Anda di halaman 1dari 14

MATA KULIAH : DOSEN PENGAMPU :

Etika Bisnis Syariah. Muhammad rizali S.H.I,M.H

Laba Dalam Etika Bisnis Syariah

OLEH : kelompok 5

Andrina Monica : 200105030127

Alfina : 200105030141

Dayah : 200105030132

Regina Shintia Devita : 200105030114

Tharifah Badzlina : 200105030135

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

JURUSAN ASURANSI SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

BANJARMASIN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini tepat pada waktunya meskipun dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Harapan kami semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman, juga membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga untuk kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini dengan lebih baik.

Kami menyadari bahwa maklah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah Yang
Maha Kuasa senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

BANJARMASIN, 21 Maret 2022

i
DAFTAR ISI

COVER..........................................................................................................

KATA PENGANTAR.................................................................................i
........................................................................................................................

DAFTAR ISI...............................................................................................ii
........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................2
C. Tujuan Masalah.............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................3

A. Pengertian Etika Bisnis Islam.......................................................3


B. Pengertian Laba............................................................................3
C. Manajemen Laba dalam etika bisnis islam ..................................5
D. Bentuk laba yang di perbolehkan
Dalam syariah ..............................................................................6

BAB III PENUTUPAN ......................................................................... 9

A. Kesimpulan...................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam melakukan bisnis, Islam telah memperlihatkan adanya suatu struktur yang
berdiri sendiri dan terpisah dari struktur lainnya. Hal ini disebabkan bahwa dalam ilmu akhlak
(moral), struktur etika dalam Islam lebih banyak menjelaskan nilai-nilai kebaikan dan
kebenaran baik pada niat hingga perilaku atau perangainya Nilai moral tersebut tercakup
dalam empat sifat yaitu shiddiq, amanah, tabligh dan fathonah Keempat sifat ini diharapkan
dapat menjaga keberlangsungan institusi ekonomi dan keuangan secara professional dan
menjaga interaksi ekonomi, bisnis dan sosial berjalan sesuai dengan aturan permainan yang
berlaku.

Salah satu problematika yang serius dalam dunia bisnis ialah rendahnya nilai dan moral
sehingga dapat membahayakan setiap transaksi transaksi bisnis yang dilakukan oleh pebisnis
Rendahnya nilai ini dapat mempengaruhi hilangnya sistem kepercayaan, serta menimbulkan
ketidakjujuran dan persekongkolan yang tidak baik

Informasi laba dalam praktiknya dapat mempengaruhi perilaku para pemakai informasi
laporan keuangan, khususnya pihak investor dan kreditor. Informasi laba ini dibutuhkan oleh
investor dan kreditor sebagai dasar keputusan terhadap tingkat pengembalian modal yang
mereka investasikan. Karena besarnya manfaat yang diberikan oleh laporan keuangan inilah,
maka dibentuk sebuah aturan dalam proses pelaporan keuangan yang disebut dengan Prinsip
Akuntansi Berterima Umum (PABU) atau Generally Accepted Accounting Principles
(GAAP). PABU adalah rerangka pedoman yang terdiri atas standar akuntansi dan sumber-
sumber lain yang didukung berlakunya praktik akuntansi secara resmi (yuridis), teoritis, dan
praktis.

Manajemen laba adalah upaya untuk mengubah, menyembunyikan dan merekayasa


angka-angka dalam laporan keuangan dengan mempermainkan metode dan prosedur
akuntansi yang digunakan perusahaan Manajemen laba adalah satu bentuk dan bentuk
1
kebijakan manajemen untuk memaksimumkan kepentingannya sesuai dengan asumsi teori
akuntansi positif Namun intervensi yang dapat dilaksanakan oleh manajemen ini terkadang
dapat membawa praktik yang seharusnya bersifat baik, menjadi tidak baik

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Etika Bisnis Islam ?
2. Apa Pengertian laba ?
3. Bagaiamana manajemen Laba dalam etika bisnis islam ?
4. Apa saja bentuk manajemen laba yang diperbolehkan dalam syariah ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui Apa pengertian Etika Bisnis Islam
2. Mengetahui Apa Pengertian laba
3. Mengetahui Bagaiamana manajemen Laba dalam etika bisnis islam
4. Mengetahui Apa saja bentuk manajemen laba yang diperbolehkan dalam syariah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika Bisnis Islam


