Anda di halaman 1dari 4

Sejarah kebangkitan kapitalisme dan industrialisasi di Indonesia terjadi pada tahun 1966, ketika Orde

Baru mulai menjalankan kekuasaannya. Tahun 1966 merupakan tonggak sejarah penting bagi bangsa
Indonesia, bukan saja dalam konteks politik tetapi juga dalam konteks ekonomi. Gaya kepemimpinan
otoriter Presiden Soeharto yang didukung oleh pejabat militer dan teknokrat, yang lebih
mengedepankan pertumbuhan ekonomi, membawa konsekuensi kepada kebijakan-kebijakan ekonomi
dan politik yang cenderung memihak kepada kepentingan pemilik modal, baik investor domestik yang
didominasi oleh pengusaha etnik Tionghoa, maupun investor asing yang berasal dari negaranegara maju
seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perjalanan aktivitas bisnis kelompok pengusaha besar di Indonesia baik
pengusaha pribumi, maupun pengusaha keturunan Tionghoa sangat bergantung kepada kaitan-kaitan
antara politik dan ekonomi yang dijalankan oleh pemerintah Orde Baru. Kaitan-kaitan ini berhasil
menciptakan lingkungan ideologi politik dan lingkungan ekonomi yang mau menerima upaya-upaya
berorientasi kapitalisme yang dijalankan elit kekuasaan Orde Baru.

Pertumbuhan industri manufaktur yang mendorong pertumbuhan ekonomi Orde Baru sangat
bergantung pada aturan permainan yang disepakati antara para kapitalis lokal, pejabat pemerintah, dan
sumber-sumber modal asing, dengan dukungan sistem mekanisme pasar. Perusahaan kecil dan
menengah dapat saja memasok barang dan jasa kepada perusahaan besar, apabila akses pasar dan
investasi terbuka, tetapi peluang-peluang perusahan kecil dan menengah pada masa Orde Baru itu
muncul dari landasan yang dibangun pada tingkat pemerintah nasional yang prokapitalis.

2. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190919130113-92-431975/karhutla-gambaran-
kegagalan-praktik-sawit-berkelanjutan
Dugaan praktik sawit yang tidak berkelanjutan sebagai penyebab karhutla diperkuat setelah KLHK
menyegel 42 lahan perusahaan dan satu lahan milik individu yang diduga terlibat dalam karhutla
pada pekan lalu. Bahkan, empat korporasi ditetapkan sebagai tersangka.

"Empat korporasi ini adalah PT ABP yang bergerak di perkebunan sawit Kalimantan Barat, kedua
PT AER juga perkebunan sawit di Kalimantan Barat, ketiga PT SKN, dan keempat PT KS di
Kalimantan Tengah," ujar Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Rasio Ridho Sani.

Dalam keterangan tertulis pada awal pekan ini, Pelaksana Harian Pusat Data Informasi dan Humas
BNPB Agus Wibowo menyampaikan dugaan Kapolri Jenderal Tito Karnavian terkait unsur
kesengajaan dalam pola karhutla saat mengunjungi lokasi karhutla Kabupaten Pelalawan, Provinsi
Riau, Minggu (15/9) lalu. Hal itu mengingat areal yang terbakar hanya hutan, sementara areal kebun
sawit dan tanaman lainnya tidak terbakar.

"85 persen areal kebakaran berada di luar konsensi sawit," ujarnya.

Laporan Bupati Pelalawan menyatakan bahwa 80 wilayah karhutla selalu berubah menjadi lahan
perkebunan sawit atau tanaman industri lainnya.
Laporan Bupati Pelalawan menyatakan bahwa 80 wilayah karhutla selalu berubah menjadi lahan
perkebunan sawit atau tanaman industri lainnya.

