SKRIPSI
OLEH
ISNA HANIM
NIM. 131000238
OLEH
ISNA HANIM
NIM. 131000238
ISNA HANIM
i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
iii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
iv
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
di RSU Sundari Medan Tahun 2016” skripsi ini disusun dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan
skripsi ini.
v
Universitas Sumatera Utara
5. drh. Rasmaliah, M.Kes selaku dosen penasehat akademik dan dosen penguji
I, juga Drs. Jemadi, M.Kes selaku dosen penguji II yang telah banyak
7. Direktur Rumah Sakit Umum Sundari Medan, Kepala Bagian Rekam Medik
dan seluruh pegawai yang telah memberikan izin kepada peneliti dalam
melaksanakan penelitian.
8. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada
kedua orangtua penulis, yaitu Ayahanda Ismuliadi dan Ibunda Zuriana yang
telah membesarkan dan mendidik penulis, juga atas doa restu yang tiada henti
9. Abang penulis Rahmat Fauzi, dan adik penulis Hanna Fitri yang telah
10. Untuk sahabat Putri Syahriyana, SKM, Findy Anwari Lubis, Yenni Fitriyani
Siregar, Ummul Khairiah , dan Dessi Kartika, SKM terima kasih untuk segala
Osyka, Eka Sumantri Samosir, Nurjannah, Nadia Safira, dan yang sudah
banyak membantu selalu ada disaat suka dan duka, terima kasih untuk segala
vi
Universitas Sumatera Utara
12. Untuk teman-teman sekelompok PBL Desa Bengkel 2016, dan sekelompok
LKP Epidemiologi Puskesmas Pasar Merah 2016 terima kasih untuk segala
13. Untuk semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan
kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.
Isna Hanim
vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 5
viii
Universitas Sumatera Utara
2.9.2 Pencegahan Sekunder.................................................................. 23
2.9.2.1 Diagnosis Tifus Abdominalis ................................................ 23
2.9.2.2 Pengobatan Tifus Abdominalis ............................................. 30
2.9.3 Pencegahan Tersier ..................................................................... 31
2.10 Kerangka Konsep................................................................................. 32
ix
Universitas Sumatera Utara
4.10.3 Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Status Komplikasi............49
4.10.4 Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Sumber Biaya ..................50
4.10.5 Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Sumber Biaya .................51
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Penderita Tifus Abdominalis pada Anak Berdasarkan
Sosiodemografi (Umur, Jenis Kelamin, Agama, dan Tempat
Tinggal) ...............................................................................................53
5.1.1 Umur ..........................................................................................53
5.1.2 Jenis Kelamin .............................................................................54
5.1.3 Agama ........................................................................................56
5.1.4 Tempat Tinggal...........................................................................57
5.2 Penderita Tifus Abdominalis pada Anak Berdasarkan Gejala Klinis
Sewaktu Masuk....................................................................................58
5.3 Penderita Tifus Abdominalis pada Anak Berdasarkan Status
Komplikasi...........................................................................................59
5.4 Penderita Tifus Abdominalis pada Anak Berdasarkan Jenis
Komplikasi...........................................................................................61
5.5 Penderita Tifus Abdominalis pada Anak Berdasarkan Hasil
Diagnostik Laboratorium Uji Tubex® Rata-rata....................................62
5.6 Penderita Tifus Abdominalis pada Anak Berdasarkan Lama
Rawatan Rata-rata ................................................................................62
5.7 Penderita Tifus Abdominalis pada Anak Berdasarkan Sumber
Biaya....................................................................................................63
5.8 Penderita Tifus Abdominalis pada Anak Berdasarkan Keadaan
Sewaktu Pulang....................................................................................64
5.9 Analisis Statistik ..................................................................................65
5.9.1 Umur Berdasarkan Status Komplikasi...........................................65
5.9.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Status Komplikasi..............................67
5.9.3 Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Status Komplikasi..............68
5.9.4 Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Sumber Biaya....................69
5.9.5 Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Sumber Biaya...................70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
xi
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.12 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya Penderita
Tifus Abdominalis pada Anak yang Dirawat Inap di RSU
Sundari Medan Tahun 2016 .............................................................50
Tabel 4.13 Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Tifus
Abdominalis pada Anak yang Dirawat Inap di RSU Sundari
Medan Tahun 2016 Berdasarkan Sumber Biaya...............................51
xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
xiii
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.12Diagram Batang Lama Rawatan Rata-rata Penderita Tifus
abdominalis pada Anak yang Dirawat Inap di RSU Sundari
Medan Tahun 2016 Berdasarkan Status Komplikasi ......................68
Gambar 5.13Diagram Batang Lama Rawatan Rata-rata Penderita Tifus
abdominalis pada Anak yang Dirawat Inap di RSU Sundari
Medan Tahun 2016 Berdasarkan Sumber Biaya.............................69
Gambar 5.14Diagram Batang Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang
Penderita Tifus abdominalis pada Anak yang Dirawat Inap di
RSU Sundari Medan Tahun 2016 Berdasarkan Sumber Biaya .......70
xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
xv
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Tebing Tinggi. Beragama Islam, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan
Permata Blok C No. 16, Desa Kolam, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang.
xvi
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
abdominalis adalah infeksi sistemik yang serius yang disebabkan oleh patogen
enterik Salmonella enterica serovar typhi. S. typhi ditularkan melalui rute tinja-
oral. Meskipun sebagian besar adalah penyakit endemik, S. typhi memiliki potensi
epidemik. Data utama dari Asia, Afrika dan Amerika Latin menunjukkan bahwa
berkembang, dengan usia anak sekolah (usia 5-15 tahun) lebih terpengaruh.
(WHO, 2008).
Hasil penelitian Crump, J.A, dkk (2000) menyatakan bahwa incidence rate
Tifus abdominalis di Eropa yaitu 3 per 100.000 penduduk, di Afrika yaitu 50 per
100.000 penduduk dan di Asia yaitu 274 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2005,
insiden rate Tifus abdominalis di Dhaka yaitu 390 per 100.000 penduduk,
sedangkan di Kongo CFR kasus Tifus abdominalis sebesar 0,5% (WHO, 2005).
bahwa telah terjadi wabah Tifus abdominalis. Wabah mulai di Kota Kampala pada
awal 2015. Total 1.940 kasus telah dilaporkan. Dari Kampala, wabah telah
menyebar ke seluruh divisi di ibu kota dan kabupaten sekitar, kelompok yang
1
Universitas Sumatera Utara
2
paling terpengaruh adalah laki-laki muda berusia antara 20 dan 39 tahun (WHO,
2015).
abdominalis dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500 per 100.000
penduduk dan kematian sekitar 0,6–5% (Menteri Kesehatan RI, tahun 2006).
menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak dari pasien rawat inap di
rumah sakit tahun 2010 dengan Case Fatality Rate sebesar 0,67 %. Berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi Tifus abdominalis
adalah pada usia 5–14 tahun (1.900 per 100.000), usia 1–4 tahun (1.600 per
100.000), usia 15–24 tahun (1.500 per 100.000) dan usia 1 tahun (800 per
100.000).
