) yaitu faktor yang
memperkuat terjadinya perilaku antara lain tokoh masyarakat,
teman sebaya, peraturan, undang-undang, surat keputusan dari
para pejabat pemerintahan daerah atau pusat.
4) Perilaku Seksual
a. Pengertian Perilaku Seksual
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh
hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama
jenis. Bentuk-bentuk perilaku ini bermacam-macam, mulai dari
perasaan tertarik sampai dengan tingkah laku berkencan, bercumbu
dan bersenggama (Sarwono, 2011).
Menurut Efendi (2009), perilaku seksual adalah perilaku
yang muncul karena adanya dorongan seksual, bentuk dari perilaku
seksual bermacam-macam mulai dari bergandengan tangan,
berpelukan, bercumbu, bercumbu berat (petting), sampai berhubungan
seksual. Perkembangan perilaku seksual dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain perkembangan psikis, fisik, proses belajar dan
sosio kultural. Beberapa aktivitas seksual yang sering terjadi pada
remaja yaitu sentuhan seksual, membangkitkan gairah seksual, seks
oral, seks anal, masturbasi dan hubungan heteroseksual (Pratiwi,
2012). Bentuk perilaku seksual yang dilakukan remaja menurut
Sarwono (2006) adalah bergandengan tangan (memegang lengan
pasangan), berpelukan (memegang pinggang pasangan), bercumbu
(cium pipi, cium kening, cium bibir), meraba bagian tubuh yang
sensitif, dan memasukkan alat kelamin.
b. Macam-Macam Perilaku Seksual
Macam - macam perilaku seksual menurut Efendi (2009) dan
Sarwono (2011), yaitu:
1) Masturbasi
Masturbasi adalah menyentuh, menggosok, dan meraba
bagian tubuh sehingga mendapatkan kepuasaan seksual
(orgasme) baik tanpa menggunakan alat maupun menggunakan
alat. Biasanya masturbasi dilakukan pada bagian tubuh yang
sensitif, seperti pada puting payudara, paha bagian dalam, klitoris
(pada perempuan), melakukan masturbasi dengan meraba
penis sehingga timbul ejakulasi (pada laki-laki). Masturbasi tidak
menimbulkan gangguan fisik jika dilakukan secara aman dan
tidak menyebabkan luka dan infeksi. Biasanya akan membuat
remaja kelelahan. Jika sering melakukan masturbasi akan
menyebabkan konsentrasi belajar remaja terganggu dan pada
remaja lainnya bisa menimbulkan rasa menyenangkan untuk
remaja itu sendiri.

