id
TESIS
Oleh:
Fajar Fitri Hendriyati K M
S441008022
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
TESIS
Oleh
Fajar Fitri Hendriyati KM
S441008022
TESIS
Oleh:
Fajar Fitri Hendriyati KM
S441008022
Tim penguji
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
HAL PERSEMBAHAN
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
MOTTO
Demi masa,
Sungguh, manusia berada dalam kerugian,
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling
menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.
(ÊS. Al-Asr :1-3)
a“b
Begja-begjane wong kang lali luwih begja wong kang eling lan waspada
(R. Ng. Ranggawarsita)
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
Dalam penyusunan tesis ini, tentunya banyak hambatan dan rintangan yang
penulis hadapi. Namun, atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus M. S., selaku Direktur Program Pascasarjana
2. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd., selaku Ketua Prodi Pendidikan Bahasa
3. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd. selaku pembimbing I yang telah dengan
Bahasa dan Sastra Jawa yang telah berkenan pula memberikan motivasi dan
8. Keluargaku (ibu dan ayah, serta kakak dan adikku) yang telah membimbing,
memberikan do’a dan kasih sayangnya sepanjang masa, terima kasih atas
segalanya.
Maret Surakarta.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna
pengetahuan peneliti.
Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi dunia
Penulis
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN ………………………………………………………... ii
PERNYATAAN ………………………………………………………… iv
PERSEMBAHAN ……………………………………………………… v
MOTTO ………………………………………………………………… vi
BAB I PENDAHULUAN
KERANGKA BERPIKIR
BAB V PENUTUP
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
SARIPATHI
Fajar Fitri H K M. 2012. Penggunaan Sarana Estêtika ing Lagu-lagu Pop Jawa
lan jumbuhipun Salêbêting pamulangan Basa Jawi ing Pawiyatan. TESIS.
Pembimbing I: Prof . Dr. Srawiji Suwandi, M. Pd, II: Drs. Supardjo, M. Hum.
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan Bahasa
dan Sastra Jawa
Panalitèn punika anggadhahi ancas nggambarakên lan mratelakakên
penggunaan sarana estetika wontên ing lagu-lagu Pop Jawa, nggambarakên lan
mratelakakên parikan, lan wangsalan, nggambarakên lan mratelakakên
jumbuhipun lagu-lagu Pop Jawa dhatêng salêbêting pamulangan basa Jawi ing
pawiyatan.
Panalitèn punika ngginakakên metodê content analisis (analisis isi).
Sumber data ingkang dipun-ginakakên arupi dokumen, inggih punika lirik lagu-
lagu Pop Jawi. Teknik pangêmpalanipun data ngginakakên dokumen. Teknik
cuplikan ingkang dipun-ginakakên inggih punika purposive sampling. Têgêsipun
pamêndhêting cuplikan adhêdhasar têtimbangan tartamtu salah satunggaling data
ingkang nggadhahi informasi ingkang wontên gegayutanipun kaliyan panalitèn.
Validitas data ingkang dipun-ginakakên triangulasi data, inggih punika
ngempalakên data ingkang sajinis kanthi ngginakakên saperangan sumbêr data
arupi 28 judul lagu-lagu pop Jawa. Teknik analisis ingkang dipun-ginakakên
inggih punika analisis data kanthi model intêraktif.
Adhêdhasar asiling analisis ingkang sampun kalêksanan sagêd kapêndhêt
dudutanipun: bilih lagu-lagu pop Jawi anggitanipun Manthous lan Didi Kempot
manfangatakên sarana estetika, kados ta bunyi (pemanfaatan bunyi) lan
lêlewaning basa. Kajawi punika ugi manfangatakên basa rinêngga, kados ta
parikan lan wangsalan wontên ing lagu-lagu pop Jawa saking anggitan pengarang
kêkalih wau. Jumbuhing lagu-lagu pop Jawi kaliyan pamulangan basa Jawi ing
pawiyatan saking kurikulum, silabus, standar isi, lan standar kompetensi lulusan,
pranyatanipun guru basa Jawi sampun njumbuhakên antawisipun matèri
pamulangan kaliyan sêkawan bab kasêbut. Dados sagêd dipun simpulakên bilih
lagu-lagu pop Jawi pranyatan dipun-ginakakên salêbêting matèri wulangan basa
Jawi ing MTs Nêgêri Sumbêrlawang kêlas VIII sêmèstêr gasal.
Tembung kunci: sarana estetika, lagu-lagu pop Jawi, lan jumbuhipun kaliyan
wulangan basa Jawi.
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Kata kunci: sarana estetika, lagu-lagu Pop Jawa dan relevansi dengan
pembelajaran bahasa Jawa.
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Fajar Fitri H K M. 2012. The Use of Estetic in the Javanese Songs and its
Relevance in the Java Language Learning in School. THESIS. Mentors I. Prof.
Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd, II: Drs. Supardjo, M. Hum. Educational studies
program language and literatur Indonesian main interest in javanese languge and
literatur education.
The purpose of this study is to describe and explain the use of estetic
Javanese song, to discribe and explain purwakanthi, parikan and wangsalan
contained in the song Java Manthous and Didi Kempot work and relevance to the
java language learning in school. Describe and explain relevance songs Java with
to the Javanese learning in school.
The study uses content analysis methode (content analysis). Source of data
in this study is a document, ie song lyric of Javanese song. The techniêues of
collecting the data is a document. Techniêues of footage used in this study was
purposes sampling. It has taken based on a consideration of data that have
information related to the research. The validity of the data in this study uses
triangulation of data, that is collecting similar data using multiple sources of data
a 28 song titles song java. Analytical techniêues used in this study is the analysis
of data with an interactive model.
Based on the results of the analysis it can be concluded that the songs
created by Manthous and Didi Kempot a number of esthetic Javanese songs
conclude that sound (function of sound language) and language styles of utilizes
sucs as personification, simile, and metaphor. It also still uses rinengga language
sucs as parikan, wangsalan, purwakanthi in the Javanese songs of theirs. The
relevance Javanese songs and the Javanese learning in the school from
curriculum, syllabie, content of standard, and competence standard point, the
Javanese teacher were already relevant between the subject material and the fourth
points above.
Keywords: figurative language, song of java, and relevance to learning the java
language
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh
sistematis dan sistemis. Dikatakan sistematis karena bahasa memiliki kaidah atau
tersebut menurut Sudaryat (2009:2) bertemu dalam dunia bunyi dan dunia makna.
Bunyi secara detail dikaji dalam ilmu yang disebut fonologi, sedang makna secara
mendalam dikaji dalam ilmu yang disebut semantik. Ruang lingkup kajian tentang
makna sangatlah luas. Sehingga dalam penulisan ini, peneliti membatasi hanya
pada penggunaan sarana estetika yang terdapat dalam lagu-lagu pop Jawa.
Sebuah lagu atau tembang dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang.
Ada orang tertarik mengkaji lagu dapat dikatakan sebagai puisi. Ada pula orang
yang tertarik mengkaji dari segi isi pikiran yang terkandung di dalamnya,
dan masalah-masalah yang dipaparkan dalam lagu tersebut. Ada lagi yang tertarik
mengkaji puisi dari segi bahasanya, dengan alas an bahwa bahasa sastra memiliki
sifat khusus yang berbeda dengan bahasa ilmiah dan bahasa sehari-hari; bahkan
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2
dikutip oleh Pradopo (1994:93) membedakan bahasa kiasan dengan sarana retoris
(rethorical device). Bahasa figuratif dalam bahasa Jawa dapat disebut sebagai
mengelompokkan gaya bahasa kiasan dan sarana retoris ke dalam bahasa figuratif.
sehari-hari atau dari bahasa standar untuk memperoleh efek tertentu. Sebagaimana
Bahasa kiasan atau figure of speech atau oleh Kridalaksana disebut sebagai
figure of rhetoric atau rhetorical figure adalah alat untuk memperluas makna kata
atau kelompok kata untuk memperoleh efek tertentu dengan membandingkan atau
leksem dengan makna yang tidak sebenarnya. Sebagai contoh frasa ’mahkota
wanita’ tidak dimaknai sebagai sebuah benda yang dipakai seorang wanita di atas
emas atau permata, namun frasa ini dimaknai sebagai ‘rambut wanita’ Selain itu,
makna kiasan terdapat pula pada peribahasa atau perumpamaan. Misalnya, sekali
merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Makna figuratif muncul dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3
bahasa figuratif (figurative language) atau bahasa kiasan. Bahasa figuratif atau
bahasa yang indah (dalam bahasa Jawa disebut basa rinengga). Di dalam bahasa
Indonesia basa rinengga dapat disebut sebagai bahasa figuratif. Basa rinengga
atau bahasa figuratif ini sering dipakai dalam pembuatan karya sastra seperti
dalam lagu-lagu pop Jawa. Hal ini dimaksudkan supaya dalam tembang Jawa
tersebut bisa menjadi lebih indah. Pemanfaatan basa rinengga ini juga
Kebutuhan mental dalam seni untuk menumbuhkan rasa percaya diri pada
manusia. Hal ini dapat diperoleh dari apa saja dalam kehidupan sehari-hari yang
bisa membawa kita untuk bisa mendapatkan mental yang kuat dan tidak penakut.
Kebutuhan spiritual dapat diperoleh melalui bidang agama, ilmu, dan seni.
Agama, ilmu dan seni merupakan tiga bidang yang sangat fundamental dan
Suriasumantri, 1993:106) merupakan produk dari daya inspirasi dan daya cipta
manusia yang bebas dari cengkraman dan belenggu dari berbagai ikatan. Karya
seni ditujukan untuk manusia, sehingga pencipta dan objek ciptaannya juga
(Suriasumantri, 1993:84).
lebih 1000-2000 tahun sebelum Masehi, yaitu pada akhir zaman mesolitikum
telah dikenal barang-barang seni yang dibuat dari batu berupa perhiasan seperti
gaib. Berdasarkan hal tersebut, orang tidak sengaja menciptakan seni hanya
sekadar membuat sesuatu sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa bakti, rasa
takut, rasa hormat, rasa senang, rasa haru, dan sebagainya yang tertuju kepada
yang gaib.
Seni merupakan salah satu bentuk norma hidup. Budaya manusia terwujud
Norma hidup terwujud dalam bentuk: (1) alam pikir, (2) alam budi, (3) alam
karya, (4) alam tata susila, (5) alam seni, yang meliputi: (a) seni rupa, (b) seni
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5
sastra, (c) seni musik, (d) seni tari, (e) Seni drama, dan lain-lainnya. Di dalam
alam seni, salah satunya adalah seni musik sudah terbentuk sejak zaman dahulu.
Musik di Indonesia terdiri dari berbagai jenis, salah satu jenis musik yang
berasal dari daerah Jawa adalah Campursari. Genre musik campursari merupakan
salah satu bentuk hasil kreasi anak bangsa terhadap gamelan. Campursari telah
melalui masa kejayaannya, namun kini harus mengalami stagnasi. Pada awal
kalangan. Satu pihak berpendapat bahwa campursari dapat merusak tradisi, namun
pihak lain menyatakan bahwa inovasi dalam campursari mutlak diperlukan agar
musik ini bisa diterima di berbagai kalangan, tidak hanya warga negara Indonesia
ditangkap pencipta, yang kemudian digarap dengan daya ciptaannya dan diramu
dengan gaya kreasinya untuk menjadi produk tuturan yang runtut dan atraktif.
