Anda di halaman 1dari 4

AGAMA DAN EKONOMI

 Fenomena- fenomena agama dunia seperti fundamentalisme menjadi sorotan


para ahli baik teolog, sosiolog, psikolog, antropolog, ekonom, maupun
ilmuwan politik. Rasionalitas dibalik tindakan terorisme atau martir untuk
agama tertentu juga menjadi fokus perhatian berbagai studi mengenai agama.
 Tesis Weber ini memperlakukan ekonomi sebagai variabel dependen sementara agama
sebagai variabel independent. Dalam hal agama dilihat sebagai variabel
independent, isu utamanya ialah misalnya bagaimana religiusitas memengaruhi
karakteristik individual, seperti etos kerja, kejujuran, dan sikap hidup hemat,
yang selanjutnya memengaruhi kinerja ekonomi.
 Semua agama mempunyai efek negatif terhadap pembangunan. Dengan demikian,
pemisahan antara institusi agama dan negara menjadi faktor dominan pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Di negara yang semakin sekuler, pertumbuhan ekonomi semakin
meningkat
 Secara keseluruhan disimpulkan bahwa agama Kristen memiliki hubungan yang lebih
positif dengan karakteristik sikap kondusif bagi pertumbuhan ekonomi.
 Studi-studi di atas menunjukkan bagaimana institusi agama memengaruhi
aspek kehidupan ekonomi. Dengan demikian, peran agama dirasakan menjadi
kian penting dalam mendorong terciptanya masyarakat sejahtera
 Persoalan mengenai apakah agama dapat menghambat atau mendorong
perkembangan ekonomi dan perubahan institusional menjadi penting saat ini
karena munculnya gerakan-gerakan Islamis dan ketidakpuasan atas kondisi
perekonomian di berbagai negara Islam
 agama membentuk keputusan entrepreneurial. Secara khusus,
beberapa agama seperti Islam dan Kristen sangat kondusif bagi kewirausahaan,
sedangkan yang lain seperti Hindu menghalangi hal itu
 Persoalan bahwa kemajuan ekonomi pada satu sisi yang tidak diringi
perkembangan moralitas telah disadari para ahli sejak lama

TESIS WEBER “ETIKA PROTESTAN DAN SEMANGAT KAPITALISME”


 Tesis Weber itu sendiri muncul sebagai
bentuk kritik terhadap pandangan Marx yang menganggap bahwa budaya
hanya merupakan ekspresi dari tatanan ekonomi yang berlaku di masyarakat.
Weber sebaliknya melihat budaya (termasuk di sini ialah agama) merupakan
variabel independent yang memengaruhi ekonomi.
 Menurut Weber
dalam semua agama terdapat di dalamnya etika ekonomi, tetapi masalahnya apakah etika
tersebut diekspresikan dalam kehidupan nyata atau tidak, itulah pokok persoalan yang
menyebabkan tingkat perkembangan ekonomi berbeda antarmasyarakat. Etika ekonomi
pada agama-agama Asia pada umumnya sekadar “hiasan dinding” yang jauh dari praksis
kehidupan sehari-hari. Jadi, persoalannya bukannya
ada atau tidak etika ekonominya, melainkan bagaimana etika tersebut
diimplementasikan menjadi aktivitas nyata kehidupan sehari-hari
 Katolik: Publican, Kristen: pharisaic. Dalam konteks
tipologi ini, agama publican mempromosikan nilai-nilai yang resisten terhadap
perkembangan ekonomi, sedangkan agama pharisaic mempromosikan nilainilai yang
mendorong pertumbuhan ekonomi.
TEORI PILIHAN RASIONAL DALAM AGAMA
 Teori pilihan rasional dalam agama pada dasarnya merupakan teori yang
ditujukan untuk memahami agama melalui model penjelasan ekonomi
 Dalam perspektif teori pilihan rasional,
derajat religiusitas, misalnya, diukur dari kehadiran atau keterlibatan dalam
aktivitas gereja, kepercayaan terhadap surga dan neraka, dan kepercayaan
terhadap kehidupan akhir setelah kematian
 Perspektif teori pilihan rasional melihat bahwa setiap agama atau bahkan setiap
denominasi dalam suatu agama tertentu berada dalam kondisi persaingan
untuk memperebutkan sebanyak mungkin jemaah. Layaknya dalam persaingan
pasar dalam pengertian ekonomi, agama berusaha menampilkan performa
terbaik agar dapat lebih menarik bagi jemaahnya dan calon jemaahnya. Suatu
masyarakat atau suatu negara yang memiliki tingkat pluralitas agama yang lebih
tinggi diasumsikan memiliki tingkat persaingan yang semakin kompetitif
 Agama dilihat sebagaimana aspek sosial lain, tidak ada status ontologis
khusus sehingga tidak memerlukan alat analitis yang khusus pula. Individu
diasumsikan dalam hal ini bertindak rasional, memiliki preferensi yang
relatif stabil, dan memilih agamanya dalam sebuah “pasar” agama. Kelompok
keagamaan dapat dipandang sebagai “religious firms”, yang bekerja di sisi
supply atau menawarkan “produk” agama semenarik mungkin. Sebagaimana
komoditas lain, hukum ekonomi tentang penawaran dan permintaan juga
berlaku untuk agama.
 Teori pilihan rasional dalam agama kenyataannya merupakan teori yang
lebih banyak dipengaruhi oleh teori-teori ekonomi. Beberapa ekonom berusaha
mengaplikasikan teori-teori ekonomi untuk menjelaskan berbagai fenomena
sosial terutama dalam hal ini ialah agama. Dalam teori pilihan rasional
digunakan beberapa asumsi yang sama ketika menjelaskan persoalan ekonomi,
misalnya aktor diasumsikan bertindak secara rasional dalam pengertian yang
luas. Berbeda dengan teori-teori sosiologi yang lain, yang lebih bersifat backward
looking (mengasumsikan aktor yang dipengaruhi oleh faktor-faktor penyebab
yang beroperasi pada masa lalu), teori pilihan rasional bersifat forward looking
dengan mengasumsikan aktor sebagai individu yang bersifat independent dalam
membuat keputusan secara sadar. Keputusan yang diambil didasarkan atas
pertimbangan biaya (cost) dan keuntungan (benefit) sejumlah alternatif pilihan
yang tersedia
 Perilaku agama dilihat sama halnya dengan bentuk-bentuk perilaku sosial
lainnya. Dengan demikian, penjelasan terhadap perilaku agama juga sama
dengan perilaku yang lain. Teori pilihan rasional berusaha menjawab persoalan
seperti apakah aktivitas keagamaan yang dilakukan seseorang itu rasional? Atau
mengapa seseorang itu berpindah agama/aliran/sekte?
 Perilaku agama dilihat sama halnya dengan bentuk-bentuk perilaku sosial
lainnya. Dengan demikian, penjelasan terhadap perilaku agama juga sama
dengan perilaku yang lain. Teori pilihan rasional berusaha menjawab persoalan
seperti apakah aktivitas keagamaan yang dilakukan seseorang itu rasional? Atau
mengapa seseorang itu berpindah agama/aliran/sekte?
 Meskipun memiliki banyak keunggulan, teori pilihan rasional terutama
dalam agama banyak mendapatkan kritik dan tanggapan. Kritik yang sering
ditujukan terhadap teori pilihan rasional ialah asumsinya mengenai aktor yang
cenderung memaksimalkan utilitas

