Anda di halaman 1dari 19

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pertumbuhan dan Perkembangan


1. Definisi Pertumbuhan
adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
intraseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan strukur tubuh
sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan
panjang dan berat (Kementrian Kesehatan RI, 2012).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill)
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur sebagai hasil dari proses pematangan, disini
menyangkut adanya proses diferensiensi dari sel-sel tubuh, jaringan
tubuh, organ-organ dan system organ yang berkembang sedemikian
rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk
juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 2016).
2. Ciri-ciri dan Prinsip-Prinsip Tumbuh Kembang Anak
Proses tumbuh kembang anak mempunyai beberapa ciri-ciri
yang saling berkaitan. Ciri ciri tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perkembangan menimbulkan perubahan Perkembangan terjadi
bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap pertumbuhan disertai
dengan perubahan fungsi.
b. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan
perkembangan selanjutnya.Setiap anak tidak akan bisa melewati satu
tahap perkembangan sebelum ia melewati tahapan sebelumnya.
Sebagai contoh, seorang anak tidak akan bisa berdiri jika
pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi
berdiri anak terhambat. Karena itu perkembangan awal ini
merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan
selanjutnya.
c. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang
berbeda. Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai
kecepatan yang berbeda beda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun
perkembangan fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing
anak.
d. Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan Saat
pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian,
terjadi peningkatan mental, memori, daya nalar, asosiasi dan lain-
lain. Anak sehat, bertambah umur, bertambah berat dan tinggi
badannya serta bertambah kepandaiannya.
e. Perkembangan mempunyai pola yang tetap. Perkembangan fungsi
organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang tetap, yaitu:
1) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian
menuju ke arah kaudal anggota tubuh.
2) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerak
kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang
mempunyai kemampuan gerak halus.
3) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan.
Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur dan
berurutan, misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran
sebelum mampu membuat gambar kotak, anak mampu berdiri
sebelum berjalan dan sebagainya (Depkes RI, 2016).
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang
Anak
Terdapat 2 faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh
kembang anak, yaitu:
a. Faktor genetik.
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai akhir
proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang
terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat
ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan
intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas,
jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya
pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik antara lain adalah
berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis
kelamin, suku bangsa atau bangsa.
b. Faktor lingkungan.
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan
tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup
baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan,
sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan
ini merupakan lingkungan “bio-fisio-psiko-sosial” yang
mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai
akhir hayatnya (Soetjiningsih, 2016).
Menurut Marmi & Kukuh Rahardjo tahun 2015 ada 2 Faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, yaitu:
1) Faktor herediter
Merupakan faktor pertumbuhan yang dapat diturunkan yaitu:
suku, ras dan jenis kelamin. Jenis kelamin ditentukan sejak
dalam kandungan. Anak laki-laki setelah lahir cenderung lebih
besar dan tinggi dari anak perempuan, hal ini nampak saat anak
sudah mengalami masa pra-pubertas. Ras dan suku juga
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Misalnya suku
Asia memiliki tubuh lebih pendek daripada orang Eropa atau
suku Asmat dan Irian berkulit hitam.
2) Faktor lingkungan
a) Lingkungan pra-natal
Kondisi lingkungan yang mempengaruhi fetus dalam uterus yang
dapat menggangu pertumbuhan dan perkembangan janin antara lain
ganguan nutrusi karena ibu kurang mendapat assupan gizi yang baik,
gangguan endokrin pada ibu (diabetes meillitus), dll. Faktor
lingkungan yang lainadalah radiasi yang dapat menyebabkan
kerusakan pada organ otak janin.
b) Lingkungan pos-natal
Lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan setelah bayi lahit adalah :
(1) Nutrisi
Adalah salah satu komponen yang sangat berpengaruh
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Terdapat
kebutuhan zat gizi yang diperlukan seperti: protein, karbohidrat,
lemak, mineral, vitamin dan air.
(2)Budaya lingkungan
Budaya lingkungan atau masyarakat akan mempengaruhi.
Pola prilaku ibu hamil dipengaruhi oleh budaya yang dianutnya,
misalnya larangan untuk makan makanan tertentu padahal zat
gizi tersebut dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan
janin.