Pencipta suatu karya seni, dalam hal ini bertindak sebagai komunikator atau
penutur melalui cabang seni yang digelutinya. Misalnya penyair melalui puisinya,
Seni adalah hasil inspirasi manusia yang tidak terikat oleh apapun
(Muchtar Lubis dalam Suriasumantri, 1993:106). Salah satu karya seni yang
banyak dinikmati masyarakat sejak dahulu hingga sekarang adalah lagu. Lagu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6
diciptakan dalam berbagai fungsi dan dimensi yang berbeda. Lagu memiliki
lagu yang diciptakan dan dinyanyikann pada acara yang bersifat resmi kedinasan
pada forum religius. Lagu-lagu hiburan adalah lagu-lagu yang diciptakan dan
dinyanyikan pada acara tak resmi kenegaraan atau kedinasan, misalnya lagu-lagu
dalam pesta-pesta pernikahan, ulang tahun, dan event-event tertentu yang sifatnya
hiburan.
penelitian ini akan dikaji tentang lagu-lagu pop Jawa. Lagu pop Jawa sangat
lain, lagu Jawa sangat unik dan memiliki ciri khas tersendiri. Terkadang lagu Jawa
Selain hal itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti lagu Jawa, karena
lagu Jawa menggunakan kaidah-kaidah tertentu seperti guru swara yang runtut
kata-kata yang runtut. Sehingga menambah nilai keindahan di dalam lagu Jawa
tersebut. Bahkan di dalam lagu Jawa terkadang ada pula pada satu bait, baris
pertama memiliki jumlah suku kata yang sama dengan baris yang ketiga, dan baris
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7
kedua juga memiliki suku kata yang jumlahnya sama pula dengan baris yang
keempat. Berdasarkan hal tersebut maka jika dikaji tembang Jawa memiliki ciri
khas bagaikan puisi atau dalam bahasa Jawa disebut dengan geguritan.
Tembang Jawa adalah nyanyian atau syair yang diberi lagu berlagu untuk
dinyanyikan. Tembang Jawa merupakan bagian dari puisi Jawa. Secara garis
besar, puisi Jawa dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yakni puisi Jawa
kuna/lama, puisi Jawa baru, dan puisi Jawa modern/kontemporer. Puisi Jawa lama
terdiri atas puisi Jawa kuno (yang biasa disebut kakawin, sekar ageng) dan puisi
Jawa tengahan (disebut dengan nama kidung, sekar tengahan). Puisi Jawa baru
meliputi tembang macapat (sekar alit) dan parikan; sedangkan yang termasuk
puisi Jawa modern adalah geguritan dan lagu-lagu pop Jawa zaman sekarang,
Jawa.
materi bahasa Jawa yang berkaitan, contohnya adalah puisi (dalam bahasa Jawa di
sebut dengan geguritan), pantun (dalam bahasa Jawa disebut dengan parikan),
wangsalan, sinonim (dalam bahasa Jawa disebut dengan dasanama), kerata basa,
dibaca saja dapat dikatakan sebagai puisi (geguritan). Hal itu berdasarkan
hitungan jumlah suku kata pada setiap barisnya. Pada baris pertama sampai
dengan baris kelima dalam satu bait tembang tersebut, memiliki jumlah suku kata
yang sama yaitu 8 suku kata. Selain itu, juga memiliki guru lagu (jatuhnya swara
pada akhir baris) yang sama pula yaitu jatuh pada swara i. berdasarkan cirri
tentang lagu-lagu pop Jawa yang kemudian meneliti tentang materi paramasastra
yang terdapat dalam tembang Jawa tersebut yang berhubungan dengan materi
Jawa ini selain mudah di pahami oleh masyarakat, penulis merasa tertarik untuk
meneliti karena dalam lirik lagunya terdapat penggunaan basa rinengga sebagai
keindahan dan kekhasan lagunya. Selain itu, lirik yang terdapat dalam setiap
lagunya dapat disamakan dengan puisi Jawa atau geguritan (baik geguritan gagrag
yang cenderung bersifat konotatif, figurative, dan polyinterpretable. Agar lagu itu
tata bahasa, bunyi bahasa, makna bahasa, dan penggunaan praktis bahasa.
paramasastra Jawa, guru memilih atau menggunakan media yang sesuai dengan
guru lebih memilih menggunakan lagu pop Jawa yang berjudul “Kangen” yang
dinyanyikan oleh Evi Tamala. Di dalam lagu pop Jawa yang dinyanyikan oleh Evi
Tamala yang berjudul “Kangen” ini siswa mudah untuk memahami. Selain itu,
kosa kata yang terdapat di dalam lagu tersebut sering didengar oleh siswa,
sehingga untuk mengartikan atau untuk menjawab pertanyaan dalam bacaan siswa
lebih mudah untuk menjawabnya. Penggalan lagu dengan judul “Kangen” ini
(2) ………..
Klapa mudha enake kanggo rujakan
Leganana aku kang nandang kasmaran
balung janur wong bagus kowe tak tunggu
Ngusadani kangenku kang antuk janji
…………….
baris pertama yang jawabannya terdapat pada baris kedua, yakni klapa mudha
‘kelapa muda’ sebutannya adalah degan ‘klapa muda’ yang tersembunyi dalam
kata leganana dan juga pada baris ketiga jawabannya pada baris keempat, yakni
balung janur ‘tulang janur’ sebutannya adalah sada ‘lidi’ yang terdapat pada baris
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa karya sastra memiliki peranan
yang sangat besar terhadap siswa dalam mengembangkan kemampuan baik dari
B. Rumusan Masalah
puisi (bunyi bahasa, dan bahasa figuratif) yang terdapat dalam lagu-lagu pop
Jawa?
bahasa Jawa?
C. Tujuan Penelitian
rinengga dalam pembelajaran bahasa Jawa yang dilaksanakan oleh guru. Adapun
D. Manfaat Penelitian
berikut.
1. Manfaat Teoretis
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi pendengar dan pecinta lagu-lagu pop
b. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi guru bahasa Jawa dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
dalam mengajarkan paramasastra Jawa dengan model dan media yang lebih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori
Kata tembang merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang berarti lagu
berupa rangkaian tangga nada yang tersusun secara urut dan harmonis
atau estetik.
Tembang disebut juga dengan istilah sekar. Tembang memang berasal dari
kata kembang. Kata kembang sendiri mempunyai persamaan makna dengan kata
sekar. Kata ini dapat diartikan sebagai bunga. Budaya tembang sebagai ekspresi
bersifat simbolik dan bersifat filosofis. Sebagai ekspresi estetik, tembang kadang
ditulisnya.
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
dan arti daripada setiap syair dan lirik tembang jawa itu pada dasarnya
mempunyai pengertian dan kandungan yang sangat mendalam. Kalau kita kaji
secara mendalam mengandung ajaran ataupun falsafah bagi kehidupan kita semua.
tembang Kawi atau tembang gedhe, (2) tembang tengahan atau tembang dagelan,
Gedhe. Kesusastraan ini termasuk kesusastraan Jawa di jaman kuna yang terdapat
dalam tembang. Tembang ini oleh orang-orang jaman sekarang disebut sebagai
tembang Kawi. Hal itu karena tembang yang keadaannya (tumbuhnya) tembang
golongan, antara lain: (1) salisir, (2) siriran, (3) raketan, dan (4) simparan atau
denda.
dahulu tembang ada tembang yang termasuk ke dalam tembang gedhe, akan tetapi
sekarang menjadi tembang Macapat adalah tembang Girisa, (2) ada pula tembang
yang termasuk tembang tengahan, akan tetapi sekarang berubah menjadi tembang
baris, dahulu guru lagu yang terdapat dalam tembang tersebut juga tidak seperti
zaman sekarang, (4) patokan tembang girisa, dahulu tidak semua kalimatnya
(lagunya) harus diakhiri dengan akhiran “-a”, (5) patokan tembang sinom (guru
lagu) dahulu baris ketiganya bisa jatuh pada akhiran “-o”, akan tetapi kalau
sekarang harus akhiran “-a”, dan (6) patokan tembang mijil dahulu guru lagu baris
keduanya jatuh pada swara”-e”, akan tetapi sekarang jatuh pada swara “-o”.
Tembang pada saat zaman sekarang ini lebih cenderung mengenal dengan
tembang campursari (lagu campursari). Campursari berasal dari dua kata yaitu
campur dan sari. Campur berarti berbaurnya instrumen musik baik yang
irama lain dari yang lain. Para seniman memadukan dua unsur musik yang
berbeda yaitu instrumen musik etnik yaitu gamelan dan instrumen musik modern
seperti gitar elektrik, bass, drum serta keyboard, sehingga dapat dikatakan bahwa
campursari adalah musik hybrida hasil perkawinan silang antara musik barat dan
tradisional. Kesenian ini memerlukan beberapa pemain musik, tak kurang dari
inovasi, pernyataan ini benar adanya menurut kami karena jika ditilik dari sudut
pandang tradisi maka jelas bahwa alat musik yang digunakan masih menggunakan
alat musik tradisional atau etnik seperti gamelan dan lain-lain kemudian lirik yang
dilantunkannya pun menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Jawa dan dapat kita
Kemudian dari sudut pandang inovasi dapat terlihat perpaduan penggunaan alat
musik tradisional tadi dengan alat musik modern seperti keyboard, gitar dan bass
masyarakat sehari-hari ataupun lelucon jenaka yang sering kita temui. Jelas bahwa
musik ini tergolong musik aliran alternative karena musik ini memiliki sebuah
1990-an merupakan simbolisasi pertemuan barat dan timur dalam hal sistem
pesona, menjadi magnet bagi pecinta dan pelaku musik untuk mengapresiasinya,
Campursari mengenal empat kategori jenis musik yaitu pelog dan slendro
yang merupakan aransemen dalam musik karawitan, serta mayor minor dalam
musik keroncong atau pop. Aransemen seperti itu membuat campursari lebih
masyarakat kota.
perpaduan nada pentatonis dan diatonis yang dipadukan dengan alat musik
merupakan bentuk akulturasi dari Keroncong dan musik Gamelan Jawa. Menurut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17
Didi Kempot, musik campursari tidak hanya terkenal di Jawa namun juga telah
gamelan sebagai musik istana. Kendati muncul pro kontra terhadap kemurnian
aliran musik ini, namun semua pihak sepakat dan memahami bahwa campursari
mengalami stagnasi. Pada akhir decade 90-an, Manthous yang merupakan maestro
diatonis dalam musis campursari tidak asal campur. Musisi campursari dituntut
Ada kalangan yang berpendapat bahwa campursari adalah suatu kreasi dan
inovasi, musik ini bersifat universal yang bisa menampilkan dan memadukan
berbagai jenis lagu. Pada perkembangannya musik campursari sudah tumbuh dan
banyak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
lainnya adalah tembang dolanan. Tembang dolanan ini lebih mengacu kepada
kebudayaan masyarakat Jawa pada zaman dahulu. Dahulu lagu dolanan sering
tetapi pada zaman sekarang ini tembang/lagu dolanan sudah mulai punah. Lagu
dolanan merupakan salah satu hasil karya sastra pada zaman dahulu yang tidak
Pada kali ini yang akan lebih dibahas adalah masalah lagu daerah atau
biasa disebut musik daerah. Lagu daerah adalah lagu atau musik yang berasal dari
suatu daerah tertentu dan menjadi populer dinyanyikan baik oleh rakyat daerah
tersebut maupun rakyat lainnya. Bentuk lagu ini sangat sederhana dan
menggunakan bahasa daerah atau bahasa setempat. Lagu daerah banyak yang
diterima dalam berbagai kegiatan rakyat. Pada umumnya pencipta lagu daerah ini
Dalam masyarakat Jawa sendiri, tembang sudah ada sejak zaman dahulu.
Sebagian besar warisan budaya nenek moyang Jawa dikemas dalam bentuk
tembang atau kidung. Salah satu tembang yang dahulu digemari oleh anak-anak
adalah tembang dolanan. Konon jenis tembang ini dapat membentuk keluhuran
watak dan moral anak. Sebagai contohnya adalah dengan judul ‘Cublak-cublak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
Tembang dolanan bukan hanya sebagai lagu yang tidak bermakna dan
mesti dinyanyikan sebagai hiburan. Akan tetapi lebih dari itu, tembang dolanan
(lagu) adalah seni yang cukup menarik untuk dikaji. Hal ini karena di dalam seni
menarik agar menjadi enak didengar. Lagu bisa menjadi media curahan hati orang
yang membuat lagu itu tadi. Sehingga lagu yang dinyanyikan bisa bernuansa
anak–anak, (2) Lagu daerah, (3) lagu perjuangan, (4) lagu keroncong, (5) lagu
stambul, (6) lagu populer, (7) Lagu seriosa, (8) lagu langgam, (9) Lagu dangdut,
dan (11) lagu campursari dan masih banyak lagi jenis-jenis yang lain.
