TINJAUAN PUSTAKA
ilmu terapan yang mempelajari perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Dari segi
bahasa psikologi berasal dari perkataan psyche yang berarti jiwa dan perkataan logos yang
berarti ilmu pengetahuan. Dilihat dari istilah psikologi memiliki arti yang sama sehingga
Menurut (Prawira, 2012) dalam mitologi yunani psyche digambarkan sebagai gadis cantik
bersayap kupu-kupu yang dalam hal jiwa dapat diartikan sebagai symbol keabadian. Tetapi
diketahui istilah jiwa dalam bahasa indoneisa seringkali di hubungkan dengan masalah mistik,
kebatinan, dan kerohanian maka dari itu para ahli lebih suka menggunakan istilah psikologi.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari perilaku manusia dan proses mental. Psikologi juga diartikan ilmu pengetahuan
Psikologi dalam pernkahan merupakan masa transisi atau masa perubahan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa yang di awali dengan pubertas. Pada masa ini terjadi berbagai
perubahan baik dari segi fisik, sosial, maupun emosional yang di awali oleh datangnya haid
bagi perempuan dan mimpi basah pertama bagi laki-laki. Kesiapan ini bukan hanya dari segi
fisik, tetapi juga sosial dan emosional (Nika,2011). Pernikahan yang masih muda atau
pernikahan dini juga banyak menyebabkan masalah yang tidak diinginkan karena dari segi
10
11
psikologinya belum siap terutama bagi wanita. Secara fisik biologis yang normal
seorang remaja yang sudah pubertas telah mampu mendapatkan keturunan tetapi dari segi
psikologi remaja masih sangat kurang mampu menjalankan kehidupan rumah tangga.
yang terjadi. Salah satu penyebabnya adalah pasangan-pasangan yang belum dewasa. Faktor
ketidakdewasaan sering terlihat pada pasangan yang menikah pada usia dini. Pernikahan yang
terlalu muda atau pernikahan pada usia dini banyak menyebabkan masalah yang tidak
diharapkan, hal ini diakibatkan karena psikologinya belum matang seperti cemas, stress dan
depresi (Dariyono, 1999 dalam Anita, 2016). Dampak psikologi dari pernikahan dini antara
lain:
a. Kecemasan
Kecemasan adalah proses emosi yang bercampur yang terjadi ketika seseorang sedang
mengalami tekanan atau ketegangan. Gejala yang muncul pada kecemasan ada yang bersifat
fisik adapula yang bersifat psikologis. Gejala fisik yang muncul yaitu pada ujung jari terasa
dingin, pencernaan tidak teratur, berkeringat, nafsu makan berkurang, sesak nafas
(Prasetiyono, 2010).
Gejala psikologi seperti sangat takut merasakan ditimpa bahaya atau kecelakaan, hilang
kepercayaan tidak bisa memfokuskan perhatian, memiliki rasa ingin lari dari kenyataan.
Kecemasan yang terjadi pada keluarga pasangan pernikahan dini disebabkan karena takut
akan adanya bahaya yang mengancam dan persepsi menyebabkan perasaan menjadi tertekan.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan kegelisahan yang berlebihan yang kadang membawa
12
perilaku yang menyimpang. Jadi kecemasan yang dialami keluarga yang menikah usia dini
dapat diartikan sebagai perasaan takut dan khawatir dalam menghadapi masalah-masalah
b. Stres
Stress psikologi adalah hubungan antara individu dengan lingkungan yang dinilai oleh
individu tersebut sebagai hal yang membebani atau melebihi kemampuan seseorang dan
(stressor) dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu biokologis, psikososial dan kepribadian.
