Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mengapa kebijakan kesehatan itu sangat penting? Hal itu disebabkan antara lain
sektor kesehatan merupakan bagian dari ekonomi. Jelasnya sektor kesehatan ibarat suatu
sponge yang mengabsorpsi banyak anggaran belanja negara untuk membayar sumber
daya kesehatan. Ada yang mengatakan bahwa kebijakan kesehatan merupakan driver
dari ekonomi, itu disebabkan karena adanya inovasi dan investasi dalam bidang
teknologi kesehatan, baik itu bio-medical maupun produksi, termasuk usaha dagang yang
ada pada bidang farmasi. Namun yang lebih penting lagi adalah keputusan kebijakan
kesehatan melibatkan persoalan hidup dan mati manusia (Buse, Mays & Walt, 2005).
Kebijakan kesehatan itu adalah tujuan dan sasaran, sebagai instrumen, proses dan gaya
dari suatu keputusan oleh pengambil keputusan, termasuk implementasi serta penilaian
(Lee, Buse & Fustukian, 2002). Kebijakan kesehatan adalah bagian dari institusi,
kekuatan dari aspek politik yang memengaruhi masyarakat pada tingkat lokal, nasional
dan dunia (Leppo, 1997).
Kebijakan kesehatan merupakan bagian dari sistem kesehatan (Bornemisza &
Sondorp, 2002). Komponen sistem kesehatan meliputi sumber daya, struktur organisasi,
manajemen, penunjang lain dan pelayanan kesehatan (Cassels, 1995). Kebijakan
kesehatan bertujuan untuk mendisain program-program di tingkat pusat dan lokal, agar
dapat dilakukan perubahan terhadap determinan- determinan kesehatan (Davies 2001;
Milio 2001), termasuk kebijakan kesehatan internasional (Hunter 2005; Labonte, 1998;
Mohindra 2007).
Seluruh kebijakan kesehatan pada umumnya dilaksanakan untuk mencapai tujuan
atau target tertentu, dan untuk mencapai target yang telah ditentukan tersebut maka
manajemen organisasi akan melakukan berbagai langkah evaluasi sesuai dengan analisa
situasi yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Ketika kebijakan tersebut sudah
dilaksanakan maka akan dihasilkan capaian-capaian tertentu. Sehingga kegiatan
selanjutnya adalah mengukur sejauh mana capaian dari masing-masing kebijakan
dibandingkan dengan perencanaan yang sudah ditetapkan saat akan dibuat kebijakan
tesrebut. Dari keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja inilah maka evaluasi

1
dilaksanakan, baik terhadap kebijakan itu sendiri maupun terhadap Langkah-langkah
dalam pelaksanaan kebijkan nya.
Evaluasi atau kegiatan penilaian merupakan bagian yang penting dari proses
manajemen dan didasarkan pada sistem informasi manajemen. Evaluasi dilaksanakan
karena adanya dorongan atau keinginan untuk mengukur pencapaian hasil pelaksanaan
kebijakan tersebut terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi akan memberikan
umpan balik (feed back) terhadap kebijakan yang telah ditetapkan. Tanpa adanya
evaluasi, sulit untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan yang sudah direncanakan
oleh suatu kebijakan telah tercapai atau belum. Evaluasi dipandang sebagai suatu cara
untuk perbaikan pembuatan keputusan untuk tindakan-tindakan di masa yang akan
datang (Reinke: 1994).
Pandemi Covid 19 menjadi pembelajaran bagi Indonesia untuk terus meningkatkan
kewaspadaanatas kondisi kegawatdaruratan kesehatan melalui reformasi sistem
kesehatan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan ketahanan
kesehatan, menjamin akses pelayanan kesehatan yang berkualitas di seluruh Indonesia
dan meningkatkan peran serta masyarakat dan memperkuat upaya promotif dan
preventif.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penulisan makalah ini, antara lain:
1. Bagaimana evaluasi kebijakan pelayanan kesehatan di Indonesia?
2. Bagaimana reformasi system kesehatan di Indonesia ?