Lagu rakyat dan Lagu klasik. Lagu rakyat yaitu lagu yang berasal dari rakyat di
suatu daerah. Lagu rakyat tersebar secara alami yang disampaikan secara lisan dan
turun-temurun. Contoh lagu rakyat yaitu lagu yang dipakai untuk pernikahan,
rakyat lama seperti ibu kota kerajaan atau kesultanan. Lagu klasik dinilai lebih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20
agung dibandingkan lagu rakyat saat pembawaannya. Ini disebabkan karena lagu
klasik memiliki fungsi yang lain, yaitu diterapkan pada upacara-upacara adat
kerajaan.
1. Upacara adat.
Lagu lagu langgam yang dipadu dengan gamelan di jawa dipakai untuk
3. Media bermain
Kini lagu dalam aneka iklan layanan masyarakat maupun lagu populer
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21
masing masing. Hal ini mengingat Indonesia memiliki banyak daerah sehingga
banyak kebudayaan yang timbul di setiap-setiap daerah tadi, yang dimulai dari
Sabang sampai Merauke, pulau Miangas sampai pulau Rote. Berikut beberapa
contoh lagu daerah dari berbagai daerah di Indonesia. Lagu dari daerah jawa
Tengah, misalnya: (1) Ande-ande Lumut, (2) Sluku-sluku Bathok, (3) Dhondhong
apa Salak, (4) Gambang Suling, (5) Jangan Kara, (5) Jaranan, (6) Gundul-
gundhul Pacul, (7) Suwe Ora Jamu dan masih banyak lagu contoh lagu-lagu pop
Jawa, khususnya daerah Surakarta dan sekitarnya. Salah satu contoh liriknya
Keindahan adalah sebuah aplikasi dari intresa dan inscape. Intresa adalah
pengaruh yang nyata dari tangan Tuhan terhadap cipta kreatif seorang sastrawan.,
pikiran dan hati sebagai suatu pundak realitas dalam sastra berdasarkan kebenaran
filsafat yang berkaitan dengan analisis konsep dan pemecahan persoalan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22
muncul dalam objek estetika. Objek estetika mencakup seluruh objek pengalaman
tercipta suasana untuk sejenak menikmatinya, dan pengulangan saat yang lain.
Tujuan estetika adalah untuk menemukan ukuran yang berlaku umum tentang apa
yang indah dan tidak indah itu. Dalam hal ini adalah karya seni manusia atau
Struktur fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yaitu unsur
estetik yang membangun struktur luar puisi (Herman J Waluyo, 2008: 76). Unsur-
unsur tersebut merupakan kesatuan yang utuh. Unsur-unsur itu ialah diksi,
pengimajian, kata konkret, bahasa figurative, verifikasi, dan tata wajah puisi.
karya sastra) atau menurut pengalaman subjektif (Dick Hartoko, 1984: 15).
karangan kang rinacik mawa basa endah, sarta isi kang narik kawigaten lan
nyenengake. Karangan yang dirangkai dengan bahasa yang indah, serta berisi
membentuk keindahan karya sastra meliputi struktur luar yang membangun karya
sastra tersebut.
speech, yaitu suatu penyimpangan bahasa secara evaluative atau secara emotif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23
dari bahasa biasa, entah dalam: (1) ejaan, (2) pembentukan kata, (3) konstruksi
(kalimat, klausa, frasa) atau (4) aplikasi sebuah istilah, untuk memperoleh efek.
dengan hal itu, Easier mengatakan bahwa bahasa figuratif adalah gambaran
tidak biasa, supaya menarik perhatian, dan membuat sesuatu itu menjadi lebih
sesuatu yang sama dengan dua hal yang berbeda, sehingga bahasa itu sangat
Romawi Cicero dan Suwetonius dengan istilah figura yang diartikan ‘bayangan,
gambar, sindiran, kiasan (Henry Guntur Tarigan, 1986: 5). Secara leksikal bahasa
figuratif dapat diartikan sebagai bahasa yang bersifat kiasan atau bahasa yang
bersifat lambing. Atau bahasa figuratif adalah bahasa yang ‘melambangkan’ cara
khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk pikiran atau lisan.
dari gaya bahasa yang berbentuk retorika. Retorika terbagi atas bahasa figuratif
dua, yaitu: (1) figure of though atau thropes, yaitu penggunaan unsure kebiasaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24
pengungkapan dengan cara kias-sebut saja pemajasan; dan (2) figure of speech,
rhetorical figures, atau scemes, yaitu menunjuk pada masalah pengurutan kata,
language) menjadi dua jenis: (1) figure of thought, yaitu bahasa figuratif yang
terkait dengan cara pengolahan dan pembayangan suatu gagasan, (2) retorika
figure, yaitu bahasa figuratif yang terkait dengan carapenataan dan pengurutan
kata-kata dalam konstruksi kalimat. Istilah bahasa kias dalam pembahasan ini
merujuk pada bahasa figuratif yang terkait dengan cara pengolahan dan penataan
bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa retoris adalah gaya bahasa
yang maknanya harus diartikan menurut nilai lahirnya (literal meaning). Bahasa
maknanya. Sedangkan gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang maknanya
Untuk itu, orang harus mencari makna di luar rangkaian kata dan kalimat itu.
ungkapan bahasa kias jumlahnya relative banyak, namun hanya beberapa saja
persamaan, yaitu membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain melalui cirri-
ciri kesamaan antara keduanya bentuk perbandingan tersebut antara lain bentuk
simile, metafora, dan personifikasi. Adapun gaya pemajasan yang lain yang sering
paradoks.
dalam Lux, dkk, 2009 yang secara umum terdiri dari: metafora (kiasan langsung),
sinekdoke, dan ironi. Bahkan Frost menambahkan bahasa figuratif ada dua belas,
dari sekadar bahasa, deretan kata, namun unsure “kelebihan”-nya itu pun hanya
dapat diungkap dan ditafsirkan melalui bahasa. Jika sastra dikatakan ingin
bersifat otomatis, rutin, biasa, dan wajar. Penuturan dalam sastra selalu
diusahakan dengan cara lain, cara baru, cara yang belum (pernah) dipergunakan
orang. Sastra mengutamakan keaslian pengucapan, dan untuk memperoleh cara itu
(deviation) kebahasaan. Unsur kebaruan dan keaslian merupakan suatu hal yang
penyimpangan dari sesuatu yang wajar itu merupakan proses sastra yang
(penyimpangan semantik), namun hal itu bukan merupakan cirri khas bahasa
dari yang telah biasa (Luxemburg, 1984: 6). Bahasa figuratif dalam bahasa Jawa
supaya indah, terlihat cantik, menyentuh. Bahasa figuratif juga disebut bahasa
yang dipajang, bahasa yang dihias atau bahasa yang menyentuh (1960:96). Bahasa
figuratif berarti bahasa yang mengandung rasa keindahan, yaitu keindahan bahasa.
Dalam hal ini bahasa yang indah tidak berarti bahasa yang sulit, meskipun banyak
Basa rinengga atau basa endah merupakan bahasa yang sering digunakan
dalam penulisan karya sastra seperti puisi dan lagu. Basa rinengga dalam buku
Kawruh Basa Jawa Pepak berjumlah ada 19, yaitu (1) tembung padha tegese, (2)
tembung kosok balen, (3) tembung dasanama, (4) tembung camboran, (5)
tembung saroja, (6) tembung garba, (7) tembung entar, (8) kerata basa, (9)
rurabasa, (10) tembung plutan, (11) yogyaswara, (12) paribasan, (13) bebasan,
(14) saloka, (15) cangkriman, (16) wangsalan, (17) tembang, (18) parikan, dan
(19) purwakanthi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28
a. Wangsalan
tersamar, yaitu tidak dinyatakan secara jelas-lugas, akan tetapi hanya dinyatakan
dalam satu atau dua suku kata, yang tersusun sekaligus dalam kalimat (1987:146).
1) Wangsalan lamba
siji). Unen-unene wangsalan lamba mung saukara kang kadadean saka rong
gatra. Gatra kang ngarep isi wangsalan, gatra sing buri isi batangane
‘wangsalan lamba yaitu wangsalan yang hanya isi tebakannya (tebakan hanya 1).
Kata-kata dalam wangsalan lamba hanya satu kalimat yang kejadiannya dari dua
larik saja. Baris depan isi wangsalan, baris yang belakang isi tebakannya’.
2) Wangsalan rangkep
Wangsalan rangkep yaiku wangsalan sing isi batangane luwih saka siji.
kadadean saka rong gatra. Ukara kapisan isi wangsalan, ukara kapindho isi
batangane ‘wangsalan rangkep yaitu wangsalan yang isi tebakannya lebih dari
satu. Kata-kata dalam wangsalan rangkep terjadi dari dua kalimat, satu-satunya
kalimat terjadi berasal dari dua kalimat. Kalimat pertama isi wangsalan, kalimat
3) Wangsalan memet
yaitu wangsalan yang caranya mencari tebakannya dengan cara mengupas makna
4) Wangsalan padinan
batangane, lan ana sing tanpa nyebutake batangane, merga wong-wong sing
padinan yaitu wangsalan ada yang dipakai untuk menyebutkan tebakannya, dan
unene mung saukara kang kadadean saka rong gatra. Gatra ngarep 4
lamba. Kata-katanya hanya satu kata saja yang terdiri dari dari dua baris.
Baris depan 4 suku kata, isi wangsalan; baris belakang 8 suku kata, isi
tebakannya
(isi batangan luwih saka siji). Unen-unene rong ukara, saben saukara
kadadean saka rong gatra. Ukara kapisan (rong gatra) isi wangsalan,
kalimat setiap satu kalimat terdiri dari dua baris. Kalimat pertama
terdiri dari dua baris isi wangsalan, dua baris berikutnya berisi
tebakannya”.
Wangsalan kang kadedan saka rong ukara saben saukara kadadean saka
purwakanthi basa utawa purwakanthi lumaksita ‘wangsalan yang terdiri dari dua
purwakanthi lumaksita’.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31
gatrane ora tartemtu, sabab kawengku ing guru-wilangan lan guru laguning
tembang kudu tansah menang, lire; ora kena owah, kudu tansah manut
paugeraning tembang ‘wangsalan yang jumlah suku kata dan jatuhnya swara di
akhir baris tidak teratur, sebab sudah teratur di guru wilangan dan guru lagu di
tembang yang harus selalu dominan, artinya tidak boleh berubah, dan harus selalu
b. Parikan
kang kadadean saka rong ukara kang dapukane nganggo purwakanthi guru
swara saben saukara kadadean saka rong gatra gatra kapisan mung minangka
purwaka; dene ngese utawa wose dumunung ing ukara kapindho ‘yaitu kata-kata
yang terdiri dari dua kalimat yang terbentuk menggunakan purwakanthi guru
swara, setiap satu kalimat terdiri dari dua baris, baris pertama hanya sebagai
Contoh penggunaan wangsalan dan parikan, dapat dilihat pada kalimat berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32
dapatkan juga kata wohing ‘buah’. Dalam hal ini dapat disebut penggunaan
purwakanthi guru sastra (yang runtut sastranya) yaitu pada akhir kata ng. Tuturan
pada (5) di atas juga bisa dikatakan sebagai parikan ‘pantun jawa’. Pada kalimat
ke-2 tuturan di atas wohing aren mbokyo eling dhek semono ‘buah aren ingatlah
c. Purwakanthi
ukara kang ngarep karo peranganing ukara kang buri. Purwakanthi ana 3, yaiku:
(1) purwakanthi swara (kang kagandheng swarane), (2) purwakanthi sastra (kang
Yaitu menggandeng, swara, sastra atau kata tersebut di bagian kalimat yang
depan dengan bagian kalimat yang belakang. Purwakanthi ada 3, yaitu: (1)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33
d. Dasanama
kang ateges: sepuluh (eka, dwi, tri, catur, panca, sad, sapta, asta, nawa, dasa).