dengan proporsi 900 per 100.000 penduduk dan tersebar di seluruh kabupaten atau
kota dengan rentang proporsi sebesar 200 – 300 per 100.000 penduduk. Proporsi
tertinggi kasus Tifus abdominalis dilaporkan dari Kabupaten Nias Selatan sebesar
3.300 per 100.000 penduduk sedangkan di Kota Medan dengan proporsi 600 per
100.000 penduduk.
umur termuda 4 bulan dan umur tertua 73 tahun, proporsi tertinggi terdapat pada
kelompok umur 1-10 tahun (59,1%), laki-laki (55,8%), pendidikan belum sekolah
(86,7%), dan tempat tinggal kota Sibolga (58,6%). Menurut penelitian Sitohang,
S.R. (2005), penderita demam Tifus abdominalis rawat inap di RS. Sari Mutiara
Medan Tahun 2001-2003 dengan proporsi terbanyak adalah golongan umur 12-30
Umum Sundari Medan, jumlah kasus Tifus abdominalis pada tahun 2015 adalah
985 dari 12.524 kasus rawat inap (7,9%), dan didapatkan proporsi kasus anak
usia 0-18 tahun yang menderita Tifus abdominalis adalah 85,5%. Sedangkan pada
tahun 2016, jumlah kasus Tifus abdominalis sebanyak 1.098 dari 12.817 kasus
rawat inap (8,7%), dan didapatkan proporsi kasus anak usia 0-18 tahun yang
menderita Tifus abdominalis meningkat menjadi 86,6%. Dari uraian pada latar
belakang di atas maka ada peningkatan proporsi kasus Tifus abdominalis sebesar
0,8% sedangkan pada anak sebesar 1,1%, sehingga perlu dilakukan penelitian
tentang karakteristik anak penderita Tifus abdominalis yang rawat inap di Rumah
penderita Tifus Abdominalis yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Sundari
yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Sundari Medan Tahun 2016.
tinggal).
pada anak.
1.4.1 Sebagai bahan informasi bagi Rumah Sakit Umum Sundari Medan dalam
1.4.2 Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang yang ingin melakukan
FKM USU.
TINJAUAN PUSTAKA
akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan
penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini mempunyai
tanda-tanda khas berupa perjalanan yang cepat yang berlangsung lebih kurang 3
Salmonella typhi ditandai adanya demam 7 hari atau lebih, gangguan saluran
pencernaaan dan gangguan pada sistem saraf pusat (sakit kepala, kejang, dan
bakterial pada manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi ditandai dengan
dkk, 2002).
7
Universitas Sumatera Utara
8
petama kali tentang gambaran klinis dan kelainan anatomis dan Tifus
perubahan patologisnya, Piere Louis pada tahun 1829 memberikan nama thypos
yang berasal dari Yunani dengan arti asap/kabut, karena umumnya penderita
sering disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai berat. A. Pfeifer
kemudian dalam urin oleh Hueppe dan dalam darah oleh R.Neuhauss. Pada waktu
Penyakit ini telah ada sejak beberapa abad yang lalu. Sebagai gambaran
dapat kita simak kejadian di Jamestwon Virginia USA, dimana dilaporkan lebih
6000 kematian akibat wabah pada periode 1607 s/d 1624. Demikian juga pada
peperangan di Afrika Selatan akhir abad XIX, dimana pihak Inggris telah
peperangan itu sendiri hanya 8000 serdadu (Menteri Kesehatan RI, 2006).
Samonella typhi merupakan basil gram negatif, berflagel, dan tidak berspora,
dan lebar 0,5-0,7 µm, berbentuk batang single atau berpasangan. Salmonella
hidup dengan baik pada suhu 37oC dan dapat hidup pada air steril yang beku dan
dingin, air tanah, air laut, dan debu selama berminggu-minggu, dapat hidup
berbulan-bulan dalam telur yang terkontaminasi dan tiram beku. Parasit hanya
pada tubuh manusia. Dapat dimatikan pada suhu 60oC selama 15 menit. Hidup
subur pada medium yang mengandung garam empedu (Suratun dan Lusianah,
2010).
antigen, yaitu:
disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol
berada dalam flagella. Antigen ini tahan terhadap formaldehid tetapi tidak
thyposa juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi
2007).
yang tercemar, kemudian bakteri menembus mukosa usus masuk ke kelenjar limfe
dalam peredaran darah menuju sistem retikuloendotelial seperti hati, limfa, dan
sumsum tulang. Ini merupakan bakteremia yang pertama yang terjadi dalam 24-72
jam setelah bakteri masuk dan biasanya jarang terdiagnosis oleh karena penderita
sementara dan segera berakhir setelah bakteri ini tidak hancur oleh fagositosis
tersebut oleh karena terlindung oleh kapsep Vi. Di dalam organ-organ ini bakteri
masih terus berkembang biak dengan pesat, proses ini berlangsung selama 7
sampai 10 hari. Selanjutnya bakteri masuk kembali ke dalam peredaran darah dan
lebih giat mematikan dan mencernakan bakteri. Makrofag pada keadaan ini
disebut angry macrofag. Pada mulanya bakteri Salmonella typhi sangat sukar
difagositosis karena melindungi kapsel Vi, baru setelah beberapa lama bakteri
berada di dalam tubuh penderita terjadi perubahan pada kapsel Vi, (tidak
oleh makrofag.
Pada stadium bakteremia kedua ini, bakteri yang hancur akan melepaskan
PMN, makrofag dan sel sistem retikuloendotelial lainnya. Pirogen endogen ini
demam.
Helper cell dan menghasilkan Interleukin-2 (IL-2; T cell growth factor) yang
melalui sel limfosit B yang oleh rangsangan endotoksin akan berubah menjadi sel
diproses oleh makrofag dapat langsung merangsang limfosit B menjadi sel plasma
untuk berubah menjadi sel plasma dan membuat aglutinin H dan aglutinin Vi.
dan aglutinin Vi. Aglutinin O cepat menghilang dalam beberapa tahun. Sedangkan
daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi
terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala, prodromal, yaitu perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang
(Hassan, 2007).
akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,
konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang meningkat.
Setelah minggu kedua, gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam
remitmen, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin
disertai gangguan kesaadaran dari yang ringan sampai berat (Rampengan, 2007).
1. Demam
2. Anoreksia
3. Batuk
4. Konstipasi
5. Nyeri perut
6. Muntah
7. Diare
8. Kejang
9. Hepatomegali
10. Splenomegali
menjadi :
- Demam
remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus
berada dalam keadaan demam; pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada
pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remitmen (39-41o C) serta dapat pula
bersifat ireguler terutama pada bayi dan tifoid kongenital (Rampengan, 2007).
Pada mulut terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri
pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau
dengan tanda-tanda antara lain, lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di
bagian belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan.
Bila penyakit makin progresif, akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila
- Gangguan kesadaran
sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya
mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat
kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang
ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar (Hassan, 2007).