Etika bagi seseorang terwujud dalam kesadaran moral yang memuat keyakinan “benar
dan tidak” atas sesuatu hal. Perasaan yang muncul bahwa ia akan salah bila melakukan
sesuatu yang diyakininya tidak benar berangkat dari norma-norma moral dan perasaan
menghargai diri bila ia meninggalkannya. Tindakan yang diambil harus
dipertanggungjawabkan pada diri sendiri. Begitu juga dengan sikapnya terhadap orang lain
bila pekerjaan tersebut mengganggu atau sebaliknya mendapatkan pujian.
Secara sederhana mempelajari etika dalam bisnis berarti mempelajari tentang mana yang
baik atau buruk, benar atau salah, serta halal atau haram dalam dunia bisnis berdasarkan pada
prinsip-prinsip moralitas Islam. Etika bisnis dalam kaitannya dengan ajaran Islam ialah
sebuah pemikiran atau refleksi tentang moralitas yang membatasi kerangka acuannya kepada
konsepsi sebuah organisasi dalam ekonomi dan bisnis yang didasarkan atas ajaran Islam.
Etika bisnis Islam mengatur tentang sesuatu yang baik atau buruk, wajar atau tidak wajar.
Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelaku bisnis itu sendiri, seorang
pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika dan moral bisnis Islami
Akhlak yang baik dalam bisnis Islam Pertama ialah Kejujuran bahwa dalam Hadist
"Tetapkanlah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan
sesungguhnya kebaikan mengantarkan kepada surga Kedua ialah Amanah Islam
menginginkan seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap. dengan menjaganya
dengan memenuhi hak-hak Allah dan manusia, serta menjaga muamalahnya dari unsur yang
melampaui batas. Ketiga jalah Toleran bahwa rasa toleransi dapat mempermudah pergaulan
mempermudah urusan jual beli, dan mempercepat kembalinya modal.

B. Pengertian Laba
Subramanyam & Wild (2010) menjelaskan bahwa laba (income atau disebut juga earning
atau profit) merupakan rigkasan hasil bersih aktivitas operasi usaha dalam periode tertentu
yang dinyatakan dalam istilah keuangan. Laba merupakan informasi perusahaan paling
diminati dalam pasar uang. Pada konsepnya, laba merupakan pengukuran perubahan

3
kekayaan pemegang saham pada periode maupun mengestimasi laba usaha sekarang, yaitu
sampai sejauh mana perusahaaan dapat menutupi biaya operasi dan menghasilkan
pengembalian kepada pemegang sahamnya, secara khusus, laba berperan sebagai indikator
profitabilitas perusahaan

Menurut Harahap (2008) laba adalah kenaikan modal yang berasal daritransaksi yang
jarang dalam suatu perusahaan. Harnanto (2003) berpendapat bahwalaba merupakan selisih
pendapatan dengan biaya-biaya yang terjadi dalam jangkawaktu tertentu. Laba merupakan
profitabilitas perusahaan dimana labamencerminkan pengembalian kepada pemegang ekuitas
dalam perioda tertentu(Wild,et. al., 2005). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa laba
adalahpendapatan yang didapat oleh perusahaan yang menunjukkan pengembalian
kepadapemegang ekuitas di perioda tertentu.Belkaoui (2000) menjelaskan bahwa laba
akuntansi merupakan perbedaanpendapatan yang direalisasikan dalam transaksi suatu perioda
dengan biaya historis.Dalam biaya historis, laba diukur berdasarkan selisih aktiva bersih awal
denganakhir perioda yang dilihat berdasarkan biaya historis. Di dalam laba akuntansiterdapat
beberapa bentuk laba seperti laba kotor, laba usaha, laba sebelum pajak,dan laba sesudah
pajak. Untuk menentukan besar laba dalam laporan keuangan,maka investor dapat melihat
perhitungan laba setelah pajak.Keuntungan dalam laba akuntansi menurut (Muqodim, 2005):

1. Bermanfaat untuk para pengguna dalam mengambil keputusan


2. Dapat diukur dan dilaporkan secara objektif dan dapat diuji kebenarannya
3. Bermanfaat untuk tujuan pengendalian utama yang berkaitan
denganpertanggungjawaban manajemen

Schipper melihat manajemen laba sebagai suatu intervensi yang disengaja pada proses
pelaporan eksternal dengan maksud untuk mendapat beberapa keuntungan pribadi. Healy dan
Wahlen (1999) menyatakan bahwa manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan
judgment dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan
keuangan, sehingga menyesatkan stakeholder tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk
mempengaruhi hasil yang berhubungan dengan kontrak yang tergantung pada angka
akuntansi yang dilaporkan. Manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi untuk
mencapai tujuan khusus (Scott, 2000). Healy dan Wahlen (1999) membagi motivasi yang