2) Kissing atau ciuman


Ciuman dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual,
seperti dibibir disertai dengan rabaan pada bagian-bagian
sensitif yang dapat menimbulkan rangsangan seksual. Berciuman
dengan bibir tertutup merupakan ciuman yang umum dilakukan
oleh remaja, sedangkan berciuman dengan mulut dan bibir
terbuka, serta menggunakan lidah disebut French kiss.
Dampak dari aktivitas seksual berciuman bibir dapat
menimbulkan sensasi seksual yang kuat, yang dapat
membangkitkan dorongan seksual sehingga individu dan
pasangan tidak mampu untuk mengontrol hawa nafsu. Apabila
cium bibir dilakukan terus- menerus dapat menimbulkan
ketagihan (perasaan ingin mengulang perbuatan tersebut) dan
dapat mendorong untuk melakukan aktifitas seksual lainnya.
3) Necking
Necking adalah melakukan ciuman diarea leher ke bawah.
Necking merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan ciuman disekitar leher dan pelukan yang lebih
mendalam. Biasanya individu melakukan sentuhan menggunakan
mulut pada leher pasangannya baik sampai meninggalkan bekas
kemerahan maupun tidak meninggalkan bekas.
4) Onani
Istilah onani sama dengan masturbasi. Onani hanya
diperuntukkan oleh pria, dan masturbasi untuk wanita maupun
pria. Onani dilakukan dengan cara berkhayal mengenai hal-hal
erotis dan mengeksplorasi bagian tubuh sensitif sehingga
menimbulkan suatu kenikmatan. Onani biasanya dilakukan
menggunakan tangan, tanpa melakukan hubungan intim dengan
tujuan untuk mendapatkan kepuasan seksual.
5) Bercumbu berat (petting)
Petting adalah melakukan hubungan seksual dengan atau
tanpa menggunakan pakaian tetapi hanya sebatas menggesekkan
penis ke alat kelamin wanita. Petting biasa dilakukan sebagai
pemanasan sebelum melakukan hubungan seksual. Walaupun
tanpa melakukan hubungan seksual, petting tetap bisa
menimbulkan kehamilan tidak diinginkan karena sperma tetap
bisa masuk ke dalam uterus. Hal ini disebabkan karena wanita
yang sedang terangsang akan mengeluarkan cairan yang
mempermudah masuknya sperma ke dalam uterus. Sperma
mempunyai kekuatan untuk berenang masuk ke dalam uterus
jika tertumpah pada celana dalam yang dikenakan wanita, apalagi
jika mengenai bibir kemaluan wanita.
6) Hubungan seksual
Merupakan masuknya penis ke dalam vagina. Jika terjadi
ejakulasi (pengeluaran cairan semen yang di dalamnya
terdapat jutaan sperma) dengan posisi alat kelamin pria berada
dalam vagina sangat memudahkan pertemuan antara sperma
dan sel telur yang menyebabkan terjadinya pembuahan dan bisa
mengakibatkan kehamilan. Hal ini dilakukan oleh pasangan pria
dan wanita untuk mendapatkan kepuasaan seksual.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual
1) Pengaruh teman sebaya
Teman sebaya adalah interaksi dari sekelompok remaja
dengan tingkat kedewasaan yang sama, dimana remaja
memiliki kegiatan yang sama (Sinaga, 2012). Dalam hal ini,
teman sebaya memberikan informasi mengenai dunia di luar
keluarga sehingga remaja lebih banyak menghabiskan waktu
bersama dengan teman sebaya dari pada bersama dengan keluarga
(Sinaga 2012). Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan
sosial bagi remaja mempunyai peranan yang cukup penting
bagi perkembangan kepribadiannya dan kelompok teman sebaya
memungkinkan remaja untuk mengembangkan dirinya (Yusuf,
2014).

Dengan adanya kelompok teman sebaya, remaja saling


berkomunikasi dan saling mencurahkan isi hati (curhat).
Remaja saling menceritakan dan mengadu perasaan yang
sedang mereka alami, bahkan remaja saling bertukar pengalaman
mengenai pengalaman seksual yang telah mereka alami. Kesamaan
yang terjadi pada remaja menyebabkan hubungan teman sebaya
menjadi semakin akrab, intim bahkan semakin bebas. Inilah yang
menyebabkan remaja terjerumus ke arah kehidupan yang tidak
sehat bahkan melakukan perilaku seksual sebelum menikah,
mengkosumsi narkoba, dan HIV/AIDS (BKKBN,2010).
Kelompok teman sebaya dapat menjadi suatu ancaman bagi
perkembangan remaja apabila remaja tidak dapat memilah
dengan baik kelompok teman sebaya (Yusuf, 2014). Dalam
penelitian Dewi (2012) menunjukkan bahwa adanya hubungan
bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seksual
remaja. Remaja dengan pengaruh teman sebaya memiliki
kecendrungan berperilaku seksual beresiko sebanyak 1,73 kali
daripada remaja tanpa pengaruh teman sebaya. Hal ini
menunjukkan semakin besar pengaruh teman sebaya maka
remaja semakin memiliki kecendrungan untuk melakukan
perilaku seksual pranikah.