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu
kedua. Merupakan satu nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter 2-4 mm,
bewarna merah pucat serta hilang pada penekanan. Roseola ini merupakan emboli
fleksor lengan atas. Limpa umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir
a. Perdarahan Intestinal
Kasus ini lebih jarang terjadi pada anak. Di Surabaya dilaporkan terjadi
pada hari ketujuh belas atau awal minggu ke-3. Angka kejadiannya berbeda-beda
Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat
Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi
perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat
terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan
koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua faktor. Sekitar 25% penderita Tifus
transfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok.
Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan
penanganan terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-32%, bahkan ada yang
melaporkan sampai 80%. Bila transfusi yang diberikan tidak dapat mengimbangi
b. Perforasi Usus
terjadi pada minggu ketiga serta lokasi yang paling sering dilaporkan di ileum
berdasarkan adanya tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan radiologis. Pada
kesakitan di daerah perut, perut kembung, tekanan darah menurun, suara bising
usus melemah, dan pekak hati berkurang. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan
Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan udara
pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai
tromboflebitis.
adalah perforasi usus atau perdarahan usus di tempat nekrosis epitel setempat,
5% pasien, rata-rata pada hari ke-21 sejak awitan penyakit, dengan angka
kematian kasus 45%. Tifus abdominalis yang berupa syok septik atau
sering meniggal dalam 3 minggu pertama. Jarang terjadi infeksi fokal yang
dkk, 2006).
a. Orang
Tidak ada perbedaan yang nyata insidensi antara laki-laki dan perempuan.
Insiden tertinggi didapatkan pada remaja dan dewasa muda. Di USA insiden Tifus
abdominalis tidak berbeda antara laki-laki dan wanita. Karier intestinal kronik
laki-laki. Kurang lebih 85% karier ini dijumpai pada wanita di atas 50 tahun.
Secara umum insidens tifoid dilaporkan 75% didapatkan pada umur kurang dari
30 tahun. Pada anak-anak biasanya di atas 1 tahun dan terbanyak di atas 5 tahun
Menurut Hassan , dkk (2007), pasien anak yang ditemukan berumur di atas
satu tahun. Sebagian besar pasien yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak
(2001) di Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan, dari hasil penelitian ditemukan
golongan umur 11-20 tahun (35,2%), jenis kelamin laki-laki (54,2%), bekerja
Rawat Inap Di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-
tertinggi berada kelompok umur 12-30 tahun sebanyak 47,2% dan laki-laki 61%.
yang sedang berkembang di daerah tropis. Di Negara yang telah maju, Tifus
secara epidemis tapi bersifat endemis dan banyak dijumpai di kota-kota besar
(Menteri Kesehatan RI, 2006). Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 300 kasus
Lebih dari 80% dari laporan Tifus abdominalis dan >90% dari laporan demam
selatan. Daerah lain yang berisiko termasuk Timur dan Asia Tenggara, Afrika,
Sampai awal abad XXI ini Tifus abdominalis masih sering terjadi,
diperkirakan 17 juta kasus pertahun, dengan kematian sekitar 600.000 kasus. Case
Fatility Rates berkisar 10% dan menurun sampai 1% bila mendapat pengobatan
a. Faktor Host
manusia yang sangat berperan pada penularan yaitu higiene perorangan yang
rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak terbiasa. Hal ini jelas pada anak-
anak, penyaji makanan serta pengasuh anak. Kemudian, faktor yang paling
berperan pada penularan Tifus abdominalis adalah higiene makanan dan minuman
yang rendah. Banyak sekali contoh untuk ini diantaranya makanan yang dicuci
yang dipupuk dengan tinja manusia, makanan yang tercemar dengan debu,
sampah dihinggapi lalat, air minum yang tidak dimasak, dan sebagainya.
DR. Soetomo Surabaya dengan desain case control, menemukan bahwa kejadian
demam tifoid beresiko 20,8 kali lebih besar (OR) pada orang dengan higiene
(2009) dengan desain case control mengatakan bahwa kebiasaan jajan diluar
mempunyai resiko 3,65 lebih besar terkena penyakit demam tifoid pada anak dan
anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko
lebih besar terkena penyakit demam tifoid dengan Ods Ratio sebesar 2,7. Menurut
penelitian yang dilakukan Suprapto (2012), faktor risiko pejamu yang terbukti
jajan diluar, kebiasaan tidak cuci tangan sebelum makan, kebiasaan makan sayur
b. Faktor Agent
Semakin besar Salmonella typhi yang tertelan semakin banyak pula orang
yang menunjukkan gejala klinis. Semakin pendek masa inkubasi tetapi tidak
merubah sindroma klinik yang timbul. Dari suatu penelitian, didapatkan bahwa
jumlah organisme yang dapat menimbulkan gejala penyakit adalah sebanyak 105-
106 organisme. Akan tetapi peneliti lain mengatakan bahwa bila yang tertelan
c. Faktor Environment
hal ini disebabkan oleh kesehatan lingkungan yang kurang memadai, penyediaan
air minum yang tidak memenuhi syarat, serta tingkat sosial ekonomi dan tingkat
akan semakin meningkat apabila disertai dengan kondisi tempat tinggal yang tidak
berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta
DR. Soetomo Surabaya dengan desain case control, menemukan bahwa kejadian
demam tifoid beresiko 6,4 kali lebih besar (OR) pada kualitas air minum yang
tercemar coliform.
sedang menderita sakit maupun yang sedang dalam masa penyembuhan. Pada
dalam hal menurunkan angka kematian. Anak jarang menjadi karier bila
Salmonella Typhi setelah 2 bulan dan 10% masih ditemukan pada bulan ke-3 serta
dan karier manusia merupakan satu-satunya sumber dari organisme ini. Karier
dapat berupa penderita yang baru sembuh dari sakit (convalescent carriers) yang
carriers) yang bisa mengeluarkan mikroorganisme ini sampai lebih dari satu
tahun. Individu yang lain akan terinfeksi melalui makanan atau minuman yang
(Noor, 2006).
yaitu melakukan deteksi dan isolasi terhadap sumber infeksi, perlu diperhatikan
pemeriksaan tinja) secara berkala terhadap penyaji makanan baik pada industri
makanan maupun restoran. Selain itu yang sangat penting adalah sterilisasi
antiseptik, dianjurkan pula bagi pengunjung untuk mencuci tangan dengan sabun
terutama pada awal perjalanan penyakit. Biakan spesimen tinja dan urin menjadi
positif setelah akhir minggu pertama infeksi, namun sensitivitasnya lebih rendah.