C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini, antara lain:
1. Mengetahui evaluasi kebijakan pelayanan kesehatan di Indonesia?
2. Mengetahui reformasi system kesehatan di Indonesia ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Evaluasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan


1. Definisi Evaluasi
Menurut American Public Health Association (Azwar, 1996) evaluasi adalah
suatu proses menentukan nilai atau besarnya sukses dalam mencapai tujuan yang
sudah ditetapkan sebelumnya. Proses ini mencakup langkah-langkah
memformulasikan tujuan, mengidentifikasi kriteria secara tepat yang akan dipakai
mengukur sukses, menentukan besarnya sukses dan rekomendasi untuk kegiatan
program selanjutnya.Evaluasi adalah suatu proses yang menghasilkan informasi
tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan
pencapaian itu dengan standar tertentu untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara
keduanya dan bagaimana manfaat yang telah dikerjakan dibandingkan dengan
harapan-harapan yang ingin diperoleh.
Evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan cara membandingkan hasil
yang telah dicapai dengan rencana yang telah ditentukan. Evaluasi merupakan alat
penting untuk membantu pengambilan keputusan sejak tingkat perumusan kebijakan
maupun pada tingkat pelaksanaan program (Wijono, 1999). Evaluasi juga merupakan
serangkaian prosedur untuk menilai suatu program dan memperoleh informasi tentang
keberhasi lan pencapaian tuj uan, kegiatan, hasil dan dampak serta biayanya. Fokus
utama dari evaluasi adalah mencapai perkiraan yang sistematis dari dampak program.
Dengan demikian evaluasi merupakan suatu usaha untuk mengukur suatu
pencapaian tujuan atau keadaan tertentu dengan membandingkan dengan standar nilai
yang sudah ditentukan sebelumnya. Juga merupakan suatu usaha untuk mencari
kesenjangan antara yang ditetapkan dengan kenyataan hasil pelaksanaan. Menurut
Wijono (1997), evaluasi adalah prosedur secara menyeluruh yang dilakukan dengan
menilai masukan, proses dan indikator keluaran untuk menentukan keberhasilan dari
pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Sementara menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata evaluasi berarti
penilaian hasil. Evaluasi juga merupakan upaya untuk mendokumentasikan dan
melakukan penilaian tentang apa yang terjadi dan juga mengapa hal itu terjadi atau
dengan kata lain evaluasi adalah upaya untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
program yang dilaksanakan dengan hasil yang dicapai. Lebih jauh dikatakan bahwa
3
evaluasi yang sederhana adalah mengumpulkan informasi tentang keadaan sebelum
dan sesudah pelaksanaan suatu program.
Menurut WHO (1990) pengertian evaluasi adalah suatu cara sistematis untuk
mempelajari berdasarkan pengalaman dan mempergunakan pelajaran yang dipelajari
untuk memperbaiki kegiatan-¬kegiatan yang sedang berjalan serta meningkatkan
perencanaan yang lebih baik dengan seleksi yang seksama untuk kegiatan masa
datang. Pengertian lain menyebutkan, bahwa evaluasi merupakan suatu proses yang
memungkinkan administrator mengetahui hasil programnya dan berdasarkan itu
mengadakan penyesuaian-penyesuaian untuk mencapai tujuan secara efektif. Jadi
evaluasi tidak sekedar menentukan keberhasilan atau kegagalan, tetapi juga
mengetahui mengapa keberhasilan atau kegagalan itu terjadi dan apa yang bisa
dilakukan terhadap hasil-hasil tersebut.

2. Jenis-jenis Evaluasi
Evaluasi terdiri atas dua macam, yaitu Evaluasi formative dan Evaluasi
summative :
a. Evaluasi formative, adalah evaluasi yang dilakukan pada tahap pelaksanaan
program dengan tujuan untuk mengubah atau memperbaki program. Evaluasi ini
dilakukan untuk memperbaiki program yang sedang berjalan dan didasarkan atas
kegiatan sehari-hari, minggu, bulan bahkan tahun, atau waktu yang relatif pendek.
evaluasi formative terutama untuk memberikan umpan balik kepada manajer
program tentang hasil yang dicapai beserta hambatan-hambatan yang dihadapi.
Evaluasi formative sering disebut sebagai evaluasi proses atau monitoring.
b. Evaluasi summative, adalah evaluasi yang dilakukan untuk melihat hasil
keseluruhan dari suatu program yang telah selesai dilaksanakan. Evaluasi ini
dilakukan pada akhir kegiatan atau beberapa kurun waktu setelah program, guna
menilai keberhasilan program.