(3) Status sosial dan ekonomi
keluarga Anak yang dibesarkan di keluarga yang
berekonomi tinggi untuk pemenuhan kebutuhan gizi akan
terpenuhi dengan baik di bandingkan dengan anak yang di
besarkan di keluarga yang berekonomi sedang atau kurang.
Demikian juga dengan pendidikan orangtua, keluarga dengan
pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima arahan terutama
tentang peningkatan pertumbuhan dan perkembangan anak,
penggunaan fasilitas dan lain-lain dibandingkan dengan keluarga
latar belakang pendidikan rendah.
(4) Iklim atau cuaca
Iklim tentu akan mempengaruhi status kesehatan anak
misalnya musim penghujan akan dapat menimbulkan banjir
sehingga menyebabkan sulitnya transportasi untuk mendapatkan
makanan, timbul penyakit menular, dan penyakit kulit yang
dapat menyerang bayi dan anak-anak.
(5) Olahraga atau latihan fisik
Manfaat olahraga atau latihan fisik yang teratur akan
meningkatkan sirkulasi darah sehingga meningkatkan suplai
oksigen ke seluruh tubuh, meningkatkan aktivitas fisik dan
menstimulasi perkembangan otot dan jaringan sel.
(6) Posisi anak dalam keluarga
Sebagai anak tunggal, sulung, anak tengah atau anak bungsu
akan mempengaruhi pola perkembangan anak tersebut diasuh
dan di didik dalam keluarga.
(7) Status dalam kesehatan
Status kesehatan pada anak dapat berpengaruh pada
pencapaian pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini dapat
terlihat apabila anak dalam kondisi sehat maka percepatan
pertumbuhan dan perkembangan lebih mudah dibandingan
dengan anak yang sakit.
(8) Faktor hormonal
Berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak
adalah yang berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan tinggi
badan, hormon tiroid dengan menstimulasi metabolisme tubuh
glukokortiroid yang berfungsi menstimulasi pertumbuhan sel.
4. Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau
a. Gerak kasar atau motorik kasar
adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-
otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.
b. Gerak halus atau motorik halus
adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
melakukan gerakan yang melibatkan bagianbagian tubuh tertentu
dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti mengamati sesuatu,
menjimpit, menulis, dan sebagainya.
c. Kemampuan bicara dan bahasa
adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk
memberikan respons terhadap suara, berbicara, berkomunikasi,
mengikuti perintah dan sebagainya.
d. Sosialisasi dan kemandirian
adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri
anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain},
berpisah dengan ibu atau pengasuh anak, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya (Depkes RI,
2016).
5. Ganguan Tumbuh Kembang Anak
a. Gangguan bicara dan bahasa.
Gangguan perkembangan bicara dan bahasa merupakan
gangguan yang sering ditemukan pada anak. Kemampuan
berbicara merupakan indikator seluruh perkembangan anak,
karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan
atau kerusakan pada sistem lainnya. Hal ini akan melibatkan
aspek kognitif, motorik, psikologis, emosi dan lingkungan
sekitar anak. Kurangnya stimulasi akan dapat menyebabkan
gangguan bicara dan berbahasa bahkan dampaknya akan
menetap (Soetjiningsih, 2016).
b. Gangguan Autisme
Merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak
yang gejalanya muncul sebelum anak usia 3 tahun. Pervasif
berarti meliputi seluruh aspek perkembangan sehingga gangguan
tersebut sangat luas dan berat yang mempengaruhi anak secara
mendalam. Gangguan perkembangan yang ditemukan pada
autisme mencakup bidang interaksi sosial, komunikasi dan
perilaku (Sulistyawati, Ari. 2014).
c. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
Merupakan gangguan dimana anak mengalami kesulitan
untuk memusatkan perhatian dan seringkali disertai dengan
hiperaktivitas(Kementrian Kesehatan RI, 2016)
B. Stimulasi Dini Perkembangan Anak
Menurut Kementrian Kesehatan RI, 2016 mengatakan bahwa
stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur
0-6 tahun Kemampuan dasar anak yang dirangsang dengan stimulasi
terarah adalah kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak halus,
kemampuan bicara dan bahasa serta kemampuan sosialisasi dan
kemandirian (Depkes RI, 2012).
agar anak tumbuhdan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu
mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terusmenerus pada
setiap kesempatan.