Nama, ateges: aran utawa jeneng. Dados dasanama, ateges jeneng nganti
sepuluh kehe, darbke wong siji. Utawa wong siji darbe jeneng sepuluh ‘sepuluh,
termasuk kata bilangan yang artinya: sepuluh ( eka, dwi, tri, catur, panca, sad,
sapta, asta, nama, dasa). Nama, artinya: sebutan untuk nama. Jadi dasanama
artinya nama yang jumlahnya sepuluh untuk menyebutkan satu nama. Atau orang
temenan, malah ana sing nganti luwih) kang padha tegese utawa meh padha
tegese ‘di dalam ilmu kasusastra, kata dasanama tidak hanya dipakai untuk nama
saja, akan tetapi juga untuk kata-kata yang banyaj (kadang-kadang jumlahnya
sampai 10 betulan, malah ada yang sampai lebih) yang artinya sama atau hamper
sama.”
sesuatu hal diganti atau dilambangkan dengan hal lain. Untuk memahami bahasa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34
figuratif, pembaca harus menafsirkan kiasan dan lambing yang dibuat penyair,
Sementara itu Pradopo (1994:62) membagi bahasa kias ke dalam tujuh jenis, yaitu
1. Metafora
secara eksplisit. Definisi metafora menurut Beekman dan Callow (1974, dalam
(1994:66) merupakan bentuk perbandingan dua hal secara langsung, tetapi dalam
Gaya metafora itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain.
Salah satu unsur yang dibandingkan, yaitu citra, memiliki sejumlah komponen
makna dan biasanya hanya satu dari komponen makna tersebut yang relevan dan
Lebih lanjut, Beekman dan Callow menjelaskan bahwa metafora terdiri atas tiga
bagian, yaitu (a) topic, yaitu benda atau hal yang dibicarakan; (b) citra, yaitu
bagian metaforis dari majas tersebut yang digunakan untuk mendeskripsikan topik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35
memperlihatkan persamaan antara topik dan citra. Ketiga bagian yang menyusun
metafora tersebut tidak selalu disebutkan secara eksplisit. Adakalanya, salah satu
dari ketiga bagian itu, yaitu topik, sebagian dari citra, atau titik kemiripannya
He is also Baldwin’s legal eagle ‘ Dia juga elang dalam urusan hukum Baldwin’
adalah eagle ‘elang’. Akan tetapi, titik kemiripan yang menunjukkan dalam hal
apa he ‘dia’ dan eagle ‘elang’ tidak disebutkan secara eksplisit. Untuk mengetahui
Keraf menyebut metafora termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Gaya ini
termasuk dalam gaya bahasa polos atau langsung seperti “Dia sama pintar dengan
kakaknya.” Sedangkan bentuk yang satu lagi adalah perbandingan yang termasuk
perbandingan biasa atau langsung mencakup dua anggota yang termasuk dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36
kelas kata yang sama, sedangkan perbandingan berupa gaya bahasa kiasan
mencakup dua hal yang termasuk dalam kelas kata yang berlainan.
3) Perhatikan konteks di mana ciri-ciri kedua hal itu ditemukan. Jika tak ada
kemiripan atau relasi idenstitas antara dua pasangan istilah berdasarkan sejumlah
besar ciri yang sama. Sedangkan, dalam pengertian kualitatif, analogi menyatakan
kemiripan hubungan sifat antara dua perangkat istilah. Dalam arti yang lebih luas
ini, analogi lalu berkembang menjadi bahasa kiasan. Metafora menurut Keraf
Kata manis dalam frasa ”lagu yang manis” adalah suatu ringkasan dari
analogi yang berbunyi:”Lagu ini merangsang telinga” dengan cara yang sama
mengandung pula analogi yang berarti: hubungan antara tanah air dengan
kualitatif ini juga dipakai untuk menciptakan istilah baru dengan mempergunakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37
organ-organ manusia atau organ binatang. Misalnya kapal laut berlayar di laut
yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk singkat:
bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan sebagainya. Sebagai
Bila dalam sebuah metafora, kita masih dapat menentukan makna dasar
dari konotasinya sekarang, maka metafora itu masih hidup. Tetapi kalau kita tidak
Kata-kata menggergaji, batuk-batuk, bunga dan bangsa masih hidup dengan arti
aslinya. Oleh sebab itu, penyimpangan makna seperti terdapat dalam kalimat-
semacam itu pada saat dapat membawa pengaruh lebih lanjut dalam perubahan
makna kata. Menurut Keraf kebanyakan perubahan makna kata mula-mula karena
metafora.
Struktur metafora utama yang utama ialah (1) topik yang dibicarakan; (2) citra
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38
atau topik kedua; (3) titik kemiripan atau kesamaan. Hubungan antara topik atau
citra dapat bersifat objektif dan emotif. Berdasarkan pilihan citra yang dipakai
oleh pemakai bahasa dan para penulis di pelbagai bahasa, pilihan citra oleh
Ulmann (1977) dan Parera (2004:119) dibedakan atas empat kelompok, yakni (1)
tanggapan/persepsi indra.
terdapat pada dirinya atau tubuh mereka sendiri. Metafora antropomorfik dalam
banyak bahasa dapat dicontohkan dengan mulut botol, jantung kota, bahu jalan,
dan lain-lain.
Metafora dengan unsur binatang juga dikenakan pada manusia dengan citra
humor, ironi, peyoratif, atau citra konotasi yang luar biasa, misalnya, fable dalam
Fabel MMM yang dikutip oleh Parera terdapat nama-nama seperti Mr. Badak bin
Badak, Profesor Keledai, dan terdapat pula Majelis Pemerintah Rimba (MPR),
dan lain-lain.
anjing, babi, kerbau, singa, buaya, dst sehingga dalam bahasa Indonesia kita
ungkapan itu masih bersifat transparan tetapi dalam beberapa kasus penelusuran
oleh Parera, secepat kilat ‘satu kecepatan yang luar biasa’, moncong senjata
berdasarkan pengalihan indra, pengalihan dari satu indra ke indra yang lain.
untuk musik walaupun makna enak selalu dikatkan dengan indra rasa; “sedap
2. Metonimia
metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk
menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.
Hubungan itu dapat berupa penemu untuk hasil penemuan, pemilik untuk barang
yang dimiliki, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40
Sinekdoke dibagi menjadi dua yaitu pars pro toto: pengungkapan sebagian dari
objek untuk menunjukkan keseluruhan objek, dan totum pro parte: Pengungkapan
Berbeda halnya dengan metafora, metonimia muncul dengan kata-kata yang telah
sebuah objek atau perbuatan dengan atribut yang melekat pada objek atau
kretek”.
relasi waktu, relasi atribut (pars prototo), metonimia berelasi penemu atau
tahun 60-an di Jakarta Pusat terdapat gedung bioskop megah dengan nama
daerah dikenal dengan ciri atribut yang menonjol dan pada umumnya penduduk
“Subuh nanti kita berangkat”. Waktu Shalat bagi umat Islam seperti Magrib dan
Subuh atau Misa bagi orang kristiani biasanya dipakai sebagai ukuran dan
pars pro toto. Contohnya, Militer atau tentara Nasional Indonesia (TNI) dikenal
dengan sebutan “baju hijau”, kelompok pasukan tentara Angkatan Darat yang
sebagai bentuk penyebutan penemu sesuatu. Misalnya, jika seorang ahli fisika
mengatakan “satu ampere adalah aliran listrik yang satu volt dapat mengirim
melali satu ohm”, maka ia telah menyebut tiga tokoh utama dalam bidang
ilmunya, yakni Andre Ampere (orang Prancis), Count Alssandro Volta (orang
3. Hakikat Pembelajaran
untuk menunjukkan: (1) pemerolehan dan penguasaan tentang apa yang diketahui
mengenai sesuatu, (2) penyuluhan dan penjelasan arti pengalaman seseorang, (3)
berpikir yang baik berarti cara berpikirnya dapat digunakan untuk menghadapi
persoalan lain.
pengalaman yang pernah dimiliki siswa dengan suatu yang pernah dihadapi
yang dapat mengubah dirinya agar siswa dapat merasakan manfaat dan perubahan
empat langkah, yaitu (1) menentukan topic yang dapat dipelajari oleh anak
sendiri, (2) memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topic tersebut,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43
Mudjiono, 2009:15).
yakni: (1) linguistik, (2) psikologi, (3) ilmu pendidikan. Ilmu linguistik memberi
informasi kepada kita mengenai bahasa secara umum dan mengenai bahasa-
memungkinkan kita untuk meramu semua keterangan dari (1) dan (2), menjadi
suatu cara atau metode yang sesuai untuk dipakai di kelas, guna memudahkan
bahasa Jawa
pembelajaran.
silabus sendiri harus melihat dan mencermati terlebih dahulu dari kurikulum yang
sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, serta bervariasi sesuai
dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Mohammad Adnan Latief
didik untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai melalui serangkaian
pengalaman belajar.
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
tertentu.
membelajarkan siswa (Oemar Hamalik, 1995: 17). Hilda Taba (1962: 11)
membelajarkan pelajar.
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
kompetensi untuk mencapai tujuan dengan keadaan dan kemampuan daerah dan
dari bahan yang diajarkan oleh guru dan dipelajari oleh murid; (3) kurikulum
mementingkan suatu proses yaitu bagaimana belajar dan hasilnya; (5) kurikulum
merupakan pengalaman yang dilakukan anak yang terdiri dari unsur kognitif,
kurikulum itu terdiri dari: tujuan, bahan pelajaran, proses belajar mengajar, dan
terdiri dari empat komponen penting, yaitu: tujuan, isi atau materi, proses atau
sistem penyampaian dan metode serta evaluasi (2001: 102). Adapun Azis Wahab
Tujuan
(1)
PBM/ Pengorganisasian
(3)
dalam kurun waktu tertentu dirasa sudah tidak sesuai dengan perubahan jaman
standar.
nasional pendidikan yang meliputi standar isi dan standar kompetensi lulusan.
Sedangkan pasal 36 ayat 2 menyatakan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan
pembelajaran kepada siswanya. Agar tujuan tersebut dapat tercapai guru harus
mempunyai pemahaman yang baik tentang kurikulum itu sendiri. Guru memegang
penilaian hasil belajar. Tujuan dari silabus adalah untuk membantu guru dan
pembelajaran bahasa Jawa meliputi: (1) penyusunan RPP, (2) memilih materi, (3)
Dengan adanya kesesuaian antara kurikulum dengan isinya, maka tugas guru akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48
demikian seorang guru mudah untuk memilih metode apa yang akan dipakai
dalam pembelajaran jika bertemu dengan suatu materi yang akan disampaikan.
dikuasai peserta didik berupa menghafal fakta, maka meteri pembelajaran yang
diajarkan berupa fakta, bukan konsep atau prinsip ataupun jenis materi yang
lainnya, (2) konsistensi, jika kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik
ada empat macam, maka materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat
macam, dan (3) aquacy, materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam
bawah ini: (1) potensi peserta didik, (2) relevansi dengan karakteristik daerah, (3)
didik, (4) kebermanfaatan bagi peserta didik, (5) struktur keilmuan, (6) aktualitas,
Sundiawan).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49
dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta panduan penyusunan KTSP dalam
mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam usaha mencapai KD. Setiap
guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan
prediksi dan proyeksi yang akan dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran.
Penelitian yang relevan dengan topik ini adalah penelitian yang pernah
bahwa: di dalam suatu pembelajaran seorang guru harus membuat silabus yang
kemudian akan dikembangkan menjadi RPP. Dalam hal ini berarti pelaksanaan
Selain itu, penelitian ini juga hampir sama dengan penelitian yang
puisi yang diidentikkan dengan pantun. Pada bahasa Melayu komposisi puisi
praktiknya, puisi Melayu hal-hal yang harus ada, contohnya: persamaan, tamsil,
Hal ini dalam bahasa nurwegia disebut fornyrjislag, di Italia disebut stornello, di
Tunisia disebut gharobiat, dan bahasa Jawa disebut wangsalan. Dari keempat
‘interpretasi puisi dan bahasa figurative’. Di dalam penelitiannya ini dalam puisi
sedang berjalan. Hal Ini dipusatkan pada penempatan dan pemahaman bahasa
macam bentuk cara membaca, menulis, mendengarkan, dan juga mencari isi
(kesimpulan) dari sebuah puisi. Selain itu, juga diberikan pengetahuan tentang
siswa’ yang ditulis oleh Giliian Lazar. Penelitian ini membahas tentang bahasa
figuratif adalah bahasa yang sering diabaikan dalam pembelajaran kosa kata
siswa. Oleh karena itu, penelitian ini memberikan beberapa definisi, latihan,
membahas bahasa figuratif merupakan suatu cara seseorang untuk mencari makna
utama (makna sebenarnya) dan juga makna yang tidak sebenarnya untuk
gambaran yang lain, seperti penggunaan majas metafora, alegori, sinekdok, dan
lain sebagainya. Selain hal tersebut dalam penelitian ini juga membahas tentang
kata-kata iklan bahasa Inggris’ yang ditulis oleh Roida Ernawati dari Universitas
sinekdok.