lebih sensitif, namun sulit dilakukan dalam praktek, invasif, dan kurang
tidak mudah, mengingat gejala dan tanda klinis yang tidak khas, terutama pada
penderita di bawah usia 5 tahun. Pada anak di atas 5 tahun atau dengan
makin bertambahnya umur, gejala serta tanda klinis Tifus abdominalis hampir
menyerupai penderita dewasa, seperti demam selama 1 minggu atau lebih, lidah
gejala dan tanda klinis yang ada. Mengingat hal ini, ketajaman pengenalan gejala
1. Pemeriksaan Hematologi
leukosit yang rendah sering berhubungan dengan demam dan toksisitas penyakit,
namun kisaran jumlah leukosit bisa lebar. Pada anak yang lebih muda leukositosis
Pemeriksaan fungsi hati dapat berubah, namun gangguan hati yang bermakna
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa diserta infeksi sekunder. Selain itu pula
jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah
2. Pemeriksaan Serologis
a. Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap bakteri S.typhi. pada
uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen bakteri S.typhi dengan
antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah
uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
Setiyohadi, 2006)
nilai prediksi positif 80%. Hasil pemeriksaan Widal positif palsu dapat terjadi
imunisasi tifoid, dan preparat antigen komersial yang bervariasi serta standardisasi
diagnostik yang penting untuk Tifus abdominalis. Titer aglutinin O yang positif
terakhir tidak mendapat vaksinasi atau baru sembuh dari Tifus abdominalis
b. Uji Tubex®
dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjungsi pada
pada partikel magnetik latex. Hasil positif uji tubex® ini menunjukkan terdapat
S.typhi. Infeksi oleh S.paratyphi akan memberikan hasil negatif . Pada tahun
2006, di Jakarta, Surya dkk melakukan penelitian pada 52 sampel darah pasien
sensitivitas, Positive Predictive Value (PPV) dan Negative Predictive Value uji
tubex® dengan uji Widal. Pada penelitian tersebut, didapatkan sensitivitas uji
Tubex® sebesar 100% (Widal : 53,1%), spesifisitas 90% (Widal : 65%), PPV
94,11% (Widal : 70,8%), NPV 100% (Widal : 46,4%) (Sudoyo dan Setiyohadi,
2006).
pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara
berkembang. Secara ringkas teknik uji tubex dan hasil pembacaannya dapat dilihat
Uji tubex merupakan uji yang subjektif dan semi kuantitatif dengan cara
membandingkan warna yang terbentuk pada reaksi dengan tubex color scale yang
dilihat pada tabel 2.1 berikut ini (Kusumaningrat dan Yasa, 2012).
a. Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada
protein membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan
2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM
dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip
76,6% dan efisiensi sebesar 84% pada penelitian yang dilakukan oleh
Gopalakhrisman dkk (2002) yang dilakukan pada 144 kasus demam tifoid
Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.thyphi
pada spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang
kontrol), reagen deteksi yang mengandung antibodi anti IgM yang dilekati dengan
lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan
serum pasien, tabung uji. House dkk, 2001 dan Gasem MH dkk, 2002 meneliti
Indonesia dan melaporkan sensitivitas sebesar 65-77% dan spesifisitas sebesar 95-
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Ada 5 jenis pembiakan yang dapat dilakukan yaitu berupa biakan darah,
biakan bekuan darah, biakan tinja, biakan cairan empedu, dan biakan urin.
Spesimen untuk biakan dapat diambil dari darah, sumsum tulang, feses,
urin. Spesimen darah diambil pada minggu I sakit saat demam tinggi. Spesimen
memerlukan waktu kurang lebih 5-7 hari. Bila laporan hasil biakan. “Biakan
Spesimen ditanam dalam biakan empedu (gael Culture, biakan SS). Sensitifitas
- Darah menggumpal
- Dll
tinggi. Biakan untuk spesimen feses dan urin dimulai pada minggu ke 2 demam
yang dilaksanakan setiap minggu. Bila pada minggu ke biakan feses masih positif
kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh pasien.
Ubah posisi minimal tiap 2 jam untuk menurunkan resiko terjadi dekubitus
dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan
2. Diet dan terapi penunjang. Diet makanan harus mengandung cukup cairan
dan tinggi protein, serta rendah serat. Diet bertahap mulai dari bubur
saring, bubur kasar, ingga nasi. Diet tinggi serat akan meningkatkan kerja
(Timmreck, 2004).
komplikasi penyakit yang sudah terjadi. Apabila penderita Tifus abdominalis telah
daya tahan tubuh dapat pulih kembali dan terhindar dari infeksi ulang Tifus
Deteksi carrier dilakukan dengan cara tes darah dan diikuti dengan
pemeriksaan tinja dan urin yang dilakukan berulang-ulang. Pasien yang carrier
informasi tentang higiene perorangan dan cara meningkatkan standar higiene agar
1. Sosiodemografi
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Tempat Tinggal
2. Gejala klinis sewaktu masuk
3. Status komplikasi
4. Jenis komplikasi
5. Hasil diagnostik uji Tubex® rata-rata
6. Lama rawatan rata-rata
7. Sumber pembiayaan
8. Keadaan sewaktu pulang
METODE PENELITIAN
lokasi penelitian ini dengan pertimbangan bahwa di rumah sakit tersebut tersedia
data penderita Tifus abdominalis yang dibutuhkan, selain itu belum pernah
yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Sundari Medan Tahun 2016.
3.3.1 Populasi
pada anak yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Sundari Medan Tahun 2016
33
Universitas Sumatera Utara
34
3.3.2 Sampel
pada anak yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Sundari Medan Tahun 2016
a. Besar Sampel
berikut:
=
1+( d )
845
=
1 + 845(0.05 )
845
=
1 + 2,115
845
=
3,115
n = 271,48
n = 272
penelitian ini adalah 272 data penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat
program komputer C survey. Sampel diambil dari populasi yang sudah diacak
oleh komputer. Untuk menentukan sampel pertama diambil dari baris atau kolom
tertentu yang diperoleh dengan menggunakan spin dial direction. Dari spin dial
direction tersebut akan diperoleh satu angka untuk menentukan dari baris atau
sebanyak yang dibutuhkan. Sampel yang telah diambil disesuaikan dengan kartu
diperoleh dari kartu status yang berasal dari rekam medis Rumah Sakit Umum
Sundari Medan Tahun 2016. Kartu status penderita Tifus abdominalis yang dipilih
3.5.1 Anak penderita Tifus abdominalis adalah pasien anak usia 0-18 tahun yang
a. Umur adalah usia penderita Tifus abdominalis anak yang rawat inap sesuai
abdominalis anak yang rawat inap sesuai dengan yang tertulis di kartu
1. Laki-laki
2. Perempuan
anak yang rawat inap sesuai dengan yang tertulis di kartu status,
dikategorikan atas:
1. Islam
2. Kristen Protestan
3. Kristen Katolik
4. Hindu
d. Suku adalah etnis yang melekat pada diri penderita Tifus abdominalis anak
yang rawat inap sesuai dengan yang tertulis di kartu status, dikategorikan
atas :
1. Batak
2. Jawa
3. Aceh
4. Minang
5. Melayu
6. Lain-lain
yang sedang dijalani oleh penderita Tifus abdominalis anak yang rawat
1. Belum sekolah
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Akademi/ Perguruan Tinggi
yang rawat inap tinggal menetap sesuai dengan yang tertulis di kartu
1. Kota Medan
2. Luar Kota Medan
3.5.3 Gejala klinis adalah keadaan penderita Tifus abdominalis saat masuk ke
1. Demam
2. Nyeri perut
3. Mual
4. Muntah
5. Anoreksia
6. Konstipasi
7. Diare
8. Perut kembung
9. Badan lemah
pada penderita Tifus abdominalis anak yang rawat inap sesuai dengan
1. Ada
2. Tidak
3.5.5 Jenis komplikasi Tifus abdominalis adalah manifestasi klinis yang timbul
1. Komplikasi Intestinal
2. Komplikasi Ekstra-intestinal
3.5.6 Hasil uji diagnostik laboratorium uji tubex® rata-rata adalah hasil
3.5.7 Lama rawatan rata-rata adalah lama hari rawatan penderita Tifus
3.5.8 Sumber biaya adalah asal biaya rawatan penderita Tifus abdominalis
dihitung dari mulai masuk rumah sakit sampai dengan keluar sesuai
1. Biaya sendiri
2. Bukan biaya sendiri (BPJS, dll)
sewaktu keluar dari rumah sakit sesuai dengan yang tertulis di kartu status,
dikategorikan atas:
(Statistical Product and Service Solution). Analisis univariat secara deskriptif dan
analisis bivariat menggunakan uji Chi Square dan uji t apabila data berdistribusi
normal atau uji Mann Whitney bila data tidak berdistribusi normal. Disajikan
dalam bentuk narasi, tabel distribusi proporsi, diagram pie dan batang.