2) Ketaatan beragama
Agama berperan sangat penting dalam proses
kehidupan manusia. Agama merupakan kebutuhan dasar manusia
sejak berada dalam kandungan (Sinaga, 2012). Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Taufik (2013), remaja yang melakukan seks
pranikah karena kurangnya iman untuk selalu mengingat Tuhan
Yang Maha Esa, sehingga para remaja berani untuk
melakukan perbuatan dosa termasuk melakukan perilaku seksual
pranikah.
3) Paparan media pornografi
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia),
pornografi adalah gambaran tingkah laku secara erotis dengan
lukisan maupun tulisan untuk membangkitkan sebuah nafsu.
Menurut UU NO. 44 (2008), jenis media pornografi adalah
televisi, telepon, surat kabar majalah, radio serta internet. Menurut
Tristiadi (2016), remaja yang terpapar media pornografi secara
terus-menerus akan meningkatkan hasrat seksual remaja.
Remaja mengambil pesan dari media pornografi untuk
melakukan kissing, petting, bahkan melakukan hubungan seksual
sebelum menikah tanpa menjelaskan dampak dari perilaku seksual
yang dilakukan. Hal ini membuat remaja tidak berfikir panjang
untuk meniru apa yang mereka lihat.
Remaja dapat mengakses media pornografi dimana saja
dan kapan pun saat remaja inginkan. Semakin majunya era
globalisasi membuat remaja mendapatkan informasi dengan
sangat mudah melalui internet. Orang lain tidak bisa membatasi
dan mengontrol para remaja untuk melihat, membaca dan
mengakses informasi yang baik- baik saja (BKKBN, 2010). Media
yang sering digunakan oleh remaja seperti situs porno melalui
internet, majalah porno, video, film porno melalui smartphone
(Sarwono, 2012).
4) Pengetahuan seksual remaja sebelum menikah
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Pengetahuan manusia sebagian besar diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan
seksual sebelum menikah remaja adalah pengetahuan yang
dapat menolong remaja dalam menghadapi masalah hidup yang
bersumber pada dorongan seksual (Tristiadi, 2016).
Pengetahuan seksual remaja sebelum menikah terdiri dari
pemahaman tentang seksualitas yang dilakukan sebelum
menikah yang terdiri dari pengetahuan tentang fungsi
hubungan seksual, akibat melakukan hubungan seksual
sebelum menikah, dan faktor yang mendorong perilaku seksual
sebelum menikah (Sarwono, 2012).
5) Peran orang tua
Orang tua dapat mempengaruhi perilaku seksual
anak melalui tiga cara yaitu komunikasi, bertindak sebagai
contoh (role model) dan pengawasan. Orang tua seharusnya
yang pertama kali memberikan pengetahuan perilaku seksual
kepada anaknya (Tristiadi, 2016). Banyak orang tua yang
masih mentabukan pembicaraan mengenai seksual dengan
anaknya, orang tua tidak terbuka pada anak sehingga anak
cendrung tidak mendapatkan pendidikan perilaku seksual sejak
dini (Sarwono, 2011). Hal ini akan membuat jarak antara anak
dengan orang tua sehingga pengetahuan seksualitas anak
sangatlah kurang.

6) Kontrol diri
Kontrol diri adalah kemampuan seseorang dalam
mengendalikan emosi, perilaku dan keinginan untuk
memperoleh imbalan tertentu (Tristiadi, 2016). Terdapat
tiga aspek kontrol diri, yaitu kontrol perilaku (behavior
control), kontrol kognitif (cognitive control), dan kontrol
dalam mengambil keputusan (decisional control) (Tristiadi,