3. https://nasional.kompas.com/read/2019/09/18/09532771/bnpb-80-persen-lahan-terbakar-berubah-
jadi-lahan-perkebunan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Doni Monardo mengatakan, kebakaran
hutan dan lahan ( karhutla) disebabkan oleh manusia dengan motif land clearing. Motif pembakaran
tersebut diterapkan karena lebih murah. Doni bahkan menyebutkan bahwa 80 persen lahan yang
terbakar berubah menjadi lahan perkebunan. "Sebesar 99 persen karhutla akibat ulah manusia, 80
persen lahan terbakar berubah menjadi lahan perkebunan," ujar Doni dalam keterangan tertulis
yang diterima, Rabu (18/9/2019).

Pembukaan lahan dengan cara dibakar itu disinyalir untuk digunakan sebagai perkebunan kelapa
sawit. Indonesia sendiri saat ini memiliki 14,3 juta hektar perkebunan kelapa sawit.

4. Luas kebakaran hutan dan lahan 2014

2014 = 44.441,36

2015 = 2.611.411.44

2016 = 436.363,19

2017 = 165.483,92

2018 = 510.564,21

2019 = 135.749

Dalam hektar, data sampai 9 sep 2019

3. https://politik.rmol.id/read/2019/02/18/379096/siapa-taipan-yang-menguasai-kelompok-
perusahaan-sawit-di-indonesia

Kelompok perusahaan itu dikendalikan 29 taipan yang perusahaan induknya terdaftar di bursa
efek, baik di Indonesia dan luar negeri. Dimana dalam proses penguasaan dan penerbitan
HGU-nya masih menyisakan segudang masalah bagi masyarakat adat dan petani sampai
sekarang.

Zubeir membukan siapa para taipan yang dalam bahasa Jepang artinya tuan besar, yang
menguasai kelompok perusahaan sawit di Indonesia.

Mereka adalah Grup Wilmar (dimiliki Martua Sitorus Dkk), Sinar Mas (Eka Tjipta Widjaja), Raja
Garuda Mas (Sukanto Tanoto), Batu Kawan (Lee Oi Hian asal Malaysia), Salim (Anthoni Salim),
Jardine Matheson  (Henry Kaswick, Skotlandia), Genting (Lim Kok Thay, Malaysia), Sampoerna
(Putera Sampoerna), dan Surya Dumai (Martias dan Ciliandra Fangiono).

Lalu Grup Anglo-Eastern (Lim Siew Kim, Malaysia), Austindo (George Tahija), BW Plantation-
Rajawali (Peter Sondakh), Darmex Agro (Surya Darmadi), DSN (TP Rachmat dan Benny
Subianto), Gozco (Tjandra Gozali), Harita (Lim Hariyanto Sarwono), IOI (Lee Shin Cheng,
Malaysia), Kencana Agri (Henry Maknawi), Musim Mas (Bachtiar Karim), Sungai Budi (Widarto
dan Santosa Winata), Tanjung Lingga (Abdul Rasyid), Tiga Pilar Sejahtera (Priyo Hadi,
Stefanus Joko, dan Budhi Istanto).

Di samping itu, perusahaan Luhut Binsar Pandjaitan sejak tahun 2005, Grup Toga Sejahtera
Kalimantan Timur (Kaltim), PT Perkebunan Kaltim Utama I (PKU) dan PT Kutai Energi, disebut-
sebut telah mengambil 1.300,59 hektar. Izin lokasi diterbitkan oleh Bupati Kutai Kartanegara
dengan nomor 10/DPtn/UM-10/V-2004, tanpa sosialisasi dan pembebasan tanah kepada
kelompok tani dan masyarakat adat.

https://www.mongabay.co.id/2015/02/13/wah-29-taipan-kuasai-5-juta-hektar-lebih-lahan-sawit/

Dari 25 grup perusahaan sawit ini, memiliki 5,1 juta hektar, dan baru ditanami 3,1
juta hektar. Berarti masih 40% lahan 25 grup bisnis belum ditanami, antara lain milik
Sinar Mas Group, Triputra Group, Musim Mas Group, Surya Dumai Group dan
Jardine Matheson Group. Lahan-lahan sawit ini tersebar di beberapa provinsi
seperti Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat dan lain-
lain.