a. Biokologis
Stress yang muncul karena keadaan biologis seseorang yang dipengaruhi oleh tingkah
laku. Stress biokologis terdiri dari bioritme biasanya makan, minum, obat-obatan
b. Psikososial
Stress yang muncul karena keadaan lingkungan. Stress psikososial adalah keadaan atau
dewasa) sehingga orang tersebut sengaja beradabtasi pada stressor yang muncul. Pada
c. Kepribadian
d. Depresi
Depresi akibat pernikahan dini bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda pada
pribadi introvert (tertutup) akan menyebabkan remaja menarik diri dari pergaulan,
remaja tersebut akan menjadi pendiam, tidak mau bergaul bahkan bisa membuat
kejiwaannya terganggu akibat depresi berat. Mayoritas orang yang telah menikah akan
menutup diri dan membatasi gerak agar aktivitasnya hanya didalam rumah. Hal ini
sering terjadi pada ibu muda yang mempunyai anak masih kecil. Ketika masih lajang,
banyak aktivitas sosial yang diikuti. Namun ketika memutuskan untuk menikah
seseorang tersebut akan merasa terpenjara dalam rumah. Hal ini yang menyebabkan
terjadinya konflik batin tersendiri bagi ibu muda tersebut. Kebutuhan aktualisasi diri
dan kebutuhan sosialnya tidak terpenuhi, sehingga sering merasa stress karena hanya
melakukan pekerjaan rumah tangga dan menjadi rutinitas sehari-hari (Chomaria, 2012)
Pernikahan dini pada remaja pada dasarnya berdampak pada segi fisik maupun psikis.
Dalam beberapa budaya pernikahan dini bukanlah menjadi sebuah kebiasaan, namun dalam
konteks perkembangan pernikahan dini akan memberikan dampak psikologi yang besar.
Dampaknya pun ada yang negatif dan positif, untuk contoh dampak negarif misalnya remaja
yang hamil akan lebih muda menderita anemia, adanya tindakan kekerasan dalam rumah
tangga yang diakibatkan tingkat berfikir dan emosional yang belum matang, dan mengalami
Banyak dampak yang terjadi salah satunya rendahnya kualitas keluarga yang dilihat
dari ketidaksiapan secara fisik dalam menghadapi persoalan sosial atau ekonomi rumah
tangga, maupun kesiapan fisik bagi calon ibu remaja dalam mengandung dan melahirkan
14
bayinya (Novianty, 2013). Adapun dampak fisik yang dapat terjadi akibat pernikahan dini
antara lain :
Perempuan yang menikah di bawah usia 20 tahun memiliki resiko terkena kanker rahim
pada usia remaja dan sel-sel leher rahim belum matang jika terpapar human papilloma
Pasangan yang menikah pada usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka
kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta mempengaruhi rendahnya derajat
kesehatan ibu dan anak. Perempuan yang hamil dibawah usia 20 tahun berpotensi
keguguran dan sering mengalami prematuritas (lahir sebelum waktunya) dan akan
berdampak pada bayi, seperti cacat bawaan baik fisik maupun mental.