HASIL PENELITIAN
RSU Sundari Medan yang terletak di Jln. T.B. Simatupang (jl. P. Baris No.
31) berdiri pada tahun 1987 yang didirikan oleh Bapak H. Usman. Rumah Sakit
Umum Sundari pada awal mulanya hanyalah tempat praktek bidan yang di dibuat
Medan Sunggal yang mana penduduknya saat itu belum terlalu banyak, namun
Medan Sunggal banyak pasien yang ingin berobat, terutama pasien yang mau
melahirkan.
Rumah Sakit Umum Sundari yang diperkuat dengan surat keputusan Menteri
maka sampai dengan saat ini RSU.Sundari Medan telah melakukan pelayanan
medis sebagai rumah sakit yang memiliki fungsi lebih bukan hanya tempat
persalinan, tetapi juga telah menjadi sarana dan prasarana untuk pengobatan medis
lainnya.
40
Universitas Sumatera Utara
41
4.1.1 Visi
4.1.2 Misi
4.1.3 Motto
- RSU Sundari akan menjadi mitra terbaik anda dalam menuju hidup
sehat
- Memberikan pelayanan yaitu hari ini lebih baik dari hari kemarin
Sundari Medan tahun 2016 berdasarkan sosiodemografi dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Penderita Tifus Abdominalis pada Anak yang
Dirawat Inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016 Berdasarkan
Sosiodemografi
Sosiodemografi f %
Umur
<1 tahun (Anak Bayi) 31 11,4
1- 4 tahun (Anak Balita) 102 37,5
5 tahun (Anak Prasekolah) 15 5,5
6-18 tahun (Anak Usia Sekolah) 124 45,6
Jenis Kelamin
Laki-laki 152 55,9
Perempuan 120 44,1
Agama
Islam 243 89,3
Kristen Katolik 25 9,2
Kristen Protestan 3 1,1
Hindu 1 0.4
Tempat Tinggal
Kota Medan 250 91,9
Luar Kota Medan 22 8,1
pendidikan penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
Sundari Medan Tahun 2016 tidak ditemukan, sehingga tidak ada hasil mengenai
varibel tersebut.
Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 272 penderita Tifus abdominalis
pada anak yang dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan
sosiodemografi, proporsi menurut umur tertinggi adalah 6-18 tahun (anak usia
sekolah) sebesar 45,6% dan terendah adalah 5 tahun (anak prasekolah) sebesar
5,5% , proporsi menurut jenis kelamin laki-laki adalah 55,9% dan perempuan
adalah 44,1%. Proporsi menurut agama tertinggi adalah agama Islam sebesar
89,3% dan terendah adalah agama Hindu sebesar 0,4%. Proporsi menurut tempat
tinggal di Kota Medan adalah 91,9% dan di luar Kota Medan adalah 8,1%.
Sundari Medan tahun 2016 berdasarkan gejala klinis sewaktu masuk dapat dilihat
Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Penderita Tifus Abdominalis pada Anak yang
Dirawat Inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016 Berdasarkan
Gejala Klinis Sewaktu Masuk
Gejala Klinis f %
Demam 272 100,0
Nyeri Perut 16 5,9
Mual 11 4,0
Muntah 43 15,8
Anoreksia 1 0,4
Konstipasi 2 0,7
Diare 48 17,6
Perut Kembung 1 0,4
Badan Lemah 6 2,2
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa dari 272 penderita Tifus abdominalis
pada anak, semuanya mengalami gejala demam sewaktu masuk 100,0% dan
gejala yang paling sedikit dialami penderita adalah anoreksia dan perut kembung
sebesar 0,4%.
Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
Sundari Medan tahun 2016 berdasarkan status komplikasi dapat dilihat pada tabel
di bawah ini :
Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Penderita Tifus Abdominalis pada Anak yang
Dirawat Inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016 Berdasarkan
Status Komplikasi
Status Komplikasi f %
Ada 13 4,8
Tidak 259 95,2
Total 272 100,0
Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa dari 272 penderita Tifus abdominalis
pada anak, proporsi berdasarkan status komplikasi tertinggi adalah tidak ada
komplikasi yaitu 95,2% dan terendah adalah ada komplikasi yaitu 4,8%.
Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
Sundari Medan tahun 2016 berdasarkan jenis komplikasi dapat dilihat pada tabel
di bawah ini :
Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita Tifus Abdominalis pada Anak yang
Dirawat Inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016 Berdasarkan
Jenis Komplikasi
Jenis Komplikasi f %
Komplikasi Intestinal 3 23,1
Komplikasi Ekstra-intestinal 10 76,9
Total 13 100,0
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dari 13 penderita Tifus abdominalis
abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dari 272 penderita Tifus abdominalis
pada anak, hasil diagnostik laboratorium uji tubex® rata-rata adalah skor 4,36
dengan Standar Deviasi (SD) 0,644 . Hasil diagnostik laboratorium uji tubex®
dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016 dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 272 penderita Tifus abdominalis
pada anak, lama rawatan rata-rata adalah 5,07 hari dengan Standar Deviasi (SD)
1,719 hari . Lama rawatan paling lama adalah 17 hari dan paling singkat adalah 1
hari.
Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
Sundari Medan tahun 2016 berdasarkan sumber biaya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Penderita Tifus Abdominalis pada Anak yang
Dirawat Inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016 Berdasarkan
Sumber Biaya
Sumber Biaya f %
Biaya Sendiri 56 20,6
Bukan Biaya Sendiri (BPJS, dll) 216 79,4
Total 272 100,0
Dari tabel 4.7 dapat diketahui bahwa dari 272 penderita Tifus abdominalis
pada anak, proporsi berdasarkan sumber biaya tertinggi adalah bukan biaya
sendiri (BPJS,dll) sebesar 79,4% dan terendah adalah Biaya sendiri sebesar
20,6%.
Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
Sundari Medan tahun 2016 berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat
Dari tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari 272 penderita Tifus abdominalis
pada anak, proporsi berdasarkan keadaan sewaktu pulang tertinggi adalah pulang
berobat jalan sebesar 77,2% dan terendah adalah rujuk di sebesar 1,1%.