Sedangkan menurut Azwar (1996), jenis evaluasi antara lain :


a. Evaluasi formatif (Formative Evaluation) yaitu suatu bentuk evaluasi yang yang
dilaksanakan pada tahap pengembangan program dan sebelum program dimulai.
Evaluasi formatif ini menghasilkan informasi yang akan dipergunakan untuk
mengembangkan program, agar program bisa lebih sesuai dengan situasi dan
kondisi sasaran.
4
b. Evaluasi proses (Process Evaluation) adalah suatu proses yang memberikan
gambaran tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan
memastikan ada dan terjangkaunya elemen¬elemen fisik dan struktural dari pada
program.
c. Evaluasi sumatif (Summative Evaluation) adalah suatu evaluasi yang
memberikan pernyataan efektifitas suatu program selama kurun waktu tertentu
dan evaluasi ini menilai sesudah program tersebut berjalan.
d. Evaluasi dampak program adalah suatu evaluasi yang menilai keseluruhan
efektifitas program dalam menghasilkan target sasaran.
e. Evaluasi hasil adalah suatu evaluasi yang menilai perubahan-perubahan atau
perbaikan dalam hal morbiditas, mortalitas atau indikator status kesehatan lainnya
untuk sekelompok penduduk tertentu.

3. Tujuan evaluasi
Menurut Supriyanto (1988) tujuan evaluasi adalah :
a. Memperbaiki pelaksanaan dan perencanaan kembali suatu program. Sehubungan
dengan ini perlu adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain memeriksa
kembali kesesuaian dari program dalam hal perubahan-perubahan kecil yang
terus-menerus, mengukur kemajuan terhadap target yang direncanakan,
menentukan sebab dan faktor di dalam maupun di luar yang mempengaruhi
pelaksanaan suatu program.
b. Sebagai alat untuk memperbaiki kebijaksanaan perencanaan dan pelaksanaan
program yang akan datang. Hasil evaluasi akan memberikan pengalaman
mengenai hambatan dari pelaksanaan program yang lalu dan selanjutnya dapat
dipergunakan untuk memperbaiki kebijaksanaan dan pelaksanaan program yang
akan datang.
c. Sebagai alat untuk memperbaiki alokasi sumber dana dan sumber daya
manajemen saat ini serta di masa mendatang.

Evaluasi dari sisi manfaat, mempunyai beberapa manfaat antara lain :


a. menetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang
berjalan.
b. meramalkan kegunaan dari pengembangan usaha-usaha dan memperbaikinya.
c. mengukur kegunaan program-program yang inovatif.
5
d. meningkatkan efektifitas program, manajeman dan administrasi.
kesesuaian tuntutan tanggung jawab.

4. Evaluasi Kebijakan Kesehatan


Kebijakan kesehatan merupakan pedoman yang menjadi acuan bagi semua
pelaku pembangunan kesehatan, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan dengan memperhatikan kerangka
desentralisasi dan otonomi daerah (Depkes RI, 2009). Terkait dengan kesehatan,
kualitas pelayanan kesehatan dapat dinilai dari informasi tentang penggunaan
pengaruh (evaluasi hasil), tentang penampilan kegiatan-kegiatan (evaluasi proses)
atau tentang fasilitas-fasilitas dan penataan-penataan (evaluasi struktur). Evaluasi
harus dipandang sebagai suatu cara untuk perbaikan pembuatan keputusan untuk
tindakan-tindakan di masa yang akan datang.
Sedangkan tujuan dari evaluasi program kesehatan adalah untuk memperbaiki
program-program kesehatan dan pelayanannya untuk mengantarkan dan mengarahkan
alokasi tenaga dan dana untuk program dan pelayanan yang sedang berjalan dan yang
akan datang. Evaluasi harus digunakan secara konstruktif dan bukan untuk
membenarkan tindakan yang telah lalu atau sekedar mencari kekurangan-kekurangan
saja.
Terdapat berbagai kesulitan dalam melaksanakan evaluasi kesehatan, antara lain
bahwa kebutuhan akan pelayanan kesehatan melebihi dari yang diterapkan.
Pendekatan sistematis dalam evaluasi dapat dilakukan untuk menilai suatu program
kesehatan. Penilaian secara menyeluruh terhadap program kesehatan dapat dilakukan
dengan menilai input, proses dan output. Pendekatan sistem pada manajemen
memandang organisasi sebagai suatu kesatuan, yang terdiri dari bagian-bagian
(sumber daya, masukan, proses, keluaran, umpan balik, dampak dan
lingkungan).Dalam prakteknya, terdapat berbagai kendala dalam pelaksanan evaluasi,
Dalam melakukan evaluasi suatu perencanaan program dan implementasinya, terdapat
beberapa kendala, antara lain :
a. Kendala psikologis, yaitu evaluasi dapat menjadi ancaman dan orang melihat
bahwa evaluasi itu merupakan sarana untuk mengkritik orang lain;
b. Kendala ekonomis, yaitu untuk melaksanakan evaluasi yang baik itu mahal dalam
segi waktu dan uang, serta tidak selalu sepadan antara ketersedian data dan biaya;