Jadwal dan jenis kegiatan deteksi dini pertumbuhan dan


perkembangan pada balita dan anak praekolah

Umur Jenis deteksi tumbuh kembang yang harus dilakukan


anak Deteksi dini Deteksi dini Deteksi dini
penyimpangan penyimpangan penyimpangan mental
pertumbuhan perkembangan emosiona
BB/ LK KPSP TDD TDL KMME CHAT GPPH
TB
0 bln  
3 bln    
6 bln    
9 bln    
12 bln    
15 bln  
18 bln     
21 bln    
24 bln     
30 bln      
36 bln        
42 bln       
48 bln       
54 bln       
60 bln       
66 bln       
72 bln       
Stimulasi pada anak umur 60-72 bulan:
a. Kemampuan gerak kasar
1) Stimulasi yang perlu dilakukan:
dorong agar anak dan temnnya main bola, permainan menjaga
keseimbangan tubuh, berlari, lompat dengan satu kaki, lompat
jauh dan sebagainya.
2) Naik sepeda, bermain sepatu roda:
ajari anak naik sepeda atau bermain sepatu roda. Berithu
anak hal-hal untuk meamanannya. Bila anak sudah bisa naik
sepeda atau main sepatu roda dan mengerti serta mematuhi
peraturan untuk keselamatan dan keamanan, beri anak
kesempatan naik sepeda atau main sepatu roda gak jauh dri
rumah.
b. Kemampuan gerak halus
1) Stimulasi yang perlu dilanjutkan:
bantu anak menulis namanya, kata-kata pendek serta
angka-angka, ajak anak bermain “berhitung” dan buat
anak mau menggambar, berhitung, memilih,
mengelompokkan, menggunting, bermain puzzle, dan
lain-lain.
2) Mengerti urutan kegiatan
3) Berlatih mengingat-ingat
4) Membuat sesuatu dari tanah liat atau lilin
5) Bermain “berjualan”
6) Belajar bertukang memakai ppalu, gergaji dan paku
7) Mengumpulkan benda-benda
8) Belajar memask
9) Mengenal kalender
10) Mengenal waktu
11) Menggambar dari berbagai sudut pandang
12) Belajar mengukur
c. Kemampuan bicara dn bahasa
1) Stimulai yang perlu dilanjutkan:
teruskan berlangganan majalah anak tau meminjam buku-
buku anak dari taman bacaan atau perpustakaan. Sering-
sering memaca buku, kemudian dibicarakan bersama.
2) Mengenal benda yang serupa dan berbeda
3) bermain tebak-tebakkan
4) Berlatih mengingat-ingat
5) Menjawab pertanyaan “mengapa?”
6) Mengenal rambu/tanda lau lintas
7) Mengenal uang logam
8) Mengamati atau meneliti keadaan sekitarnya
d. Kemampuan bersosilisasi dan kemandirian
1) Stimulasi kegiatan yang perlu dilakukan:
dorong agar anak berpakaian sendiri, menyimpan
mainannya tanpa bantuan anda, dan membantu kegiatan
di rumah seperti memasak, bersih-bersih rumah dan
sebagainya. Ajak anak berbicara tentang apa yang
dirasakan anak, ikutkan anak dalam acara makan
sekeluarga
2) Berkomunikasi dengan anak
3) Berteman dan bergaul
4) Mematuhi peraturan keluarga (Depkes RI, 2012)
C. Deteksi Dini Tumbuh Kembang
Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah
kegiatan/pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya
penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak prasekolah.
Dengan ditemukan secara dini penyimpangan/masalah tumbuh
kembang anak, maka intervensi akan lebih mudah dilakukan pada
anak (Marmi & Kukuh Rahardjo, 2015).
Ada tiga jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat
dikerjakan oleh tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dan
jaringannya, berupa:
a. Deteksi Dini Penyimpangan Pertumbuhan
1) Pengukuran berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) Tujuan
pengukuraan BB/TB adalah untuk menentukan status gizi anak,
normal, kurus, kurus sekali, atau gemuk.