Proporsi umur penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di
RSU Sundari Medan tahun 2016 berdasarkan status komplikasi dapat dilihat pada
abdominalis pada anak dengan ada komplikasi 7,7% pada umur <1 tahun (anak
bayi), 38,5% pada umur 1-4 tahun (anak balita), dan 53,8% pada umur 6-18 tahun
(anak usia sekolah). Dari 259 penderita Tifus abdominalis pada anak dengan
tidak ada komplikasi 11,6% pada umur <1 tahun (anak bayi), 37,5% berada pada
umur 1-4 tahun (anak balita), 5,8% pada umur 5 tahun (anak prasekolah, dan
memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 3 sel (37,5%) yang memiliki
nilai expected count kurang dari 5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher
diperoleh nilai p>0,05 yang artinya secara statistik tidak ada perbedaan yang
dirawat inap di RSU Sundari Medan tahun 2016 berdasarkan status komplikasi
abdominalis pada anak dengan ada komplikasi 46,2% adalah laki-laki, dan 53,8%
adalah perempuan. Dari 259 penderita Tifus abdominalis pada anak dengan tidak
untuk dilakukan karena tidak terdapat sel yang memiliki nilai expected count kurang
dari 5, dan diperoleh nilai p> 0,05 artinya secara statistik tidak ada perbedaan yang
dirawat inap di RSU Sundari Medan tahun 2016 berdasarkan status komplikasi
abdominalis pada anak dengan komplikasi memiliki lama rawatan rata-rata 6,08
hari dan 259 penderita dengan tidak komplikasi memiliki lama rawatan rata-rata
5,02 hari.
berdistribusi normal), diperoleh nilai p>0,05 yang berarti tidak ada perbedaan
dirawat inap di RSU Sundari Medan tahun 2016 berdasarkan sumber biaya dapat
abdominalis pada anak dengan biaya sendiri memiliki lama rawatan rata-rata 4,05
hari dan 216 penderita dengan bukan biaya sendiri (BPJS,dll) memiliki lama
berdistribusi normal), diperoleh nilai p<0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang
yang dirawat inap di RSU Sundari Medan tahun 2016 berdasarkan sumber biaya
abdominalis pada anak dengan biaya sendiri 35,7% adalah pulang berobat jalan,
dan 64,3% adalah pulang atas permintaan sendiri atau pulang atas permintaan
orang tua. Dari 216 penderita Tifus abdominalis pada anak yang menggunakan
bukan biaya sendiri (BPJS,dll) 88,0% adalah pulang berobat jalan, 10,6% adalah
pulang atas permintaan sendiri atau pulang atas permintaan orang tua, dan 1,4%
memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 2 sel (33,3%) yang memiliki
nilai expected count kurang dari 5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher
diperoleh nilai p<0,05 yang artinya secara statistik terdapat perbedaan yang
PEMBAHASAN
5.1.1 Umur
Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan umur dapat dilihat pada gambar berikut
ini :
50%
45.6%
45%
40% 37.5%
35%
30%
Proporsi
25%
20%
15% 11.4%
10%
5.5%
5%
0%
< 1 tahun 1-4 tahun 5 tahun 6-18 tahun
Umur
abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016,
proporsi menurut umur tertinggi adalah 6-18 tahun (Anak Usia Sekolah) sebesar
53
Universitas Sumatera Utara
54
45,6% dan terendah adalah 5 tahun (Anak Usia Prasekolah) sebesar 5,5%. Hal ini
dapat terjadi karena kebiasaan anak usia sekolah yang kurang memperhatikan
manusia yang sangat berperan pada penularan Tifus abdominalis yaitu higiene
perorangan, dan higiene makanan dan minuman. Hal ini sejalan dengan penelitian
tahun. Hasil penelitian Rachman, Y.N (2017) juga menunjukkan bahwa dari 158
penderita pada anak, proporsi tertinggi pada kelompok usia Sekolah (62.0%)
Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada gambar
berikut ini :
abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016,
proporsi menurut jenis kelamin laki-laki adalah 55,9% dan perempuan adalah
44,1%. Hal ini tidak bisa dijadikan kesimpulan bahwa Tifus abdominalis lebih
sering terjadi pada laki-laki, karena menurut Rampengan (2007), Angka kejadian
Sibolga Januari 2010-Juli 2012, dari 181 penderita Tifus abdominalis laki-laki
Wahab Sjahranie Samarinda, dari 158 penderita Tifus abdominalis jenis kelamin
5.1.3 Agama
Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan agama dapat dilihat pada gambar berikut
ini :
100%
89.3%
90%
80%
70%
60%
Proporsi
50%
40%
30%
20%
9.2%
10% 1.1% 0.4%
0%
Islam Kristen Katolik Kristen Protestan Hindu
Agama
Dari gambar 5.3 dapat diketahui bahwa dari 272 penderita Tifus
abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016,
proporsi menurut agama tertinggi adalah agama Islam sebesar 89,3% dan terendah
adalah agama Hindu sebesar 0,4%. Bukan berarti kejadian Tifus abdominalis
dipengaruhi oleh agama tertentu. Hal ini dapat menunjukkan bahwa dari seluruh
pasien yang datang berobat ke RSU Sundari Medan mayoritas beragama Islam.
Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan tempat tinggal dapat dilihat pada gambar
berikut ini :
Dari gambar 5.4 dapat diketahui bahwa dari 272 penderita Tifus
abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016,
proporsi menurut tempat tinggal di Kota Medan adalah 91,9% dan di luar Kota
Medan adalah 8,1%. Hal ini disebabkan letak RSU Sundari yang berada di kota,
dan pada umumnya para penderita bertempat tinggal di dekat atau sekitar dari
Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan gejala klinis sewaktu masuk dapat dilihat
abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016,
seluruhnya mengalami gejala demam (100%), nyeri perut (5,9%), mual (4,0%),
bervariasi bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya berpegang pada
gejala atau tanda klinis, akan lebih sulit menegakkan diagnosis Tifus abdominalis
pada anak, terutama pada penderita yang lebih muda, seperti Tifus abdominalis
pada bayi. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit
infkesi akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual,
(100,0%). Penelitian Hasibuan, S.I di RS Sri Pamela Tebing Tinggi (2008) bahwa
Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan status komplikasi dapat dilihat pada
abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016,
sebesar 95,2%, sedangkan ada komplikasi yaitu sebesar 4,8%. Hal ini dikarenakan
RS Tentara tahun 2008 bahwa dari 145 penderita, 91,5% adalah penderita Tifus
Lubuk Pakam tahun 2009 bahwa dari 181 penderita, 97,8% diantaranya adalah
Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan jenis komplikasi dapat dilihat pada
abdominalis pada anak yang mengalami komplikasi dirawat inap di RSU Sundari
Medan Tahun 2016, yang mengalami komplikasi intestinal yaitu 23,1%, dan yang
adalah perforasi usus atau perdarahan usus di tempat nekrosis epitel setempat,
5% pasien, rata-rata pada hari ke-21 sejak awitan penyakit, dengan angka
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa bahwa dari 272 penderita
Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun
2016, hasil diagnostik laboratorium uji tubex® rata-rata adalah skor 4,36 dengan
Standar Deviasi (SD) 0,644. Hasil diagnostik laboratorium uji tubex® paling
rendah adalah skor 4 dan paling tinggi adalah skor 8. Skor tubex® 4 – 5
sedangkan untuk skor ≥6 merupakan positif kuat yang menunjukkan indikasi kuat
Tifus abdominalis.