4
mendasari manajemen laba kedalam tiga kelompok: pertama motivasi dari pasar modal yang
ditunjukkan dengan return saham, kedua motivasi kontrak yang dapat berupa kontrak hutang
(Sweeney, 1994) dan kontrak kompensasi manajemen (Holthausen dkk, 1995), ketiga
motivasi regulatory seperti yang dikemukakan Jones (1991), Naim dan Hartono (1996).
Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan pertimbangan mereka dalam
pelaporan keuangan dan struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan
menyesatkan beberapa pemangku kepentingan mengenai kondisi kinerja ekonomi perusahaan
atau untuk mempengaruhi hasil-hasil kontraktual yang bergantung pada angka-angka
akuntansi yang dilaporkan. Definisi yang dikemukakan oleh Healy dan Wahlen diatas
berfokus pada penerapan pertimbangan dalam laporan keuangan (a) untuk menyesatkan para
pemangku kepentingan yang tidak ataupun tidak bisa melakukan manajemen laba dan (b)
untuk membuat laporan keuangan menjadi lebih informatif bagi para penggunanya. Oleh
karenanya, terdapat sisi baik maupun buruk dari manajemen laba; (a) sisi buruknya adalah
biaya yang diciptakan oleh kesalahan alokasi dari sumber-sumber daya dan (b) sisi baiknya
adalah potensi peningkatan kredibilitas manajemen dalam mengkomunikasikan informasi
pribadi kepada pemangku kepentingan eksternal, dan memperbaiki keputusan dalam alokasi
sumber-sumber daya.

C. Manajemen Laba Dalam Etika Bisnis Islam

Manajemen laba jelas terjadi dengan alasan-alasan tertentu yang melandasinya, apapun
bentuk yang melandasınya, maka disana terdapat faktor pendorong dalam diri individu
khususnya manajer dalam melakukan praktik manajemen laba. Praktik manipulasi tidak
akan terjadi jika dilandasi dengan moral yang tinggi Moral dan tingkat kejujuran rendah
akan menghancurkan tata nilai etika bisnis itu sendiri. Motivasi ialah satu bentuk kendali
intern dalam hati yang sangat erat kaitannya dengan etika.

Letak etika ialah rasa dan pikiran yang mengkontrol motivasi sendiri. Hal ini tidak dapat
ditakar dan dilihat oleh mata, namun implikasinya dapat berdampak besar Apabila terdapat
motivali-motivasi yang mengunggulkan kepentingan satu pihak dan ingin membuat pihak
yang lain mengalami kerugian, hal tersebut disebut perbuatan curang atau dzalim. Perbuatan
curang dalam bisnis seringkali dilakukan dalam menakar menimbang, dan sebagainya. Al-

5
Qur'an sangat tidak setuju dengan segala penipuan dalam bentuk apapun Penipuan
(kelicikan) digambarkan oleh Al-Quran sebagai karakter utama kemunafikan. Allah
berfirman dalam Surah An Nisa ayat 145

D. Bentuk Laba yang di perbolehkan dalam syariah


Mengenai bentuk manajemen laba, tidak ada ketentuan dari Dewan Syariah Nasional
mengenai bentuk manajemen laba yang diperbolehkan, karena nilai-nilai yang terkandung
pada praktik ini belum sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.
Saat ini terdapat fatwa mengenai salah satu bentuk dari manajemen laba, yaitu Income
Smoothing. Namun fatwa ini memperbolehkan Income smoothing dengan pendekatan untuk
melindungi lembaga keuangan dari risiko pengalihan dana besar-besaran, dan bukan dalam
konteks ingin mengambil keuntungan, serta dengan seizin nasabah, bukan secara sembunyi-
sembunyi. Dalam Fatwa Nomor 87/DSN-MUI/XII/2012 tentang Metode Perataan
Penghasilan (Income Smoothing). Disebutkan bahwa Income smoothing, yaitu perataan
laba, ialah pengaturan pengakuan dan pelaporan laba atau penghasilan dari waktu ke waktu
dengan cara menahan sebagian laba/penghasilan dalam satu periode, dan dialihkan pada
periode lain dengan tujuan mengurangi fluktuasi yang berlebihan atas bagi hasil antara
Lembaga keuangan Syariah (LKS) dan nasabah penyimpan dana (Dana Pihak Ketiga/DPK).
Fatwa menyebutkan bahwa dalam kondisi tertentu yang diduga kuat akan menimbulkan
risiko pengalihan/penarikan dana nasabah dari Lembaga Keuangan Syariah akibat tingkat
imbalan yang tidak kompetitif dan wajar (displaced commercial risk). Hal itu pun
diperbolehkan, namun dengan ketentuan-ketentuan seperti yang disebutkan di dalam fatwa.
Dengan kata lain, tidak serta merta semua tenik income smoothing diperbolehkan, namun
yang diperbolehkan ialah yang memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh
fatwa. Salah satunya ialah bahwa praktik perataan laba hanya diperbolehkan dengan syarat
apabila bagi hasil aktual melebihi tingkat imbalan yang diproyeksikan, dan dengan izin
nasabah pemilik dana, serta dengan alasan kuat yang darurat dengan memperhatikan opini
Dewan Pengawas Syariah. Sehingga dalam pelaksanaannya tetap menekankan kepada unsur
transparansi dan keterbukaan terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap
laporan keuangan.