2) Pengukuran lingkaran kepala anak (LKA) Tujuan pengukuran
lingkaran kepala anak adalah untuk mengetahuilingkaran kepala
anak dalam batas normal atau di luar batas normal. Jadwal
disesuaikan dengan umur anak. Umur 0–11 bulan,
pengukurandilakukan setiap tiga bulan. Pada anak yang lebih besar,
umur 12–72 bulan,pengukuran dilakukan setiap enam bulan.
Pengukuran dan penilaianlingkaran kepala anak dilakukan oleh
tenaga kesehatan terlatih (Andriana Dian, 2017).
Cara mengukur lingkaran kepala :
a) Alat pengukur dilingkarkan pada kepala anak melewati
dahi,menutupi alis mata, diatas kedua telinga, dan bagian
belakang kepalayang menonjol, tarik agak kencang
b) Baca angka pada pertemuan dengan angka O.
c) Tanyakan tanggal lahir bayi/anak, hitung umur bayi/anak.
d) Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkaran kepala menurut
umur dan jenis kelamin anak.
e) Buat garis yang menghubungkan ukuran yang lalu dengan
ukuran sekarang
b. Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan
1) Skrining/pemeriksan perkembangan anak menggunakan kuesioner
Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
Tujuan skrining/pemeriksaan perkembangan anak
menggunakan KPSP adalah untuk mengetahui perkembangan anak
normal atau ada penyimpangan.
Jadwal skrining pemeriksaan KPSP rutin adalah pada umur
3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 43, 48, 60, 66, dan 72 bulan. Jka
anak belum mencapai umur skrining tersebut, minta ibu dating
kembali pada umur skrining yan terdekat untuk pemeriksaan rutin.
Skrining/ pemeriksaan dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru TK
dan petugas PADU terlatih. Interprestasi hasil KPSP:
a) Hitung berapa jumlah jawaban Ya.
b) Jumlah Jawaban „Ya‟ = 9-10, perkembangan anak sesuai dengan
tahap perkembangannya (S)
c) Jumlah Jawaban „Ya‟ = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan
(M)
d) Jumlah Jawaban „Ya‟ = 6 atau kurang, kemungkinan ada
penyimpangan (P)
e) Untuk jawaban „Tidak”, perlu dirinci jumlah jawaban „Tidak‟
menurut jenis keterlambatan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan
bahasa, sosialisasi dan kemandirian).
Intervensi:
1) Bila perkembangan anak sesuai umur (S), lakukan tindakan
berikut:
a) Beri pujian kepada ibu karena telah mengasuh anaknya dengan
baik.
b) Teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahap perkemangan anak.
c) Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering mungkin,
sesuai dengan umur dan kesiapan anak.
d) Ikutkan anak pada kegiatan penimbangan dan pelayanan
kesehatan di posyandu secara teratur sebulan 1 kali dan setiap ada
kegiatan BKB.
e) Lakukan pemeriksaan rutin menggunakan KPSP setiap 3 bulan
pada anak berumur < 24 bulan dan setiap 6 bulan pada anak umur 24
sampai 72 bulan
2) Bila perkembangan anak meragukan (M), lakukan tindakan
berikut:
a) Beri petunjuk pada ibu agar melakukan stimulasi perkembangan
pada anak lebih sering lagi.
b) Ajarkan ibu cara melakukan intervensi stimulasi perkemangan
anak untuk mengatasi penyimpangan/mengejar ketertinggalannya.
c) Laukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari kemungkinan
adanya penyakit yang menyebabkan penyimpangan perkembangan.
d) Lakukan penilaian ulang KPSP 2 minggu kemudian dengan
menggunakan daftar KPSP yang sesuai dengan umur anak.
e) Jika hasil KPSP ulang jawaan „Ya‟ tetap 7 atau 8 maka
kemungkinan ada penyimpangan (P).
3) Bila tahapan perkembangan terjadi penyimpangan (P), lakukan
tindakan berikut:
Rujuk ke Rumah Sakit dengan menuliskan jenis dan jumlah
penyimpangan perkembangan (gerak kasar, gerak halus, bicara &
bahasa, sosialisasi dan kemandirian).
2) Tes Daya Dengar (TDD)
Tujuan tes daya dengar adalah untuk menemukan gangguan
pendengaran sejak dini, agar dapat segera ditindaklanjuti untuk
meningkatkan kemampuan daya dengar dan bicara anak.
Jadwal TDD adalah setiap 3 bulan pada bayi umur kurang
dari 12 bulan dan setiap 6 bulan pada anak umur 12 bulan keatas.