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa bahwa dari 272 penderita
Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun
2016, lama rawatan rata-rata adalah 5,07 hari dengan Standar Deviasi (SD) 1,719
hari . Lama rawatan paling lama adalah 17 hari dan paling singkat adalah 1 hari.
Lama rawatan rata-rata yang singkat ini dapat dikaitkan dengan status
penderita cenderung lama, dan sumber biaya yang berasal dari biaya sendiri
Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan sumber biaya dapat dilihat pada gambar
berikut ini :
Dari gambar 5.8 dapat diketahui bahwa dari 272 penderita Tifus
abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016,
proporsi berdasarkan sumber biaya tertinggi adalah bukan biaya sendiri (BPJS,dll)
sebesar 79,4% dan terendah adalah biaya sendiri sebesar 20,6%. Hal ini
menunjukkan bahwa RSU Sundari Medan adalah salah satu rumah sakit yang
Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat
90%
77.2%
80%
70%
60%
Proporsi
50%
40%
30% 21.7%
20%
10% 1.1%
0%
Pulang Berobat Jalan Pulang Atas Permintaan Rujuk di
Sendiri/Pulang Atas
Permintaan Orang Tua
Keadaan Sewaktu Pulang
abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016,
masih ditemukan Salmonella Typhi setelah 2 bulan dan 10% masih ditemukan
pada bulan ke-3 serta 3% masih ditemukan setelah 1 tahun (Sudoyo & Setiyohadi,
2006), sehingga penderita Tifus abdominalis yang telah dinyatakan sembuh harus
memiliki alasan diantaranya karena tidak ada biaya, ada urusan keluarga, ingin
L.Tobing Sibolga Januari 2010-Juli 2012, bahwa dari 181 penderita Tifus
jalan (PBJ) 84,0%. Hasil penelitian Harahap, N., di RSUD Deli Serdang Lubuk
Pakam tahun 2009, bahwa dari 185 penderita Tifus abdominallis 93,5% pulang
berobat jalan.
Proporsi umur penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di
RSU Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan status komplikasi dapat dilihat pada
60%
53.8%
50% 45.2%
38.5% Anak Bayi (<1 tahun)
Proporsi
40% 37.5%
abdominalis pada anak dengan ada komplikasi 7,7% pada umur <1 tahun (anak
bayi), 38,5% pada umur 1-4 tahun (anak balita), dan 53,8% pada umur 6-18 tahun
(anak usia sekolah). Dari 259 penderita Tifus abdominalis pada anak dengan
tidak ada komplikasi 11,6% pada umur <1 tahun (anak bayi), 37,5% berada pada
umur 1-4 tahun (anak balita), 5,8% pada umur 5 tahun (anak prasekolah, dan
memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 3 sel (37,5%) yang memiliki
nilai expected count kurang dari 5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher
diperoleh nilai p>0,05 yang artinya secara statistik tidak ada perbedaan yang
dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan status komplikasi
60% 56.4%
50% 46.2%
43.6%
40%
Proporsi
30%
Laki-laki
20% Perempuan
10% 5.8%
0%
Ada Tidak
Status Komplikasi
abdominalis pada anak dengan ada komplikasi 46,2% adalah laki-laki, dan 53,8%
adalah perempuan. Dari 259 penderita Tifus abdominalis pada anak dengan tidak
syarat untuk dilakukan karena tidak terdapat sel yang memiliki nilai expected
count kurang dari 5, dan diperoleh nilai p> 0,05 artinya secara statistik tidak ada
komplikasi.
dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan status komplikasi
Ada 6.08
Status Komplikasi
Tidak 5.02
0 1 2 3 4 5 6 7
Lama Rawatan Rata-rata (hari)
abdominalis pada anak dengan komplikasi memiliki lama rawatan rata-rata 6,08
hari dan 259 penderita dengan tidak komplikasi memiliki lama rawatan rata-rata
5,02 hari.
berdistribusi normal), diperoleh nilai p>0,05 yang berarti tidak ada perbedaan
dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan sumber biaya dapat
0 1 2 3 4 5 6
Lama Rawatan Rata-rata (hari)
abdominalis pada anak dengan biaya sendiri memiliki lama rawatan rata-rata 4,05
hari dan 216 penderita dengan bukan biaya sendiri (BPJS,dll) memiliki lama
berdistribusi normal), diperoleh nilai p<0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang
yang dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan sumber biaya
100%
88.0%
90%
80%
70% 64.3%
60%
Proporsi
50% PBJ
40% 35.7% PAPS/PAPOT
30% RUJUK DI
20%
10.6%
10%
0% 1.4%
0%
Biaya Sendiri Bukan Biaya Sendiri (BPJS,dll)
Sumber Biaya
abdominalis pada anak dengan biaya sendiri 35,7% adalah pulang berobat jalan,
dan 64,3% adalah pulang atas permintaan sendiri atau pulang atas permintaan
orang tua. Dari 216 penderita Tifus abdominalis pada anak yang menggunakan
bukan biaya sendiri (BPJS,dll) 88,0% adalah pulang berobat jalan, 10,6% adalah
pulang atas permintaan sendiri atau pulang atas permintaan orang tua, dan 1,4%
memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 2 sel (33,3%) yang memiliki
nilai expected count kurang dari 5, kemudian dilanjutkan dengan uji Exact Fisher
diperoleh nilai p<0,05 yang artinya secara statistik terdapat perbedaan yang
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
proporsi menurut kategori umur tertinggi adalah umur 6-18 tahun (Anak
6.1.2 Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
Sundari Medan Tahun 2016 berdasarkan gejala klinis sewaktu masuk yang
tertinggi adalah demam (100%), dan terendah adalah anoreksia dan perut
kembung (0,4%).
6.1.3 Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
6.1.4 Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun
6.1.6 Lama rawatan rata-rata penderita Tifus abdominalis pada anak yang
dirawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016 adalah 5,07 hari.
72
Universitas Sumatera Utara
73
6.1.7 Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
6.1.8 Proporsi penderita Tifus abdominalis pada anak yang dirawat inap di RSU
6.1.9 Tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi kelompok umur
6.1.10 Tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi jenis kelamin
6.1.11 Tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata
6.2 Saran
6.2.1 Diharapkan kepada pihak RSU Sundari Medan agar lebih meningkatkan
6.2.2 Diharapkan kepada bagian Rekam Medik RSU Sundari Medan untuk lebih
Crump, J.A., dkk. 2004. The Global Burden of Typhoid Fever. Buletin WHO.
http://www who.int. (Diakses pada 5 April 2017).