Secara fisik dampak dari kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan adalah
mengalami skit fisik, tekanan mental, menurunya rasa percaya diri dan harga diri,
mengalami rasa tidak berdaya, mengalami ketergantungan kepada suami yang sudah
Pernikahan dini yang dilakukan oleh perempuan yang berada pada proses
perkembangan remaja, maka aspek-aspek psikologi pun dapat di pengaruhi dari tiga tugas
1) Perkembangan kognitif. Pada remaja awal, perkembangan otak yang belum matang
dapat membuat perasaan atau emosi mengalahkan akal sehat (Papalia dkk, 2009 dalam
Cahyani, 2015)
dan perempuan, bahwa usia remaja merupakan usia kelabilan pada emoinya yang
terkadang berakibat kepda keputusan untuk menikah dengan tergesa-gesa tanpa melalui
pertimbangan yang matang. Remaja selalu memikirkan sesuatu yang enak-enak dan
3) Perkembangan sosial. Sifat-sifat keremajaan ini seperti emosi yang tidak stabil, belum
dihadapi, serta belum mempunyai pemikiran yang matang tentang masa depan yang
baik. Hal ini akan sangat mempengaruhi perkembangan psikososial anak dalam
pernikahan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami
16
istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Sigelman (2003:37) mendefinisikan pernikahan sebagai sebuah hubungan
antara dua orang yang berbeda jenis kelamin dan dikenal dengan suami istri. Dalam
hubungan tersebut terdapat peran serta tanggung jawab dari suami dan istri yang di
Pernikahan merupakan suatu wujud nyata dari kehidupan manusia dan didasarkan
atas ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku. Disamping
itu juga pernikahan ialah untuk mewujudkan kelangsungan generasi dan memberikan
Dariyo (2003) menikah merupakan hubungan yang bersifat suci atau sakral antara
pasangan dari seorang pria dan seorang wanita yang telah menginjak atau dianggap telah
memiliki umur cukup dewasa dan hubungan tersebut telah di akui secara sah dalam
hukum dan secara agama. Menurutnya, kesiapan mental untuk menikah mengandung
pengertian kondisi psikologis emosional untuk siap menanggung berbagai resiko yang
Pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21–25 tahun sementara laki-laki 25–
28 tahun. Karena di usia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah
berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik
pun mulai matang. Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat
kuat, hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik secara psikis
emosional, ekonomi dan sosial. Melakukan pernikahan tanpa kesiapan dan pertimbangan
17
yang matang dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak affresiatif terhadap makna
nikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah
usia seseorang menyebabkan emosinya akan semakin terkontrol dan matang, sehingga
yang terjadi dalam kehidupan diantaranya adalah adanya perubahan peran sebagai orang
tua. Semakin muda usia ibu maka semakin tinggi resiko terjadinya gangguan karena tidak
bisa menerima perubahan peran sebagai orang tua. Pada fase dependen-mandiri,
kemampuan ibu untuk menguasi tugas-tugas sebagai orang tua merupakan hal yang
penting. Bila ibu sulit menyesuaikan diri, secara psikologis ibu akan merasakan perasaan
mudah tersinggung, jenuh, menyesal, kecewa, menarik diri, menangis, dan kehilangan
yaitu: Batas pernikahan hanya diijinkan jika pihak laki-laki sudah mencapai umur 19
tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur diatas 16 tahun. Selanjutnya dalam
Peraturan Menteri Agama No.11 tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah Bab IV pasal 8
yaitu: Apabila seorang calon sumi belum mencapai umur 19 tahun dan seorang calon
isteri belum mencapai umur 16 tahun, harus mendapat dispensasi dari pengadilan. Pasal-
pasal tersebut diatas sangat jelas sekali hampir tidak ada alternatif penafsiran, bahwa usia
18
yang diperbolehkan menikah di Indonesia untuk laki-laki 19 tahun dan untuk wanita 16
tahun. Namun itu saja belum cukup, dalam tataran implementasinya masih ada syarat yang
harus ditempuh oleh calon pengantin, yakni jika calon suami dan calon istri belum
genap berusia 21 tahun maka harus ada ijin dari orang tua atau wali nikah, hal itu sesuai
dengan Peraturan Menteri Agama No.11 tahun 2007 tentang Pencatatan nikah Bab IV
pasal 7 yaitu: Apabila seorang calon mempelai belum mencapai umur 21 tahun, harus
mendapat ijin tertulis dari kedua orangtua. Ijin ini sifatnya wajib, karena usia itu
dipandang masih memerlukan bimbingan dan pengawasan orang tua atau wali. Jadi
tetap batasan usia pernikahan adalah, minimal usia 19 tahun untuk laki-laki, dan 16
tahun untuk perempuan. Apa bila usia belum mencapai persyaratan (usia 19 – 16 tahun),
makaharus mendapat dispensasi dari pengadilan dan tetap didampingi oleh kedua orang
Dalam sebuah pernikahan terdapat rukun dan syarat yang tidak boleh tertinggal hal
ini juga merupakan suatu perbuatan hukum terutama yang menyangkut dengan sah atau
tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Tetapi rukun dan syarat mempunyai
pengertian yang berbeda, rukun adalah sesuatu yang berada di dalam hakikat dan
merupakan bagian atau unsur yang mewujudkan sedangkan syarat adalah sesuatu yang
berada diluarnya dan bukan merupakan unsur dari pernikahan tersebut (Syafiruddin,
2009).