2016).
7) Usia
Menurunnya angka kematangan seksual ditandai
dengan menurunnya usia menarche, selain itu juga
meningkatnya informasi melalui media massa atau hubungan
dengan orang lain. Hasil penelitian menunjukkan adanya
penurunan batas usia hubungan seks pertama kali yaitu pada
usia 13-18 tahun di Jakarta dan dibawah 16 tahun di Manado
(Sarwono, 2011).
d. Dampak Perilaku Seksual
Menurut Sarwono (2011), perilaku seksual dapat memberikan dampak
negatif pada remaja diantaranya adalah :
1) Dampak psikologis
Dampak psikologis dari perilaku seksual remaja adalah rasa marah, takut,
cemas, depresi, rendah diri, merasa bersalah dan berdosa. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Savita (2014) dalam satu tahun ternyata
ada beberapa siswa yang dikeluarkan dari sekolahnya akibat perilaku
seksual sehingga menyebabkan siswa tersebut merasa harga diri
rendah dan merasa bersalah.
2) Dampak fisiologis
Dampak fisiologis dari perilaku seksual remaja adalah kehamilan yang
tidak diinginkan dan aborsi. Menurut BKKBN (2008) dalam
penelitian Dewi (2012) mendefinisikan kehamilan remaja adalah
kehamilan yang terjadi pada seseorang yang berusia 14-19 tahun melalui
nikah atau pra nikah. Kehamilan remaja berakibat hipertensi, pendarahan,
bayi prematur, dan BBLR.
Kehamilan diluar pernikahan pada remaja dapat memicu terjadinya
pengguguran kandungan (aborsi) yang dapat menyebabkan kematian pada
ibu maupun pada janin. Secara psikologis, pada saat seseorang
mengalami kehamilan diluar pernikahan, maka akan cendrung mengambil
jalan pintas dengan melakukan aborsi (Kemenkes, 2011).
3) Dampak sosial
Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual adalah dikucilkan,
putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran
menjadi seorang ibu. Masyarakat mencela dan menolak keadaan perilaku
seksual tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Marantika (2015)
dampak sosial yang didapatkan pada anak yang hamil diluar nikah adalah
dikucilkan dan dianggap remeh oleh lingkungan, dan dianggap sebagai
sampah di lingkungan masyarakat karena perbuatannya yang hina.
4) Dampak fisik
Menurut Efendi (2009) terdapat beberapa dampak fisik akibat perilaku
seksual pranikah remaja. Penyakit Menular Seksual (PMS), adalah
penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Seseorang beresiko
tinggi terkena PMS apabila melakukan hubungan seksual dengan
berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. Selain
itu Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS), adalah sekumpulan
penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh, penyebabnya adalah
Human Immunodeficiency Virus (HIV) melalui hubungan seksual.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) menyatakan bahwa
remaja cendrung beresiko tertular PMS atau HIV/AIDS karena seringkali
remaja melakukan hubungan seksual tanpa rencana, sehingga
remaja tidak siap untuk menggunalan kondom atau alat kontrasepsi
lainnya. Pada bulan Juni 2012 didapatkan data jumlah pengidap HIV usia
remaja (15-24 tahun) mencapai angka 103 orang, sedangkan pengidap
AIDS mencapai 45 orang. Prosentase penyakit HIV/AIDS pada kalangan
remaja berada pada urutan kedua setelah golongan usia dewasa, diatas 25
tahun.

