Infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk
memiliki keturunan dimana wanita belum mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 2-3 x / minggu, tanpa memakai metode pencegahan selama 12 bulan. Dari pengertian infertil ini terdapat tiga faktor yang harus memenuhi persyaratan yaitu lama berusaha, adanya hubungan seksual secara teratur dan adekuat, tidak memakai kontrasepsi (Masrizal,2006).
Secara garis besar infertilitas dapat dibagi dua yaitu:
1. Infertilitas primer, suatu pasangan dimana istri belum hamil
walau telah berusaha selama satu tahun atau lebih dengan hubungan seksual yang teratur dan adekuat tanpa kontrasepsi. 2. Infertilitas sekunder, bila suatu pasangan dimana sebelumnya istri telah hamil, tapi kemudian tidak hamil lagi walau telah berusaha untuk memperoleh kehamilan satu tahun atau lebih dan pasangan tersebut telah melakukan hubungan seksual secara teratur dan adekuat tanpa kontrasepsi.
Etiologi
Infertilitas pria dapat disebabkan oleh karena kelainan yang
terdapat pada fase: (1) pre testikuler yaitu kelainan pada rangsangan proses spermatogenesis, (2) testikuler yaitu kelainan dalam proses spermatogenesis, dan (3) pasca testikuler yaitu kelainan pada proses transportasi sperma hingga terjadi fertilisasi.
Diagnosis
Evaluasi dari pihak pria meliput anamnesis, pemeriksaan fisis,
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang yang mungkin dapat menemukan penyebab infertilitas.
Pada anamnesis ditanyakan mengenai riwayat seksual, riwayat
penyakit yang pernah diderita, dan riwayat reproduksi sang istri. Libido maupun potensi seksual yang lemah mengurangi kemampuan sperma mengumpul di vagina, sedangkan penggunaan lubrikan juga dapat mengurangi motilitas sperma seperti pada pemakaian air ludah/saliva, dan bahkan dapat membunuh sperma seperti pada pemakaian jeli KY.
Tindakan pembedahan yang pernah dijalani pada masa lalu
dapat pula mempengaruhi sistem reproduksi, antara lain: herniorafi dapat merusak pembuluh darah vas deferens, pembedahan pada pelvis dan rongga retroperitoneal dapat mempengaruhi fungsi seksual. Penyakit sistemik (kencing manis, gagal ginjal, gagal liver, anemia bulan sabit, dan disfungsi tiroid) dapat menurunkan kualitas testis dan mengurangi potensi seksual. Infeksi gonore atau tuberkulosis pada masa lalu menyebabkan pembuntuan vas deferens, epididimis, maupun duktus ejakulatorius. Demikian pula serangan parotitis akut (mump) yang diderita pada usia pubertas dapat menyebabkan kerusakan testis.
nikotin, dan marijuana dapat menurunkan kemampuan spermatogenesis. Pada pemakaian steroid dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan hipogonadotropik hipogonadisme yang menghambat spermatogenesis.
Pada pemeriksaan fisis dicari kemungkinan adanya kelainan
sistemik atau kelainan endokrinologi yang mempengaruhi proses spermatogenesis dan proses transportasi sperma. Pemeriksaan genitalia pria meliputi testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, prostat, dan penis. Pada palpasi testis, diperhatikan konsistensi dan ukurannya. Panjang testis diukur dengan kaliper, sedangkan volume testis diukur dengan orkidometer atau USG. Panjang testis normal orang pada dewasa adalah lebih dari 4 cm dengan volume 20 ml. Testis yang mengecil merupakan tanda adanya kerusakan tubulus seminiferus. Dicari pula kemungkinan adanya varikokel yang dapat mempengaruhi kualitas maupun kuantitas sperma. Epididimis diperiksa mulai dari kaput, korpus, dan kauda. Adanya obstruksi pada epididimis ditandai dengan adanya jaringan fibrosis yang teraba seperti tasbeh akibat infeksi kuman tuberkulosis. Tidak didapatkannya vas deferens pada kedua sisi perlu dipikirkan adanya kelainan bawaan pada vas deferens atau congenital bilateral absent of the vas deferens (CBAVD), yang menyebabkan kegagalan dalam transportasi sperma.
Untuk mencari keberadaan dan adanya kelainan pada vesikula
seminalis serta kelenjar prostat, dilakukan colok dubur atau USG transrektal. Tidak didapatkannya vesikula seminalis mungkin disebabkan karena kelainan bawaan. Prostat yang teraba keras, besar dan nyeri merupakan tanda dari prostatitis. Pada penis diperhatikan adanya hipospadia atau chordae yang keduanya dapat mempengaruhi kemampuan pengumpulan sperma di vagina.
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan kimia klinik
rutin untuk mencari kemungkinan adanya kelainan sistemik, pemeriksaan analisis semen, pemeriksaan hormon untuk menilai fungsi sumbu hipotalamo-hipofisis-gonad (FSH, LH, testosteron, dan prolaktin), uji fungsi sperma, biopsi testis, dan beberapa pemeriksaan imunologik yang mungkin diperlukan untuk membantu mencari penyebab infertilitas.
Terapi
1. Medikamentosa
Kelainan-kelainan yang mungkin masih dapat dikoreksi secara
medikamentosa adalah defisiensi hormon, reaksi imunologik antibodi antisperma, infeksi, dan ejakulasi retrograd. Pada hipogonadotropik-hipogonadismus (hipogonadismus sekunder) dapat dicoba diberikan LH untuk merangsang sel Leydig memproduksi testosteron; kemudian diberikan hormon human chorionic gonadotropin atau hCG (misalkan dengan Pregnyl atau Profasi).
2. Pembedahan
Usaha pembedahan yang dilakukan ditujukan pada
tempat kelainan penyebab infertilitas, yaitu mungkin operasi pada organ pretestikuler, koreksi terhadap penyebab kerusakan testis, dan koreksi saluran yang membuntu penyaluran sperma. Tindakan itu bisa berupa:
Adenomektomi hipofisis pada adenoma hipofisis.
Varikokel yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada spermatogonium dilakukan operasi vasoligasi tinggi atau varikokelektomi. Jika terdapat penyumbatan pada vas deferens karena infeksi atau setelah menjalani vasektomi dilakukan penyambungan kembali vas deferens atau vaso-vasostomi Penyumbatan pada duktus ejakulatorius dilakukan reseksi transuretral.
3. Teknik reproduksi artifisial
Pada klinik infertilitas modern, saat ini telah dikembangkan
teknik untuk mengatasi hambatan dalam proses fertilisasi (pertemuan antara sel sperma dengan ovum) melalui inseminasi buatan. Teknik itu antara lain adalah inseminasi intrautrine (IUI), fertilisasi in vitro (IVF), gamete intrafallopian tube transfer (GIFT), dan mikromanipulasi.