40
Rampengan, T.H. 2007. Penyakit Tropik pada Anak. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Simanjuntak, A.B. 2012. Karakteristik Penderita Tifus Abdominalis Dengan
Pemeriksaan Test Widal Rawat Inap di RSU Dr. Ferdinand Lumban
Tobing Sibolga Januari 2010-Juli 2012. Skripsi FKM USU.
RSU Sundari Medan. 2017. Profil Rumah Sakit Sundari Medan.
Soeijanto, S., dkk.. 2002. Demam Tifoid Ilmu Penyakit Anak Diagnosis dan
Penatalaksanan. Jakarta: Salemba Medika.
Sudoyo, A.W dan Bambang Setiyohadi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi IV. Jakarta: FK UI.
Wahab, S, dkk.. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Volume 1. Jakarta : EGC.
Keterangan : = sampel
Karakteristik Penderita Tifus Abdominalis pada Anak yang DIrawat Inap di RSU Sundari Medan Tahun 2016
GEJALA KLINIS
L.Rawatan (hari)
Kt.Jn.Komplikasi
Jn.Komplikasi
St.Komplikasi
K.S.Pulang
J. kelamin
T. Tinggal
Badan Lemah
S.Biaya
Umurk
Lidah Kotor
P.Kembung
Tubex
Umur
Konstipasi
Anoreksia
Ny.Perut
No.
Muntah
Demam
Ag
Diare
1. 7 thn 4 2 1 1 1 2 Mual
2 2 2 2 2 2 2 2 2 - - 4 5 2 1
2. 9 thn 4 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 Anemia 5 5 2 1
3. 4 thn 2 2 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 - - 4 5 2 1
4. 10 bln 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 GE 4 17 1 1
5. 4 thn 2 1 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 - - 4 5 2 1
6. 1 thn 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 - - 4 3 2 2
7. 9 thn 4 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 - - 4 6 2 1
8. 14 thn 4 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 - - 5 6 2 1
9. 3 bln 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 - - 4 5 1 1
10. 16 thn 4 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 - - 4 5 2 1
11. 11 bln 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 - - 4 6 1 1
12. 7 thn 4 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 - - 4 6 1 1
Frequencies
Statistics
Umur Kategorik Jenis Kelamin Agama Tempat Tinggal
Valid 272 272 272 272
N
Missing 0 0 0 0
Statistics
Gejala Demam Gejala Nyeri Gejala Mual Gejala Muntah Gejala
Perut Anoreksia
Valid 272 272 272 272 272
N
Missing 0 0 0 0 0
Statistics
Gejala Lidah Gejala Gejala Diare Gejala Perut Gejala Badan
Kotor Konstipasi Kembung Lemah
Valid 272 272 272 272 272
N
Missing 0 0 0 0 0
Statistics
Status Komplikasi Kategori Jenis Sumber Biaya Keadaan Sewaktu
Komplikasi Pulang
Valid 272 13 272 272
N
Missing 0 259 0 0
Umur Kategorik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
<1 tahun (Anak Bayi) 31 11.4 11.4 11.4
1-4 tahun (Anak Balita) 102 37.5 37.5 48.9
5 tahun (Anak Usia
15 5.5 5.5 54.4
Valid Prasekolah)
6-18 tahun (Anak Usia
124 45.6 45.6 100.0
Sekolah)
Total 272 100.0 100.0
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Laki-laki 152 55.9 55.9 55.9
Valid Perempuan 120 44.1 44.1 100.0
Total 272 100.0 100.0
Agama
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Islam 243 89.3 89.3 89.3
Kristen Protestan 25 9.2 9.2 98.5
Valid Kristen Katolik 3 1.1 1.1 99.6
Hindu 1 .4 .4 100.0
Total 272 100.0 100.0
Gejala Demam
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Ya 272 100.0 100.0 100.0
Gejala Mual
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Ya 11 4.0 4.0 4.0
Valid Tidak 261 96.0 96.0 100.0
Total 272 100.0 100.0
Gejala Anoreksia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Ya 1 .4 .4 .4
Valid Tidak 271 99.6 99.6 100.0
Total 272 100.0 100.0
Gejala Konstipasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Ya 2 .7 .7 .7
Valid Tidak 270 99.3 99.3 100.0
Total 272 100.0 100.0
Gejala Diare
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Ya 48 17.6 17.6 17.6
Valid Tidak 224 82.4 82.4 100.0
Total 272 100.0 100.0
Status Komplikasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Ada 13 4.8 4.8 4.8
Valid Tidak Ada 259 95.2 95.2 100.0
Total 272 100.0 100.0
Frequencies
Statistics
Hasil Diagnostik Lama Rawatan
Uji Tubex Rata-Rata (Hari)
Valid 272 272
N
Missing 0 0
Mean 4.36 5.07
Std. Deviation .644 1.719
Minimum 4 1
Maximum 8 17
Count 13
Ada Expected Count 13.0
% within Status Komplikasi 100.0%
Status Komplikasi
Count 259
Tidak Ada Expected Count 259.0
% within Status Komplikasi 100.0%
Count 272
Total Expected Count 272.0
% within Status Komplikasi 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 1.125 3 .771 .832
Likelihood Ratio 1.851 3 .604 .787
Fisher's Exact Test .406 1.000
b
Linear-by-Linear Association .233 1 .630 .709 .365
N of Valid Cases 272
Chi-Square Tests
Point Probability
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association .090b
N of Valid Cases
a. 3 cells (37.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .72.
b. The standardized statistic is -.482.
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square .524 1 .469 .571 .329
b
Continuity Correction .192 1 .662
Likelihood Ratio .520 1 .471 .571 .329
Fisher's Exact Test .571 .329
c
Linear-by-Linear Association .522 1 .470 .571 .329
N of Valid Cases 272
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.74.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is -.723.
Descriptives
Statistic Std. Error
Mean 5.07 .104
Descriptives
Status Komplikasi Statistic Std. Error
Mean 6.08 .937
Lower Bound 4.04
95% Confidence Interval for Mean
Upper Bound 8.12
5% Trimmed Mean 5.64
Median 5.00
Variance 11.410
Ada Std. Deviation 3.378
Minimum 3
Maximum 17
Range 14
Interquartile Range 1
a
Test Statistics
Lama Rawatan
Rata-Rata (Hari)
Mann-Whitney U 1386.000
Wilcoxon W 35056.000
Z -1.141
Asymp. Sig. (2-tailed) .254
a. Grouping Variable: Status Komplikasi
Ranks
Sumber Biaya N Mean Rank Sum of Ranks
Biaya Sendiri 56 83.64 4684.00
Lama Rawatan Rata-Rata Bukan Biaya Sendiri
216 150.20 32444.00
(Hari) (BPJS,dll)
Total 272
a
Test Statistics
Lama Rawatan
Rata-Rata (Hari)
Mann-Whitney U 3088.000
Wilcoxon W 4684.000
Z -5.990
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Sumber Biaya
Crosstabs
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 75.485 2 .000 .000
Likelihood Ratio 65.607 2 .000 .000
Fisher's Exact Test 64.230 .000
b
Linear-by-Linear Association 56.203 1 .000 .000 .000
N of Valid Cases 272
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .62.
b. The standardized statistic is -7.497.