6
c. Kendala teknis, yaitu kendala yang berupa keterbatasan kemampuan sumberdaya
manusia dalam pengolahan data dan informasi yang tidak dapat disediakan tepat
pada waktu dibutuhkan. Kejadian ini biasanya timbul ketika informasi dan data
itu belum dibutuhkan, maka biasanya hanya akan ditumpuk begitu saja tanpa
diolah;
d. Kendala politis, yaitu hasil-hasil evaluasi mungkin bukan dirasakan sebagai
ancaman oleh para administrator saja, melainkan secara politis juga memalukan
jika diungkapkan.
Berbicara tentang evaluasi sering juga dikaitkan dengan supervisi. Supervisi
merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan
meliputi pemantauan, pembinaan dan pemecahan masalah serta tindak lanjut.
Kegiatan ini sangat berguna untuk melihat bagaimana program atau kegiatan
dilaksanakan sesuai dengan standar dalam rangka menjamin tercapaianya tujuan
program.
Supervisi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara berkala dan
berkesinambungan meliputi pemantauan, pembinaan dan pemecahan masalah serta
tindak lanjut. Kegiatan ini sangat berguna untuk melihat bagaimana program atau
kegiatan dilaksanakan sesuai dengan standar dalam rangka menjamin tercapainya
tujuan program. Tujuan diadakannya supervisi adalah untuk meningkatkan cakupan
secara merata dan berkesinambungan serta kualitas pelaksanaan program imunisasi.
Sasaran supervisi adalah seluruh petugas yang terlibat dengan program imunisasi
disesuaikan dengan jenjang supervisi.

B. Reformasi Sistem Kesehatan Nasional

Reformasi sistem kesehatan nasional yang dikembangkan oleh Kementerian


PPN/Bappenas mengacu kepada berbagai referensi definisi dan lingkup. Reformasi
sistem kesehatan merupakan perubahan fundamental sistem kesehatan dalam aspek
kebijakan, program, maupun kegiatan yang dilakukan secara berkelanjutan (WHO,
2000). Perubahan tersebut dapat mencakup tujuan dan prioritas
kebijakan/program/kegiatan, hukum dan regulasi, struktur organisasi dan manajemen
pelayanan kesehatan, serta sumber pembiayaan, mekanisme, dan alokasi sumber daya
(Knowles JC et al, 1997). Reformasi sistem kesehatan tidak hanya dapat dilakukan
dengan perubahan besar atau inovasi baru, namun juga perluasan, pengembangan,
7
perbaikan, penajaman, pengintegrasian, dan penghapusan program/kegiatan/intervensi di
dalam suatu sistem kesehatan (Meng et al, 2019). Empat kerangka kebijakan reformasi
sistem kesehatan yang diacu adalah 1) Sistemik: terdapat sistem/kelembagaan yang
mengatur regulasi, pembiayaan, dan layanan; 2) Terorganisir: menentukan
pihak/lembaga/organisasi serta jejaring terkait yang berperan memberikan layanan
kesehatan dengan berfokus pada jaminan kualitas dan efisiensi layanan kesehatan; 3)
Programatik: menetapkan prioritas sistem kesehatan dengan mendefinisikan
program/kegiatan intervensi secara universal; 4) Instrumental: menciptakan atau
menggunakan sebuah instrumen untuk meningkatkan kinerja sistem berbasis informasi,
hasil penelitian, inovasi teknologi, dan pengembangan sumber daya manusia (Frenk,
1994). Konsep reformasi sistem kesehatan ini menganut health-reform cycle yang terdiri
atas: (1) Problem definition; (2) Diagnosis, (3) Policy development, (4) Political
decision, (5) Implementation, dan (6) Evaluation (Marc Robert, Willian Hsiao, Peter
Berman, & Michael Reich, 2008).

Sistem kesehatan merupakan sistem yang kompleks, adaptif, dan people-centered.