B. Pernikahan Dini
1. Pengertian pernikahan
Menurut Undang-Undang RI No 1 th 1974 tentang perkawinan bahwa
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut
UU negara/UU Perkawinan bab 11 pasal 7 ayat 1 tahun 1974 menyatakan
bahwa : perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria dapat mencapai umur 19
tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 tahun. Namun
pemerintah mempunyai kebijakan tentang perilaku reproduksi manusia yang
ditegaskan dalam UU No 10 tahun 1992 yang menyebutkan bahwa
pemerintah menetapkan kebijakan upaya penyelenggaraan Keluarga
Berencana, perkawinan diijinkan bila laki-laki berumur 21 tahun dan
perempuan berumur 19 tahun. Sehingga perkawinan usia muda adalah
perkawinan yang dilakukan bila pria kurang dari 21 tahun dan perempuan
kurang dari 19 tahun.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan dini:
Berikut adalah faktor-faktor yang menyebabkan pernikahan dini pada remaja:
a. Pengetahuan
Seorang wanita yang mempunyai pengetahuan tentang resproduksi yang
baik pasti akan lebih mempertimbangkan tentang hal usia pernikahannya,
karena mereka mengetahui apa saja akibat dari pernikahan usia dini
terhadap kesehatan reproduksinya.

b. Pendidikan
Sebagian yang berpendidikan dasar atau menengah lebih cenderung
untuk dinikahkan oleh orang tuanya, dibandingkan dengan yang
berpendidikan tinggi, dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat
mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak produktif, salah satunya
adala menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang jika diluar kontrol
membuat kehamilan diluar nikah.
c. Sosial Ekonomi
Ekonomi keluarga yang rendah tidak cukup menjamin kelanjutan
pendidikan anak sehingga apabila seorang anak perempuan telah
menamatkan pendidikan dasar dan tidak melanjutkan ke jenjang
pendidikan tinggi, ia hanya tinggal dirumah.
d. Budaya
Faktor budaya turut mengambil andil yang cukup besar, karena
kebudayaan ini diturunkan dan sudah mengakar layaknya kepercayaan
ada suatu kepercayai apabila anak perempuannya tidak segera menikah,
itu akan memalukan keluarga karena dianggap tidak laku dalam
lingkungannya. Melanggengkan hubungan Pernikahan dini dalam hal ini
sengaja dilakukan dan sudah disiapkan semuanya, karena dilakukan
dalam rangka melanggengkan hubungan yang terjalin antara keduanya.
Hal ini menyebabkan mereka menikah di usia belia (pernikahan dini),
agar status hubungan mereka ada kepastian.
3. Dampak Pernikahan Dini
Dampak pernikahan usia muda (Djamilah, 2014) sebagai berikut:
a. Dampak Kesehatan
1) Dampak pernikahan dini pada kehamilan
Perempuan yang hamil pada usia remaja cenderung memiliki resiko
kehamilan dikarenakan kurang pengetahuan dan ketidaksiapan dalam,
menghadapi kehamilannya. Kematian maternal pada wanita hamil dan
melahirkan usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi
daripada kematian yang terjadi pada usia 20-29 tahun
2) Tekanan darah tinggi
a) Keguguran
b) Mudah terjadi infeksi
c) Anemia kehamilan atau kekurangan zat besi
d) Kematian ibu yang tinggi
3) Dampak pernikahan dini pada proses persalinan :
a) Mengalami perdarahan
b) Persalinan lama dan sulit
c) Prematur,
d) BBLR (berat badan lahir rendah),
4) Dampak psikologis
Perkawinan anak berpotensi kekerasan dalam rumah tangga
yang mengakibatkan trauma sampai kematian terutama dialami oleh
remaja perempuan dalam perkawinan. Selain itu, remaja perempuan
yang sudah menikah muda dan mengalami kehamilan tidak
diinginkan akan cenderung minder, mengurung diri dan tidak percaya
diri.