a. Rukun Nikah
1) Adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan terlarang secara syar’i untuk
menikah; 2) Adanya ijab, yaitu kalimat yang diucapkan oleh wali atau yang
menggantikan posisi wali; 3) Adanya qabul, yaitu kalimat yang diucapkan oleh suami
atau yang mewakilinya; 4) Wali adalah pengasuh pengantin perempuan pada waktu
menikah atau orang yang melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki; dan 5) Dua
orang saksi, adalah orang yang menyaksikan sah atau tidaknya suatu pernikahan.
b. Syarat Nikah
pernikahan, yaitu :
yang belum mencapai usia 21 tahun harus mendapat izin dari orangtua.
yang harus dijalankan dan bila fungsi-fungsi tersebut tidak berjalan atau tidak terpenuhi
maka tidak ada perasaan puas dan bahagia pada pasangan. Menurut Duvall dan Miller
(1986:21), setidaknya terdapat enam fungsi penting dalam pernikahan antara lain :
cinta dan kasih sayang antara suami dan isteri, orangtua dan anak, dan antar anggota
keluarga lainnya. Idealnya pernikahan dapat memberikan kasih sayang kedua orangtua
2) Menyediakan rasa aman dan penerimaan. Mayoritas orang mencari rasa aman dan
penerimaan, serta saling melengkapi bila melakukan kesalahan sehingga dapat belajar
3) Memberikan kepuasan dan tujuan. Berbagai tekanan yang terdapat pada dunia kerja
5) Menyediakan status sosial dan kesempatan sosialisasi. Sebuah keluarga yang terikat
oleh pernikahan memberikan status social pada anggotanya. Anak yang baru lahir
secara otomatis mendapatkan status social sebagai seorang anak yang berasal dari
Remaja yang menikah baik itu remaja putra maupun remaja putri akan mengalami
masa remaja yang diperpendek, sehingga ciri dan tugas perkembangan mereka juga ikut
1) Remaja yang telah menikah akan mengalami suatu periode peralihan yang cukup
signifikan. Peralihan yang terjadi adalah beralih dari masa anak-anak menuju masa
dewasa, dimana remaja harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-
kanakan dan harus mempelajari pola dan sikap baru terutama dalam pernikahan.
2) Remaja yang telah menikah akan mengalami periode perubahan, yaitu meliputi
perubahan fisik, emosional, perubahan pola dan minat, perubahan nilai-nilai yang
3) Remaja yang telah menikah, mereka di haruskan masuk pada masa dewasa, tidak lagi
pada ambang masa dewasa. Masa remaja mereka menjadi di perpendek dan mereka
Pernikahan Usia dini adalah pernikahan yang dilakukan pada usia remaja (Pohan,
2017). Pernikahan yang dilangsungkan pada usia remaja umumnya akan menimbulkan
masalah baik secara fisiologis, psikologis maupun sosial ekonomi. Pernikahan dini adalah
pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang belum cukup umur (Nurkhasanah, 2012).
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan dengan usia yang masih muda dan
Pernikahan dini juga disebut sebagai pernikahan anak yang menimbulkan efek-efek
sendiri memiliki tujuan memperoleh keturunan yang baik. Dengan pernikahan pada usia
yang terlalu muda sangat sedikit kesempatan memperoleh keturunan yang berkualitas.