Pembelajaran sistem kesehatan dapat terjadi di berbagai tingkat yang saling
berhubungan, baik tingkat individu, kelompok atau tim, dan di tingkat
lembaga/organisasi serta lintas sektor. Tahapan dalam pembelajaran sistem kesehatan
juga berbeda-beda (single loops, double loops, dan triple loops). Sistem kesehatan yang
baik adalah sistem kesehatan yang perlu mengimplementasikan berbagai tahapan
learning loops. Pada tahap single loops, sistem kesehatan berubah untuk mengadaptasi
hal-hal yang terjadi secara rutin dan mengabaikan asumsi yang mendasari perubahan
sistem tersebut. Double loops merupakan pembelajaran lebih jauh bahwa model sistem
kesehatan dan asumsi yang mendasari mulai digali dan mendorong pergeseran tujuan
perubahan kebijakan atau sistem. Tahap tertinggi dalam learning loops yaitu triple loops
dimana mencoba mengkritisi sistem yang ada dan mengubah asumsi dasar yang
melandasinya serta meningkatkan performa sistem tersebut dalam mengambil
pembelajaran dari setiap hal yang terjadi pada sistem kesehatan.

Reformasi sistem kesehatan nasional mencakup ketiga tahapan yang meliputi


kegiatan, framework atau asumsi, dan learning system. Selain itu, pembelajaran sistem
kesehatan melibatkan tiga aspek yang saling berhubungan, di antaranya informasi,
deliberation, dan tindakan. Informasi dalam sistem kesehatan dapat bersumber dari data
rutin, data primer, dan data sekunder yang dapat menjadi pertimbangan dalam

8
mengambil langkah ke depan. Deliberation dalam sistem kesehatan penting untuk
memperkaya wawasan solusi dengan menghubungkan tindakan sebelumnya, dampaknya,
dan 2. Lingkup Reformasi Sistem Kesehatan Nasional 23 langkah ke depan.
Pembelajaran melalui tindakan dapat menghasilkan inovasi dan praktik baik.
Pembelajaran sistem kesehatan merupakan sarana untuk melihat arah penguatan sistem
kesehatan ke depan. Reformasi SKN perlu meninjau kembali framework dan faktor-
faktor risiko, serta melibatkan sektor-sektor di Indonesia.

Strategi dalam reformasi SKN yang diusung Kementerian PPN/Bappenas


dilakukan berbasis sistem dan evidence-based dengan target berbasis dampak, delivery
dan sustainability, serta berupaya pada mengubah arah kebijakan pembangunan semua
sektor untuk berpihak pada kesehatan (health in all policies). Reformasi kesehatan
dilakukan dalam dual track yaitu quick win dan perencanaan jangka menengah/panjang.
Hal-hal yang dapat menjadi quick win merupakan strategi yang telah jelas arah
pelaksanaannya dan dapat segera dilaksanakan oleh stakeholders, antara lain berbagai
intervensi untuk pemenuhan RS unggulan, eliminasi TBC, dan afirmasi tenaga kesehatan
perlu dikawal setiap tahun. Strategi yang sifatnya masih dalam proses perumusan dapat
dianggap sebagai strategi menengah/panjang, antara lain: perumusan sistem kesehatan
nasional yang resilien, pendidikan berbasis RS, afirmasi, redistribusi nakes, serta regulasi
distribusi nakes di daerah. Adapun, konsep yang dirumuskan dalam reformasi SKN
bukan merupakan produk akhir melainkan lebih kepada arah yang dituju. Oleh karena
itu, keberhasilan sangat ditentukan oleh konsistensi pelaksanaan reformasi serta proses
pengawalannya. Dalam pengembangan konsep reformasi sistem kesehatan, lingkup
digunakan mencakup perluasan, pengembangan, perbaikan, penajaman, pengintegrasian,
perubahan besar atau inovasi baru, maupun penghapusan pada pengelolaan dan
intervensi kesehatan dengan pendekatan holistik, integratif, tematik, dan spasial dalam
rangka percepatan perbaikan sistem kesehatan Indonesia.

1. Tujuan Reformasi Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

Salah satu pembelajaran pasca pandemi Covid-19 adalah perlunya percepatan


pencapaian sasaran pembangunan kesehatan melalui berbagai strategi penguatan
kapasitas sistem kesehatan nasional. Sasaran pembangunan kesehatan dalam RPJMN
2020-2024 perlu dipetakan potensi percepatan pencapaiannya, sehingga dampak
terhadap peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh masyarakat

9
lebih cepat pula. Percepatan ini yang menjadi salah satu tujuan utama reformasi SKN
dengan memfokuskan sumber daya pembangunan pada periode 2021-2024 (1 tahun
pasca penetapan RPJMN 2020-2024) untuk mendukung pelaksanaan strategi
percepatan pencapaian sasaran tersebut. Selain itu, pembelajaran dari penanganan
pandemi Covid-19 menjadi hal yang perlu segera ditindaklanjuti dalam perencanaan
dan penganggaran

a. Reformasi SKN disusun dengan 3 tujuan utama, yaitu :