Penelitian yang keempat dengan judul The Message of the Song of Song
oleh J. Paul Tanner dari Singapore Bible College, Singapore. Penelitian ini
menuliskan tentang bahasa figuratif dalam lagu berlagu. Dalam penelitian ini
membahas, lagu memiliki daya pengimajinasian yang sangat tinggi. Ada sebuah
buku tentang lagu ini yang cukup membingungkan seperti penggunaan bahasa
figurative dalam lagu tersebut yang menjadikan sebuah karakteristik. Akan tetapi
dalam hal ini penggunaan bahasa figuratif memegang peranan yang sangat
puisi di dalam teks di antara dua peneliti dan partisipan yang menyediakan
sekarang ini merupakan hasil dari intropeksi kebahasaan dan melihat kamus
secara manual dan tek. Dengan adanya sumber pemaknaan elektrik membuat
yaitu dalam pembelajaran di kelas, dalam iklan maupun dalam suatu karya sastra
seperti puisi dan lagu. Sehingga dalam hal ini sesuai dengan penelitian yang
penulis kerjakan. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai ahli ini ada
penggunaan bahasa figuratif dalam karya sastra seperti puisi dan lagu. Adapun
dalam iklan.
C. Kerangka Berpikir
akan disajikan oleh peneliti, yaitu dengan judul Penggunaan Bahasa Figuratif
dalam Lagu-lagu pop Jawa dan relevansinya dalam Pembelajaran Bahasa Jawa di
sekolah. Bahasa figuratif sering dipakai dalam karya sastra seperti dalam lagu.
Akan tetapi dalam penelitian ini dikhususkan meneliti dalam lagu-lagu Jawa
tersebut, maka di dalam judul ini membahas tentang bahasa figuratif (basa
dasanama dan lain sebagainya beserta maksud (amanat) yang terkandung dalam
bahasa figuratif tersebut. Bahasa figuratif yang telah penulis sebutkan, di dalam
materi pelajaran bahasa Jawa sering disebut sebagai paramasastra Jawa. Selain
itu, juga akan membahas bagaimanakah relevansi bahasa figuratif tersebut pada
1. Wangsalan
Relevansinya
2. Parikan dalam
3. Purwakanthi Pembelajaran
4. Dasanama Bahasa Jawa
5. Dll
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini tidak tergantung pada tempat karena data yang dianalisis
bersifat fleksibel.
B. Teknik Cuplikan
tertentu. Peneliti dalam memilih data berdasarkan posisi dengan akses tertentu
mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap (Sutopo,
2006:64).
commit to user
55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56
dalam penelitian ini berupa data tulis. Data tulis ini berupa tuturan dalam lirik
lagu-lagu pop Jawa. Tuturan yang dimaksud adalah semua tuturan lirik lagu-lagu
pop Jawa yang telah dipilih berdasarkan pertimbangan nilai pendidikan yang
interaksi yang meliputi content analysis (analisis isi), terhadap dokumen dan
arsip, sesuai dengan Goets dan Lecomte dalam Herman J. Waluyo (2006:65).
yang tertentu pula. Secara lebih jelas, alur analisis dengan menggunakan teknik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57
tema penelitian.
E. Validitas Data
ini setelah didapatkan data melalui teknik di atas, selanjutkan akan dilakukan
triangulasi data dan menjaga validitas data yang dikumpulkan dalam penelitian.
Menurut Sutopo (2002) triangulasi data, yaitu mengumpulkan data sejenis dengan
menggunakan berbagai sumber data yang berbeda. Dalam hal ini berbagai teori
mengenai kompetensi menulis. Dengan demikian, kebenaran data yang satu akan
diuji oleh data yang diperoleh dari sumber data yang lainnya.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data mengalir (flow model of analysis). Analisis model mengalir adalah komponen
yang saling menjalin, baik sebelum, pada waktu, dan sesudah pelaksanaan
mengalir dimulai dari: pengumpulan data, reduksi data, display data dan terakhir
penarikan kesimpulan.
penyerahan, dan abstraksi data kasar yang ada dalam fieldnote, proses ini
pengumpulan data dilakukan, sampai akhir penelitian. Reduksi data dengan cara
masalah.
dari analisis.
dari awal. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Pengumpulan data
Conclusion drawing
commit to user
Sumber: Model Analisis Interaktif (Sutopo: 37)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Sarana Estetika dalam Lagu-lagu Pop Jawa
Yang dimaksud sarana estetika di sini ialah unsur bahasa yang mendukung
keindahan dalam lagu-lagu pop Jawa. Unsur bahasa yang dimaksud adalah bagian
yang penting dalam bahasa, yaitu fonem, morfem, leksikon, kelompok kata,
seperti purwakanthi, parikan dan wangsalan. Lebih lanjut dapat dilihat pada
Uraian mengenai pola pemanfaatan bunyi dalam lagu-lagu pop Jawa ini
berisi pembahasan bunyi-bunyi bahasa yang dominan muncul atau yang sering
terdapat dalam lagu-lagu pop Jawa karya Didi Kempot dan Manthous. Adapun
bunyi bahasa yang dominan muncul tersebut adalah rima dan ritme.
commit to user
59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
60
dengan konvensi tembang yang berlaku untuk setiap tembang tersebut. Hal ini
sangat berbeda sekali dengan puisi Jawa modern, misalnya geguritan yang
Puisi modern tidak mengenal guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan.
Dalam puisi Jawa tradisional banyak dijumpai suku kata yang silih
pemanfaatan bunyi-bunyi bahasa yang dominan muncul atau yang saling terjadi
dalam puisi Jawa dalam bentuk lagu-lagu pop Jawa dari aspek Rima dan Ritme.
Purwakanthi secara etimologi berasal dari kata purwa dan kanthi. Kata purwa
sebagai pengulangan bunyi baik konsonan, vokal ataupun kata yang telah tersebut
pada bagian depan (Padmosoekotjo, 1953:118). Purwakanthi ada tiga jenis yaitu
basa (lumaksita).
puisi dapat diibaratkan dengan gerak yang teratur yang ditimbulkan oleh adanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61
perulangan bunyi, adanya pergantian yang teratur, variasi-variasi bunyi dari kata-
Edi Subroto (1991:14), bahwa bahasa Jawa mempunyai enam vocal yaitu /a/, /i/,
/u/, /e/, /o/, dan /ê/. Realisasi posisi bunyi vokal tersebut umumnya terdapat pada:
dalam larik-larik puisi, 3) menekankan struktur ritmik sebuah kalimat larik, dan 4)
memberi tekanan bunyi dan makna pada kata-kata yang mengandung asonansi.
Secara umum, fungsi asonansi yang terdapat dalam larik-larik puisi dapat
Harimansyah, 2000:129).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
62
perulangan bunyi vokal, yaitu /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, dan /ê/ yang ditemukan dalam
1) Asonansi /a/
Pola asonansi /a/ dapat muncul 1) di awal kata atau suku kata pertama, 2)
suku kata kedua dari belakang (penultima), 3) suku kata ketiga dari
(9) …
Panyuwunku tinêbihna saking sambikala
…
(Manthous, Kanca Tani)
‘… commit to user
doaku semoga dijauhkan dari mara bahaya’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
63
(10) …
Aku ngulon, sampeyan ngetan
Duwe bojo kaya jethungan
Mas.. ora karuan
…
(Manthous, Aja gawe-gawe)
‘…
aku ke barat, kamu ke timur’
‘punya istri/suami tetapi tidak pernah bisa bertemu’
‘mas….tidak karuan’
…
(11) …
Janji lunga mung sêdhela
Jare sêwulan ra ana
Pamitmu nalika semana
…
(DK, Stasiun Balapan)
‘…
janji pergi hanya sebentar’
‘katanya sebulan tidak ada’
‘pamitmu pada saat itu’
…
Posisi bunyi vokal tersebut dapat terbuka dan tertutup. Suku kata
terbuka adalah suku kata yang berakhiran vocal (k)V. Sedangkan suku
‘tanda mata juga tanda cinta’. Pola asonansi /a/ memperlihatkan bahwa
bunyi /a/ dalam kata tandha ‘tanda’ terdapat pada suku kata kedua dari
belakang dan suku kata terakhir (ultima) dengan posisi terbuka; demikian
tekanan bunyi dan makna pada kata-kata yang mengandung pola bunyi /a/.
Demikian halnya yang terdapat pada tuturan (7) dan (8) yang banyak
adanya paduan bunyi vocal /a/. bunyi /a/ pada kata tinebihna ‘dijauhkan’
tuturan tersebut perasaan dominan yang tergambar dari bunyi /a/ adalah
kepisimisan. Hal itu tercermin dari tuturan bernada rendah yang dibangun
oleh asonansi /a/. Pengucapan bunyi /a/ dengan bibir yang terbuka,
mencapai suatu tujuan tertentu. Hal ini juga muncul pada tuturan (11) janji
lunga mung sêdhela ‘janji pergi hanya sebentar’, Jare sêwulan ra ana
‘katanya sebulan tidak ada’, Pamitmu nalika sêmana ‘pamitmu ketika itu’.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
65
kekosongan jiwa dan raga dan rasa kecewa karena dalam penantian yang
2) Asonansi /i/
ringan, menunjukkan karakter lembut dan halus. Bunyi /i/ sesuai untuk
masyarakat. Bunyi /i/ juga dapat melukiskan perasaan takut, sedih, merasa
Pola asonansi /i/ secara bervariasi secara berulang dapat muncul 1) di awal
kata atau suku kata pertama, 2) suku kata kedua dari belakang (penultima),
terakhir (ultima). Pemanfaatan asonansi /i/ dapat dilihat pada data berikut.
(Manthous, Esemmu)
‘betapa senangnya hati adinda’
…
(13) Pitung sasi lawase nggonku ngênteni
Mung sliramu wong bagus kang dadi ati
Rina wêngi mung tansah tak impi-impi
Jroning ati kangênku sêtêngah mati
…
(Manthous, Kangen)
(14) …
Sliramu janji aku sêtia ngênteni
Lahir batin trêsnaku têrusing ati
…
(Manthous, Kangen)
(15) …
sih ing gusti mugi-mugi lêstari widada
…
(Manthous. Kanca Tani)
….
‘berkahNya Gusti (Allah) semoga dapat langgeng’
…
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
67
(19) …
Milih sawiji ngêndi kang suci
tanggung bisa mukti
…
(Manthous, Aja Lamis)
‘…
memilih salah satu mana yang suci’
‘ditanggung dapat enak (senang)’
…
Pemanfaatan asonansi /i/ pada data (12) sampai dengan (19) di atas,
muncul secara terbuka. Pada data (12), (13), (14), (15), dan (19) bunyi /i/
dapat muncul pada awal suku kata/awal kata dengan posisi terbuka dan
dapat pula muncul pada akhir suku kata/suku kata akhir yang terdapat pada
data (16), (17) dan (18) dengan posisi yang terbuka pula.
bunyi /i/ yaitu Iba bungahing ati cah manis ‘betapa senangnya hati anak
bunyi /i/ sehingga tuturan tersebut memiliki tekanan ritmik yang kuat
sebagai akibat bunyi /i/ yang muncul secara linier dan berulang. Tekanan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
68
tersebut.
/i/ yang muncul pada setiap akhir kalimat/akhir baris membuat tembang
tersebut menjadi lebih indah dan menarik. Hal ini terealisasi berdasarkan
jumlah suku kata yang sama. Pada baris pertama dan kedua memiliki
jumlah suku kata yang sama yaitu terdapat 9 suku kata. Adapun pada baris
3 dan 4 juga memiliki jumlah suku kata yang sama pula, yakni 8 suku kata.
3) Asonansi /u/
purwakanthi guru swara. Seperti halnya bunyi /a/, dan /o/, maka asonansi
/u/ juga muncul secara berulang dengan posisi yang bervariasi. Pola
asonansi /u/ secara berulang dapat muncul 1) di awal kata atau suku kata
Posisi asonansi /u/ dalam pola asonansi dapat terbuka dan tertutup.
berikut.