Kedewasaan ibu juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena ibu yang
telah dewasa secara psikologis akan lebih terkendali emosi maupun tindakannya, bila
Pernikahan yang dilakukan pada usia dini bukanlah suatu permasalahan yang
jarang untuk dibicarakan, tetapi pernikahan dini merupakan permasalahan yang telah
dikaji sejak lama. Pada umumnya pernikahan yang dilakukan pada usia ini disebabkan
oleh kehamilan diluar nikah dan faktor-faktor lain yang mendukung hal tersebut. Pada
masyarakat yang tinggal di pedesaan pernikahan yang dilakukan dibawah umur sering
terjadi karena berbagai faktor. Pihak yang paling rentan sebagai korban dari pernikahan
23
dini adalah adalah pada remaja perempuan. Faktor yang yang memengaruhi pernikahan
usia dini yaitu faktor ekonomi keluarga, kehendak orang tua, kemauan anak, pendidikan,
adat dan budaya. Sedangkan menurut Hanggara (2010) faktor yang memengaruhi
1) Pendidikan
karena sebagian masyarakat yang berpendidikan dasar atau menengah lebih cenderung
akhirnya melakukan hal-hal yang tidak produktif, salah satunya adalah menjalin
hubungan dengan lawan jenis, yang jika diluar kontrol membuat kehamilan diluar
nikah.
2) Pengetahuan
Remaja-remaja didesa tidak dibekali dengan pengetahuan yang cukup, dan karena
akibat dari pernikahan usia muda kepada remaja adalah sebagai salah satu upaya
3) Sosial Ekonomi
Pernikahan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di bawah garis
kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dinikahkan
terjadinya pernikahan pada usia dini. Karena banyak orang tua yang beralasan
24
membutuhkan ekonomi keluarga, jika tidak mencukupi uang upaya untuk memenuhi
4) Budaya
Penyebab dilakukan pernikahan terlalu dini adalah karena adanya pengaruh budaya
yang berkembang di masyarakat bahwa anak perempuan itu harus segera dinikahkan
agar tidak menjadi perawan tua. Dalam budaya setempat mempercayai apabila anak
perempuannya tidak segera menikah itu akan memalukan keluarga, dengan tidak
memandang usia atau status pernikahan kebanyakan orang tua menerima lamaran
tersebut karena menganggap masa depan anak akan lebih baik dan keluarga diharapkan
bisa mengurangi beban orang tua, orang tua didesa sering kita lihat menikahkan
perdesaan kebiasaan terjadi pada keluarga yang merasa malu mempunyai anak gadis
yang belum menikah diusia muda, gaya berfikir masyarakat perdesaan sangatlah
sederhana, masyarakat perdesaan lebih suka melihat sesuatu dari bentuk lahirnya saja.
Masaroh (2013) secara luas menjelaskan dampak dari pernikahan usia dini antara lain:
Secara biologis alat reproduksi remaja masih dalam proses menuju kematangan
sehinggabelum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika
sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma,
25
perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya, sampai
membahayakan jiwa anak. Menikah muda beresiko tidak siap melahirkan dan merawat
anak. Pernikahan dini juga mempunyai potensi terjadinya kekerasan oleh pasangan dan
2) Dampak Psikologis
Secara psikis, remaja juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga
akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa remaja yang sulit
disembuhkan. Remaja akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada
pernikahan yang Ia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan
tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat
dalam usia remaja. Dampak psikologis juga ditemukan, dimana pasangan muda tersebut
secara mental belum siap menghadapi masalah perubahan peran dan menghadapi
masa sekolah dan remaja. Selain itu pasangan yang melakukan pernikahan dini sangat
3) Dampak Sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki
yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya
dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran &
norma apapun termasuk agama. Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki
4) Dampak Ekonomi
Pernikahan dini sering kali menimbulkan adanya siklus kemiskinan yang baru. Anak
remaja yang melakukan pernikahan dini sering kali belum mapan atau tidak memiliki
pekerjaan yang layak dikarenakan tingkat pendidikan mereka yang rendah. Hal tersebut
menyebabkan anak yang sudah menikah masih menjadi tanggungan keluarga. Akibatnya
Pernikahan yang berujung dengan perceraian banyak juga dialami oleh pasangan yang
secara usia terbilang masih muda, dan dalam usia pernikahannya yang masih sangat muda
pula. Pernikahan pada usia dini, dimana seseorang belum siap mental maupun fisik,
sering menimbulkan masalah dikemudian hari. Bahkan tidak sedikit berakhir ditengah
2.4. Perbedaan Psikologi Wanita Yang Melakukan Pernikahan Dini dan Pernikahan
Cukup Usia
Pernikahan bukan hal yang mudah untuk dilalui perlu adanya kesiapan mental dan
fisik bagi para pasangan untuk menjadi sebuah keluarga yang sakinah, mawadah dan
warohmah. Dengan adanya pernikahan maka akan terbentuk sebuah identitas keluarga
yang kuat. Namun pada kenyataannya saat ini banyak terjadi permasalahan sosial salah
satunya yaitu pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur. Berdasarkan teori UU No
1 tahun 1974 pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan dibawah usia 18
tahun. Menurut anjuran BKKBN memberikan batasan usia pernikahan 21 tahun untuk
wanita dan 25 tahun untuk laki-laki, berdasarkan ilmu kesehatan umur ideal yang matang
27
secara biologis dan psikologis 20-25 bagi wanita dan 25-30 bagi laki-laki. Usia tersebut
dianggap sebagai usia yang sudah matang dan bisa berfikir secara dewasa. Pada penelitian
yang dilakukan Ueeker dan Stone (dalam Hurriyah, 2008) pernikahan usia muda biasa
dilakukan oleh 16% laki-laki dan 25% perempuan sebelum berusia 23 tahun. Jumlah dari
perempuan muda berusia 15-19 yang menikah lebih besar jika dibandingkan dengan laki-
laki muda berusia 15-19 tahun. Umumnya pasangan yang menikah di saat usia masih
dibawah umur cenderung lebih buruk dalam melakukan penyesuaian pernikahan dan ini
terlihat pada tingginya tingkat perceraian pada pasangan yang menikah di saat usia remaja
(Hurlock, 1999 dalam Permata, 2014). Dibalik pernikahan dini sendiri ada persoalan
psikologi yang harus diperhatikan, yaitu mengenai psikis dan mental dari kedua pasangan
yang menikah, terutama wanita karena menikah berkaitan dengan organ reproduksi yang
matang untuk siap menjadi orangtua. Permasalahan dalam pernikahan sendiri sebenarnya
sudah ada pada tahun-tahun pertama pernikahan. Masalah tersebut meliputi masalah
yang berkaitan dengan keuangan, penyelesaian konflik dan dalam pembagian peran.
Pernikahan merupakan sebuah proses yang perlu mendapat pertimbangan yang panjang
dan matang bagi seorang perempuan. Perubahan peran dari seorang perempuan sendiri
menjadi istri yang siap mengurus rumah tangga adalah suatu tahap yang memang sangat
ibu, perlu adanya proses penyesuian lagi (Hurlock, 1980 dalam Muchlisah, 2012). Satoto
(2008 dalam Muchlisinah, 2012) menjelaskan lebih terperinci bahwa secara psikologi,
seseorang yang usianya tergolong dewasa akan lebih siap secara emosional untuk
menikah disbanding seseorang yang usianya jauh lebih muda. Psikologi perkembangan
dalam hal ini juga membahas mengenai perubahan individu secara bertahap seiring
usianya, yang berarti semakin dewasa maka semakin stabil dan matang mentalnya.
28
Berdasarkan hasil penelitian dari Muchlisah pada tahun 2012 terdapat perbedaan tingkat
penyesuaian penikahan antara perempuan yang menikah pada usia dini dan yang menikah
pada usia dewasa atau usia cukup. Dimana perempuan yang menikah pada usia dewasa
atau usia cukup lebih cenderung memiliki tingkat penyesuaian pernikahan yang lebih