1) Meningkatkan kapasitas keamanan dan ketahanan kesehatan (health security
and resilience)
a) Sistem kesehatan mampu dengan efektif dan cepat melakukan fungsi
prevent, detect, dan respond terhadap ancaman penyakit, termasuk
penyakit emerging yang berpotensi menjadi epidemi maupun pandemi.
b) Seluruh komponen sistem kesehatan nasional mempunyai kapasitas dan
siap setiap saat secara cepat dan efektif menangani ancaman dan
menanggulangi kondisi epidemi, pandemi, dan kedaruratan kesehatan
lainnya.
c) Sistem kesehatan dapat bekerja sama dengan sistem pembangunan lainnya
seperti penanggulangan bencana, perlindungan sosial, pendidikan,
industri, transportasi, dan komunikasi.
2) Menjamin ketersediaan dan kemudahan akses supply side pelayanan kesehatan
yang berkualitas di seluruh Indonesia
a) Sistem kesehatan dapat menjawab kebutuhan masyarakat mengenai
pelayanan kesehatan yang berkualitas baik pada masa kedaruratan
kesehatan maupun kondisi normal.
b) Pemerataan pelayanan kesehatan yang mudah diakses, serta terpenuhinya
hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.
3) Meningkatkan peran serta masyarakat dan memperkuat upaya promotif dan
preventif.
a) Mempromosikan pembangunan berwawasan kesehatan dalam setiap aspek
pembangunan nasional.
b) Masyarakat, akademisi, swasta (perusahaan, provider pelayanan
kesehatan), dan media terlibat aktif dalam upaya promotif dan preventif

10
serta bekerja sama dengan pemerintah dalam pembangunan kesehatan
secara menyeluruh.
2. Area Reformasi & Strategi Kunci Reformasi Sistem Kesehatan Nasional

Reformasi SKN dibagi atas 8 area strategis yang memberikan daya ungkit
pembangunan kesehatan ke depan dengan Pelayanan Kesehatan Dasar (Primary
Health Care/PHC) menjadi arus utama dalam kedelapan area tersebut. Delapan area
tersebut diuraikan masing-masing strategi kunci yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
reformasi SKN

11
12
13
14
15
16
3. Strategi Kunci Penguatan Pelayanan Kesehatan Dasar (Primary Health Care)

Pengembangan konsep reformasi SKN juga diselaraskan dengan arah kebijakan


untuk memperkuat pelayanan dasar (primary healthcare) yang diterjemahkan ke
dalam strategi di setiap area reformasi. Secara prinsip, penerjemahan teknis dari
pengarusutamaan penguatan PHC dalam reformasi sistem kesehatan nasional, sebagai
berikut:

a. Area 1. Pendidikan dan Penempatan Tenaga Kesehatan


1) Memenuhi standar ketenagaan (9 jenis tenaga kesehatan) termasuk tenaga
promotif-preventif dan tenaga pendukung administrasi keuangan dan
teknologi informasi di setiap Puskesmas.
2) Peningkatan jumlah pendidikan promosi kesehatan.
3) Task shifting di daerah sulit akses ke pelayanan kesehatan.
4) Pendekatan tim multidisiplin dalam penyediaan tenaga kesehatan.
b. Area 2. Penguatan FKTP & Area 3. Peningkatan Kapasitas RS dan Pelayanan
Kesehatan di DTPK
1) Penguatan kemampuan kepemimpinan (leadership) Puskesmas sebagai
pembina wilayah di tingkat kecamatan. Penetapan fungsi puskesmas dalam
membangun koordinasi dengan seluruh FKTP milik pemerintah dan swasta di
wilayahnya dan membagi peran pelayanan kesehatan dengan menitikberatkan
upaya kesehatan masyarakat menjadi prioritas puskesmas.
2) Pemenuhan infrastruktur FKTP dan RS untuk pelayanan dasar dengan
dibentuk mekanisme insentif dan umpan balik bagi provinsi/kabupaten/kota
yang mampu mencapai pemenuhan infrastruktur puskesmas di wilayahnya.