…
(Manthous, Mbah Dhukun)
‘lama tidak bertemu, adinda’
‘membuat rindu hatiku’
‘kuminta setiap siang dan malam’
‘doaku semoga selamat’
(21) …
Bêbasan sêgara madu
kalah manis sing manis pancen esêmmu
…
(Manthous, Esemmu)
(22) …
Ora mung jroning impenku
Bisa nyanding sliramu, cah ayu
…
(Manthous, Esemmu)
Pada pola asonansi /u/ yang terdapat pada lagu-lagu pop Jawa atau
lagu campursari yang ditemukan tidak begitu variatif. Hal itu didasarkan
karena kebanyakan pola asonansi /u/ pada lagu-lagu pop Jawa terdapat
tembang itu akan semakin lebih indah dan enak untuk didengarkan.
struktur ritmik sebuah kalimat dalam larik-larik puisi karena bunyi /u/
tersebut muncul secara berulang dalam posisi yang sama seperti pada data
(21) ada 2 baris dan (23) ada 20 baris yang di dalamnya terdapat bunyi /u/
pada setiap akhir baris dengan pola asonansi bunyi /u/ yang tertutup.
data (20), dan (22) terdapat asonansi bunyi /u/ sebanyak 3 kali. Bunyi /u/
commit to user
pada setiap kata dalam larik menjadikan kata-kata tersebut seakan-akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
71
lebih dekat. Hal ini akan membawa dampak asosiasi pembaca terhadap
(24) ..
Tresnaku uwis ucul, ning opo njedhul
Nasi wis menjadi bubur,
Tresnaku wis kadhung luntur
…
(DK, Nekat)
‘…
cintaku sudah hilang, tapi kenapa engkau datang’
‘nasi sudah menjadi bubur’
‘cintaku sudah terlanjur memudar’
…
(25) …
Setyamu ngungkuli tresnaku
Tanpa wates nggonmu ngajeni uripku
…
(DK, Sangu Ngimpi)
‘…
setiamu melibihi cintaku’
‘tanpa batas engkau menghormati hidupku’
…’
(28) …
aku aku tak mau
Ja aja kowe mung ngerayu’
…
(DK, Terkinthil-kinthil)
(29) …
ya mung siji dadi panyuwunku
Aku pengin ketemu
…
(DK, Sewu Kutha)
(30) …
semono uga rasaning atiku
Mung tansah nunggu tekamu
Ra krasa setahun kowe ninggal aku
Kangen…kangene atiku….
‘penyanyinya cantik-cantik’
‘jika aku melirik kamu jangan cemburu’
‘yang melirik hanya mataku’
commit to user
‘hatiku hanya untuk dirimu’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
73
Asonansi /u/ juga terdapat pada data di atas, yakni (24, 25, 26, 27,
28, 29, 30 dan 31). Pada data (24) terdapat pengulangan asonansi /u/
sebanyak 7 kali. Pada data (25) tedapat pengulangan asonansi /u/ sebanyak
5 kali. Data (26) sebanyak 9 kali, data (27) sebanyak 10 kali, data (28)
sebanyak 3 kali, data (29) sebanyak 6 kali, (30) sebanyak 4 kali pada akhir
baris, dan data (31) sebanyak 10 kali juga terdapat pada akhir baris.
4) Asonansi /e/
bervariasi. Pola asonansi /e/ 1) di awal kata atau suku kata pertama, 2)
suku kata kedua dari belakang (penulitima), 3) suku kata terakhir (ultima).
Posisi asonansi /e/ dalam pola asonansi dapat terbuka dan tertutup.
(Manthous, Esemmu)
‘bagaimana jelasnya’
‘ya sini kutunggu-tunggu kabarnya’
‘tidak pagi dan sore’
‘hanya teringat tingkahnya’
(33) …
Nadyan mung krungu swarane
Apa maneh yen nyawang esême
…
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
74
(Manthous, Esemmu)
(Manthous, Gethuk)
‘itu rembulannya’
‘jika dilihat kok melambai-lambai’
‘seperti mengingatkan’
‘teman semua jangan tidur sore-sore’
‘aku merindukanmu’
‘pagi siang malam sore’
‘aku merindukanmu’
‘adinda aku di sini’
…
(43) …
trêsnaku ora tak ecer
Tênan mung kowe sing cêmanthel
Suwer dhik
Cintaku ora tak ecer
Nek ra pêthuk rasane kaya wong teller
…
(DK, Terkinthil-kinthil)
bervariasi. Bunyi dalam data (32) sampai dengan data (45) munculnya
asonansi /e/ dapat muncul pada suku kata terakhir (ultima) yakni data
sandhinge ‘sampingnya’ (41), kowe ‘kamu’, sore ‘sore’, kene ‘sini’ (42),
ecer ‘tersebar’, cemanthel ‘terpatri’, teler ‘mabuk’ (43), kene ‘sini’, kowe
commitparibasane
‘kamu’ (44), ngombe ‘minum’, to user ‘peribahasanya’, sabendinane
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
78
data tersebut juga terdapat asonansi bunyi /e/ yang terdapat pada awal kata
atau suku kata pertama yaitu kene ‘sini’, esuk ‘pagi’ kelingan ‘ingat’ (data
32), eseme ‘senyumnya’ (34), tela ‘ketela’ (37), dhewe ‘sendiri’ (38).
Selain itu juga terdapat pada suku kata tengah atau suku kata kedua dari
yang lebih halus, damai, dan anggun. Bunyi /e/ sering digunakan untuk
menyatakan sesuatu dengan lebih sopan seperti pada data (36) rame-rame
Pada data tersebut terlihat bahwa penggunaan asonansi /e/ dapat digunakan
sesuatu (semboyan) yang mengacu pada para petani yang identik dengan
5) Asonansi /o/
Pola asonansi /o/ dalam lagu-lagu pop Jawa sering muncul secara
berulang dengan posisi yang bervariasi. Pola asonansi /o/ secara berulang
dapat muncul 1) di awal kata atau sukun kata pertama, 2) suku kata kedua,
dan 3) suku kata terakhir (ultima). Posisi asonansi /o/ dalam pola asonansi
dapat terbuka dan tertutup. Pemanfaatan asonansi /o/ dapat dilihat pada
berikut.
(47) …
Cintaku sekonyong-konyong kodher
(48) …
rusak.. njaba njero
Sing tak pikir jebule kaya ngono
…
(DK, Sekonyong-konyong Kodher)
‘rusak …luar dalam’
‘yang kupikir ternyata seperti itu’
…
(49) …
Dironce sejodho, dienggo wong loro
Saikine, sira wis dadi bojo
…
(KD, Sekar Melati)
…
‘dirangkai sepasang dipakai berdua’
‘sekarang engkau sudah menjadi istri/suami’
…
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
80
Posisi bunyi asonansi /o/ dalam data (46, 47, 48, dan 49) bunyi /o/
dapat muncul pada 1) di awal kata atau sukun kata pertama yakni pada
baris kedua kata kothak ‘kotak’ , nggo ‘pakai’, baris ketiga dan baris
‘bodoh’, dan baris kedelapan loro ‘dua’ (data 46), kodher ‘koder’ (47), 2)
kata terakhir (ultima) yang terdapat pada baris 1 dan 5 ngilo ‘mengaca’,
‘bodoh’ bodho ‘bodoh’ (baris 4), dan belo ‘anak kuda’ (baris 6), njero,
ngono ‘begitu’ (48), dienggo ‘dipakai’ (49). Posisi asonansi /o/ dalam pola
asonansi dapat terbuka dan tertutup. Dengan demikian bunyi asonansi /o/
mampu menciptakan ritmik pada kata dengan kata berikutnya dalam larik
Dalam puisi modern, istilah dalam bahasa Jawa disebut purwakanthi guru
sastra yang identik dengan sajak aliterasi yaitu sajak berdasarkan pada
persamaan konsonan.
terdapat pada 1) di awal kata atau sukun kata pertama, 2) suku kata kedua dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
81
yang mengandung bunyi aliterasi dengan tafsiran yang terdapat dalam kata-
sebuah kalimat dalam larik, dan 4) memberikan tekanan bunyi dan makna
lagu-lagu pop Jawa yang ditemukan yaitu, aliterasi /d/, /k/, /l/, /m/, /n/, /s/.
(50) …
Eman eman dieman-eman
Wong dolanan malah dadi tênanan
Eman-eman dieman-eman
Eman-eman jêbule ora kêduman
…
(Manthous, Sakit Rindu)
(51) …
Lamlamên sira wong ayu
…
commit to user
(Manthous, Nyidham Sari)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
82
‘…
‘terbayang dirimu adinda’
‘….
(52) …
Umpama sliramu sêkar mêlati
…
(Manthous, Nyidham Sari)
‘…
umpama dirimu bunga melati’
…
(53) …
Umpama sliramu margi wong manis
…
(Manthous, Nyidham Sari)
‘…
umpama dirimu jalan orang manis’
…
(56) …
Sawangên iki awakku sing kuru
…
(Manthous, Wuyung)
‘…
lihatlah ini badanku yang kurus’
…’ commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
83
(58) …
Mbok mbalung janur
…
(Manthous, Kangen)
‘…
mbok tulang daun kelapa muda’
…
(59) …
Sambat-sambat sapa
…
(Manthous, Wuyung)
‘…
mengeluh-mengelu pada siapa’
…’
(60) …
Anteng meneng melek nyemplung kungkum kali
…
(DK, Tirakat)
‘…
diam terjaga mandi di kali’
…
(61) …
Senin wengi slasa kliwon tanggal sanga
…
(DK, Tirakat)
‘Senin malam selasa kliwon tanggal sembilan’
…
(62) …
Jare simbah, sepi-sepine menungsa
…
(DK, Tirakat)
‘… commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
84
(63) …
Karep ati, ben ketekan karepe
…
(DK, Tirakat)
‘…
Keinginan hati, biar sampai tujuannya (keinginannya)’
…’
(64) …
Nyesake atiku samsaya nelangsa
…
(DK, Ketaman Asmara)
‘…
menyesakkan hatiku semakin sedih’
…’
(65) …
Nganti tekan mbesok kapan nggonku
…
(DK, Ketaman Asmara)
‘…
Harus sampai kapan diriku’
…’
(66) …
nggonku nandang branta
…
(Manthous, Nyidham Sari)
‘…
aku yang sedang jatuh cinta’
…’
(67) …
Sawur beras kuning, sliramu tak sandhing
…
(DK, Sekar Melati)
‘…
menabur beras kuning, engkau kan kusanding’
…’ commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
85
(68) …
Cintaku sekonyong-konyong kodher
…
(DK, Sekonyong-konyong Koder)
‘…
Cintaku sekonyong-konyong kodher’
…’
(69) …
Wis tak lali-lali
…
(DK, Ketaman Asmara)
‘…
sudah kucoba tuk melupakanmu’
…’
(70) …
Malah sansaya kelingan
…
(DK, Ketaman Asmara)
‘…
malah semakin teringat’
…’
(71) …
Ora pamit mit..mit..mit.mit….
