Anda di halaman 1dari 2

Analisis bahan ajar KB 2

Setelah membaca bahan ajar KB 2 ada beberapa stimulus baru yang penting untuk saya
ungkapkan:
1. Pada zaman Nabi Muhammad Saw tidak ada pendekatan dan metode khusus dalam
menafsirkan al-Qur’an karena semua permasalahan terkait dengan pemahaman al-
Qur’an ditanyakan langsung kepada Nabi Saw dan dijelaskan sendiri oleh beliau. Pun
begitu pada masa sahabat, karena mereka mengetahui bagaimana al-Qur’an diturunkan
dan bagaimana juga Nabi Saw menjelaskannya.
2. Setelah masa Nabi Saw dan para sahabat usai, ulama tafsir mulai berijtihad untuk
menafsirkan al-Qur’an dengan pendekatan dan metode yang beragam, sesuai dengan
kecenderungan masing-masing mufassir, untuk menemukan penjelasan-penjelasan
yang dibutuhkan dari al-Qur’an terhadap masalah-masalah yang muncul di masyarakat.
3. Ditinjau dari segi pendekatannya, tafsir terbagi menjadi tiga, yaitu tafsir bi al-ma’tsur,
tafsir bi al-ra'yi dan tafsir bi al-isyari. Tafsir bi al-ma’tsur adalah tafsir dengan riwayat-
riwayat; hadits dan atsar sahabat, termasuk ayat-ayat al-Qur’an yang lain. Sedangkan
tafsri bi al-ra’yi adalah tafsir berdasarkan hasil penalaran atau ijtihad mufassir. Dan tafsir
bi al-isyara adalah sebuah dengan menakwilkan ayat-ayat sesuai isyarat yang tersirat
dengan tanpa mengingkari yang tersurat atau zahir ayat.
4. Sedangkan dari segi metode yang digunakan oleh mufassir, tafsir al-Qur’an terbagi
menjadi empat, yaitu tafsir tahlili, tafsir ijmali, tafsir muqaran, dan tafsir maudhu’i. Tafsir
tahlili adalah tafsir Al-Qur’an dengan cara menguraikan ayat demi ayat, surat demi surat,
sesuai tata urutan dalam mushaf, dengan penjelasan yang cukup terperinci sesuai
dengan kecenderungan masing-masing mufassir terhadap aspek-aspek yang ingin
disampaikan. Lain halnya dengan tafsir ijmali yang mengungkapkan makna ayat secara
global dengan bahasa yang ringkas. Sedangkan tafsir muqaran adalah tafsir yang
membandingkan suatu ayat dengan ayat lain yang memiliki kedekatan atau kemiripan
tema namun redaksinya berbeda; atau memiliki kemiripan redaksi tetapi maknanya
berbeda; atau membandingkannya dengan penjelasan teks hadis Nabi Saw, perkataan
sahabat maupun tabi’in. Dan tafsir maudhu’i adalah tafsir tematik dengan
mengumpulkan atau menginventarisir ayat-ayat yang memiliki tema yang sama.
5. Menafsirkan Al-Qur’an adalah upaya yang tidak sederhana, sangat ketat bahkan
cenderung berat. Dengan berbagai prasyarat kualifikasi yang harus dimiliki seorang
mufassir, Al-Qur’an dengan sendirinya menyeleksi orang yang berhak menjelaskannya.

Selanjutnya berkenaan dengan instruksi untuk menganalisis kriteria kesahihan hadits dan
fungsi hadits terhadap al-Qur’an yang sebetulnya lebih tepat diberikan di analisa bahan ajar KB
3 “Kriteria Kesahihan Hadits” beberapa hal dapat saya sampaikan berikut ini:
1. Hadits sahih ialah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang
berkualitas dan tidak lemah hafalannya, di dalam sanad dan matannya tidak ada syadz
dan illat. Syadz adalah pertentangan antara seorang perawi dengan perawi lain yang
lebih tsiqqah darinya, sedangkan ‘illat adalah cacat matannya, misalnya karena
matannya menyalahi kaidah bahasa arab yang fushah.
2. Ketersambungan sanad (ittishâlu al-sanad) adalah masing-masing perawi bertemu
antara satu sama lain. Salah satu cara yang digunakan untuk membuktikan masing-
masing perawi bertemu ialah dengan cara melihat sejarah kehidupan masing-masing
perawi, mulai dari biografi guru dan muridnya, tahun lahir dan tahun wafat, sampai
rekaman perjalanannya.
3. Perawi berkualitas maksudnya adalah perawi yang ‘adil (kredibel, kepribadiannya baik
tidak pernah berbohong dan bermasalah dengan hukum) dan tsiqqah (kuat hafalannya).
4. Beberapa fungsi hadits terhadap al-Qur’an adalah bayan taqrir, bayan tafsir, bayan
tasyri’, dan bayan nasakh. Bayan taqrir artinya hadits berfungsi sebagai yang
memperkuat al-Qur’an. Bayan tafsir bermakna hadits berfungsi sebagai mendetailkan
apa yang masih umum di al-Qur’an. Bayan tasyri’ artinya hadits berfungsi sebagai
pemberi kepastian hukum. Dan bayan nasakh artinya hadits berfungsi sebagai
penghapus ketentuan lama yang diisyaratkan oleh al-Qur’an.
5. Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an terhadap masalah-masalah
yang timbul di masyarakat yang perlu dijelaskan status hukum dan konsekuensinya.
Nabi Muhammad Saw sebagai seorang utusan yang semua perkataan, perilaku dan
keputusannya bersumber dari wahyu yang Allah berikan kepadanya, sepatutnya menjadi
teladan sempurna dalam menyelesaikan semua permasalahan.

Demikian. Terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai