Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PEMBANGKIT ENERGI TERBARUKAN

FUEL CELL

DOSEN PENGAMPU:

Drs. Ir. Abdul Hakim Butar Butar, M.T., P. hD

DISUSUN OLEH:

Hengki Purba 5192530001

Try Satria Situmorang 5193530014

PRODI S1 TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih
yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Fuel Cell
tepat waktu. Makalah ini berisi tentang Fuel Cell dan bagian bagiannya.

Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah pembangkit
energi terbarukan ini yaitu Bapak Drs. Ir. Abdul Hakim Butarbutar, M. T., P. hD atas bimbingan nya.

Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat kepada para pembaca dalam meningkatkan
ilmu dan pengetahuan tentang panas Bumi. Penulis juga menyadari bahwa penulisan makalah ini
jauh dari kata baik, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca untuk perbaikan kedepannya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, April 2022

Kelompok 6

2
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Efek perubahan iklim sudah semakin terasa dan berbagai bencana yang
diakibatkan pun semakin banyak terjadi. Oleh karena itu perlu adanya
usaha untuk mengurangi dampak perubahan iklim, salah satunya adalah
dengan pengurangan emisi gas karbon. Terlebih bahwa emisi gas karbon
jumlahnya dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Untuk membantu
mengurangi jumlah emisi gas karbon, salah satu alternatif yang dapat
dipergunakan yaitu dengan teknologi fuel cell.

Perkembangan teknologi yang menghasilkan sumber energi yang bersih


dan dapat diperbarui sangat diperlukan saat ini, dengan tujuan utama
mengurangi pelepasan karbon dioksida ke dalam atmosfir bumi yang
berkontribusi besar pada pemanasan global. Pada kesempatan ini
pemateri akan menjelaskan tentang penggunaan energi dari sel bahan
bakar (fuel cell).

3
BAB 2

PEMBAHASAN
FUEL CELL
Sel bahan bakar (fuel cell) merupakan sel elektrokimia yang mampu mengkonversi bahan
bakar (fuel) menjadi energi listrik. Sel ini dapat digunakan sebagai pembangkit listrik skala
besar, maupun skala kecil, misalnya untuk keperluan rumah tangga, atau biasa disebut
dengan microCHP (micro Combined Heat and Power) yang mampu menyediakan kebutuhan
listrik dan panas bagi rumah tangga. Fuel cell juga dapat digunakan dalam bidang otomotif.

Berbeda dengan teknologi penghasil energi yang berbasis pembakaran, teknologi ini bersih,
karena jika digunakan hidrogen sebagai bahan bakar, maka tidak akan dihasilkan karbon
dioksida (CO2) sebagai hasil samping produksinya.

Sedangkan jika digunakan bahan bakar hidrokarbon, yang bersumber dari bahan bakar fosil,
maka karbon dioksida masih akan diproduksi, tetapi dengan kuantitas yang jauh lebih rendah
dibandingkan karbon dioksida yang dihasilkan oleh mesin penghasil energi yang berbasiskan
teknologi pembakaran.

Berkaitan dengan fleksibilitas bahan bakar yang bisa digunakan tersebut, fuel cell juga
dinyatakan sebagai teknologi yang berkelanjutan, karena selain mengandalkan gas hidrogen
murni sebagai bahan bakar, teknologi ini juga tetap bisa menggunakan bahan bakar fosil,
seperti gas metana, butana, etanol, metanol dan sebagainya.

Brazil telah melakukan uji coba prototipe bus fuel cell pada tahun 2009, yang bahan
bakarnya, yaitu hydrogen, diproduksi dari elektrolisis air pada suatu stasiun produksi gas
hidrogen. Pada tahun 2003, Honda juga telah meluncurkan mobil berbahan bakar hidrogen
dengan menerapkan teknologi fuel (Honda FCX). DeimlerChrysler di Eropa bahkan telah
meluncurkan proyek Sarana Transportasi Kota yang bersih untuk Eropa (CUTE = Clean
Urban Transport for Europa) akhir tahun 2001 berupa sejumlah bus berbahan fuel cell yang
beroperasi di Amsterdam, Barcelona, Hamburg, London, Luxemburg, Madrid, dan Reykjavik
(Islandia).

Prinsip Dasar Kerja Fuel Cell


Prinsip dasar kerja fuel cell pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuwan Jerman bernama
Christian Frederic Schonbein pada tahun 1838, dan dipublikasikan dalam suatu majalah
ilmiah. Sketsa pertama dari fuel cell dibuat oleh Sir William Robert Grove tahun 1842 pada
majalah ilmiah Philosophical Magazine and Journal of Science.

4
Tahun 1955, seorang ahli kimia, W Thomas Grubb, yang bekerja pada Perusahaan General
Electric, memodifikasi desain fuel cell dengan mengaplikasikan membran penukar ion-
polistiren tersulfonasi. Tiga tahun kemudian, modifikasi dilanjutkan oleh Leonard Niedrach,
dengan mendeposisikan platinum pada membran polistiren tersebut.

Platinum tersebut berfungsi sebagai katalis (pemercepat reaksi) bahan bakar. Selanjutnya
perusahaan General Electric bekerjasama dengan NASA dalam Proyek Gemini, yang
merupakan proyek yang pertama kali mempergunakan fuel cell secara komersial.

Tahun 1959, seorang Insinyur Inggris Francis Thomas Bacon, berhasil mengembangkan fuel
cell yang mampu menghasilkan daya 5 kW. Pada tahun yang sama, Harry Ihrig dan timnya
mampu membuat fuel cell berdaya 15 kW. UTC Power merupakan perusahaan yang pertama
kali memproduksi secara komersial fuel cell stasioner yang digunakan sebagai pembangkit
energi cadangan pada rumah sakit, universitas-universitas, maupun gedung-gedung
perkantoran.

Sampai akhir 2009, UTC Power telah memasarkan fuel cell dengan produksi daya mencapai
400 kW. Perusahaan ini juga tetap mensuplai fuel cell untuk NASA, selain juga
mengembangkannya sebagai sumber energi dalam bidang otomotif. Perusahaan ini pula yang
pertama kali mendemonstrasikan fuel cell untuk otomotif, yang menggunakan membrane
PEM (proton exchange membrane) yang mampu beroperasi pada kondisi beku.

Jenis-jenis Fuel Cell


Jenis-jenis fuel cell dapat dibedakan berdasarkan temperatur operasionalnya. Fuel cell yang
dioperasikan pada temperatur kurang dari atau sampai 200 o C, contohnya yaitu PEMFC
(proton exchange membrane fuel cell) dan DMFC (Direct methanol fuel cell). Kedua jenis
fuel cell tersebut sudah dalam tahap komersial, tetapi risetnya masih berlanjut sampai
sekarang dalam rangka meningkatkan efisiensinya.

Fuel cell yang dioperasikan pada temperatur sedang, yaitu antara 600 o C – 800 o C,
contohnya adalah MCFC (molten carbonate fuel cell) yang mampu menghasilkan daya
sampai 100 MW dan DCFC (Direct Carbon Fuel Cell). Meskipun kedua jenis ini sudah
sampai pada tahap komersial, risetnya juga tetap berlangsung dalam rangka peningkatan
efisiensinya.

Sedangkan fuel cell yang dioperasikan pada temperatur tinggi yaitu antara 850 o C – 1100 o
C, adalah SOFC (solid oxide fuel cell). Kelebihan dari SOFC ini adalah tidak diperlukan
keberadaan katalis dalam sistemnya, sehingga biaya produksinya dapat diturunkan, karena
katalis merupakan material yang cukup mahal serta mudah teracuni oleh hasil samping reaksi

5
dalam sel, yaitu karbon monoksida atau teracuni oleh kandungan sulfur dalam bahan
bakarnya.

Microbial fuel cell


Salah satu jenis fuel cell yang cukup menarik adalah fuel cell yang menggunakan bakteri
sebagai katalis. Tepatnya, menggunakan enzim dari bakteri tersebut sebagai katalis,
dikarenakan enzim dari bakteri mikroba tersebut bersifat aktif secara elektrokimia, yaitu
mampu mentransfer elektron-elektron ke material lain.

Pada fuel cell jenis ini, yang biasa disebut dengan microbial fuel cell, bahan bakar dioksidasi
oleh mikroorganisme di anoda, menghasilkan elektron-elektron dan proton-proton. Elektron-
elektron ditransfer ke katoda melalui sirkuit eksternal, sedangkan protonproton ditransfer ke
katoda melalui separator membran.

Kelebihan fuel cell


1. Tidak Mengeluarkan Emisi Berbahaya (Zero Emission)
Sebuah sistem fuel cell hanya akan mengeluarkan uap air apabila memakai hidrogen murni.
Tetapi ketika memakai hidrogen hasil dari reforming hidrokarbon/fosil (misal: batu bara, gas
alam, dll) maka harus dilakukan uji emisi untuk menentukan apakah sistem tersebut masih
dapat dikategorikan zero emission. Menurut standar yang dikeluarkan United Technologies
Corporation (UTC) pada tahun 2002, maka sebuah sistem fuel cell dapat dikategorikan zero
emission ketika mengeluarkan emisi pencemar udara yang sangat rendah, dengan kriteria sbb:
NOx =< 1 ppm, SO2 =< 1 ppm, CO2 =< 2 ppm.

2. Efisiensi Tinggi (High efficiency)


Oleh sebab fuel cell tidak menggunakan proses pembakaran dalam konversi energi, maka
efisiensinya tidak dibatasi oleh batas maksimum temperatur operasional (tidak dibatasi oleh
efisiensi siklus Carnot). Hasilnya, efisiensi konversi energi pada fuel cell melalui reaksi
elektrokimia lebih tinggi dibandingkan efisiensi konversi energi pada mesin kalor
(konvensional) yang melalui reaksi pembakaran.

3. Cepat Mengikuti Perubahan Pembebanan (Rapid load following)

Fuel cell memperlihatkan karakteristik yang baik dalam mengikuti perubahan beban.


Sistem Fuel cell yang menggunakan hidrogen murni dan digunakan pada sebagian besar
peralatan mekanik (misal: motor listrik) memiliki kemampuan untuk merespon perubahan
pembebanan dengan cepat.

6
4. Temperatur Operasional Rendah

Sistem fuel cell sangat baik diaplikasikan pada industri otomotif yang beroperasi pada
temperatur rendah. Keuntungannya adalah fuel cell hanya memerlukan sedikit waktu
pemanasan (warmup time), resiko operasional pada temperatur tinggi dikurangi, dan efisiensi
termodinamik dari reaksi elektrokimia lebih baik.

5. Reduksi Transformasi Energi

Ketika fuel cell digunakan untuk menghasilkan energi listrik maka fuel cell hanya
membutuhkan sedikit transformasi energi, yaitu dari energi kimia menjadi energi listrik.
Bandingkan dengan mesin kalor yang harus mengubah energi kimia menjadi energi panas
kemudian menjadi energi mekanik yang akan memutar generator untuk menghasilkan energi
listrik. Fuel cell yang diaplikasikan untuk menggerakkan motor listrik memiliki jumlah
transformasi energi yang sama dengan mesin kalor, tetapi transformasi energi pada fuel
cell memiliki efisiensi yang lebih tinggi.

6.Waktu Pengisian Hidrogen Singkat

Sistem fuel cell tidak perlu penyetruman (recharge) layaknya baterai. Tetapi sistem fuel


cell harus diisi ulang dengan hidrogen, dimana prosesnya lebih cepat dibandingkan
penyetruman baterai. Selain itu, baterai tidak dapat dipasang dalam jumlah besar pada mesin
otomotif untuk meningkatkan performance karena akan semakin menambah beban pada
kendaraan tersebut.

Kekurangan Fuel Cell


1.Hidrogen
Hidrogen sulit untuk diproduksi dan disimpan. Saat ini proses produksi hidrogen masih
sangat mahal dan membutuhkan input energi yang besar (artinya: efisiensi produksi hidrogen
masih rendah). Untuk mengatasi kesulitan ini, banyak negara menggunakan teknologi
reforming hidrokarbon/fosil untuk memperoleh hidrogen. Tetapi cara ini hanya digunakan
dalam masa transisi untuk menuju produksi hidrogen dari air yang efisien.

2. Sensitif pada Kontaminasi Zat-asing


Fuel cell membutuhkan hidrogen murni, bebas dari kontaminasi zat-asing. Zat-asing yang
meliputi sulfur, campuran senyawa karbon, dll dapat menonaktifkan katalisator dalam fuel
cell dan secara efektif akan menghancurkannya. Pada mesin kalor pembakaran dalam
(internal combustion engine), masuknya zat-asing tersebut tidak menghalangi konversi energi
melalui proses pembakaran.

3. Harga Katalisator Platinum Mahal

7
Fuel cell yang diaplikasikan pada industri otomotif memerlukan katalisator yang berupa
Platinum untuk membantu reaksi pembangkitan listrik. Platinum adalah logam yang jarang
ditemui dan sangat mahal. Berdasarkan survei geologis ahli USA, total cadangan logam
platinum di dunia hanya sekitar 100 juta kg (Bruce Tonn and Das Sujit, 2001). Dan pada saat
ini, diperkirakan teknologi fuel cell berkapasitas 50 kW memerlukan 100 gram platinum
sebagai katalisator (DEO, 2000). Misalkan penerapan teknologi fuel cell berjalan baik
(meliputi: penghematan pemakaian platinum pada fuel cell, pertumbuhan pasar fuel cell
rendah, dan permintaan platinum rendah) maka sebelum tahun 2030 diperkirakan sudah tidak
ada lagi logam platinum (Anna Monis Shipley and R. Neal Elliott, 2004). Untuk itulah
diperlukan penelitian untuk menemukan jenis katalisator alternatif yang memiliki
kemampuan mirip katalisator dari platinum.

4. Pembekuan
Selama beroperasi, sistem fuel cell menghasilkan panas yang dapat berguna untuk mencegah
pembekuan pada temperatur normal lingkungan. Tetapi jika temperatur lingkungan terlampau
sangat dingin (-10 s/d -20 C) maka air murni yang dihasilkan akan membeku di dalam fuel
cell dan kondisi ini akan dapat merusak membran fuel cell (David Keenan, 10/01/2004).
Untuk itu harus didesain sebuah sistem yang dapat menjaga fuel cell tetap berada dalam
kondisi temperatur normal

5. Ketiadaan Infrastruktur
Infrastruktur produksi hidrogen yang efektif belum tersedia. Tersedianya teknologi
manufaktur dan produksi massal yang handal merupakan kunci penting usaha komersialisasi
sistem fuel cell.operasi.

8
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai