Anda di halaman 1dari 16

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

Filsafat Agama

Keadilan Dalam Konteks Pandemi Menurut Perspektif Aristoteles

Ahmad Mudzakkir 200103030201

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA


JURUSAN AQIDAH FILSAFAT ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini tepat pada waktunya meskipun dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Harapan kami semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman, juga membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga untuk kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini dengan lebih baik.

Kami menyadari bahwa maklah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah Yang
Maha Kuasa senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

BANJARMASIN, 1 April 2022

i
DAFTAR ISI

COVER..................................................................................................

KATA PENGANTAR..........................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................1
C. Tujuan Pembahasan...................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................2

A. Biografi Roland Barthes.............................................................4


B. Definisi Semiotika......................................................................4
C. Teori Semiotika Roland Barthes................................................6

BAB III PENUTUPAN .....................................................................7


A. Kesimpulan................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia telah memberi dampak terhadap berbagai

sektor kehidupan tak terkecuali proses peradilan di Indonesia khususnya proses persidangan.’’

Prinsip-prinsip protokol kesehatan tidak menghendaki adanya interaksi dalam ruangan, jarak

rapat hingga durasi panjang dalam suatu ruangan, dan prinsip-prinsip tersebut tentu tidak

selaras dengan apa yang terjadi dalam praktik persidangan konvensional sebelum masa

pandemi.

Makna keadilan hukum sejatinya telah mengalami perkembangan yang sedemikian cepatnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian adil adalah sikap yang berpihak pada yang
benar, tidak memihak salah satunya atau tidak berat sebelah. Keadilan adalah suatu tuntutan sikap dan
sifat yang seimbang antara hak dan kewajiban. Salah satu asas dalam hukum yang mencerminkan
keadilan ini adalah asas equality before the law yang menyatakan bahwa semua orang sama
kedudukannya di depan hukum.
Manusia mendapat posisi baru dalam kancah pemikiran modern. Manusia menjadi sentral
dalam petualangan filosofis era modern. Panggung pemikiran modern syarat dengan antroposentris.
Misalnya Rene Descartes, bapak filsuf modern dalam pencarian filosofisnya menemukan
subyektivitas manusia. Inilah dasar peradaban pencerahan yang menempatkan manusia sebagai
pelaku otonom untuk memaknai, memberi arti lewat kesadaran rasionalitas(Sukamto, 2010).
Kemajuan yang dialami terbentuk dari kesadaran manusia akan dirinya sendiri manusia
kembali melahirkan kebudayaan Yunani dan Romawi kuno yang kaya akan nilai-nilai humanisme.
Pemikiran pemikiran klasik kembali mendapat perhatian serius, dikarenakan kajian dan bahasan para
pemikir klasik berkisar antara alam dan manusia.Salah satu pemikiran filsuf klasik yang diangkat
penulis dalam tulisan ini adalah Aristoteles. “Aristoteles (384 -322 SM) seorang pemikir, ilmuwan,
ahli logika dan sekaligus filosof terkenal saat itu. Dalam sejarah filsafat bahkan ilmu pengetahuan
umum lainnya, nama Aristoteles sering mendapat tempat. Ia salah satu darisedikit orang yang
meninggalkan pengaruh yang besar bagi kemajuan dunia. Bersama Plato gurunya, ia menelurkan
beragam gagasan tentang manusia, tentang dunia dan terlebih karnya besarnya yang terkenal yaitu
Metafisika (Jegalus, 2013).
B. Rumusan Masalah
1
1. Apa Itu Pandemi Covid-19?
2. Bagaimana Sosial dan Agama Menurut Perspektif Aristoteles?
3. Bagaimana Keadilan Sosial dan Agama dimasa Pandemi Menurut Perspektif Aristoteles?
4. Bagaimana mengatasi ketidak adilan masa pandemi dalam perspektif Aristoteles?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Pandemi Covid-19
2. Mengetahui Sosial dan Agama Menurut Perspektif Aristoteles
3. Mengetahui keadilan sosial dan agama dimasa pandemi menurut perspektif Aristoteles
4. Mengetahui mengatasi ketidak adilan masa pandemi dalam perspektif Aristoteles.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pandemi Covid-19

Pandemi menurut KBBI dimaknai sebagai wabah yang berjangkit serempak


dimana-mana meliputi daerah geografi yang luas. Wabah penyakit yang dalam kategori
pandemi adalah penyakit menular dan memiliki garis infeksi berkelanjutan. Maka, jika
ada kasus terjadi dibeberapa negara lainnya selain negara asal, akan tetap digolongkan
sebagai pandemi.

Pandemi merupakan wabah penyakit yang menjangkit secara serempak dimana-


mana, meliputi daerah geografis yang luas. Pandemi merupakan epidemi yang menyebar
hampir ke seluruh negara atau pun benua dan biasanya mengenai banyak orang.
Peningkatan angka penyakit diatas normal yang biasanya terjadi, penyakit ini pun terjadi
secara tiba-tiba pada populasi suatu area geografis tertentu.Pandemi juga merupakan
penyakit yang harus sangat diwaspadai oleh semua orang, karena penyakit ini menyebar
tanpa disadari. Untuk mengantisipasi dampak pandemi yang ada disekitar kita maka
yang kita lakukan adalah dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang ada
disekitar kita. Pandemi ini terjadi tidak secara tiba-tiba akan tetapi terjadi pada suatu
wilayah tertentu yang kemudian menyebar ke beberapa wilayah lainnya dengan cepat.

Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) adalah penyakit yang disebabkan oleh


jenis coronavirus baru yaitu sars-Cov-2, yang dilaporkan pertama kali di Wuhan
Tiongkok pada tanggal 31 Desember 2019 Pandemi Covid-19 bisa diartikan sebagai
wabah yang menyebar secara luas dan serempak yang disebabkan oleh jenis Corona
Virus yang menyerang tubuh manusia.

Virus Corona atau lebih dikenal dengan istilah Covid-19 (Corona Virus Diseases-
19). Awalnya mulai berkembang di Wuhan, China. World Health Organization (WHO),
menyatakan wabah penyebaran Covid-19 sebagai pandemi krisis kesehatan yang
pertama dan terutama didunia.Virus Corona adalah sebuah keluarga virus yang
ditemuikan pada manusia dan hewan. Sebagian virusnya dapat menginfeksi manusia
serta menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari penyakit umum seperti flu, hingga
penyakit-penyakit yang lebih fatal seperti middle east respiratory syndrome (MERS) dan

1
severe acute respiratory syndrome (SARS). Covid-19 dapat menyebabkan penomena
ringan dan bahkan berat, serta penularan yang dapat terjadi antar manusia. Virus corona
sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas, dan dapat dinonaktifkan (secara efektif
dengan hampir semua disinfektan kecuali klorheksidin). Oleh karena itu, cairan
pembersih tangan yang mengandung klorheksidin tidak direkomendasikan untuk
digunakan dalam wabah ini.

Pandemi covid-19 ini sangat memiliki memiliki banyak dampak baik sosial,
agama maupun ekonomi. Dalam hal ini Indonesia telah berupaya untuk mengendalikan
memutus mata rantai covid-19 dengan membuat dan menerapkan peraturan-peraturan
yang berlaku. Namun, dalam menghadapi covid-19 ini, bukan hanya peran pemerintah
dan peran tenaga kesehatan saja yang dapat diandalkan tetapi juga peran dan kesadaran
dari masyarakat untuk dapat mengindahkan himbauan dari pemerintah maupun tenaga
kesehatan serta meningkatkan kesadaran diri untuk mencegah penyebaran virus covid-
19.
B. Sosial Dan Agama Menurut Prespektif Aristoteles

Aristoteles (384-322 SM) seorang ahli filsafat Yunani kuno menyatakan dalam
ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia itu sebagai
makhluk, pada dasarnya selalu ingin bergaul dalam masyarakat. Karena sifatnya ingin
bergaul satu sama lain, maka manusia disebut sebagai makhluk sosial.

a. Manusia sebagai makhluk sosial adalah manusia yang senantiasa hidup dengan
manusia lain (masyarakatnya). Ia tidak dapat merealisasikan potensi hanya
dengan dirinya sendiri. Manusia akan membutuhkan manusia lain untuk hal
tersebut, termasuk dalam mencukupi kebutuhannya.
b. Adanya hal tersebut mendorong sebuah proses terjadinya interaksi sosial, yang
mana manusia tidak dapat melakukannya sendiri sehingga manusia
membutuhkan manusia yang lain untuk hidup saling berpasang-pasangan antara
laki-laki dengan perempuan, untuk itu manusia melakukan sebuah perkawinan.

Menurut Aristoteles, berkelompok adalah sesuatu yang alamiah sifatnya bagi


manusia, karena manusia adalah zon politicon, a political animal. Di tempat lain dia
mengatakan bahwa manusia adalah juga sebagai a rational animal. Ellwood dalam
tulisannya A History of Social Philosophy menerjemahkan aporisme terkenal Aristoteles

2
ini dengan man is naturally a community animal (manusia secara alamiah adalah
binatang yang bermasyarakat)." Aristoteles mengakui bahwa kehidupan sosial binatang
pada umumnya, tetapi manusia adalah binatang sosial dalam pengertian yang lebih tinggi
daripada sekumpulan lebah yang memiliki pengorganisasian yang rapi dan saling
mendukung. Perbedaan dengan binatang umumnya terletak pada rasionalitas yang
dimiliki oleh manusia. Dengan rasionya manusia bisa mengkomunikasikan masalah
masalah yang dihadapi bersama dan mengupayakan solusi-solusinya.

Manusia sebagai makhluk sosial, bagi Aristoteles, terbukti dari hubungan-


hubungan sosial yang dibangun di dalam menghadapi masalah dan memenuhi kebutuhan
hidupnya. Menurutnya, asal-usul sosialitas manusia dimulai dari dua hubungan, yaitu
hubungan antara laki-laki dan perempuan dan hubungan antara penguasa dan yang
dikuasai. Hubungan yang pertama untuk reproduksi dan regenerasi manusia, dan
hubungan yang kedua menggambarkan kebutuhan manusia tentang keselamatan
bersama. Dari hubungan-hubungan itu kemudian berkembang hubungan yang lebih
besar, rumah tangga. Rumah tangga menghasilkan usaha-usaha rumah tangga untuk
keperluan hidup sehari-hari manusia. Hubungan antar rumah tangga-rumah tangga
berkembang ke dalam kelompok-kelompok sosial yang lebih besar, seperti masyarakat
desa, dan sampai terbentuknya polis atau city-state (negara-kota) yang terdiri dari
asosiasi antar desa-desa. Menurutnya, polis adalah pertumbuhan sosial secara alamiah
dari asosiasi antar manusia.

Perkembangan dari asosiasi-asosiasi antar manusia dalam bentuknya yang


terkecil sampai dengan terbentuknya polis atau secara umum dalam konteks masyarakat
sekarang disebut negara menggambarkan bahwa masyarakat mempunyai suatu
organisasi politis. Kelihatan dengan jelas dalam pemikiran Aristoteles bahwa dorongan
ke arah asosiasi politis atau pengorganisasian secara politis ini adalah bawaan dari
manusia, sehingga orang tidak bernegara (stateless man), orang yang tidak tinggal dalam
masyarakat yang terorganisir, hanyalah orang super atau orang yang sangat rendah
dalam skala perkembangan.

Agama merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan dan semua cara
itu terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Dari sisi lain, kata religi berasal dari

3
bahasa Latin, yaitu relegare yang berarti mengikat, atau mengikat para penganutnya
dengan aturan yang diterapkannya. Ajaran-ajaran agama mempunyai sifat mengikat
(wajib) bagi pemeluknya. Seseorang yang beragama tetap terikat dengan hukum-hukum
dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh agama. Sidi Gazalba mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan kata relegare asal kata religi mengandung makna berhati-hati atau
waspada.

Filsafat Agama membahas agama dengan cara filosofis (ontologis, epistemologis


dan aksiologis). Secara ontologis, objek dari Filsafat Agama adalah ajaran agama
tentang adanya Tuhan (teologi), masa depan (eskatologi, makhluk gaib, dan lain-lain.
Persoalan mengenai eskatologis (masa depan) pada umumnya berbicara tentang hari
kemudian, hari pembalasan, dan hal-hal yang akan dialami manusia pada waktu nanti,
seperti persoalan keadilan Tuhan, penerimaan pahala siksa (nilai/aksiologi).

Pentingnya persoalan bidang eskatologis sebagai objek pembahasan Filsafat


Agama, karena keyakinan akan adanya hari akhir mendorong orang bersemangat untuk
tetap menjalankan ajaran agamanya. Hidup sesudah mati inilah yang membuat
pemeluknya menjadi tertarik kepada kepada agama. Secara epistemologis, filsafat agama
menuntut agar ajaran agama selalu ditampilkan secara rasional dan manusia harus kritis
terhadap ajarannya. Ajaran bahwa Tuhan sebagai sumber bagi "yang ada" (ontologi),
Tuhan sebagai sumber semua pengetahuan (epistemologi) dan Tuhan sebagai sumber
semua kebaikan juga keindahan (aksiologi) dijadikan sebagai objek kajian dalam filsafat
agama.

Secara epistemologis, Filsafat Agama itu tidak bertujuan menyelesaikan


persoalan agama secara tuntas. Pembahasan dalam Filsafat Agama hanya bertujuan
untuk mengungkap argumen argumen yang dikemukakan agama dan memberikan
penilaian terhadap argumen tersebut dari segi logisnya. Agama harus bisa diterima
secara rasional. Validitas, sumber, metode yang dipakai agama dalam meyakinkan
ajarannya terhadap pemeluknya, dibahas secara rasional. Objek Filsafat Agama bukan
aspek lahir pada agama (syariat).

4
C. Keadilan Sosial dan Agama dimasa Pandemi Menurut Perspektif Aristoteles
Keadilan sosial dalam arti luas dapat dilihat dari pemerataan ekonomi. Data
“rasio gini” yang dirilis oleh Badan Pusat Statistika menunjukkan bahwa pemerataan
ekonomi di Indonesia belum optimal. Pandemi Covid-19 turut memperlebar
kesenjangan antara penduduk berpendapatan rendah dan penduduk berpendapatan
tinggi. Menurut Aristoteles, Keadilan adalah cara antara bertindak tidak adil dan
diperlakukan tidak adil. Tetapi ini hampir tidak dapat diterima, dan jelas ditegaskan
semata-mata agar keadilan sejalan dengan kebajikan-kebajikan lain yang telah di
bahas. Untuk pengusaha, misalnya, yang dalam bisnisnya adalah orang yang memilih
untuk mem beri orang lain haknya dan untuk mengambil bagian nya sendiri tanpa
pemerasan lebih lanjut, daripada memberi orang lain lebih sedikit daripada haknya
atau mengambil untuk dirinya sendiri lebih dari apa yang menjadi kewajibannya.
Memberi orang lain lebih banyak daripada bagiannya atau menerima untuk dirinya
sendiri lebih sedikit dari yang seharusnya, hampir tidak merupakan sifat buruk-atau
bahkan, tentu saja harus diperlaku kan secara tidak adil.
Keadilan sosial terdapat dalam pancasila yaitu sila ke 5 Sila yang berbunyi
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dimana memiliki makna bahwa negara
harus melakukan masyarakatnya secara adil (Nurgiansah, 2020a). Di masa pandemi
seperti ini, keadilan penanganan masyarakat tidak boleh dlakukan secara membeda-
bedakan atau mengkotak-kotakan. GKR Hemas dalam radarjogja mengungkapkan
bahwa “ dalam masa new normal ini jangan sampai hanya kelompok orang kaya saja
yang hidup, tidak kelaparan dan mendapat fasilitas kesehatan, rakyat kecil juga harus
mendapat kesempatan yang sama.” Artinya, bahwa setiap elemen masyarakat K
kelayakan hidup di saat pandemi ini tidak hanya untuk orang kaya (Nurgiansah & Al
Muchtar, 2018).
Selain itu ketidak adilan terliat dalam keadilan agama dimana saat masa
pandemi covid-19.Wabah virus corona juga berdampak dalam kehidupan keagamaan
umat manusia. Sejumlah gereja, masjid, kuil, dan sinagoga mengubah tata cara
ibadah demi menahan penyebaran penyakit Covid-19. Salah satunya umat islam
dilarang melaksanakan ibadah ibadah dimesjid, mesjid mesjid ditutup oleh petugas
sholat tarawih yang dilaksanakan setiap tahun dibulan ramadhan di tiadakan , sholat