5) Dampak sosial
Perkawinan anak berdampak pada potensi perceraian dan
perselingkuhan dikalangan pasangan muda yang baru menikah.
Adanya pertengkaran menyebabkan timbulnya kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT)/kekerasan seksual terutama yang dialami oleh
istri.
6) Dampak ekonomi
Anak remaja (<15–16 tahun) seringkali belum mapan atau
tidak memiliki pekerjaan yang layak dikarenakan tingkat pendidikan
mereka yang rendah. Hal tersebut menyebabkan anak yang sudah
menikah masih menjadi tanggungan keluarga khususnya orang tua
dari pihak laki-laki (suami). Akibatnya orang tua memiliki beban
ganda, selain harus menghidupi keluarga, mereka juga harus
menghidupi anggota keluarga baru.
4. Pencegahan pernikahan dini
Menurut Noorkasiani, dkk, (2009) upaya untuk menanggulangi
perkawinan usia muda adalah sebagai berikut:
a. Remaja yang belum berkeluarga dapat diberikan pengarahan melalui
kegiatan pendidikan dalam arti meningkatkan pengetahuan remaja tentang
arti dan peran perkawinan serta akibat negatif yang ditimbulkan
perkawinan pada usia yang sangat muda dengan melakukan kegiatan yang
positif Remaja yang telah berkeluarga yaitu mencegah remaja yang
berkeluarga agar tidak segera hamil, Penyuluhan kepada keluarga agar
menghilangkan kebiasaan keluarga untuk mengawinkan anak dalam usia
muda dan meningkatkan status ekonomi sehingga dapat menghindari
terjadinya perkawinan usia muda dengan alasan ekonomi.
b. Memperbanyak kesempatan kerja dan berperilaku tegas
dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan mengenai
perkawinan
c. Pendewasaan usian perkawinan dan perencanaan keluarga
pendewasaan usian perkawinan dan perencanaan keluarga merupakan
kerangka dari program pendewasaan usia perkawinan kerangka ini terdiri
dari 3 masa reproduksi yaitu:
d. Masa menjarangkan kehamilan
Dalam masa reproduksi ini usia dibawah 20 tahun adalah usia yang
dianjukan untuk menunda perlawinan dan kehamilan. Dalam usia ini
sesoraang remaja masih dalam proses tumbuh kembang baik secara fisik
maupun psikis. Proses pertumbuhna berakhir pada usia 20 tahun, engan
adalasan ini maka dianjurkan untuk awanita menikah pada usia 20 tahun.
Apabila pasangan suami istri menikah pada usia tersebut, maka dianjurkan
untuk menunda kehamilan sampai usia istri di usia 20 tahun dengan
menggunakan alat kotrasepsi. Pada masa menunda kehamilan maka
perempuan yang menikah pada usia kurangdari 20 tahun dianjurkan
menunda kehamilan sampai usia minmal 20 tahun
e. Masa menjarangkan kehamilan Pada masa ini perempuan antar 20-35
tahun, merupakan periode yang paling baik untuk hamil dan melahirkan
karena mempunyai resiko paling rendah bagi ibu dan anak.
f. masa menakhiri kehamilan
Berada pada usia diatas 35 tahun, sebab secara empiris diketahui
melahirkan anak diatas usia 35 tahun banyak mengalami resiko medik
C. VAKSINASI COVID 19
1. Pengertian Vaksinasi
proses di dalam tubuh, dimana seseorang menjadi kebal atau terlindungi
dari suatu penyakit sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut maka tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan,
biasanya dengan pemberian vaksin.
2. Pengerttian vaksin
Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa
mikroorganisme atau bagiannya atau zat yang dihasilkannya yang telah
diolah sedemikian rupa sehingga aman, yang apabila diberikan kepada
seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap
penyakit tertentu.Apakah Vaksin itu obat?Vaksin bukanlah obat, vaksin
mendorong pembentukan kekebalan spesifik tubuh agar terhindar dari
tertular ataupun kemungkinan sakit berat. Selama belum ada obat yang
defenitif untuk COVID-19, maka vaksin COVID-19 yang aman dan efektif
serta perilaku 3M (memakasi masker, mencuci tangan dengan sabun dan
menjaga jarak) adalah upayaperlindungan yang bisa kita lakukan agar
terhindar dari penyakit COVID-19.
3. Cara Vaksin bekerja dalam tubuh untuk melindungi kita
Vaksin adalah produk biologi yang diberikan kepada seseorang
untuk melindunginya dari penyakit yang melemahkan, bahkan mengancam
jiwa. Vaksin akan merangsang pembentukan kekebalan terhadap penyakit
tertentu pada tubuh seseorang. Tubuh akan mengingat virus atau bakteri
pembawa penyakit, mengenali dan tahu cara melawannya.
4. sasaran penerima Vaksinasi COVID-19
Kelompok prioritas penerima vaksin adalah penduduk yang berdomisili di
Indonesia yang berusia ≥ 18 tahun. Kelompok penduduk berusia di bawah 18
tahun dapat diberikan vaksinasi apabila telah tersedia data keamanan vaksin
yang memadai dan persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency
use authorization) atau penerbitan nomor izin edar (NIE) dari Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
5. Dimana tempat Pelayanan Vaksinasi COVID-19
Pelayanan vaksinasi COVID-19 dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota ataumilik masyarakat/ swasta yang memenuhi
persyaratan, meliputi:1.Puskesmas, Puskesmas Pembantu2.Klinik3.Rumah
Sakit dan/ atau4.Unit Pelayanan Kesehatan di Kantor Kesehatan Pelabuhan
(KKP)
6. YANG TIDAK BOLEH DIVAKSIN
a. Suhu lebih dari 37.5
b. Tensi tinggi lebih dari 180/110
c. Alergi berat setelah dosis 1
d. Mengidap autoimun,lupus
e. Gangguan pembekuan darah, kelainan darah, defisiensi imun
7. Jenis vaksin di Indonesia
Vaksinasi bertujuan untuk memberikan kekebalan spesifik terhadap suatu penyakit
tertentu sehingga apabila Suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut maka tidak
akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Tentu, apabila Seseorang tidak
mendapatkan vaksinasi maka ia tidak akan memiliki kekebalan spesifik terhadap
penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi tersebut. Orang apalagi
lansia yang tidak mendapatkan vaksinasi COVID 19 lengkap sesuai jadwal serta
mengabaikan protokol kesehatan maka akan menjadi rentan tertular dan jatuh sakit
akibat COVID-19.
BAB III
HASIL