Tes ini dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, guru TK, tenaga PAUD
dan petugas terlatih. Alat yang diperlukan adalah instrumen TDD
menurut umur anak.
Tes Daya Lihat (TDL)
a) Tujuan tes daya lihat adalah untuk mendeteksi secara dini kelainan
daya lihat agar segera dapat dilakukan tindakan lanjutan sehingga
kesempatan untuk memperoleh ketajaman daya lihat menjadi lebih
besar.
b) Jadwal tes daya lihat dilakukan setiap 6 bulan pada anak usia
prasekolah umur 36 sampai 72 bulan. Tes ini dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan, guru TK, tenaga PADU, dan petugas terlatih
lainnya.
c) Alat/sarana yang diperlukan adalah
(1) Ruangan yang bersih, tenang dengan penyinaran yang baik
(2) Dua buah kursi, 1 untuk anak, 1 untuk pemeriksa
(3) Poster ”E” untuk digantung dan kartu ”E” untuk dipegang
anak
(4) Alat penunjuk.
d) Cara melakukan tes daya lihat
(1) Pilih suatu ruangan yang bersih dan tenang, dengan penyinaran yang
baik.
(2) Gantungkan poster ”E” setinggi mata anak pada posisi duduk.
(3) Letakkan sebuah kursi sejauh 3 meter dari poster ”E”, menghadap ke
poster ”E”.
(4) Letakkan sebuah kursi lainnya di samping poster ”E” untuk
pemeriksa.
e) Pemeriksa memberikan kartu ”E” kepada anak.
Latih anak dalam mengarahkan kartu ”E” menghadap atas,
bawah, kiri, dan kanan sesuai yang ditunjuk pada poster ”E” oleh
pemeriksa. Beri pujian setiap kali anak mau melakukannya. Lakukan
hal ini sampai anak dapat mengarahkan kartu ”E” dengan benar.
f) Selanjutnya, anak diminta menutup sebelah matanya dengan buku/
kertas.
g) Dengan alat penunjuk, tunjuk huruf ”E ” pada poster, satu per satu,
mulai baris pertama sampai baris keempat atau baris ”E” terkecil
yang masih dapat dilihat.
h) Puji anak setiap kali dapat mencocokkan posisi kartu ”E” yang
dipegangnya dengan huruf ”E” pada poster.
i) Ulangi pemeriksaan tersebut pada mata satunya dengan cara yang
sama.
j) Tulis baris ”E” terkecil yang masih dapat dilihat, pada kertas yang
telah disediakan.
k) Interpretasi Anak prasekolah umumnya tidak mengalami kesulitan
melihat sampai baris ketiga pada poster ”E”. Apabila kedua mata
anak tidak dapat melihat baris ketiga poster ”E”, artinya tidak dapat
mencocokkan arah kartu ”E” yang dipegangnya dengan arah ”E”
pada baris ketiga yang ditunjuk oleh pemeriksa, kemungkinan anak
mengalami gangguan daya lihat.
1) Intervensi
Apabila kemungkinan anak mengalami gangguan daya lihat, minta
anak datang lagi untuk pemeriksaan ulang. Bila pada pemeriksaan
berikutnya, anak tidak dapat melihat sampai baris yang sarna, atau
tidak dapat melihat baris yang sama dengan kedua matanya, rujuk ke
rumah sakit dengan menuliskan mata yang mengalami gangguan
(kanan, kiri atau keduanya).
a. Deteksi Dini Penyimpangan Mental Emosional
Deteksi dini penyimpangan mental emosional adalah
kegiatan/pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya masalah
mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas pada anak, agar dapat segera dilakukan tindakan
intervensi. Apabila penyimpangan mental emosional terlambat
diketahui, intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan
berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Deteksi ini dilakukan oleh
tenaga kesehatan (Nanny Vivian, 2010).
Ada beberapa jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi
secara dini adanya penyimpangan mental emosional pada anak, yaitu
sebagai berikut.
1) Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME) bagi anak umur 36
bulan sampai 72 bulan.
2) Ceklis Autis Anak Prasekolah (Checklist for Autism in
Toddlers/CHAT) bagi anak umur 18 bulan sampai 36 bulan.
3) Formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas
4) (GPPH) menggunakan Abbreviated Conners Rating Scale bagi anak
umur 36 bulan ke atas.
b. Deteksi Dini Masalah Mental Emosional
pada Anak Prasekolah
1) Tujuannya adalah untuk mendeteksi secara dini adanya
penyimpangan/ masalah mental emosional pada anak pra sekolah .
2) Jadwal deteksi dini masalah mental emosional adalah rutin setiap 6
bulan pada anak umur 36 bulan sampai 72 bulan. Jadwal ini sesuai
dengan jadwal skrining/pemeriksaan perkembangan anak.
3) Alat yang digunakan adalah Kuesioner Masalah Mental Emosional
(KMME) yang terdiri dari 12 pertanyaan untuk mengenali problem
mental emosional anak umur 36 bulan sampai 72 bulan.
4) Cara melakukan
a) Tanyakan setiap pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring,
satu persatu perilaku yang tertulis pada KMME kepada orang
tua/ pengasuh anak. b) Catat jawaban ”Ya”, kemudian hitung
jumlah jawaban ”Ya”.
5) Interpretasi Apabila jawaban ”Ya” hanya 1 (satu)
Lakukan konseling kepada orang tua menggunakan Buku Pedoman
Pola Asuh yang Mendukung Perkembangan Anak.
6) Apabila ada jawaban ”Ya”, kemungkinan anak mengalami masalah
mental emosional.
7) Intervensi
a) Lakukan evaluasi setelah 3 bulan, apabila tidak ada perubahan
rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa/ tumbuh
kembang anak.
b) Apabila jawaban ”Ya” ditemukan 2 (dua) atau lebih Rujuk ke
rumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa/tumbuh kembang
anak. Rujukan harus disertai informasi mengenai jumlah dan
masalah mental emosional yang ditemukan.
Tujuan tes daya lihat adalah untuk mendeteksi secara dini
kelainan daya lihat agar segera dapat dilakukan tindakan lanjutan
sehingga kesempatan untuk memperoleh ketajaman daya lihat
menjadi lebih besar.
Jadwal tes daya lihat dilakukan setiap 6 bulan pada anak usia
prasekolah umur 36 sampai 72 bulan. Tes ini dilakukan oleh tenaga
kesehatan, guru TK, dan petugas terlatih. Alat atau sarana yang
diperlukan yaitu dua buah kursi, poster E atau snellen chart (Depkes
RI, 2012). Cara melakukan tes daya lihat :
a) Pilih ruangan yang bersih dan tenang
b) Gantung poster E setinggi mata anak pada posisi duduk
c) Letakkan sebuah kursi sejauh 3 meter dari poster E menghadap
ke poster E.
d) Letakkan sebuah kursi lainnya disamping poster E untuk
pemeriksa.
e) Pemeriksa memberikan kartu E pada anak, latih anak dalam
mengarahkan kartu E yang ada ditangannya mengahadap atas,
bawah, kanan, kiri, sesuai petunjuk pada poster E atau snellen
chart. lakukan hal ini dengan benar sampai anak dapat mengarah
kan kartu E dengan benar.
f) Selanjutnya anak diminta menutup mata dengan kertas atau
buku, dengan alat penunjuk, tunjuk huruf E pada poster E atau
snellen chart, satu persatu, mulai baris pertama sampai baris
keempat atau baris E terecil yang masih dapat dilihat. Puji anak
setiap kali dapat mencocokkan kartu E yang ada di tangannya
dengan yang ada di poster E atau snellen chart. Ulangi
pemeriksaan tersebut pada mata yang belum diperiksa dengan
cara yang sama.
g) Tulis baris “E” terkecil yang masih dapat dilihat, pada kertas
yang telah tersediakan: Mata kanan :………. Mata kiri:………
Interpretasi hasil pemeriksaan TDL yaitu bila kedua mata
anak tidak dapat melihat baris ketiga poster E, artinya anak tidak
dapat mencocokkan arah kartu E yang dipegangnya dengan
yang ada pada poster E pada baris ketiga yang ditunjuk oleh
pemeriksa. Kemungkinan anak mengalami gengguan daya lihat.