…
(DK, Sekonyong-konyong Koder)
‘tidak pamit mit… mit… mit…’
…’
(72) …
Mêndhêm ora bisa turu
…
(DK, Ketaman Asmara)
‘…
memendam tidak bisa tidur’
…’
Pada data (50, 51, 52, 53, 58, 59, 60, 71, dan 72) terdapat aliterasi
commit
huruf /m/ yang mempertalikan to user
kata-kata pada setiap lariknya yang membuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
86
pada kata dengan kata berikutnya. Tekanan ritmik inilah yang menyebabkan
makna antar kata dalam larik. Selain menimbulkan struktur ritmik yang
Pada tuturan (54, 56, 59, 61, 62, 64, dan 67) terdapat aliterasi /s/ yang
muncul bervariasi. Pola aliterasi /s/ dapat muncul (1) di awal kata atau suku
kata pertama yakni pada data (63, 65), (2) suku kata kedua dari belakang
(paenultima) yakni pada data (52). Bunyi /s/ sebagai bunyi konsonan geseran
dapat memberikan tekanan struktur ritmik sebuah kalimat dalam puisi dan
member tekanan sruktur ritmik sebuah kalimat dalam tembang dan member
Aliterasi /k/ yang terdapat pada tembang (63, 65, dan 68) muncul
bervariasi juga. Bunyi /k/ sebagai bunyi hambat dorso vilar tak bersuara
ritmik ini menciptakan keindahan larik-larik tembang. Bunyi /k/ secara umum
tembang. Selain itu, juga memberikan efek terhadap asosiasi pembaca bahwa
kejadian atau suasana yang dipaparkan penyair adalah suatu kejadian yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
87
benar-benar terekam dan dapat melekat di hati pendengar lagu-lagu atau lagu-
Pada data (63) Karep ati, ben ketekan karepe ‘keinginan hati, biar
sampai pada tujuannya (keinginannya)’ bunyi /k/ pada awal kata dapat
pada awal kata, kata-kata tersebut dalam lirik menjadi lebih kuat, seolah-olah
ada yang dipentingkan dari kata tersebut. Bunyi /k/ juga memberikan tekanan
yang kuat seperti terlihat dalam data (68) yakni cintaku sekonyong-konyong
kapan nggonku ’harus sampai kapan diriku’. Efek yang ditimbulkan dari
tembangnya.
seperti yang terdapat dalam data (57) ini dhuh dhuh kusuma ‘duh aduh
Seperti bunyi aliterasi lainnya bunyi /n/ yang terdapat dalam data (54,
60, dan 66). Pada data (66) nggonku nandhang branta ‘ku sedang jatuh
perulangan bunyi /n/ dalam larik-larik tembang. Pada data (66) tersebut
terjadi pengulangan bunyi /n/ sebanyak dua kali. Perulangan ini menyebabkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
88
kata, suku kata terakhir dengan suku kata awal yang berturutan atau
persamaan huruf akhir dengan huruf awal yang berturut-turut dalam suatu
basa/lumaksita.
menekankan struktur ritmik sebuah kalimat dalam larik atau antarlarik, dan 4)
purwakanthi lumaksita.
‘kemana mbak’
‘mau pergi kemana?’
(80) …
Nalika mbiyen isih susah
Sliramu uga melu susah
…
(DK, Sangu Ngimpi)
(83) …
tresnaku uwis thukul, kebacut ajur
Tresnaku uwis mulih, ning apa mulih
…
(DK, Nekad)
‘…
cintaku sudah tumbuh, terlanjur hancur
cintaku sudah berubah, tapi apakah engkau akan pulang’
…’
Pada data (73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, dan 83) di atas, pada
data (73) terdiri atas 4 kalimat terjadi pengulangan kata yang sama pada baris
pertama diulang pada baris ketiga yaitu pengulangan frasa umpama sliramu
‘jika kamu’. Pada data (74) terdiri dari 4 kalimat juga terdapat pengulangan
kata kangen ‘rindu’ pada baris pertama yang diulang pada baris ketiga dan
kata rindu-rindu ‘rindu-rindu’ pada baris kedua diulang pada baris keempat.
Data (75) terjadi pengulangan kata ting-anting ‘ting-anting’, data (76) dan
pengulangan kata ndak ‘pergi’ pada baris pertama yang berasal dari kata
tindak ‘pergi’ yang diulang pada baris kedua, (79) terjadi pengulangan kata
nekat ‘nekat’ pada klausa pertama yang diulang sekali pada klausa kedua.
Pada data (80) terdapat purwakanthi guru basa (lumaksita) pada baris pertama
susah ‘susah/ sedih’ yang diulang sekali pada baris kedua. Adapun pada data
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
92
bumi’ dan dina setu ‘hari sabtu’, (82) eling ‘ingat’, dan (83) terdapat
kalimat dalam larik atau antar larik, dan member tekanan bunyi dan makna
(pengarang).
menjadi prismatic artinya memancarkan banyak makna. Atau bahkan bisa disebut
kaya makna. Bahasa figuratif dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang
imajinasi tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi kongkret dan
menjadikan puisi lebih nikmat dibaca; (3) bahasa figuratif adalah cara menambah
intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair; (4)
disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
93
Bahasa ini digunakan oleh penyair untuk mengatakan sesuatu dan biasanya
penelitian ini, ditemukan ada tiga majas di dalam lagu-lagu pop Jawa, yaitu
Personifikasi, Simile, dan Metafora. Lebih jelasnya dapat dilihat pada penjelasan
di bawah ini.
1. Personifikasi
peristiwa yang dialami oleh manusia. Dalam hal ini mati dianggap sebagai
memperjelas penggunaan peristiwa atau keadaan itu. Lebih jelasnya dapat dilihat
‘itu rembulannya ’
‘jika diperhatikan seperti melambai-lambai’
‘seolah-olah mengingatkan’
‘teman-teman semua jangan tidur sore-sore’
pada baris pertama. Kemudian pada baris kedua terdapat kata ngawe-awe
atau menggambarkan benda yang seolah-olah hidup. Rembulan yang dilihat oleh
memberikan nasihat kepada semua orang untuk tidak tidur sore-sore. Contoh yang
(2) …
Sineksen lintange luku semana
Janji prasêtyaning ati
Tansah kumanthil ning netra rinasa
…
(Manthous, Nyidham Sari’
……
‘ketika itu disaksikan ‘lintang luku’
‘janji kesetiaan hati’
‘akan terasa selalu teringat di pandangan mata’
…….
Pada data (2) di atas pada baris pertama terdapat gaya bahasa
personifikasi, yakni sineksen lintange luku semana ‘ketika itu disaksikan oleh
‘lintang luku’’ yang diikuti dengan kalimat pada baris kedua janji prastêyaning
ati ‘janji kesetiaan hati’. Berdasarkan kedua kalimat ini lintang ‘bintang’
2. Simile
ditandai dengan penggunaan kata-kata lir, kadya, kaya ‘seperti’, dan kata-kata
pembanding lain. Simile merupakan bahasa figuratif yang paling sederhana dan
Lagu-lagu yang telah diciptakan oleh Didi Kempot dan Manthous, ada
beberapa yang menggunakan gaya bahasa simile yang sering ditandai dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
95
menggunakan kata kaya ‘seperti’. Adapun contoh penggunaan gaya bahasa simile
(3) Bêbasan kaya ngênteni udan neng mangsa katiga, nadyan mung
sêdhela ora dadi ngapa pênting bisa ngadhemke ati oh.. ….
(4) Bebasan kaya ngênteni udan neng mangsa katiga, ra krasa setaun
kowe ninggal aku kangên..kangêne atiku.
Kata kaya ‘seperti’ dalam data (3) dan (4) merupakan kata-kata
hal yang dinyatakan secara langsung atau eksplisit. Misalnya dalam data (3)
terdapat tuturan Bebasan kaya ngenteni udan neng mangsa katiga, nadyan mung
sedhela ora dadi ngapa penting bisa ngadhemke ati oh ‘bagaikan seperti
menunggu hujan di musim kemarau, meskipun hanya sebentar tidak jadi apa yang
penting bisa untuk mendinginkan hati oh..’. Dalam tuturan ini bermaksud
hujan yang turun, akan tetapi sangat bermanfaat untuk mendinginkan perasaan
Data (4) memiliki arti bahwa bagaikan menunggu hujan di musim kemarau
yang ternyata tak terasa sudah satu tahun seorang kekasih telah meninggalkan
commit
sehingga membuat hati terasa rindu karenatolama
user tidak bertemu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
96
(5) …
Tansah ngugêmi
trêsnamu wingi
jêbul amung lamis
kaya ngênteni thukuling jamur
ing mongsa ketiga
Aku iki prasasat
lara tan antuk jampi
...
Data (5) di atas, terdapat kata kaya ‘seperti’ merupakan pembanding. Kaya
Tansah ngugêmi
trêsnamu wingi
jêbul amung lamis
‘selalu menjadi dasar untukku’
‘cintamu kemarin’
‘ternyata hanya perkataan saja (dibibir saja)’
selalu percaya akan janji cinta kekasihnya yang ternyata hanya sekadar ucapan
belaka (tidak dapat dipercaya). Kemudian baris berikutnya dijelaskan lagi dengan
menunggu tumbuhnya jamur di musim kemarau, aku ini bagaikan sakit yang tidak
kaya ‘seperti’ ini dapat dikatakan sebagai pembanding yang dapat diterjemahkan
pernah mungkin datang/kembali seperti janji yang telah diucapkannya ketika akan
berangkat/pergi dahulu yang suatu saat akan kembali. Hal ini diibaratkan bagaikan
menunggu tumbuhnya jamur di musim kemarau. Jadi tidak mungkin jamur itu
3. Metafora
bahasa pengetahuan dan dunia yang ingin dinyatakannya. Dalam budaya Jawa,
yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk singkat:
bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan sebagainya. Sebagai
dengan pokok kedua. Adapun contohnya dapat dilihat pada data di bawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
98
madunya. Hal ini tertera pada baris pertama dan kedua. Adapun pada baris ketiga,
2.1. Parikan
kadadean saka rong ukara kang dapukane nganggo purwakanthi guru swara
saben saukara kadadean saka rong gatra gatra kapisan mung minangka
purwaka; dene ngese utawa wose dumunung ing ukara kapindho ‘yaitu kata-
kata yang terdiri dari dua kalimat yang terbentuk menggunakan purwakanthi
guru swara, setiap satu kalimat terdiri dari dua baris, baris pertama hanya
sebagai pembuka; sedang isinya ada pada kalimat kedua’. Sebagai contohnya
(84) …
Mas.. jambu apa-apa jeruk?
Yen ra ketemu - ra ketemu mbok aja ngamuk
…
(Manthous, Pipa Landa)
‘Mas, jambu apa jeruk’
‘jikalau tidak bertemu janganlah mengamuk’
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
100
(89) …
Emprit gantil , menclok neng witing pari
tansah gumantil, ana njero ning ati
….
(Manthous, Anting-anting)
(91) …
Kecipir-kecipir dipangan luwak
Yen dipikir-dipikir ngrusakake awak
…
(Manthous, Aja Lamis)
…
‘kecipir dimakan musang’
‘kalau dipikir-pikir merusakkan badan’
…
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
101
kata) yang ditambahkan dengan 6 wanda (suku kata) pada baris pertama dan 10
wanda (suku kata) ditambah 5 wanda (suku kata) pada baris kedua dikalikan 2.
Data (85) terdapat parikan yang berdasarkan 4 baris baris pertama dan kedua
sebagai sampiran dan baris ketiga dan keem,pat sebagai isi. Pada baris pertama
terdiri atas 5 suku kata dikalikan 2 pada baris ketiga dan baris kedua berjumlah 6
Data (86) terdiri atas empat baris, baris pertama 2 suku kata ditambahkan 6
suku kata pada baris pertama dan 6 suku kata ditambahkan 5 suku kata pada baris
kedua. Data (87) terdiri 2 baris, yakni 11 suku kata ditambahkan 3 suku kata pada
baris pertama dan 13 suku kata pada baris kedua. Data (88) terdiri 2 baris, yakni
pada baris pertama terdiri atas 12 suku kata dan pada baris kedua juga terdapat 12
suku kata.
Data (89) terdiri atas 2 baris, baris pertama terdiri atas 4 suku kata
ditambahkan 7 suku kata, baris kedua terdiri atas 5 suku kata ditambahkan 7 suku
kata dikalikan 2. Data (90) terdiri dari 6 baris, baris pertama terdiri dari 10 suku
kata, baris kedua 12 suku kata, baris ketiga 10 suku kata, dan baris keempat terdiri
dari 12 suku kata, baris kelima terdiri atas 11 suku kata dan baris keenam terdiri
atas 12 suku kata. Keenam baris ini ikatan antara baris satu dengan baris lainnya
merupakan satu kesatuan. Baris pertama sebagai sampiran dan baris kedua sebagai
isi. Kemudian pada baris ketiga sebagai sampiran dan baris keempat sebagai isi.
Adapun baris kelima sebagai sampiran dan baris keenam sebagai isi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
102
Adapun data (91) baris pertama terdiri atas 11 suku kata, baris kedua
11 suku kata yang saling runtut kata-katanya dan juga saling terkait. Dengan
2.2. Wangsalan
langsung, hanya dijelaskan satu suku kata saja atau lebih’. Sebagai contohnya
(92) …
Klapa mudha lêganana ngggonku nandhang branta
…
(Manthous, Wuyung)
(93) …
Witing pari dimen mari nggonku nglara ati
….
(Manthous, Wuyung)
Pada data tersebut terdapat wangsalan pada kata klapa mudha ‘kelapa
muda’ yang batangannya adalah degan ‘kelapa muda’ yang ditebus dengan
kata legan (leganana). Pada data (93) Witing pari dimen mari nggonku
ngloro ati ‘pohon padi supaya sembuh diriku (merasakan) sakit hati’
data (94) pada baris ketiga terdapat frasa mbalung janur ‘tulang daun
kelapa’ disebut sebagai sada ‘lidi’ yang ditebus dengan kata usada ‘jalan
keluar (solusi)’.
baris pertama ada dua wangsalan yakni pada frasa petis manis ‘sambal
yang manis’ disebut kecap ‘kecap’ yang ditebus dengan kata ngucap
‘mengucap’ dan frasa pupus tebu ‘kuncup tebu’ disebut sebagai gleges
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
104
‘batang tebu’ yang ditebus dengan kata teges ‘arti/makna’. Pada baris
ketiga juga terdapat dua wangsalan lagi yakni petis manis (yang telah
diterangkan sebelumnya pada baris pertama) dan juga terdapat pada frasa
sarpa langking ‘ular yang berwarna hitam’ yang disebut dengan dumung
‘ular dumung’ yang ditebus dengan kata amung ‘hanya’. Demikian halnya
juga terdapat dalam baris kelima yakni pada frasa damar mancung ‘lampu
yang terbuat dari kelopak bunga kelapa)’ disebut upet ‘upet (lampu yang
dipakai oleh orang-orang jaman dahulu)’ yang ditebus dengan kata nyupet
‘mutus’. Adapun wangsalan yang lain terdapat dalam baris ketujuh yakni
pada frasa teja bengkok ‘pelangi yang bengkok’ disebut dengan kluwung
kesembilan pada kata petis manis sama dengan analisis pada baris pertama
‘mengucap’.
yang telah dilakukan oleh guru sudah baik dan sudah sesuai dengan kaidah-kaidah
pembelajaran, hal itu dapat dilihat dari 4 (empat) hal, yaitu : (1) kurikulum, (2)
silabus, (3) Standar Isi, dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mata pelajaran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
105
1. Kurikulum
pendidikan. Di dalam kurikulum mengatur mata pelajaran apa saja yang diberikan
kepada siswa, pengelompokan mata pelajaran dan alokasi waktu yang dibutuhkan
pada setiap komponen mata pelajaran. Kurikulum yang berlaku di sekolah saat ini
KTSP ini disusun oleh sekolah disesuaikan dengan kondisi sekolahnya masing-
ini, maka dalam kurikulum mata pelajaran bahasa Jawa juga sudah menggunakan
Kurikulum KTSP. Hal ini berarti guru bahasa Jawa sudah merelevankan silabus
2. Silabus
silabus yang sudah dijabarkan oleh MGMP. Hal ini dilakukan karena guru merasa
Tingkat Satuan Pendidikan terdapat silabus, yang di dalam silabus tersebut mata
kelas VII, VIII, IX terdapat empat aspek keterampilan yang harus dicapai oleh
Mampu membaca bacaan sastra, nonsastra dalam berbagai teknik membaca, dan
bacaan berhuruf Jawa yang di dalamnya terdapat tiga kompetensi dasar salah satu
Kompetensi Dasar yang ada guru harus mampu menjabarkannya lagi menjadi
Indikator, serta alokasi waktu yang disediakan. Selain itu juga terdapat tujuan
3. Standar Isi
lagu-lagu pop Jawa ini dimasukkan dalam kategori aspek membaca yaitu peserta
didik mampu membaca bacaan sastra, nonsastra dalam berbagai teknik membaca,
dan bacaan berhuruf Jawa. Pada satu standar kompetensi tersebut dibagi menjadi
tiga kompetensi dasar, yakni 1) membaca pemahaman bacaan sastra atau bacaan
non sastra dengan teman tertentu, 2) membaca indah geguritan dan tembang
asmaradana, dan 3) membaca paragraph berhuruf Jawa yang terdiri atas 5-7
kalimat. Dari ketiga kompetensi dasar tersebut maka lagu-lagu pop Jawa
dimasukkan dalam kompetensi dasar yang nomer dua sebagai pengembangan dari
minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata
1. MENDENGARKAN
Memahami wacana lisan yang didengar baik teks sastra maupun nonsastra
2. BERBICARA
3. MEMBACA
sastra maupun nonsastra dalam berbagai ragam bahasa berupa teks bacaan,
4. MENULIS
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka SKL mata pelajaran bahasa Jawa
Oleh karena itu, maka guru bahasa Jawa sudah merelevankan antara materi yang
B. Pembahasan
lain sebagainya meskipun hanya sedikit. Hal ini dipakai pengarang untuk
Manthous. Kedua pengarang lagu-lagu pop Jawa ini dalam lagunya ada beberapa
dari Jawa dengan bahasa ibu bahasa Jawa biasanya kurang merasa puas
menggunakan istilah bahasa Indonesia untuk kata-kata khas Jawa yang padan kata
Jawa ragam karma, dan lebih arkhais karena kata-kata tersebut dipandang
memiliki kekuatan dalam pengucapan makna dan terdengar oleh masyarakat lebih
sopan. Kita jumpai kata-kata sebagai berikut: netra ‘mata’, sekar ‘bunga’, margi
‘jalan’, dan lain sebagainya. Akan tetapi hal tersebut berbeda dengan Didi
menggunakan kata-kata yang hanya biasa saja bahkan terkesan sedikit kasar.
Dalam karyanya kita jumpai kata mata ‘mata’. Kata mata ‘mata’ ini dalam bahasa
Para penyair memilih kata-kata dengan makna kias, atau bahkan dengan
makna lambang. Hal ini tidak dapat kita jumpai dalam bahasa sehari-hari. Di
konvensi sastra, yakni bahwa bahasanya bersifat konotatif. Banyak kita jumpai
kata-kata: putih, kelabu, ungu, merah jambu, biru, hitam, jingga, dan sebagainya.
Udan grimis ‘hujan grimis’, bengi ‘malam’, awan ‘siang’, kembang ‘bunga’, dan
parikan berdasarkan pengertiannya hanya terdiri dari dua kalimat saja, akan tetapi
justru di dalam karya mereka ditemukan penggunaan parikan itu terdiri dari lebih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
110
dari dua baris. Meskipun demikian yang terpenting di dalam parikan tersebut
bunyi bahasa (purwakanthi guru swara), aliterasi, dan purwakanthi guru basa.
Karena begitu pentingnya kata-kata dalam puisi, maka bunyi kata juga
kata ini mempertimbangkan berbagai aspek estetis, maka kata-kata yang sudah
dipilih oleh penyair untuk puisinya bersifat absolute dan tidak bisa diganti dengan
bunyinya hamper mirip dan maknanya sama, kata yang sudah dipilih itu tidak
dapat diganti. Jika kata ini diganti akan menganggu komposisi dengan kata
Sebagai contohnya dalam lagu ‘Tanjung Mas Ninggal Janji’, Didi Kempot
menulis salah satu baris berbunyi: rasane kepengin nangis yen kelingan
parangtritis/neng ati kaya diiris; kata-kata dalam baris lagu itu tidak boleh
diiris neng ati; atau salah satu katanya diganti dengan kata lain yang semakna:
rasane kepingin mlayu yen kelingan parangtritis/ kaya diiris neng njero dhadha.
dalam lagu bersifat konotatif artinya memiliki kemungkinan makna yang lebih
dari satu. Kata-katanya juga dipilih yang puitis artinya mempunyai efek keindahan
dan berbeda dari kata-kata yang kita pakai dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
111
pemilihan kata-kata yang cermat ini, orang akan langsung bahwa yang dihadapi
itu adalah sebuah lagu yang dapat diidentikkan seperti puisi setelah membaca
kata-kata yang dibacanya itu kata-kata yang tepat untuk puisi (lagu).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil analisis pada bab empat di depan, dapat diambil kesimpulan
1. Nilai estetika karya sastra bentuk puisi dapat diuraikan juga dalam struktur
fisik yang membangun struktur luar puisi. Keindahan bahasa dan sastra dalam
puisi tradisional adanya ritma dan rima serta bunyi bahasa menambah
keindahan dalam puisi tradisional salah satunya adanya purwakanthi swara,
purwakanthi sastra, dan purwakanthi basa (lumaksita). Pemahaman tentang
pemilihan kata, aliterasi, bahasa figurative dalam lagu-lagu Pop Jawa
menambah keindahan dalam lagu tersebut.
2. Penggunaan basa rinengga (basa endah) seperti (1) parikan, dan (2) wangsalan
ternyata juga dipakai di dalam lirik lagu-lagu pop Jawa. Dengan memanfaatkan
parikan dan wangsalan tersebut, lagu itu menjadi lebih indah dan tampak
terterdengar lebih khas.
3. Berkaitan dengan penggunaan bahasa Figuratif dalam lagu-lagu pop Jawa dan
relevansinya dalam pembelajaran bahasa Jawa di sekolah ternyata memang
relevan. Dalam hal ini dapat dilihat dari segi kurikulum yang dipakai, Silabus,
Standar isi, dan pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
B. Implikasi
Dari hasil analisis dan pembahasan, serta hasil temuan dalam penelitian
yang menunjukkan adanya sarana estetika dalam lagu-lagu Pop Jawa, maka dapat
commit toHal
disampaikan implikasi dalam pendidikan. user
itu membuktikan bahwa karya satra
112
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
113
bahwa sarana estetika dalam kreasi penciptaan lagu-lagu pop Jawa sangat
dalam lagu-lagu pop Jawa ini terungkap ciri-ciri kebahasaan pengarang dalam
menciptakan lagu-lagu pop Jawa yang dimiliki pengarang. Kajian yang digunakan
oleh pengarang dalam penulisan penggunaan sarana estetika dalam lagu-lagu pop
sarana estetika dalam lagu-lagu pop Jawa yang di dalamnya juga terdapat
wangsalan dari pengarang yang sama maupun pengarang yang lain. Bagi pembaca
pengarang melalui penggunaan bahasa figuratif dalam lagu-lagu pop Jawa. Dari
dunia puisi dalam bahasa Jawa disebut geguritan. Seperti karya sastra pada
umumnya, bahwa karya seni yang berupa tembang juga bersifat imajinatif dan
penuh khayalan. Hal ini ternyata sangat suntuk menggumuli kehidupan yang
yang otentik. Implikasi penelitian ini ditengarai berupa apresiasi yang lebih tinggi
terhadap aneka karya kreatif. Dengan mempelajari sarana estetika dalam lagu-lagu
Pop Jawa dapat membantu siswa dan kalangan pendidikan sehingga dapat lebih
C. Saran
d. Mampu memilihi bahan ajar yang penting dsn sesuai kebutuhan siswa serta
siswa.
f. Menggunakan metode yang dan media yang tepat agar siswa tertib dan
KTSP.
pendidikan.
mempraktikkan atau nglagokake tembang yang ada dalam lagu-lagu Pop Jawa,
puisi (lagu).
diskusi maupun seminar tentang sastra khususnya lagu-lagu Pop Jawa bisa
meliputi bedah isi tembang, sejarah tembang, bahasa, dan ajaran yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
117
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M.H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt Rinehart and
Winston.
Gorys Keraf. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah
…….. 2002. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Mappa. S dan Bas Lemen. A. 1994. Teori Belajar Orang Dewasa. Jakarta:
Depdikbud Dirjen PMD Direktorat Pendidikan Dasar.
Rahmat Djoko Pradopo. 1994. Stilistika dalam Buletin Humaniora No.1 tahun
1994.Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM.
……… .Ngengngrengan Kasusastran Djawa jilid II. Yogyakarta: Hien Hoo Sing
.
Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya
dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.
…… 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
Sri Utari Subyakto dan Nababan. 1993. Metodologi pengajaran bahasa. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Zidi Gazalba. 1978. Ilmu Filsafat dan Islam Tentang Manusia dan Agama.
Jakarta: Bulan Bintang. commit to user