6
Hal ini tidak dapat digeneralisasikan untuk semua Lembaga Keuangan Syariah atau
khususnya perbankan syariah kemudian boleh malaksanakan income smoothing, karena
yang diperbolehkan itu ialah yang memenuhi syarat dan ketentuan-ketentuan tersebut.
Namun pada praktiknya, tidak jarang ditemukan perbankan syariah yang melakukan praktik
perataan laba ini. Padahal Allah telah berfirman dalam Surah Al-Maidah : 1

‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأوْ فُوا بِ ْال ُعقُو ِد‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu…”

Begitu pula anjuran untuk menunaikan janji, karena janji itu akan dimintai
pertanggungjawaban, seperti dalam Surat Al-Isra ayat 34:
‫َواَ ۡوفُ ۡوا بِ ۡال َع ۡه ِۚ‌د اِ َّن ۡال َع ۡه َد َكانَ َم ۡســـ ُۡٔواًل‬
Artinya: " Dan tunaikanlah janji-janji itu, Sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawaban “

Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia
karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. Kebebasan dalam
mengambil keuntungan sebagaimana fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin yang
mengatakan:
"Keutungan tidak ada batasan tertentu karena itu termasuk rizki Allah. Terkadang Allah
menggelontorkan banyak rizki kepada manusia sehingga kadang ada orang yang
mendapatkan untung 100 atau lebih, hanya dengan modal 10."

Keuntungan tidak boleh terlalu berlebihan hingga termasuk dalam penipuan. Konsumen
yang membeli barang terlalu mahal, hingga terhitung penipuan, maka konsumen punya hak
'khiyar ghabn' (khiyar karena harga yang sangat tidak layak).

Untuk memenuhi tuntutan keadilan dan kesatuan, manusia perlu


mempertanggungjawabkan tindakannya. Tanggung jawab merupakan suatu prinsip dinamis
yang berhubungan dengan perilaku manusia. Bahkan merupakan kekuatan dinamis individu
untuk mempertahankan kualitas kesetimbangan dalam masyarakat.
Kaidah fikih juga menyebutkan,