5
berjamaah di mesjid harus menjaga jarak, dengan alasan menghindarkan masyarakat
dari kerumunan yang memicu penularan covid-19. Namun mirisnya keadilan, tempat
tempat hiburan seperti duta mall,caffe, dan lain sebagainya tetap dibuka tanpa ada
hal yang dipertimbangkan padahal dengan dibukanya tempat hiburan tersebut
sangat-sangat memicu penularan covid-19 secara langsung dikarenakan banyak nya
masyarakat yang datang dan menyebabkan kerumunan.
Aristoteles membahas Keadilan. Di bawah Keadilan ia memahami (a) apa
yang sah dan (b) apa yang adil dan setara. Jenis keadilan pertama, keadilan
"universal", secara praktis setara dengan kepatuhan pada hukum, tetapi karena
Aristoteles membayangkan hukum Negara-idealnya, setidaknya sebagai perpanjang
an terhadap seluruh kehidupan dan menegakkan tindakan yang bermoral dalam arti
tindakan yang material (karena tentu saja hukum tidak dapat menegakkan tindakan
yang bajik, secara formal atau subyektif dipertimbangkan), bagaimanapun juga,
Keadilan universal kurang lebih berbatas kebajikan, dipandang dalam aspek
sosialnya. Seperti Plato, Aristoteles sangat yakin akan fungsi positif dan mendidik
dari Negara. Ini bertentangan de ngan teori Negara, seperti teori Herbert Spencer di
Inggris dan Schopenhauer di Jerman, yang menolak fungsi-fungsi positif Negara, dan
membatasi fungsi fungsi hukum untuk membela hak-hak pribadi, di atas segalanya
pertahanan atas kepemilikan pribadi.
D. Upaya Mengatasi Ketidakadilan Masa Pandemi Dalam Perspektif Aristoteles
Sudah setahun lebih kita hidup di tengah pandemi covid-19. Bagi sebagian orang,
adanya pandemi ini tak berpengaruh apa-apa karena mereka memiliki cukup banyak
kekayaan sehingga bisa bertahan hidup. Ketika kita menghadapi konflik yang terjadi
di Indonesia, ketimpangan diantara para pihak merupakan realita yang sudah ada.
Pada akhirnya, COVID-19, dengan memperburuk dan mengungkapkan lebih
lanjut tingkat ketidaksetaraan telah membuat urgensi untuk mengatasi ketidakadilan
ini lebih serius dari sebelumnya. Kesenjangan sosial ini kemudian hanya dapat
diputus ketika ada distribusi kekayaan yang adil ke kelompok yang paling
membutuhkan. Keberpihakan pemerintah pada mereka yang terdampak harus
ditunjukkan melalui kebijakan pro pekerja secepatnya.

6
Hal itu kian diperparah dengan kebisuan pihak-pihak yang otoritasnya tak
terbantahkan menyangkut realitas yang semakin membuat masyarakat terjebak dalam
lingkaran setan kemiskinan. Masyarakat tersungkur di tengah kota yang terkeping
sebagai penghuni kekumuhan dan terpuruk dalam jurang ketidakadilan di semua
bidang kehidupan, baik politik, hukum, ekonomi, dan budaya. Akhirnya, harkat
kemanusiaan pun jadi tumbal yang mengenaskan. Kemiskinan mengakibatkan
eksodus besar-besaran dari wilayah desa ke perkotaan. Hal ini dibarengi dengan
kehancuran rumah tangga dan meningkatnya tindak kriminal yang dilakukan orang
miskin, seperti perampokan, pencurian, dan lain-lain. Selain itu, Persoalan lain
muncul saat lembaga keagamaan formal hanya berpijak pada aspek legal formal
keagamaan dan kenegaraan serta mengabaikan realitas masyarakat yang mengalami
penindasan dan penzaliman dari para penguasa di masa pandemi saat ini.
Sila ke-5 Pancasila berbunyi ”Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia”, di mana dari bunyi sila ke-5 tersebut dapat dilihat bahwa seluruh rakyat
Indonesia harus mendapatkan keadilan sosial yang merata. Itu artinya, setiap
masyarakat Indonesia memiliki derajat yang sama di mata hukum dan juga negara.
Menurut Aristoteles, negara haruslah berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan
kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan
hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu
diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik.
Dalam negara yang memerintah bukanlah manusia sebenarnya, melainkan pikiran
yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan
keseimbangan saja. Maka dari itu hendaknya keadilan dilakukan di masa pandemi
covid-19 saat ini dengan menjadikan sila ke 5 sebagai pedomanya.
Doktrin-doktrin Aristoteles tidak hanya meletakkan dasar-dasar bagi
teorihukum, tetapi juga kepada filsafat barat pada umumnya. Kontribusi Aristoteles
bagi filsafat hukum adalah formulasinya terhadap masalah keadilan, yang
membedakan antara : keadilan “distributive” dengan keadilan “korektif” atau
“remedial” yang merupakan dasar bagi semua pembahasan teoritis terhadap pokok
persoalan. Keadilan distributive mengacu kepada pembagian barang dan jasa kepada
setiap orang sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat, dan perlakuan yang

7
sama terhadap kesederajatan dihadapan hukum (equality before the law).Dalam
Ethica Niconzachea, misalnya, Aristoteles melihat keadilan antara pihak-pihak yang
bersengketa merupakan prasyarat dasar tata kehidupan yang baik dalam polis. Dalam
rangka itu, ia membedakan tiga macam keadilan: distributif, pemulihan, dan
komutatif. Terutama prinsip 'keadilan komutatif’mengatur urusan transaksi antara
pihak-pihak yang terlibat dalam pertukaran atau perdagangan.
Aristoteles menerangkan keadilan dengan ungkapan “justice consists in
treating equals equally and unequalls unequally, in proportion to their inequality.”
Untuk hal-hal yang sama diperlakukan secara sama, dan yang tidak sama juga
diperlakukan tidak sama, secara proporsional.Aristoteles dalam mengartikan
keadilan sangat dipengaruhi oleh unsure kepemilikan benda tertentu. Keadilan ideal
dalam pandangan Aristoteles adalah ketika semua unsur masyarakat mendapat
bagian yang sama dari semua benda yang ada di alam. Manusia oleh Aristoteles
dipandang sejajar dan mempunyai hak yang sama atas kepemilikan suatu barang
(materi).
Dan menurut John Rawls menyatakan bahwa keadilan pada dasarnya
merupakan prinsip dari kebijakan rasional yang diaplikasikan untuk konsepsi jumlah
dari kesejahteraan seluruh kelompok dalam masyarakat. Rawls memiliki Dua prinsip
keadilan yang merupakan solusi bagi problem utama keadilan, diantaranya
1. kebebasan yang sama sebesar-besarnya (principle of greatest equal liberty). Prinsip
ini mencakup :
a. Kebebasan untuk berperan serta dalam kehidupan politik (hak bersuara, hak
mencalonkan diri dalam pemilihan),
b. Kebebsan berbicara (termasuk kebebasan pers),
c. Kebebasan berkeyakinan (termasuk keyakinan beragama),
d. Kebebasan menjadi diri sendiri (person), dan
e. Hak untuk mempertahankan milik pribadi.
2. Prinsip keduanya ini terdiri dari dua bagian, yaitu prinsip perbedaan
(the difference principle) dan prinsip persamaan yang adil atas kesempatan (the
prinsiple of fair equality of opprtunity). Inti prinsip pertama adalah bahwa perbedaan
sosial dan ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi

8
mereka yang paling kurang beruntung. Istilah perbedaan sosio-ekonomis dalam
prinsip perbedaan menuju pada ketidak samaan dalam prospek seorang untuk
mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan dan otoritas. Sedang istilah
yang paling kurang beruntung (paling kurang diuntungkan) menunjuk pada mereka
yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan,
pendapatan dan otoritas.

9
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

10
DAFTAR PUSTAKA

Putri Nur Isnaini dan Dinie Anggraeni Dewi.2021.Upaya menerapkan Nilai-nila Pancasila di
masa pandemi covid-19.jurnal kewarganegaraan:Cibubur
Ririn Noviyanti Putri.2020.Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19.Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi, 20(2), Juli 2020, 705-709:jambi
Agus Purwanto, dkk, “Studi Eksplorasi Dampak Pandemi COVID 19 terhadap Proses
Pembelajaran Online di Sekolah Dasar”, (Indonesia: Universitas Pelita Harapan, 2020),
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. 2016. http://kbbi.kemdikbud.go.id (diakses pada: 2 April
2022, pukul 10.50 WITA).
Fajria Anindya Utami. Pandemi Corona, https://www.wartaekonomi.co.id (diakses pada: 2 April
2022, pukul 11.25 WITA).
Pusat Analisis Determinan Kesehatan. Hindari Lansia Dari COVID-
19. www.padk.kemkes.go.id (diakses pada: 02 APRIL 2022, pukul 12.10 WITA).
Herimanto dan Winarno, 2012, Ilmu Sosial&Budaya Dasar, Jakarta Timur: PT Bumi Aksara.
Muhyiddin.2020.Covid-19, New Normal dan Perencanaan Pembangunan di Indonesia
The Indonesian Journal of Development Planning 240 Volume IV No. 2 – Juni 2020
Freeerick Copleston.2020.filsafat Aristoteles.Yogyakarta:Basabasi
Ansharullah.2019.filsafat sebuah pengantar umum.sewaon bantul yogyakarta:LKiS

11

Anda mungkin juga menyukai