17
c. Area 4. Kemandirian Farmasi & Alat Kesehatan
1) Pemenuhan kebutuhan sediaan farmasi dan BMHP dalam negeri dalam
pelaksanaan surveilans maupun deteksi dini penyakit.
2) Pengembangan vaksin baru termasuk vaksin halal produksi dalam negeri.
d. Area 5. Penguatan Keamanan dan Ketahanan Kesehatan dan Area 6.
Pengendalian Penyakit dan Perluasan Imunisasi
1) Peningkatan kapasitas laboratorium kesehatan dalam pelaksanaan surveilans
penyakit termasuk aspek kesehatan lingkungan.
2) Penguatan peran puskesmas dalam melakukan deteksi dini penyakit dan
intervensi promotifpreventif. FKTP mampu menjadi tulang punggung dalam
melakukan testing dan tracing penyakit.
3) Perluasan antigen pada imunisasi dasar lengkap (seluruh area imunisasi
merupakan dukungan terhadap PHC).
4) Early warning system dengan ketersediaan dan utilisasi data berkualitas.
5) Perluasan deteksi dini penyakit di layanan primer.
e. Area 7. Inovasi Pembiayaan Kesehatan
1) Pengembangan skema insentif berbasis kinerja bagi puskesmas terutama
untuk fungsi promotif dan preventif serta pengembangan insentif khusus agar
sektor swasta berminat menyediakan pelayanan kesehatan dasar.
2) Komitmen pembiayaan pelayanan kesehatan dasar setidaknya sebesar 0,5%
GDP (standar WHO sebesar 1% GDP) Area 8. Digitalisasi dan
Pemberdayaan Masyarakat
3) Integrasi sistem informasi layanan kesehatan dasar di FKTP publik dan
swasta.
4) Pengembangan insentif untuk memberdayakan organisasi kemasyarakatan
dan masyarakat untuk mendukung layanan kesehatan masyarakat yang belum
terjangkau oleh pemerintah, upaya 3T, upaya promosi kesehatan, dan layanan
esensial.
5) Revitalisasi upaya kesehatan berbasis masyarakat dengan meningkatkan
minat partisipasi kader kesehatan.

18
4. Kontribusi Stakeholders yang Diharapkan
a. Kontribusi K/L Pusat
Dalam pengembangan konsep reformasi sistem kesehatan nasional,
Kementerian PPN/Bappenas telah melakukan serangkaian pertemuan lintas K/L
untuk memperoleh masukan lintas sektor dalam rangka mengidentifikasi serta
menajamkan peran lintas sektor yang diperlukan untuk reformasi SKN ke depan.
Dari serangkaian hasil diskusi, dapat diidentifikasi bahwa jika lintas K/L
diarahkan dan dikoordinasikan dengan baik, dapat menjadi faktor keberhasilan
implementasi SKN. Secara holistik, pelaksanaan SKN memerlukan kontribusi
baik dari sektor kesehatan maupun sektor non-kesehatan sehingga pendekatan
lintas sektor ini lah yang perlu diperkuat dalam reformasi SKN ke depan.
Dalam penyusunan konsep reformasi sistem kesehatan nasional, masukan
dari lintas sektor, pemerintah daerah, dan akademisi sangat mewarnai dalam
penerjemahannya ke dalam strategi kunci reformasi sistem kesehatan.
Rekomendasi kontribusi lintas sektor yang disusun berupa kebijakan jangka
pendek (quick wins) serta kebijakan jangka menengah dan panjang. Dilihat dari
unsur praktis, rekomendasi jangka pendek dapat diterjemahkan langsung dalam
perencanaan dan penganggaran tahunan, sehingga berperan penting dalam
respons cepat permasalahan kesehatan seperti pandemi. Sementara itu,
rekomendasi jangka menengah dan panjang umumnya memerlukan waktu dan
utamanya bertujuan untuk penyempurnaan sistem kesehatan ke depan. Oleh
karena itu, lingkup rekomendasi dalam ulasan ini tidak hanya berupa kegiatan
yang berimplikasi langsung terhadap pembiayaan (seperti pembangunan fisik,
operasional, dan sejenisnya), tetapi juga kegiatan yang bersifat koordinasi dan
penyempurnaan sistem di tataran regulasi, sepanjang hal tersebut mendukung
reformasi SKN. Dari kriteria tersebut, telah dipetakan berbagai instansi (K/L dan
non-K/L) yang mendukung reformasi SKN sebagai berikut*:
1) Instansi yang memiliki tugas dan fungsi di bidang kesehatan
Di antaranya adalah Kemenkes, penyedia fasilitas kesehatan (TNI, Polri,
BUMN), dan penyedia tenaga kesehatan (Kemendikbudristek), penyedia
komoditas kesehatan seperti obat, vaksin dan alat kesehatan (BUMN), dan
pembiayaan kesehatan (BPJS Kesehatan).
2) Instansi penunjang