7
.َ‫ت ْاإلِبَا َحةُ ِإا َّل َأ ْن يَ ُد َّل َدنِ ْي ٌم َعهَى تَحْ ِز ْي ِمه‬
ِ َ‫اَألَصْ ُم فِى ا ْن ُم َعا َمال‬
“Pada dasarnya, segala bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengaramkannya.”
َ ّ‫ال‬
‫ضزَ ُر يُ َزا ُل‬
“Kemudharatan harus dihilangkan.”
Maksudnya ialah jika sesuatu itu dianggap sedang atau akan bahkan memang
menimbulkan kemadharatan, maka keberadaanya wajib dihilangkan. Yang dimaksud
“darurat” ialah suatu keadaan yang bisa berakibat fatal jika tidak diatasi dengan cara yang
luar biasa dan bahkan terkadang dengan cara melanggar hukum. Sedangkan yang dimaksud
“hajat” ialah suatu keadaan biasa tidak diperkenankan menanganinya secara khusus, bisa
timbul kesukaran dan kerepotan.
Seperti dalam kaidah fiqih:
Artinya : “Hajat tidak menyebabkan bagi seseorang boleh mengambil harta
milik pihak lain.”
Di sisi lain, pebisnis pun juga harus tetap jujur tanpa merugikan pihak lain. Seperti
hadist riwayat Tirmidzi dan Hakim
Artinya : “Pedagang yang jujur lagi terpercaya adalah bersama-sama para nabi, orang-orang
yang benar dan para syuhada”(HR. Tirmidzi dan Hakim)
Tempat yang terhormat ba‟i pedagang yang jujur disejajarkan dengan para Nabi.
Karena bedagang dengan jujur berarti menegakkan kebenaran dan keadilan yang merupakan
bagian dari amal salehnya, sedangkan persamaan degan para syuhada, karena berdagang
adalah berjuang membela kepentingan dan kehormatan diri dan keluarganya dengan cara
yang benar dan adil.
Dalam melakukan perdagangan atau bisnis , baik dalam skala besar ataupun skala kecil,
kebenaran ialah sangat diutamakan. Walaupun adalah hal yang sangat sulit, namun
kebenaran ini akan membawa kepada ketenangan, seperti dinyatakan dalam hadist riwayat
Tirmidzi berikut ini:
...‫ْب‬ َ ‫ َوا ْن َك ِذ‬،‫ق طُ َمْأنِ ْينَة‬
َ ‫ب ِري‬ َ ‫ِإنَ انصِّ ْد‬
Artinya: “Sesungguhnya kebenaran membawa ketenangan dan kedustaan menimbulkan
keragu-raguan.”

8
Namun dalam kasus lain, jika harga jual melebihi harga pasar, maka si penjual harus
menjelaskan agar si pembeli tidak tertipu. Penjual harus menjelaskan bahwa harga barang
yang dia jual di atas harga pasar.Islam memperbolehkan untuk mengambil keuntungan yang
banyak dengan syarat barang tersebut bukan barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan
banyak orang.

9
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Etika bagi seseorang terwujud dalam kesadaran moral yang memuat keyakinan
“benar dan tidak” atas sesuatu hal mempelajari etika dalam bisnis berarti mempelajari
tentang mana yang baik atau buruk, benar atau salah, serta halal atau haram dalam dunia
bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas Islam. Kunci etis dan moral bisnis
sesungguhnya terletak pada pelaku bisnis itu sendiri, seorang pengusaha muslim
berkewajiban untuk memegang teguh etika dan moral bisnis Islami Akhlak yang baik
dalam bisnis Islam Pertama ialah Kejujuran
Subramanyam & Wild menjelaskan bahwa laba merupakan rigkasan hasil bersih
aktivitas operasi usaha dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam istilah keuangan.
Menurut Harahap laba adalah kenaikan modal yang berasal dari transaksi yang jarang
dalam suatu perusahaan. Harnanto berpendapat bahwa laba merupakan selisih
pendapatan dengan biaya-biaya yang terjadi dalam jangkawaktu tertentu. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa laba adalahpendapatan yang didapat oleh perusahaan
yang menunjukkan pengembalian kepadapemegang ekuitas di perioda tertentu.
Tidak ada ketentuan mengenai bentuk manajemen laba yang diperbolehkan oleh
syariat Islam. Hanya saja menurut Fatwa DSN-MUI bagi Lembaga Keuangan Syariah,
Income Smoothing diperbolehkan dengan kondisi tertentu dengan motif menghindari
penarikan dana besar-besaran oleh nasabah, dan yang diperbolehkan juga berdasarkan
transparansi dan atas seizin nasabah DPK. Namun hal ini tidak berkaitan langsung
dengan praktik bentuk manajemen laba keseluruhan yang dilakukan. Sehingga tidak ada
ketentuan mengenai bentuk manajemen laba yang diperbolehkan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Yusuf Marzuqi Achmad Badarudin Latif. MANAJEMEN LABA DALAM TINJAUAN
ETIKA BISNIS ISLAM. JURNAL DINAMIKA EKONOMI & BISNIS Vol. 7 No. 1 Maret
2010
Beekun, Rafik Issa. ISLAMIC BUSSINESS ETHICS. Virginia: International Institute of Islamic
Thought, 1997.
Indah Muliasari dan Dalili Dianati. MANAJEMEN LABA DALAM SUDUT PANDANG ETIKA
BISNIS ISLAM. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Islam 2, No. 2 (2014)
Muhammad dan Lukman Fauroni. VISI AL-QURAN TENTANG ETIKA DAN BISNIS. Jakarta:
Salemba Diniyah, 2002

11

Anda mungkin juga menyukai