A. PELAKSANAAN
1. Pelaksanaan Kegiatan
a. Pokok bahasan : Kelas remaja dengan menggunakan paket
sehat kelas remaja
b. Waktu pertemuan : Menyesuaikan masing-masing tempat
c. Hari/Tanggal : Menyesuaikan masing-masing tempat
d. Tempat : Menyesuaikan masing-masing tempat
e. Sasaran : Remaja di wilayah kerja Puskesmas Ngrampal
2. Pengorganisasian Kelompok
Susunan panitia
a. Ketua : Yuli Patmawati, S.Tr.Keb
b. Wakil ketua : Siti Yulaikah, S.ST., M.Keb
c. Sekretaris : Ade Eka Sari Widiyanti
d. Bendahara : Anita Dwi Hastuti Maharani
e. Sie Acara : Ade Eka Sari Widiyanti
f. Sie Humas : Anita Dwi Hastuti Maharani
3. Proses evaluasi kegiatan
a. Persiapan
1. Koordinasi dengan bidan desa di wilayah kerja Puskesmas
2. Koordinasi dengan kelurahan setempat
3. Koordinasi dengan karang taruna desa
4. Menyiapkan paket sehat kelas remaja yang berisi:
a) Leaflet
b) Masker
c) Handsanitize
5. Menyiapkan materi tentang:
a) Pernikahan dini
b) Kesehatan reproduksi
c) Vasksinasi COVID-19
b. Penatalaksanaan
1. Pelaksanaan kelas remaja dilakukan 4 kali pertemuan di wilayah
yang berbeda.
a) Desa Tangkil
1) Hari/ Tanggal : Jumat, 20 Agustus 2021
2) Waktu : 09.00 WIB
3) Tempat : Rumah Ibu Siska
4) Sasaran : 4 remaja
b) Desa Sragen Tengah
1) Hari/ Tanggal : Jumat, 20 Agustus 2021
2) Waktu : 13.00 WIB
3) Tempat : Rumah Bapak Agus
4) Sasaran : 3 remaja
c) Desa Cantel Wetan
1) Hari/ Tanggal : Sabtu, 21 Agustus 2021
2) Waktu : 09.00 WIB
3) Tempat : Rumah Ibu Yuni (Kader)
4) Sasaran : 4 remaja
d) Desa Kedungupit
1) Hari/Tanggal : Selasa, 24 Agustus 2021
2) Waktu : 11.00 WIB
3) Tempat : Rumah Alysa
4) Sasaran : 3 remaja
2. Pelaksanaan kegiatan kelas remaja
a) Pembukaan
b) Perkenalan
c) Presensi dan Pre Test
d) Penyampaian materi
e) Diskusi
f) Post Test
g) Penutup
c. Evaluasi
1. Telah dilaksanakan kelas remaja sesuai jadwal yang sudah
ditentukan dengan jumlah seluruh remaja 17 orang.
2. Terdapat peningkatan pengetahuan sebelum diberikan materi
dengan sesudah diberikan materi dibuktikan oleh hasil pre dan post
test.
3. Melaporkan hasil kegiatan kelas remaja kepada bidan desa.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pengambilan data didapatkan melalui data sekunder. Data sekunder adalah


sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya
lewat orang lain atau lewat dokumen. Data sekunder merupakan data yang telah
tersedia dalam berbagai bentuk. Biasanya sumber data ini lebih banyak sebagai data
statistik atau data yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga siap digunakan dalam
statistik biasanya tersedia pada kanto-kantor pemerintahan, biro jasa data, perusahaan
swasta atau badan lain yang berhubungan dengan pengunaan data (Sugiyono, 2016).
Tingginya kasus pernikahan dini pada anak dapat memiliki efek negatif yang
serius dan bertahan lama. Ketika seorang remaja perempuan hamil, hal ini dapat
berdampak signifikan pada pendidikan, kesehatan (akibat komplikasi dari persalinan),
dan kesempatan kerja, yang memengaruhi kehidupan dan pendapatannya di masa
depan. Anak yang dilahirkannya juga berisiko kematian pada saat bayi, stunting, dan
rendahnya berat badan lahir (Buentjen & Walton, 2019: Rosalin, 16 Februari 2021).
Permasalahan lain yang dialami pasangan suami istri belia adalah rentannya praktik
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) karena belum mampu mengelola emosi.
Perkawinan anak menimbulkan masalah baru pada keluarga besar karena banyak
orang tua yang terpaksa membantu mengurusi cucu. Pada kasus perkawinan anak
dengan pasangan yang belum siap secara finansial, maka akan menggantungkan
beban pada keluarga besarnya.
Berdasarkan jurnal Andina (2021), Perjuangan menurunkan angka
perkawinan anak mendapatkan titik terang ketika Undang-Undang No. 1 Tahun 2014
tentang Perkawinan (UU Perkawinan) direvisi pada tahun 2019. Dalam revisi UU
tersebut, negara menaikkan usia minimal calon pengantin menjadi 19 tahun baik laki-
laki maupun perempuan. Sebelumnya, perkawinan dapat diizinkan apabila pihak pria
mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Ketentuan
usia tersebut memungkinkan terjadinya perkawinan anak perempuan yang berkorelasi
terhadap tingginya diskriminasi terhadap anak perempuan. Akibatnya di Indonesia, 1
dari 9 anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun di tahun 2018 (UNICEF
Indonesia et al., 2020). Dengan adanya revisi UU Perkawinan maka selaras dengan
UU Perlindungan Anak dalam upaya mencegah terjadinya perkawinan pada usia
Anak.
Kelas remaja dengan paket sehat kelas remaja merupakan program kebidanan
komunitas Poltekkes Kemenkes Surakarta dengan tujuan meningkatkan kesadaran
dampak dari pernikahan dini, mengetahui kesehatan reproduksi remaja, dan
pengetahuan remaja tentang COVID-19. Hal ini didukung oleh jurnal dari Andina
(2021), yaitu strategi lain yang secara tidak langsung mendorong penurunan
perkawinan anak berfokus pada komunikasi, informasi, dan edukasi dilakukan oleh
berbagai instansi, antara lain Kementerian PPPA, Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) bekerja sama dengan Badan
Pengembangan Hukum Nasional (BPHN) dan Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) baik melalui advokasi hukum, promosi kesehatan
reproduksi, maupun sosialisasi pencegahan perkawinan anak kepada masyarakat.
Kelas remaja tidak hanya berisikan tentang materi, tetapi kita juga
memberikan paket sehat yang didalamnya terdapat masker medis, handsanitizer dan
leaflet. Pemberian masker medis dan handsanitizer bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran remaja dalam mematuhi protokol kesehatan di masa pandemi. Pemberian
leaflet bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran remaja terhadap
dampak pernikahan dini dan kesehatan reproduksi. Sehingga tujuan BKKBN untuk
menurunkan angka pernikahan dini dapat terwujud.
Setelah diadakannya kegiatan Kelas Remaja diharapkan remaja sadar dengan dampak
pernikahan dini dan bersedia menjadi kader remaja apabila wilayah tersebut
membentuk Posyandu Remaja. Diharapkan Promkes dan Bidan Desa dapat
melanjutkan kegiatan Kelas Remaja untuk mencapai pembentukan Posyandu Remaja
pada tiap daerah untuk menekan angka pernikahan dini.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan asuhan kebidanan pada kelompok remaja dengan masalah
pernikahan dini di wilayah Puskesmas Ngrampal Kabupaten Sragen didapati
kesimpulan sebagai berikut :
1. Prioritas Masalah yang ditentukan pada kelompok remaja di wilayah kerja
Puskesmas Ngrampal adalah pernikahan dini
2. Penatalaksanaan masalah yang dilakukan yaitu dengan mengadakan kelas
remaja di 5 wilayah yang berbeda dengan jumlah total 17 remaja.
3. Terdapat peningkatan pengetahuan sebelum diberikan materi dengan
sesudah diberikan materi dibuktikan oleh hasil pre dan post test.
4. Hasil kegiatan kelas remaja telah dilaporkan kepada bidan desa.
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
Masyarakat khususnya remaja diharapkan sadar dengan dampak pernikahan
dini serta mampu menjadi kader remaja apabila wilayah tersebut membentuk
posyandu remaja.
2. Bagi Bidan dan Tenaga Kesehatan
Dapat digunakan untuk menambah wawasan kajian, dan literatur petugas
kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi
masyarakat. Serta diharapkan Bidan Desa dapat melanjutkan kegiatan Kelas
Remaja untuk mencapai pembentukan Posyandu Remaja pada setiap daerah
untuk menekan angka pernikahan dini.
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, S. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Pratiwi, Anggun Ari. (2012). Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang


Dampak Seks Bebas Dengan Perilaku Seksual Remaja di Desa Kweni Sewon
Bantul Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah.

Hurlock, Elizabeth B. (2011). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.

Ali, Mohammad, dkk. 2011. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
PT Bumi Aksara.

Perry & Potter (Erik Erikson). (2009). Fundamental Keperawatan, Edisi 7,


terjemahan (Federderika, A): Salemba Medika: Jakarta.

Ardiani, R. (2014). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pada Siswa


Kelas X di SMA Muhammadyah 2 Gemolong Sragen”. Skripsi. STIKES, PKU
Muhammadyah Surakarta.

Efendi, Ferry & Makhfud. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
DOKUMENTASI KEGIATAN
KELAS REMAJA

Tanggal 20 Agustus 2021

Tanggal 20 Agustus 2021


DOKUMENTASI KEGIATAN
KELAS REMAJA

Tanggal 21 Agustus 2021

Tanggal 25 Agustus 2021

Anda mungkin juga menyukai