Rahmawati Retno Winarni, Direktur Program TuK Indonesia mengatakan, kondisi


saat ini saja, pengembangan sawit telah menciptakan banyak masalah, dari
konversi hutan, pencemaran sampai konflik-konflik sosial di masyarakat.

https://nasional.tempo.co/read/642351/29-taipan-sawit-kuasai-lahan-hampir-setengah-pulau-
jawa/full&view=ok

Siapa para taipan–yang dalam bahasa Jepang artinya tuan besar–yang


menguasai kelompok perusahaan sawit itu? Mereka adalah Grup Wilmar
(dimiliki Martua Sitorus dkk), Sinar Mas (Eka Tjipta Widjaja), Raja Garuda
Mas (Sukanto Tanoto), Batu Kawan (Lee Oi Hian asal Malaysia), Salim
(Anthoni Salim), Jardine Matheson  (Henry Kaswick, Skotlandia), Genting 
(Lim Kok Thay, Malaysia), Sampoerna (Putera Sampoerna), Surya Dumai
(Martias dan Ciliandra Fangiono), dan Provident Agro (Edwin Soeryadjaya
dan Sandiaga Uno).

Lalu Grup Anglo-Eastern (Lim Siew Kim, Malaysia), Austindo (George


Tahija), Bakrie  (Aburizal Bakrie), BW Plantation-Rajawali (Peter Sondakh),
Darmex Agro (Surya Darmadi), DSN (TP Rachmat dan Benny Subianto),
Gozco (Tjandra Gozali), Harita (Lim Hariyanto Sarwono), IOI (Lee Shin
Cheng, Malaysia), Kencana Agri (Henry Maknawi), Musim Mas (Bachtiar
Karim), Sungai Budi (Widarto dan Santosa Winata), Tanjung Lingga (Abdul
Rasyid), Tiga Pilar Sejahtera (Priyo Hadi, Stefanus Joko, dan Budhi Istanto),
dan Triputra (TP Rachmat dan Benny Subianto).
Di antara mereka, kelompok perusahaan yang paling besar memiliki lahan
sawit adalah Grup Sinar Mas, Grup Salim, Grup Jardine Matheson, Grup
Wilmar, dan Grup Surya Dumai. Riset yang dilakukan TuK Indonesia dan
Profundo menemukan bahwa ke-25 kelompok perusahaan ini menguasai 62
persen lahan sawit di Kalimantan (terluas di Kalimantan Barat, diikuti
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur). Kemudian 32 persen di
Sumatera (terluas di Riau diikuti Sumatera Selatan), 4 persen di Sulawesi,
dan 2 persen di Papua.

Ekspansi perkebunan kelapa sawit di Tanah Air memang besar-besaran.


“Dalam 5 tahun pertumbuhannya 35 persen,” kata Jan Willem van Gelder,
Direktur Profundo, lembaga riset ekonomi yang berkedudukan di
Amsterdam. Pada 2008, luas perkebunan sawit sebanyak 7,4 juta hektare
dan saat ini mencapai 10 juta hektare. “Rata-rata setahun pertambahannya
520.000 hektare atau seluas Pulau Bali.”

Direktur Eksekutif TuK Indonesia, Norman Jiwan, menjelaskan ekspansi


dalam skala yang luar biasa tersebut menciptakan masalah lingkungan dan
sosial yang serius. Hal itu dimulai dari  konversi sejumlah besar hutan yang
berharga, terancam punahnya habitat spesies yang dilindungi, dan emisi gas
rumah kaca karena pengembangan lahan gambut.

Belum lagi, banyak masyarakat kehilangan akses terhadap tanah yang


sangat penting untuk hidupnya. "Padahal tanah itu bagian dari kelangsungan
hidup, hak hukum atau adat selama beberapa generasi," kata Norman.
Selain itu, konflik lahan sering kali terjadi antara warga dengan pengelola
perkebunan.

4. data luas kelapa sawit


Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Tanaman dan Perkebunan,
Kementerian Pertanian pada 2018, total area kelapa sawit Indonesia seluas 14,3
juta Ha.

Anda mungkin juga menyukai