Intervensi yang dilakukan bila kemungkinan anak mengalami
gangguan penglihatan maka minta anak datang lagi untuk
pemeriksaan ulang, bila pada peameriksaan berikutnya anak
tidak dapat melihat sampai baris yang sama maka rujuk kerumah
sakit dengan menuliskan mata yang mengalami gangguan
(kanan, kiri atau keduanya). (Depkes RI, 2012).
c. Deteksi Dini Penyimpangan Mental Emosional
Deteksi dini penyimpangan mental emosional adalah
kegiatan/pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya
masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan
perhatian dan hyperaktivitas, agar dapat segera dilakukan
tindakan intervensi (Nia Surina, 2017).
1) Deteksi dini masalah mental emosional pada anak pra sekolah
Tujuannya adalah untuk mendeteksi secara dini adanya
penyimpangan/masalah mental pada anak pra sekolah. Jadwal
deteksi dini masalah mental emosional rutin dilakukan setiap 6 bulan
pada anak umur 36 bulan sampai 72 bulan. Jadwal ini sesuai dengan
jadwal skrining atau pemeriksaan perkembangan anak. Alat yang
digunakan adalah KMME (Kuesioner Masalah Mental Emosional)
yang terdiri dari 12 pertanyaan untuk mengenali masalah mental
emosional umur 36 bulan-72 bulan. (Depkes RI, 2012).
2) Deteksi dini autis pada anak pra sekolah
Tujuannya adalah untuk mendeteksi secara dini adanya autis
pada anak umur 18-36 bulan. Jadwal deteksi dini autis pada anak pra
sekolah dilakukan atas indikasi atau bila ada keluhan dari
ibu/pengasuh atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader
kesehatan, BKB, petugas PADU, pengelola TPA dan guru TK. Alat
yang digunakan adalah CHAT (Cheklist for Autism in Toddlers)
3) Deteksi dini gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
(GPPH)
Tujuannya adalah untuk mengetahui secara dini adanya
gangguan pemusatan perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada
anak 36 bulan keatas. Jadwal deteksi dini GPPH pada anak
prasekolah dilakukan atas indikasi atau bila ada keluhan dari ibu
atau pengasuh atau ada kecurigaan tenaga kesehatan , kader, BKB,
petugas PAUD, Pengelola TPA, dan guru TK, keluhannya dapat
berupa anak tidak bisa duduk tenang, anak selalu bergerak atnpa
tujuan dan tidak mengenal lelah, perubahan suasana hati yang
mendadak atau impulsive.
Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH), yang terdiri dari 10
pertanyaan yang ditanyakan kepada orang tua atau pengasuh anak
atauguru TK dan pertanyaan yang perlu pengamatan pemeriksa.
(Depkes RI, 2012).
1) Cara menggunakan formulir deteksi dini GPPH
a) Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas, dan nyaring, satu
persatu perilaku yang tertulis pada formulir deteksi dini GPPH.
Jelaskan kepada orangtua/pengasuh anak untuk tidak ragu-ragu
atau takut menjawab.
b) Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan
pertanyaan pada formulir deteksi dini GPPH
c) Keadaan yang ditanyakan/diamati ada pada anak di manapun
anak berada, misal ketika di rumah, sekolah, pasar, toko, dan
lain-lain setiap saat dan ketika anak dengan siapa saja.
d) Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak selama
dilakukan pemeriksaan.
e) Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.
2) Interpretasi:
Beri nilai pada setiap jawaban sesuai dengan ”bobot nilai”
berikut ini dan jumlahkan nilai setiap jawaban menjadi nilai
total
Nilai 0 : jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak.
Nilai 1 : jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan pada
anak.
Nilai 2 : jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak.
Nilai 3 : jika keadaan tersebut selalu ada pada anak. Apabila
nilai total 13 atau lebih anak kemungkinan dengan GPPH.
3) Intervensi
a) Anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa/tumbuh kembang
anak untuk konsultasi dan lebih lanjut.
b) Apabila nilai total kurang dari 13 tetapi Anda ragu-ragu,
jadwalkan pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian. Ajukan
pertanyaan kepada orangorang terdekat dengan anak orang tua,
pengasuh, nenek, guru, dan sebagainya.
c) Jadwal kegiatan dan jenis skrining/deteksi dini adanya
penyimpangan
d) Skrining Tumbuh kembang pada balita dan anak prasekolah
dilakukan oleh tenaga kesehatan

Anda mungkin juga menyukai