19
Pada umumnya mendukung fungsi kesehatan seperti penyediaan sarpras
pendukung (KemenESDM & Kominfo), regulator terkait tenaga kesehatan
(KemenPANRB, BKN, Kemendagri), pelaksana riset kesehatan (BRIN,
LIPI), regulator komoditas kesehatan (BPOM, Kemenperin), dan fungsi
pendukung lainnya.
3) Instansi koordinator
Instansi koordinator berperan dalam koordinasi dan sinkronisasi perencanaan
& penganggaran seluruh aktivitas reformasi SKN di tingkat pusat dan daerah,
seperti Bappenas, Kemenkeu, Kemendagri, dan Kemendes PDTT.

20
21
22
23
b. Kontribusi Pemerintah Daerah dan Sektor Non-Pemerintah
Dalam tataran perencanaan dan penganggaran, pelibatan lintas sektor baru
pada tingkat pusat dan belum dilakukan pemetaan di tingkat daerah dan sektor
non-pemerintah. Tantangan terbesar dalam pelaksanaan reformasi ini adalah
masih belum terintegrasinya sistem perencanaan dan penganggaran pemerintah
antara belanja pemerintah pusat dengan dana transfer (seperti DAK) dan belanja
pemerintah daerah yang menjamin adanya integrasi dalam mencapai tujuan yang
sama dalam penganggaran, sehingga perlu koordinasi intensif lintas sektor dan
penyamaan persepsi dengan Pemda. Selain itu, belum luasnya pelibatan non-
pemerintah (sektor swasta) dalam pelaksanaan program-program pemerintah,

24
terutama karena belum adanya mekanisme yang jelas dan belum adanya fund-
channelling dari pemerintah ke lembaga non-pemerintah.
Selain itu, terdapat beberapa isu yang masih menjadi tantangan dalam
pelaksanaan reformasi sistem kesehatan di Indonesia, antara lain: desentralisasi
dan kapasitas sistem kesehatan yang berbeda-beda di masing-masing daerah.
Pemerintah daerah sebagai ujung tombak level pemerintah dalam penyediaan
layanan masyarakat memiliki peran penting di seluruh area reformasi sistem
kesehatan terutama dalam memastikan penerjemahan setiap strategi nasional
dalam konteks pelayanan di tingkat lapangan. Di tingkat daerah, sistem kesehatan
daerah (SKD) pada prinsipnya adalah penerjemahan SKN yang disesuaikan
dengan kondisi dan kapasitas sistem kesehatan di daerah. Adapun kontribusi
Pemerintah Daerah yang diharapkan adalah sebagai berikut:

25
Selain peran Pemerintah Daerah, keberhasilan reformasi sistem kesehatan
nasional juga sangat bergantung pada partisipasi sektor non-pemerintah di setiap
area reformasi yang dicerminkan antara lain ke dalam aktivitas berikut:

26
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pandemi Covid 19 menunjukkan Sistem Kesehatan Nasional masih lemah untuk


mengatasi permasalah kesehatan yang terjadi. Hal ini membuat berbagai negara menerapkan
agenda reformasi kesehatan dimana pendekatan reformasi kesehatan ini merupakan bentuk
upaya penguatan sistem kesehatan. Pemerintah melalui Kementrian Perencanaan
Pembangunan Nasional (PPN/BAPPENAS) akan menambahkan penguatan sector kesehatan
pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2021. Penguatan dilakukan dengan reformasi
beberapa komponen yang sudah ada dalam sistem kesehatan di Indonesia. Reformasi
ditekankan pada 8 area yaitu pendidikan dan penempatan tenaga kesehatan, penguatan
puskesmas, peningkatan kualitas rumah sakit, dan pelayanan kesehatan DPTK, kemandirian
farmasi dan alat kesehatan, ketahanan kesehatan, pengendalian penyakit dan imunisasi,
pembiayaan kesehatan, serta teknologi informasi dan pemberdayaan masyarakat.

27
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/537489545/ Tugas-Makalah-Evaluasi-Kebijakan-
Kesehatan
https://perpustakaan.bappenas.go.id/e-library/file_upload/koleksi/migrasi-data-
publikasi/file/Policy_Paper/Buku%20Putih%20Reformasi%20SKN.pdf
https://bappenas.go.id/berita/bappenas-bahas-reformasi-sistem-kesehatan-nasional-hingga-
prioritas-sektor-kesehatan-di-2022

28

Anda mungkin juga menyukai