 Pertanyaan tersebut ialah


apakah ketimpangan ekonomi yang terjadi di suatu masyarakat (baca
negara) mempunyai dampak terhadap tingkat religiusitas masyarakat
 Dalam kaitannya dengan agama, tema stratifikasi sosial dapat dilacak
terutama dari pemikiran Marx yang melihat agama sebagai instrumen bagi
kelas penguasa (kaum borjuis) untuk melegitimasi tindakannya dalam
mengembangkan kapitalisme.

DI INDONESIA
 Rehman dan Askari (2010) mengembangkan sebuah
model economic Islamic index yang berusaha mengukur bagaimana pencapaian
tujuan-tujuan Islam dalam bidang ekonomi pada negara-negara Muslim dan nonMuslim
di dunia. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian sebelumnya dengan
judul ”How Islamic are Islamic Countries”?
Hasil penelitian tersebut yang dianggap kontroversi adalah ditemukan bahwa negara
Selandia Baru menempati peringkat pertama sebagai negara yang paling ”Islami”.
Sementara pada bidang ekonomi, Irlandia memiliki peringkat indeks tertinggi dalam
pencapaian tujuan dari sistem ekonomi Islam. Hanya Malaysia sebagai negara
penduduk Muslim mayoritas yang berada pada posisi ke-33, sementara lainnya lebih
rendah lagi. Indonesia berada pada urutan ke-104 dari 208 negara di dunia yang
diteliti.
 Model indeks keislaman ekonomi sebenarnya merupakan model indeks yang
diturunkan dari tiga tujuan utama yang ingin dicapai oleh sistem ekonomi Islam.
Pertama, tercapainya keadilan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan. Kedua, kesejahteraan dan penciptaan lapangan kerja. Ketiga,
implementasi sistem keuangan syariah. Ketiga tujuan utama ini selanjutnya diturunkan
menjadi beberapa prinsip ekonomi Islam. Beberapa indikator ekonomi yang terukur
dan relevan selanjutnya dijadikan representasi dari prinisip-prinsip tersebut
 Secara umum penelitian ini menemukan bahwa dari 33 provinsi yang diteliti dalam
penelitian ini hanya terdapat 11 provinsi yang memiliki kinerja indeks di atas 50 poin.
Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata wilayah/provinsi di Indonesia memiliki kinerja
indeks pada pencapaian tujuan sistem ekonomi Islam yang relatif rendah. Ini
menunjukkan bahwa faktor jumlah mayoritas populasi Muslim di hampir seluruh
provinsi di Indonesia tidak menjadi faktor penting dalam mendorong pencapaian
tujuan ekonomi

Pertanyaan:
Bagaimana Dgn Konteks Gereja Gms? Apakah Hubungan Agama Dan Ekonomi?

Anda mungkin juga menyukai